Anda di halaman 1dari 30

Asuhan Keperawatan pada Pasien Meningitis

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III
Dosen Pengampu : Ns. Ani Widiastuti, S.Kep, SKM, M.Kep, Sp.Kep.MB

Disusun Oleh:
Erina Nurbati 1710711020
Mustika Widyastuti 1710711026
Sukmamawi Desi 1710711032
Rani Mutrika 1710711045
Aulia Afifah H 1710711059
Kharisma Ekva Nanada 1710711061
Natasya Dwiyustiana 1710711063
Sanaya Azizah 1710711079
Tiara Fadjriyaty 1710711081
Zahrotul Mutingah 1710711088
Fijri Reski 1710711093
Tari Gustika 1710711094
Muhammad Alfian 1710711103
Anggia Nur 1710711104
Umi Nurahmah 1710711111
Christin Natalia 1710711126
Ayu Inda 1710711137
Regita Cahyani 1710711147
PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
A. PENGERTIAN
Meningitis adalah peradangan Data Objektif
yang terjadi pada meningen, yaitu
membran atau selaput yang melapisi
otak an medula spinalis yang dapat
disebabkan oleh berbagai organisme
seperti virus, bakteri, atau pun jamur
yang menyebar masuk kedalam
darah dan berpindah kedalam cairan
otak (Black & Hawk, 2005).
Meningitis merupakan inflamasi
pada selaput otak yang mengenai
lapisan piameter dan ruang
subaraknoid maupun araknoid, dan
termasuk cairan serebrospinal.
Meningitis adalah inflamasi yang
terjadi pada meningen otak dan
medula spinalis (Lippincott Williams
& Wilkins, 2012). Gangguan ini
biasanya merupakan komplikasi
bakteri seperti otitis media,
pneumonia, ekokarditis dll.

B. KLASIFIKASI
1. Meningitis bakteri

Jenis penyakit ini dapat


terjadi ketika bakteri masuk
ke dalam aliran darah dan
kemudian bermigrasi ke otak
dan sumsum tulang
belakang. Namun, bakteri
tersebut bisa langsung
menyerang meninges
sebagai akibat dari infeksi
telinga atau sinus, patah
tulang tengkorak, atau
setelah melakukan operasi.
Ada beberapa jenis bakteri
yang umumnya dapat
menyebabkan penyakit
meningitis, yakni:

Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus)
Bakteri ini merupakan
penyebab yang paling umum
dari penyakit meningitis
bakteri pada bayi, anak-
anak, dan orang dewasa di
Amerika Serikat. Jenis
bakteri ini juga dapat
menyebabkan penyakit
pneumonia atau infeksi
telinga atau sinus. Namun,
Anda dapat mengurangi
risiko terkena infeksi dengan
melakukan vaksinasi.

Neisseria meningitidis
(meningococcus)
Jenis bakteri ini juga
menjadi penyebab utama
dari jenis meningitis bakteri
lainnya. Penyakit meningitis
yang diakibatkan oleh
penyakit ini disebut dengan
istilah meningitis
meningokokus dan biasanya
terjadi ketika bakteri hasil
infeksi saluran pernapasan
masuk ke dalam aliran
darah. Jenis infeksi ini
sangatlah menular dan
umumnya dialami oleh
remaja dan orang dewasa.
Namun, Anda dapat
mengurangi risiko terkena
infeksi ini dengan cara
melakukan vaksinasi.

Haemophilus influenzae
(Haemophilus)
Bakteri haemophilus
influenzae tipe b (Hib)
umumnya menyerang anak-
anak dan menyebabkan
penyakit meningitis. Namun,
telah dibuktikan bahwa
melakukan imunisasi rutin
dengan vaksin Hib dapat
mengurangi jumlah kasus
dari jenis meningitis,
khususnya di Amerika
Serikat.

Listeria monocytogenes
(listeria)
Jenis bakteri ini dapat
ditemukan dalam keju luna,
hot dog, dan daging. Pasti
Anda sering mengkonsumsi
ketiga jenis makanan
tersebut. Namun, untungnya,
orang yang keadaan
tubuhnya sehat bila terkena
bakteri listeria tidak akan
menjadi sakit. Tapi, bagi ibu
hamil, bayi yang baru lahir,
orang yang memiliki sistem
kekebalan tubuh lemah lebih
rentan terinfeksi oleh bakteri
ini. Jenis bakteri ini dapat
melintasi penghalang
plasenta dan bila sang ibu
mengalami infeksi pada
akhir kehamilan, hal itu
dapat menyebabkan si bayi
meninggal segera setelah
lahir.

2. Meningitis viral

Jenis penyakit meningitis ini


disebabkan oleh infeksi
virus, seperti herpes simplex
virus, HIV, gondok, virus
West Nile dan lain-lain.
Penyakit meningitis viral
tergolong ringan dan dapat
sembuh dengan sendirinya.

3. Meningitis kronis
Meningitis kronis dapat
terjadi ketika organisme
tertentu menyerang selaput
dan cairan yang mengelilingi
otak Anda. Berbeda dengan
meningitis akut, penyakit ini
akan berkembang lebih dari
dua minggu atau lebih.
Namun, tanda dan gejala
yang ditimbulkan hampir
sama dengan meningitis
akut, seperti sakit kepala,
demam, dan muntah.

4. Meningitis jamur

Penyakit meningitis yang


disebabkan oleh jamur
memang jarang terjadi.
Namun, penyakit ini dapat
mengarah kepada meningitis
kronis. Penyakit ini tidak
akan menular dari orang ke
orang. Salah satu jenis jamur
yang sering mempengaruhi
orang dengan defisiensi
imun, seperti AIDS adalah
meningitis kriptokokus. Bila
tidak segera diobati, yaitu
dengan obat antijamur,
penyakit ini dapat
mengancam jiwa.

Penyakit meningitis juga


dapat disebabkan oleh
beberapa hal lain, seperti
reaksi kimia, alergi terhadap
obat, beberapa jenis kanker,
dan penyakit inflamasi
seperti sarkoidosis.

C. ETIOLOGI
1. Bakteri ; Mycobacterium
tuberculosa, Diplococcus
pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis
(meningokok), Streptococcus
haemolyticuss, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa

2. Lues, Virus, Toxoplasma gondii


dan Ricketsia

3. Faktor presdiposisi : jenis


kelamin laki – laki lebih sering
dibandingan dengan wanita

4. Faktor maternal : ruptur


membran fetal, infeksi maternal
pada minggu terakhir kehamilan

5. Faktor imunologi : defisiensi


mekanisme imun, defisiensi
imonoglobulin

6. Kelainan sistem saraf pusat,


pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem
persarafan

7. Gangguan pada dura : cedera


otak terbuka atau operasi otak,
infeksi sistemik, gangguan
anatomis atau tengkorak,
gangguan imunitas, dan penyakit
sistemik lainnya

8. Lingkungan padat penduduk

9. Kebersihan yang buruk

10. Malnutrisi

D. MANIFESTASI KLINIS
FRAKTUR
Gejala meningitis diakibatkan dari
infeksi dan peningkatan TIK :

1. Sakit kepala dan demam (gejala


awal yang sering)

2. Perubahan pada tingkat


kesadaran dapat terjadi letargik,
tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan
sejumlah tanda sbb:
a. Rigiditas nukal (kaku leher).
Upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena
adanya spasme otot-otot
leher.
b. Tanda kernik positip: ketika
pasien dibaringkan dengan
paha dalam keadan fleks
kearah abdomen, kaki tidak
dapat di ekstensikan
sempurna.
c. Tanda brudzinki : bila leher
pasien di fleksikan maka
dihasilkan fleksi lutut
dan pinggul. Bila dilakukan
fleksi pasif pada ekstremitas
bawah pada salah satu sisi
maka gerakan yang sama
terlihat peda sisi ektremita
yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau
sensitif yang berlebihan pada
cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal
yang peka dan peningkatan TIK
akibat eksudat purulen dan
edema serebral dengan tanda-
tanda perubahan karakteristik
tanda-tanda vital(melebarnya
tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit
kepala muntah dan penurunan
tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri
menyolok pada meningitis
meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan
tanda-tanda septikimia : demam
tinggi tiba-tiba muncul,purpura
yang menyebar, syok dan tanda
koagulopati intravaskuler
diseminata

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis lebih
bersifat mengatasi etiologi dan
perawat perlu menyesuaikan dengan
standar pengobatan sesuai tempat
bekerja yang berguna sebagai bahan
kolaborasi dengan tim medis. Secara
ringkas penatalaksanaan pengobatan
meningitis meliputi pemberian
antibiotic yang mampu melewati
barier darah otak ke ruang
subarachnoid dalam konsentrasi
yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan bakteri.
Baisanya menggunakan
sefaloposforin generasi keempat atau
sesuai dengan hasil uji resistensi
antibiotic agar pemberian
antimikroba lebih efektif digunakan.
Farmakologi

1. Meningitis Bakterial
a. Antibiotik
 Berikan pengobatan
antibiotik lini pertama
sesegera mungkin.

o seftriakson: 100
mg/kgBB IV-
drip/kali, selama 30-
60 menit setiap 12
jam; atau
o sefotaksim: 50
mg/kgBB/kali IV,
setiap 6 jam.

 Pada pengobatan antibiotik


lini kedua berikan:

o Kloramfenikol: 25
mg/kgBB/kali IM
(atau IV) setiap 6
jam

o ditambah ampisilin:
50 mg/kgBB/kali IM
(atau IV) setiap 6
jam

 Jika diagnosis sudah pasti,


berikan pengobatan secara
parenteral selama sedikitnya
5 hari, dilanjutkan dengan
pengobatan per oral 5 hari
bila tidak ada gangguan
absorpsi. Apabila ada
gangguan absorpsi maka
seluruh pengobatan harus
diberikan secara parenteral.
Lama pengobatan
seluruhnya 10 hari.

 Jika tidak ada perbaikan:

o Pertimbangkan
komplikasi yang
sering terjadi seperti
efusi subdural atau
abses serebral. Jika
hal ini dicurigai,
rujuk.

o Cari tanda infeksi


fokal lain yang
mungkin
menyebabkan
demam, seperti
selulitis pada daerah
suntikan, mastoiditis,
artritis, atau
osteomielitis.

o Jika demam masih


ada dan kondisi
umum anak tidak
membaik setelah 3–5
hari, ulangi pungsi
lumbal dan evaluasi
hasil pemeriksaan
CSS

 Jika diagnosis belum jelas,


pengobatan empiris untuk
meningitis TB dapat
ditambahkan.

b. Anti Inflamasi

 Prednison 1–2 mg/kgBB/hari


dibagi 3-4 dosis, diberikan
selama 2–4 minggu,
dilanjutkan tapering off.

 Bila pemberian oral tidak


memungkinkan dapat
diberikan deksametason
dengan dosis 0.6
mg/kgBB/hari IV selama 2–3
minggu.

2. Meningitis Tuberkulosa

a. Antibiotik

 Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24


jam, oral, 2x sehari maksimal
500 mg selama 1 setengah
tahun.

 Rifampisin 10-15
mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x
sehari selama 1 tahun.

 Streptomisin sulfat 20-40


mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x
sehari selama 3 bulan atau
Etambutol: 15-25
mg/kgBB/hari (maksimum
2500 mg)

 INH: 10 mg/kgBB /hari


(maksimum 300 mg) -
selama 6–9 bulan

 Pirazinamid: 35
mg/kgBB/hari (maksimum
2000 mg) - selama 2 bulan
pertama
b. Anti Inflamasi

Deksametason dengan
dosis 0,6 mg/kg/hari (anak)
dan 0,4 mg/kg/hari (dewasa)
ekuivalen dengan
prednisolon dosis 2-4
mg/kg/hari (anak) dan 2,5
mg/kg/hari (dewasa).Durasi
pemberian selama 4 minggu
dengan tapering 2-4 minggu
setelahnya

Pengobatan simtomatis:

1. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5


mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6
mg/kgBB, atau fenitoin 5
mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau
Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3
x sehari.
2. Antipiretik: parasetamol/asam
salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
3. Antiedema serebri: Diuretikosmotik
(seperti manitol) dapat digunakan
untuk mengobati edema serebri.
4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan
syok hipovolemik: pemberian
tambahan volume cairan intravena.

Pembedahan
VP Shunt (Ventrikel Peritoneal
Shunt) Ventriculoperitoneal Shunt adalah
prosedur pembedahan yang dilakukan
untuk membebaskan tekanan intrakranial
yang diakibatkan oleh terlalu banyaknya
cairan serbrospinal. Cairan dialirkan dari
ventrikel di otak menuju rongga
peritoneum. Prosedur pembedahan ini
dilakukan di dalam kamar operasi dengan
anastesi umum selama sekitar 90 menit.
Rambut di belakang telinga dicukur, lalu
dibuat insisi tapal kuda di belakang
telinga dan insisi kecil lainnya di dinding
abdomen. Lubang kecil dibuat pada
tulang kepala, lalu selang kateter
dimasukkan ke dalam ventrikel otak.
Kateter lain dimasukkan ke bawah kulit
melalui insisi di belakang telinga,
menuju ke rongga peritoneum. Sebuah
katup diletakkan di bawah kulit di
belakang telinga yang menempel pada
kedua kateter. Bila terdapat tekanan
intrakranial meningkat, maka CSS akan
mengalir melalui katup menuju rongga
peritoneum (Jeferson, 2004.

Terapi bedah merupakan pilihan yang


lebih baik. Alternatif lain selain
pemasangan shunt antara lain:

a. Choroid pleksotomi atau koagulasi


pleksus Choroid

b. Membuka stenosis akuaduktus

c. Eksisi tumor
d. Fenestrasi endoskopi

Perawatan Penunjang
Pada anak yang tidak sadar:
 Jaga jalan napas
 Posisi miring untuk menghindari
aspirasi

 Ubah posisi pasien setiap 2 jam

 Pasien harus berbaring di alas


yang kering

 Perhatikan titik-titik yang


tertekan.

.
Pemantauan
Pasien dengan kondisi ini harus berada
dalam observasi yang sangat ketat.
 Pantau dan laporkan segera bila
ada perubahan derajat kesadaran,
kejang, atau perubahan perilaku
anak.
 Pantau suhu badan, denyut nadi,
frekuensi napas, tekanan darah
setiap 6 jam, selama setidaknya
dalam 48 jam pertama.

 Periksa tetesan infus secara rutin.

Pada saat pulang, nilai masalah yang


berhubungan dengan syaraf, terutama
gangguan pendengaran. Ukur dan catat
ukuran kepala bayi. Jika terdapat
kerusakan syaraf, rujuk anak untuk
fisioterapi, jika mungkin; dan berikan
nasihat sederhana pada ibu untuk
melakukan latihan pasif. Tuli
sensorineural sering terjadi setelah
menderita meningitis. Lakukan
pemeriksaan telinga satu bulan setelah
pasien pulang dari rumah sakit.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
MENINGITIS
1. Pemeriksaan Fungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya
dilakukan untuk menganalisa
jumlah sel dan protein cairan
serebrospinal, dengan syarat tidak
ditemukan adanya peningkatan
tekanan intracranial.
a. Pada meningitis serosa
terdapat tekanan yang
bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat,
glukosa dan protein normal,
kultur (-)
b. Pada meningitis purulenta
terdapat tekanan meningkat,
cairan keruh, jumlah sel darah
putih dan protein meningkat
glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri

2. Pemeriksaan cairan
serebrospinalis
Berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak,
meningitis dibagi menjadi dua
golongan yaitu meningitis serosa
dan meningitis purulenta.
a. Pada meningitis serosa,
diperoleh hasil pemeriksaan
cairan serebrospinal yang
jernih meskipun mengandung
sel dan jumlah protein yang
meninggi.
b. Pada meningitis purulenta,
diagnosa diperkuat dengan
hasil positif pemeriksaan
sediaan langsung dengan
mikroskop dan hasil biakan.
Pada pemeriksaan diperoleh
hasil cairan serebrospinal
yang keruh karena
mengandung pus (nanah)
yang merupakan campuran
leukosit yang hidup dan mati,
serta jaringan yang mati dan
bakteri.

3. Pemeriksaan Laboratorium Darah


Rutin
Dilakukan pemeriksaan kadar
hemoglobin, jumlah leukosit,
Laju Endap Darah (LED), kadar
glukosa, kadar ureum, elektrolit
dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa
didapatkan peningkatan
Leukosit saja. Disamping itu,
pada Meningitis Tuberkulosa
didapatkan juga peningkatan
LED
b. Pada Meningitis Purulenta
didapatkan peningkatan
leukosit.

4. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada meningitis serosa
dilakukan foto dada, foto
kepala, dan bila mungkin
dilakukan CT Scan. CT Scan
dilakukan untuk menentukan
adanya edema cerebral atau
penyakit saraf yang lainnya
b. Pada meningitis purulenta
dilakukan foto kepala
(periksa mastoid, sinus
paranasal) dan foto dada.

G. KOMPLIKASI PADA
MENINGITIS
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi
akibat dari komplikasi meningitis antara
lain :

1. Trombosis vena serebral, yang


menyebabkan kejang, koma, atau
kelumpuhan.

2. Difusi atau abses subdural,


yaitu penumpukan cairan di
ruangan subdural karena
adanyainfeksi oleh kuman.

Hidrosefalus, pertumbuhan
lingkaran kepala yang cepat
dan abnormal yangdisebabkan
oleh penyumbatan cairan
serebrospinalis. Gangguan
keseimbangan produksi dan
absorbsi CSS didalam ventrikel
Otak. Setiap gangguan produksi
dan absorbsi CSS akumulasi CSS
dalam ventrikel meningkat.
Ventrikel mengalami dilatasi dan
menekan substansi otak ke tulang
kranial (neonatus) akan
menyebabkan pembesaran otak.
( Muttaqin,2010 )
3. Hipertermi, Suatu keadaan
dimana seseorang mengalami
atau berisiko untuk mengalami
kenaikan suhu tubuh secara terus-
menerus lebih tinggi dari 370C
(peroral) atau 38.80C (perrektal)
karena peningkatan kerentanan
terhadap faktor-faktor eksternal. (
Muttaqin,2010)
4. Ensefalitis, yaitu radang pada
otak.

5. Edema serebral, Adalah kondisi


di mana terjadi peningkatan
jumlah air yang terkandung di
dalam otak. Umumnya, edema
serebral terjadi akibat reaksi
inflamasi di otak.Edema serebral
merupakan kondisi yang dapat
mengancam jiwa. Kepala
merupakan organ yang memiliki
bentuk yang tetap karena adanya
tulang tengkorak, sehingga saat
terjadi pembengkakan maka
tekanan di dalam kepala akan
meningkat. Tekanan yang
meningkat menyebabkan
dorongan pada jaringan otak dan
dapat menyebabkan herniasi otak.
( Muttaqin,2010 )
6. Arteritis pembuluh darah otak,
yang dapat mengakibatkan infark
otak karena adanya infeksi pada
pembuluh darah yang
mengakibatkan kematian pada
jaringan otak.

7. Kehilangan pendengaran, dapat


terjadi karena radang langsung
saluran pendengaran.

8. Cangguan perkembangan mental


dan inteligensi karena adanya
retardasi
mental yangmengakibatkan
perkembangan mental dan
kecerdasan anak terganggu.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN MENINGITIS
Kasus :
Seorang pasien dirawat di
ruangan perawatan umum untuk
pasien gangguan neurologi dengan
kapasitas 24 pasien. Klien dirawat
dgn keluhan sudah 3 hari tdk bisa
bangun dari tempat tidur, lemas, nyeri
kepala, demam disertai menggigil,
mual dan muntah. Saat pengkajian
ditemukan S: 39⁰C, kaku kuduk +,
Kernig’s sign +, pemeriksaan lumbal
fungsi menunjukkan hasil kultur +
bakteri Neisseria meningitidis grup
B. pasien didiagnosa meningits akut.
Pasien mendapat terapi panadol 500
mg tid, cefotaxime 2 x 1 gram bd,
dexamethasone 0,15 mg/kg setiap 6
jam.

A. Pengkajian

1. Identitas pasien

2. Riwayat kesehatan

- Riwayat kesehatan
sekarang

a. Riwayat penyakit dan


pengobatan

b. Gejala yang timbul


seperti kapan mulai
munculnya serangan

- Riwayat kesehatan dahulu

a. Riwayat kesehatan
secara umum

b. Riwayat faktor
predisposisi seperti
infeksi saluran napas,
fraktur tulang
tengkorak, mastoiditis
dll

c. Riwayat penyakit
kronis lainnya

d. Riwayat imunisasi

- Riwayat kesehatan
keluarga

Riwayat penyakit menular


dan keturunan pada
keluarga, seperti DM,
hipertensi, dll

3. Pemeriksaan fisik

- Tingkat kesadaran ->


apatis sampai koma

- Tanda-tanda vital ->


meningkat

- Letih, lesu, kejang

- Kaku kuduk, nyeri pada


leher, kepala, bruzinski,
kernig (+)

- Dilatasi pupil, papila


edema, potofobia, pupil
anisokor, reflex pupil
lambat, dan nistagmus

- Pernapasan tidak teratur,


kadang terjadi chyne
stokes, takipnu, napas
cepat dan dangkal

- Bradikarti pada TIK

4. Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan cairan otak

a. Bakteri

 Tekanan cairan
otak meningkat >
180 mmH2O

 Warna : keruh
sampai purulen

 Sel : leukosit
meningkat, 95%
PMN

 Protein :
meningkat

 Gula : menurun <


40 mg/dl

b. Virus
 Warna : jernih

 Sel : jumlah sel


meningkat

 Protein : normal

 Gula : normal

- Pemeriksaan darah tepi :


leukosit meningkat

- Elektrolit : hiponatremia
karena penurunan

- CT-scan : adanya edema


serebral

- Rontgen : adanya radang


paru sebagai sumber
infeksi

B. Data Fokus

Data Subjektif

Pasien mengeluh 3 hari tidak bisa bangun 1. S: 39⁰C


dari tempat tidur, lemas, nyeri kepala, 2. Kaku kuduk +
demam disertai menggigil, mual muntah 3. Kernig’s sign +
4. Hasil kultur bakteri Neisseria
meningitidis grup B
5. Terapi: panadol 500 mg tid,
cefotaxime 2 x 1 gram bd,
dexamethasone 0,15/kg tiap 6 jam

C. Analisa Data
Masalah
No. DS DO Etiologi
Keperawatan

1. Pasien mengeluh  Hasil kultur Ketidakefektifan Infeksi


sudah 3 hari tidak bakteri Neisseria perfusi jaringan jaringan
bisa bangun dari meningitidis grup otak selaput
tempat tidur B meningen
 Kaku kuduk (+)
 Kernig sign (+)
Data tambahan:

 S: 39⁰C
 HR: 50x/mnt
 RR: 19x/mnt
 TD: 90/70 mmHg
2. Pasien mengeluh Diberikan terapi Nyeri akut Agens
nyeri kepala Panadol 500 mg cedera
biologis:
infeksi
Data tambahan: Data tambahan: jaringan

P: infeksi meningen S: 39⁰C selaput


meningen
Q: HR: 50x/mnt

R: kepala RR: 19x/mnt

S: 5 dari 10 TD: 90/70 mmH

T: sering

3. Pasien mengeluh Diberikan terapi Hipertensi Penyakit:


demam disertai panadol 500mg meningitis
menggigil

Data tambahan:

S: 39⁰C

HR: 50x/mnt
RR: 19x/mnt

TD: 90/70 mmHg

D. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan infeksi jaringan


selaput meningen

2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis: infeksi jaringan selaput
meningen

3. Hipertermia berhubungan dengan penyakit: meningitis

E. Intervensi

No Kriteria Hasil Intervensi


dx

1 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor adanya kebingungan,


keperawatan selama 3x24 jam, pusing dan penurunan kesadaran
masalah ketidakefektifan perfusi 2. Monitor karakteristik cairan
jaringan serebral pada klien dapat serebrospinal
teratasi dibuktikan dengan: 3. Monitor TIK dan repon neurologi
4. Posisikan tinggi kepala 30
1. Tekanan intrakranial
derajat/lebih
normal
5. Monitor tanda-tanda vital
2. Tekanan darah normal
6. Sesuaikan pengaturan ventilator
3. Tidak ada sakit kepala
untuk menjaga PaCO2 pada level
4. Kesadaran
yang diresepkan
normal(composmentis)
7. Monitor intake dan output
5. Hasil laboratorium normal
8. Batasi cairan
9. Dorong keluarga untuk
komunikasi pada pasien
10. Berikan sedasi, jika diperlukan
11. Berikan diuretik osmotik
12. Berikan anti kejang
13. Berikan agen paralisis, sesuai
kebutuhan

2 Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri yang


keperawatan selama 3x24 jam, komprehensif
masalah nyeri akut pada klien 2. Observasi adanya petunjuk
dapat teratasi dibuktikan dengan: nonverbal mengenai
ketidaknyamanan
1. Tidak ada nyeri yang
3. Kendalikan faktor lingkungan
dilaporkan
yang mempengaruhi
2. Tanda-tanda vital normal
ketidaknyamanan
3. Tidak berkeringat
4. Ajarkan penggunaan teknik non
4. Ekspresi wajah baik
farmakologi
5. Dukung istirahat/tidur untuk
mengurangi nyeri
6. Dorong pasien untuk
menggunakan obat-obatan
penurun nyeri yang adekuat
7. Berikan pasien penurun nyeri
yang optimal melalui peresepan
analgesik

3 Setelah dilakukan tindakan selama 1. Pantau suhu dan tanda vital


3x24 jam, masalah hipertermia lainnya
pada klien dapat teratasi 2. Monitor suhu dan warna kulit
dibuktikan dengan: 3. Monitor asupan dan keluaran
4. Berikan obat/cairan IV
1. Tanda-tanda vital normal
(antipiretik)
2. Warna kulit normal, tidak
5. Lembabkan bibir dan mukosa
pucat, tidak kebiruan
yang kering
3. Menggigil saat dingin
6. Tingkatkan sirkulasi udara
4. Berkeringat saat panas
7. Tutup pasien dengan
selimut/pakaian ringan
8. Fasilitasi istirahat dan terapkan
pembatasan aktivitas

I. Daftar Pustaka
Black, M. Joyce&Hawks J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Buku 2. Elsevier
: Singapore.
Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company : Philadelpia
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &
Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai