Anda di halaman 1dari 28

PENGANTAR FARMAKOLOGI DAN PERAN PERAWAT DALAM PEMBERAN OBAT

(MAKALAH)

DOSEN : EL RAHMAYATI, S.Kp.,M.Kes

DISUSUN OLEH:

EVI RESTU ASIH

1814401090

TINGKAT 1 REGULER 2

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN TANJUNG KARANG

TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia yang diberikan sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas individu makalah dengan judul “PENGANTAR FARMAKOLOGI DAN
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT“ dengan tepat waktu. Makalah ini disusun dengan
tujuan untuk menyelesaikan tugas individu mata kuliah “Farmakologi”.

Makalah ini saya susun dengan sebaik mungkin sebagaimna sesuai materi yang terdapat
dalam mata kuliah farmakologi. Materi tersebut diambil dari berbagai sumber referensi buku dari
beberapa para ahli dalam bidang farmakologi, modul keperawatan dan beberapa situs dari internet.

Saya berharap dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang
membacanya dan dapat membantu kita dalam memahami pembelajaran mengenai mata kuliah
farmakologi. Kritik dan saran yang membangun selalu saya harapkan agar dalam pembuatan
makalah berikutnya lebih baik.

Penulis

Evi Restu Asih

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG .4

1.2 RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………………………………………………….5

1.3 TUJUAN.. ………………………………………………………………………………………………………………………………5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 FARMAKOLOGI……………………………………………………………………………………………………………………..6

2.1.1 FARMAKOKINETIK …………………………………………………………………………………………………...6


2.1.2 FARMAKODINAMIKA ……..………………………………………………………………………………………10
2.2 PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT.. ……………………………………………………………………13
2.2.1 DEFINISI OBAT………………………………..……………………………………………………………..……….16
2.2.2 PENGGOLONGAN OBAT……………………………..…………………………………………………………..16
2.2.3 BENTUK KEMASAN OBAT………………………………………………………………………………………..20
2.2.4 BENTUK SEDIAAN OBAT……………………..…………………………………………………………….…….22

BAB III P ENUTUP

3.1 KESIMPULAN 27

3.2 SARAN ………………………………………………………………..…………………………………………………………….27

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan).
Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada
system biologis.

Tenaga kesehatan menjalankan aktivitasnya sehari-hari tidak terlepas dari


farmakologi. Farmakologi membantu para tenaga kesehatan untuk memberikan obat-
obatan yang benar kepada klien sehingga tidak terjadi kesalahan. Perawat professional,
perlu mempelajari tentang farmakologi khususnya farmakokinetik dan farmakodinamik
untuk membantu kesembuhan klien. Perawat professional dimana perawat bukan
pesuruh dokter, dapat mengkaji apakah sudah benar pemberian obat yang diberikan
oleh dokter merupakan obat yang benar sesuai dosis dan lain-lain ataukah tidak.

Salah satu tugas terpenting seorang perawat adalah memberi obat yang aman dan
akurat kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang
memiliki masalah. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat.
Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat
menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang
berbahaya bila kita memberikan obat tersebut tidak sesuai dengan anjuran yang
sebenarnya. Seorang perawat juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja
obat dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan
obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien untuk
menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan. Efek samping obat
dapat meningkat sejalan dengan jumlah obat yang diminum pasien. Survei di USA,
sekitar 5% pasien masuk rumah sakit akibat obat. Melihat fakta tersebut, maka
pengetahuan akan obat (Farmakologi) menjadi sesuatu yang sangat penting.

4
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian farmakologi?
2. Apa pengertian farmakokinetik dan jelaskan proses yang ada didalamnya?
3. Apa pengertian farmakodinamik?
4. Apa itu efek terapeutik, efek samping, efek toksik, efek idiosentrik dan reaksi alergi?
5. Bagaimana peran perawat dalam pemberian obat?
6. Jelaskan penggolongan obat berdasarkan jenis, mekanisme kerja, tempat atau lokasi
pemakaian, cara pemakaian, efek yang ditimbulkan, daya kerja dan asal obat?
7. Apa saja macam-macam bentuk kemasan obat dan bentuk sediaan obat?

1.3. TUJUAN
1. Mengetahui definisi farmakologi.
2. Mengetahui definisi farmakokinetik dan prosesnya.
3. Mengetahui definisi farmakodinamik.
4. Mengetahui definisi efek terapeutik, efek samping, efek toksik, efek idiosentrik dan
reaksi alergi.
5. Mengetahui peran perawat dalam pemberian obat.
6. Mengetahui penggolongan obat berdasarkan jenis, mekanisme kerja, tempat atau
lokasi pemakaian, cara pemakaian, efek yang ditimbulkan, daya kerja dan asal obat.
7. Mengetahui macam-macam bentuk kemasan obat dan bentuk sediaan obat.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 FARMAKOLOGI

Farmakologi (pharmacology) berasal dari bahasa Yunani, dari kata “pharmacon” (obat)
dan logos (ilmu pengetahuan), sehingga secara harfiah farmakologi berarti ilmu pengetahuan
tentang obat. Namun, secara umum farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
obat dan cara kerjanya pada sistem biologi. Disamping itu, juga mempelajari asal-usul
(sumber) obat, sifat fisika-kimia, cara pembuatan, efek biokimiawi dan fisiologi yang
ditimbulkan, nasib obat dalam tubuh, dan kegunaan obat dalam terapi. Para ahli farmakologi
menggabungkan antara farmakologi kedokteran atau farmakologi medis(ilmu yang berkaitan
dengan diagnosis, pencegahan, dan pengobatan penyakit) dengan toksikologi (ilmu yang
mempelajari efek-efek yang tidak diinginkan dari suatu obat dan zat kimia lain).

Klasifikasi Farmakologi, antara lain:


1. Farmakognosi
2. Biofarmasi
3. Farmakokinetik
4. Farmakodinamik
5. Toksikologi
6. Farmakoterapi
Di dalam ilmu farmakologi, hubungan antara dosis suatu obat yang diberikan pada
seorang pasien dan penggunaan obat dalam pengobatan penyakit digambarkan dengan dua
bidang khusus farmakologi yaitu: farmakokinetik dan farmakodinamik.

2.1.1 FARMAKOKINETIK

Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat.


Empat proses yang termasuk di dalam farmakokinetik adalah: absorpsi, distribusi,
metabolisme (atau biotransformasi) dan ekskresi (atau eliminasi).

1. Absorbsi
Absorbsi adalah proses masuknya obat dari tempat obat kedalam sirkulasi
sistemik ( pembuluh darah). Kecepatan absorbsi tergantung pada:

6
 Kelarutan, obat harus dapat melarut atau obat sudah dalam bentuk
terlarut. Sehingga kecepatan melarut mempengaruhi kecepatan
absobsi.
 pH, obat yang bersifat asam lemah akan mudah menembus
membran sel pada suasana asam. Jika pH obat berubah (ditambah
buffer) maka absorbsi akan melambat. Jadi, apabila terdapat
perubahan harga pH obat yang pertama diminum maka akan
berpengaruh menaikkan dan menurunkan obat yang kedua.
 Sirkulasi darah,pemberian obat melalui sublingual akan lebih cepat
diabsorbsi disbanding subkutan, karena umumnya sirkulasi darah
disubkutan lebih sedikit di bandingkan sublingual.
 Tempat absorbsi, obat dapat diabsorbsi misalnya kulit, membran
mukosa, dan usus halus. Obat yang oral , absorbsi terjadi di usus
halus karena luas permukaannya. Jika obat inhalasi, diabsorbsi
sangat cepat karena epitelium paru-paru juga sangat luas.
( farmakologi pendidikan proses keperawatan : ebook) absorbsi
melalui saluran cerna, pemberian peroral merupakan cara yang
paling lazim karena merupakan cara yang paling mudah, ekonomis
dan aman. Namun memiliki kerugian, yaitu obat dapat merangsang
mukosa lambung dan menimbulkan emasis, misalnya aminoilin.
Selain itu, obat akan membentuk kompleks dengan makanan
sehingga sukar untuk diabsorbsi dan akan mengalami
biotranspormasi sebelum memasuki ke berbagai organ. Umumnya
obat dalam bentuk non polar yang larut dalam lemak cepat
diabsorbsi, sedangkan obat yang bersifat polar tidak larut dalam
lemak seperti zat alumunium kuaterner, lambat diabsorbsi. Obat
yang tidak larut dalam air tidak diabsorbsi melalui saluran cerna.
Pemberian obat secara sublingual, dapat diberikan untuk
menghindari pengrusakan oleh enzim lambung dan usus, dan
menghindari biotranpormasi dihepar. Pemberian obat secara rektal
diberikan pada pasien-pasien yang muntah-muntah untuk
menghindari pengrusakan enzim pencernaan dan biotranpormasi di
hepar. Pemberian obat suntikan (parenteral) yang efek timbulnya
cepat, dan teratur karena obat tidak melewati hepar sebelum

7
mencapai sirkulasi dan dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar
dan keadaan darurat. Kelemahannya adalah dibutuhkan cara absesis
tidak dapat dilakukan sendiri, tidak ekonomis, dan lebih
membahayakan dari pemberian oral. Misalnya bahaya infeksi serum
hepatitis. Pemberian obat melalui endotel paru-paru . cara ini hanya
dilakukan untuk obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah
menguap. Keuntungan absorbsi terjadi secara cepat, misalnya pada
penyakit paru-paru. Kerugianmetode ini adalah sulit dilakukan
karena membutuhkan alat khus, dosis sulit diatur, dan obat bersifat
iritatif. Pemberian topical pada kulit. Pemberian obat digunakan
untuk penyakit kulit, contohnya obat berupa salep yaitu antibiotika,
kortikoseroid, antihistamin dan antifungus ( Farmakologi dan terapi
edisi 2 : 1981). Contoh gangguan pada absobsi dikarenakan pH:
pemberian antasid bersama penisilin G dapat meningkatkan jumlah
absorbsi penisilin G

2. Distribusi
Setelah diabsobsi, obat akan di distribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi
darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh
sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan
peyebaranya di dalam tubuh.
 Fase I, distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan .
yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati,
ginjal, dan otak.
 Fase II, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan
yang perfusinya tidak sebaik organ diatas misalnya otot, visera, kulit,
jaringan lemak.distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah
waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi
karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua
molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam
lemak akaan melintsi membaran sel dan terdistribusi ke dalam otak
obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membrane
sel sehingga distribusinya terbatas terutama di cairan ekstrasel.
Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya

8
obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap
protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat
oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya
defisiensi protein. Contoh gangguan distribusi terjadi dikarenakan
terjadi peningkatan salah satu distribusi obat kejarinagan
dikarenakan adanya persaingan di dalam darah akibat untuk
berikatan dengan protein plasma yakni: pemberian klorpropamid
dengan fenilbutazon, akan meningkatkan klorpropamid.

3. Metabolisme atau Biotransformasi


Metabolisme atau biotransformasi obat ialah proses perubahan struktur
kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim khususnya CYT 45.
Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah
larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah dieksresi
melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga
biotranformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat
yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang
merupakan calon obat prodruk justru diaktifkan oleh enzim biotranpormasi ini.
Metabolit aktif akan mengalami biotranformasi lebih lanjut dan atau diekksresi
sehingga kerjanya berakhir. Enzim yang berperan dalam biotranformasi obat
dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom ynag
terdapat dalam reticulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro
membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim
metabolism ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel
jaringan lain misalnya ginjal,paru, epitel, saluran cerna, dan plasma. Contoh
pemberian obat bersamaan yang mempunyai enzim permetabolit sama dapat
terjadi gangguan yaitu, pemberian estradiol bersamaan dengan rifampisin akan
menyebabkan kadar estradiol menurun dan efektifitas kontrasepsi oral estradiol
menurun.
4. Ekskresi atau Eliminasi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ eksresi dalam bentuk
metabolit hasil biotranformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit
polar dieksresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada ekresi paru.
Ginjal merupakan organ ekresi yang terpenting. Ekresi disini merupakan

9
resultante dari 3 proses, yakni filtrasi di glomelurus, sekresi aktif di tubuli
proksimal, dan readsorbsi pasif ditubuli proksimal dan distal.Ekresi obat melalui
ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau
intercal pemberian diperpanjang. Bersihan keratin dapat dijadikan patokan
dalam menyesuaikan dosis atau interval pemberian obat.
Ekresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air mata, air susu, dan rambut,
tetapi dalam jumlah relative kecil sekali sehingga tidak berarti dalam
pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk
menentukan kadar obat tertentu, rambun pun dapat digunakan untuk
menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensik .
(farmakologi pendekatan proses keperaawatan:1996). Contoh gangguan ekresi
di ginjal akibat pemberian obat : digoksin diberikan bersamaan dengan obat
yang dapat merusak ginjal ( aminoglikosida, sikloporin) mengakibatkan kadar
digoksin naik sehingga timbul efek toksik.

2.1.2 FARMAKODINAMIKA

Farmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia


selular dan mekanisme kerja obat. Respons obat dapat menyebabkan efek fisiologis
primer atau sekunder atau kedua-duanya. Efek primer adalah efek yang diinginkan
dan efek sekunder bisa diinginkan atau tidak diinginkan. Salah satu contoh dari obat
dengan efek primer dan sekunder adalah difenhidramin (Benadryl), suatu
antihistamin. Efek primer dari difenhidramin adalah untuk mengatasi gejala-gejala
alergi, dan efek sekundernya adalah penekanan susunan saraf pusat yang
menyebabkan rasa kantuk. Efek sekunder ini tidak diinginkan jika pemakai obat
sedang mengendarai mobil atau beraktivitas lain, tetapi pada saat tidur, efek ini
menjadi diinginkan karena menimbulkan sedasi ringan. Tujuan mempelajari
farmakodinamik adalah untuk meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat
dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa setra spectrum efek dan respons yang
terjadi.

a. Mekanisme kerja obat


Kebanyakan obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya
pada sel organism. Interaksi obat dengan reseptornya dapat menimbulkan
perubahan dan biokimiawi yang merupaka respon khas dari obat tersebut. Obat

10
yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut agonis, obat yang tidak
mempunyai aktifitas instrinsik sehingga menimbulkan efek dengan menghambat
kerja suatu agonis disebut antagonis.
b. Reseptor obat
Protein merupakan reseptor obat yang paling penting. Asam nukleat juga
dapat menjadi reseptor obat yang paling penting., misalnya untuk sitotastik.
Ikatan obat-reseptor dapat berupa ikatan ion, hydrogen, hidrofibrik, vandewalls,
atau kovalen. Perubahan kecil dalam molekul obat, misalnya perubahan
stereoisomer dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya.
c. Transmisi sinyal biologis
Penghantaran sinyal biologis adalah proses yang menyebabkan suatu
subtansi ekstraseluler yang menimbulkan respon seluler fisiologis yang spesifik.
Reseptor yang terdapat di permukaan sel terdiri atas reseptor dalam bentuk
enzim. Reseptor tidak hanya berfungsi dalam pengaturan fisiologis dan biokimia,
tetapi juga diatur atau dipengaruhi oleh mekanisme homeostatic lain. Bila suatu
sel dirangsang oleh agonisnya secara terus-menerus maka akan terjadi
desentisasi yang menyebabkan efek perangsangan.
d. Interaksi obat-reseptor
Ikatan antar obat dengan reseptor biasanya terdiri dari berbagai ikatan
lemah (ikatan ion,hydrogen, hidrofilik), mirip ikatan antara subtract dengan
enzim dan jarang terjadi ikatan kovalen
Efek dan reaksi yang ditimbulkan obat :
2.1.2.1 Efek Terapeutik
Efek terapeutik dari suatu obat disebut juga efek yang diinginkan, adalah
efek yang utama yang dimaksudkan yakni alasan obat diresepkan. Efek terapeutik
obat didefinisikan juga sebagai sebuah konsekuensi dari suatu penanganan medis,
di mana hasilnya dapat dikatakan bermanfaat atau malah tidak diharapkan.
2.1.2.2 Efek samping
Efek samping adalah efek fisiologis yang tidak berkaitan dengan efek obat
yang diinginkan.Semua obat mempunyai efek samping, baik yang diingini maupun
tidak. Istilah efek samping dan reaksi yang merugikan kadang dipakai
bergantian.Efek samping atau efek sekunder dari suatu obat adalah hal yang tidak
diinginkan. Efek samping biasanya dapat diprediksikan dan mungkin berbahaya atau
kemungkinan berbahaya. Efek samping terjadi karena interaksi yang rumit antara

11
obat dengan sistem biologis tubuh, antar individu bervariasi. Efek samping obat bisa
terjadi antara lain :
- Penggunaan lebih dari satu obat sehingga interaksi antara obat menjadi
tumpang tindih pengaruh obat terhadap organ yang sama
- Obat-obat tersebut punya efek saling berlawanan terhadap organ tertentu
2.1.2.3 Efek toksik
Hal ini terjadi ketika obat yang diberikan melebihi rentang teurapeutik dan
dapat terjadi karena overdosis atauakumulasi obat dalam tubuh pasien.
2.1.2.4 Reaksi Idiosentrik
Reaksi idiosentrik merupakan reaksi abnormal yang tidak dapat diprediksi
dan tidak bisa dijelaskan (dapat berupa respon obat yang berlebihan atau respon
obat dibawah level yang diharapkan) atau obat yang memiliki efek yang berbeda
dari apa yang diharapkan.
2.1.2.5 Reaksi Alergi
Reaksi Alergi adalah reaksi atau efek yang terjadi dalam diri tubuh pasien
yang berupa gejala alergi yang disebabkan oleh sensitif dengan obat. Jadi jika pasien
sebelumnya sensitif terhadap obat, obat dapat memicu mekanisme kekebalan tubuh
pasien sehingga menimbulkan gejala alergi. Antibodi dihasilkan saat pertama kalinya
obat diberikan kepada pasien, yang kemudian menciptakan sensitivitas terhadap
obat. Pada pemberian obat yang berikutnya,obat bereaksi dengan antibodi tersebut
dan menghasilkan histamin. Histamin menyebabkan timbulnya gejala alergi. Pasien
dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat yang menyebabkan timbulnya reaksi
alergi.

Ada empat jenis reaksi alergi yaitu:

a. Anafilaksis.
Anakfiklasis merupakan reaksi alergi yang langsung terjadi ( tidak lama
setelah obat diberikan) yang bisa berakibat fatal.
b. Reaksi sitotoksik
Reaksi sitotoksis merupakan respons autoimun yang menyebabkan anemia
hemolitik, trombositopenia, atau lupus eritematosus (kelainan darah). Dalam
beberapa kasus, dibutuhkan beberapa bulan hingga reaksi tersebut menghilang.

12
c. Reaksi kekebalan kompleks
Reaksi kekebalan kompleks merupakan reaksi alergi yang disebut sebagai
penyakit serum (serum sickness) dan menyebabkan angioedema artralgia (nyeri
sendi), demam, pembengkakan kelenjar getah bening, dan splenomegali
(pembesaran limpa). Reaksi kekebalan kompleks dapat muncul hingga tiga
minggu setelah obat diberikan.
d. Mediasi sel
Mediasi sel merupakan reaksi inflamasi kulit yang juga dikenal sebagai
hipersensitivitas tertunda (Hipersensitivitas tertunda adalah reaksi inflamasi
yang diprakarsai oleh leukosit mononuclear. Istilah tertunda digunakan untuk
membedakan respons seluler sekunder, yang muncul 48-72 jam setelah paparan
antigen, dari respons hipersensitivitas segera, yang umumnya muncul dalam
waktu 12 menit dari sebuah paparan antigen).

2.2 PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN OBAT

Secara umum, perawat memiliki peran sebagai advokat (Pembela) klien, koordinator,
kolaborator, konsultan, pembaharu dan perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan.
Dalam manajemen terapi, perawat memiliki peran yang penting. Peran sebagai kolaborator
dan pemberi asuhan keperawatan, mewajibkan seorang perawat memastikan bahwa
kebutuhan pasien akan terapi dapat terpenuhi dengan tepat. Perawat berperan penting
dalam memberikan obat-obatan secara aman dan rasional sebagai hasil kolaborasi dengan
dokter kepada pasien. Untuk itu, perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah
pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas
atau dosis yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan. Secara hukum perawat
bertanggung jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan dan dosisnya tidak benar
atau obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi status kesehatan klien. Sekali obat telah
diberikan, perawat bertanggung jawab pada efek obat yang diperkirakan akan timbul. Agar
dapat memberikan obat secara rasional dan aman, perawat tidak hanya perlu memahami
tentang penggolongan obat saja, akan tetapi mereka juga perlu mengetahui efek samping,
serta bahaya penggunaan obat-obatan.

13
Dalam menjalankan perannya pemberian obat, perawat menggunakan pendekatan
proses keperawatan dengan memperhatikan 6 hal benar dalam pemberian obat, yaitu:

1) benar pasien
Klien yang benar dapat dipastikan dengan memeriksa identitas klien dan
meminta klien menyebutkan namanya sendiri. Sebelum obat diberikan, identitas
pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau
ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup
berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien
mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental
atau kesadaran, harus dicari cara identifikasiyang lain seperti menanyakan langsung
kepada keluarganya.
2) benar obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama
dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama
generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau
kandungan obat. Untuk menghindari kesalahan, sebelum memberi obat kepada
pasien, label obat harus dibaca tiga kali : (1) pada saat melihat botol atau kemasan
obat, (2) sebelum menuang/ mengisap obat dan (3) setelah menuang/mengisap
obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan
ke bagian farmasi.
3) benar dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu,
perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker,
sebelum dilanjutkan ke pasien.Sebelum menghitung dosis obat, perawat harus
mempunyai dasar pengetahuan mengenai rasio dan proporsi. Jika ragu-ragu, dosis
obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain. Jika pasien meragukan
dosisnya perawat harus memeriksanya lagi.
4) benar rute pemberian
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang
menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,
kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja
yang diinginkan. Obat dapat diberikan melalui oral, sublingual, parenteral, topikal,
rektal, inhalasi. Jadi, sebagai perawat kita sebelum melakukan pemberian obat

14
terhadap pasien harus memastikan dahulu obat tersebut akan masuk melalui rute
pemberian yang mana.
5) benar waktu
Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus
diberikan. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti
b.i.d (dua kali sehari), t.i.d (tiga kali sehari), q.i.d (empat kali sehari), atau q6h (setiap
6 jam), sehingga kadar obat dalam plasma dapat dipertahankan. Jika obat
mempunyai waktu paruh (t ½) yang panjang, maka obat diberikan sekali sehari.
Obat-obat dengan waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang
waktu yang tertentu. Beberapa obat diberikan sebelum makan dan yang lainnya
diberikan pada saat makan atau bersama makanan (Kee and Hayes, 1996). Jika obat
harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus
diberikan satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak
boleh diberikan bersama susu/produk susu karena kandungan kalsium dalam
susu/produk susu dapat membentuk senyawa kompleks dengan molekul obat
sebelum obat tersebut diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk
menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6) benar dokumentasi.
Sebagai suatu informasi yang tertulis, dokumentasi keperawatan merupakan
media komunikasi yang efektif antar profesi dalam suatu tim pelayanan kesehatan
pasien. Disamping itu dokumentasi keperawatan bertujuan untuk perencanaan
perawatan pasien sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan, sumber data
untuk penelitian bagi pengembangan ilmu keperawatan, sebagai bahan bukti
pertanggung jawaban dan pertanggunggugatan pelaksanaan asuhan. Dokumentasi
merupakan suatu metode untuk mengkomunikasikan suatu informasi yang
berhubungan dengan manajemen pemeliharaan kesehatan, termasuk pemberian
obat-obatan. Dokumentasi merupakan tulisan dan pencatatan suatu
kegiatan/aktivitas tertentu secara sah/legal. Pendokumentasian asuhan
keperawatan merupakan penulisan dan pencatatan yang dilakukan oleh perawat
tentang informasi kesehatan klien termasuk data pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan (Carpenito, 1998) Dalam hal
terapi,setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan
oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya atau obat itu
tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.

15
2.2.1 DEFINISI OBAT
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (UU No. 36 Thn
2009).
2.2.2 PENGGOLONGAN OBAT
 Berdasarkan Jenis Obat
Penggolongan obat berdasarkan jenisnya menurut Permenkes Nomor
949/Menkes/Per/VI/2000 tentang penggolongan obat :

1) Obat bebas.

Obat bebas ini termasuk obat yang relative paling aman, dapat
diperoleh tanpa resep dokter, selain di apotik juga dapat diperoleh di
warung-warung. Obat bebas dalam kemasannya ditandai dengan
lingkaran berwarna hijau. Contohnya adalah parasetamol, vitamin C,
asetosal (aspirin), antasida daftar obat esensial (DOEN), dan obat batuk
hitam (OBH).

2) Obat bebas terbatas.

Obat golongan ini juga relatif aman selama pemakaiannya mengikuti


aturan pakai yang ada. Pada jaman Belanda obat ini digolongkan sebagai
obat W (waarschuwing) yang atinya peringatan. Penandaan obat
golongan ini adalah adanya lingkaran berwarna biru dan 6 peringatan
khusus. Sebagaimana obat bebas, obat ini juga dapat diperoleh tanpa

16
resep dokter di apotik, toko obat atau di warung-warung. Contohnya
obat flu combinasi (tablet), klortrimaleas (CTM), dan mebendazol.

3) Obat keras

Golongan ini pada masa penjajahan Belanda disebut golongan G


(gevaarlijk) yang artinya berbahaya. Disebut obat keras karena jika
pemakai tidak memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan yang
diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya. Obat ini hanya dapat
diperoleh dengan resep dokter di apotik. Dalam kemasannya ditandai
dengan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya. Contoh obat ini
adalah amoksilin, asam mefenamat, semua obat dalam bentuk injeksi,
dan semua obat baru.
4) Psikotropika
Psikotropika atau lebih dikenal obat keras tertentu, sebenarnya
termasuk golongan obat keras, tetapi bedanya dapat mempengaruhi
aktivitas psikis. Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan yaitu:
 Golongan I, kegunaanya digunakan untuk ilmu pengetahuan,
dilarang diproduksi, dan digunakan untuk pengobatan.
Contohnya metilen dioksi meamfetamin, Lisergid acid
diathylamine (LSD), dan metamfetamin.
 Golongan II, III, IV digunakan untuk pengobatan asalkan sudah
didaftarkan. Namun, hanya sebagian dari golongan IV yang
terdaftar dan digunakan, seperti diapzepam, fenobarbital,
lorasepam, dan klordiazepoksid.

5) Narkotika

Narkotika merupakan kelompok obat yang paling berbahaya karena


dapat menimbulkan addiksi (ketergantungan) dan toleransi. Obat ini

17
hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. Karena berbahaya, dalam
peredaran, produksi, dan pemakaian narkotika diawsasi secara ketat.
Pengawasan dilakukan antara lain, setiap institusi yang menggunakan
atau menjual narkotika seperti apotik dan rumah sakit harus melaporkan
ke Depkes atau BPOM tentang pembelian, penggunaan, dan
penjualannya. Disamping itu, produksi, impor, dan distribusinya hanya
dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Kimia
Farma.Pada awalnya narkotika bersumber dari tanaman papaver
somniferum, Erythroxylon coca, dan Cannabis sativa.
Dalam kemasannya narkotika ditandai dengan lingkaran berwarna
merah dengan dasar putih yang didalamnya ada gambar palang medali
berwarna merah . Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
 Golongan I, narkotika yang digunakan untuk kepentingan
penelitian, ilmu pengetahuan, dan dilarang diproduksi atau
digunakan untuk pengobatan. Contohnya, heroin dan kokain.
 Golongan II dan Golongan III, narkotika yang digunakan untuk
pengobatan asalkan sudah memiliki ijin edar (nomor registrasi).
Termasuk golongan ini adalah morfin, petidin, kodein, doveri,
dan kodipron.
6) Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa


bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

 Berdasarkan Mekanisme Kerja Obat.


Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat dibagi menjadi 5
jenis, antara lain:
- Obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit
akibat bakteri atau mikroba. Contoh obat adalah antibiotik.
- Obat yang bekerja untuk mencegah kodisi patologis dari penyakit.
Contoh vaksin dan serum.

18
- Obat yang menghilangkan simtomatik/gejala,meredakan nyeri.
Contohnya, analgesik.
- Obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi-fungsi zat yang
kurang. Contoh vitamin dan hormon.
- Pemberian plasebo, adalah pemberian obat yang tidak mengandung
zat aktif, khususnya pada pasien normal yang menganggap dirinya
dalam keadaan sakit. Contoh aqua pro injeksi dan tablet plasebo.
 Berdasarkan Tempat Atau Lokasi Pemakaian.
Penggolongan obat berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Obat dalam yaitu obat –obatan yang penggunaannya dikonsumsi
peroral. Contohnya, obat tablet antibiotic dan parasetamol tablet.
2. Obat luar yaitu obat-obatan yang dipakai secara topical/tubuh bagian
luar. Contohnya sulfur.
 Berdasarkan cara pemakaian
Penggolongan obat berdasarkan cara pemakaiannya, antara lain:
- Oral : obat yang dikonsumsi melalui mulut kedalam saluran cerna.
Contohnya obat-obatan yang berbentuk tablet, kapsul, serbuk, dan
sirup.
- Perektal : obat yang dipakai melalui rectum, biasanya digunakan
pada pasien yang tidak bisa menelan, pingsan, atau menghendaki
efek cepat dan terhindar dari pengaruh pH lambung, FFE di hati,
maupun enzim-enzim di dalam tubuh.
- Sublingual : obat-obatan yang cara pemakaiannya itu dengan
meletakkan obat dibawah lidah, masuk ke pembuluh darah, efeknya
lebih cepat. Contohnya adalah obat hipertensi yaitu berupa tablet
hisap, hormone-hormon.
- Parenteral : obat-obat yang disuntikkan melalui kulit ke aliran darah
baik secara intravena, subkutan, intramaskular, intrakardial.
- Langsung ke organ. Contoh, intrakardial.
- Melalui selaput perut contoh intraperitoneal.

19
 Berdasarkan efek yang ditimbulkan
Penggolongan obat berdasarkan efek yang ditimbulkan, meliputi:
- Obat sistemik
Obat sistemik adalah obat atau zat aktif yang masuk ke dalam
peredaran darah.
- Obat lokal
Obat lokal adalah obat yang hanya berefek atau menyebar/
mempengaruhi bagian tertentu tempat obat tersebut berada.
Misalnya, obat untuk mata hidung dan kulit.

 Berdasarkan Daya Kerja


Penggolongan obat berdasarkan daya kerja, diantara lain:
- Farmakodinamik, adalah obat-obatab yang bekerja mempengaruhi
fisiologis tubuh. Contoh : hormone dan vitamin.
- Kemoterapi, obat-obatan yang bekerja secara kimia untuk
membasmi parasit/bibit penyakit, mempunyai dsaya kombinasi.
Contohnya: antibiotic dan antikanker.

 Berdasarkan Asal Obat


Penggolongan obat berdasarkan asal obat, antar lain:
- Tanaman. Obat dapat bersumber dari akar, batang, daun, dan biji
tanaman tertentu atau dari kandungan tanaman seperti alkaloid,
glikosida, resin, karbohidrat, atau protein.
- Hewan. Dapat berupa hormone atau enzi, misalnya insulin
- Mineral. Dapat berupa elemen-elemen organik atau bentuk
garamnya, misalnya alumunium hidroksida, magnesium trisilat,
natrium karbonat, dan garan ingris.
- Sintesis. Kebanyakan obat yang digunakan sekarang ini bersumber
dari semisintesis atau sintesis. Kelebihan hasil sintesis dibandingkan
dengan yang alamiah adalah lebih stabil, murni, dapat diperoleh
dalam jumlah banyak.

20
2.2.3 Bentuk kemasan obat
 Bahan kemas primer
Bahan kemas primer dalah bahan kemas yang kontak langsung dengan
bahan yang dikemas-produk. Seperti, strip/blister,botol,ampul, vial, plastic dll.
Untuk menjamin stabilitas produk, harus ditetapkan syarat yang tegas
terhadap bahan kemas primer, yang kontak langsung dengan produk, baik
berupa cairan, padatan, maupun semipadat.
 Bahan kemas sekunder
Adalah pembungkus selanjutnya, biasanya dikenal dengan inner box.
Umunya, tidak berpengaruh terhadap stabilitas produk.
 Bahan kemas tersier
Adalah pembungkus setelah sekunder, biasanya berupa outer box.
Umumnya, tidak berpengaruh terhadap stabilitas produk.
 Kemasan unit tunggal
Suatu kemasan sekali pakai diistilahkan dengan kemasan satu dosis.
Kemasan obat unit tunggal dapat ditampilkan pada skala besar oleh pabrik
farmasi atau pada skala kecil oleh apotek yang menyalurkan obat tersebut.
 Kemasan strip/blister
Merupakan kemasan yang menganut sistem dosis tunggal, biasanya untuk
sediaan padat per oral. Bahan kemasan dapat berupa kertas, kertas
timah(alumunium foil), plastic/selofan, sendiri atau dalam bentuk kombinasi.
Sekarang obat banyak dikemas dalam allumunium foil untukmencegah
penguraian karena pengaruh cahaya dan kelembapan.
 Produk peka cahaya
Suatu wadah yang terbuat dari gelas berkualitas baik akan cukup
mengurangi transmisi cahaya untuk melindungi sediaan farmasi yang peka
cahaya. Penggunaan bugkus luar atau karton dapat juga digunakan untuk
melindungi sediaan farmasi yang peka terhadap cahya.
 Wadah gelas
Gelas yang digunakan untuk mengemas sediaan farmasi digolongkan
menjadi 4 kategori, tergantung pada bahan kimia gelas tersebut dan
kemampuannya untuk mencegah penguraian. Tipe I umumnya merupakan
gelas yang paling tahan dari ke-4 kategori tersebut. Masing-masing tipe gelas
diuji menurut daya tahannya terhadap serangan air.derajat serangan

21
ditentukan oleh jumlah alkali yang dilepaskan oleh gelas tersebut pada kondisi
uji tertentu. Melarutnya alkali dari gelas ke dalam suatu larutan sediaan
farmasi atau endapan yang ditempatkan dalam wadah dapat mengubah
stabilitas produknya. berikut merupakan penggolongan berbagai gelas ditinjau
dari susunan kimianya:
Tipe I Uraian umum: gelas borosilikat, daya tahan tinggi
Tipe II Uraian umum : treated soda-lime glass
Tipe III Uraian umum : soda-lime glass
Tipe IV (NP) Uraian umum : soda0lime glass untuk tujuan umum.
 Wadah plastik
Beberapa faktor yang menyebabkan industri farmasi semakin banyak
menggunakan wadah plastik:
- Jika dibandingkan dengan wadah gelas, wadah plastik beratnya
ringan dan lebih tahan terhadap benturan -> biaya pengangkutan
lebih murah dan risiko wadah pecah lebih kecil.
- Desain wadahnya beragam dan penerimaan pasien terhadap wadah
plastik cukup baik.
- Penggunaaan wadah plastik relatif lebih efektif. Dalam
pembentukan botol plastik yang dapat dipencet dapat
menyebabkan wadah tersebut berfungsi ganda baik sebagai
pengemas maupun sebagai aplikator ubtuk sediaan-sediaan seperti
obat mata, obat hidung dan lotion.

2.2.4 Bentuk Sediaan Obat


Bentuk sediaan obat dibagi menjadi sediaan padat, semi padat, cair dan gas.
1) Sediaan padat
a. Pulvis/Pulveres/Serbuk
Pulvis(serbuk) adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang
dihaluskan ditujukan untuk obat dalam atau obat luar. Pulveres adalah
serbuk yang dibagi-bagi dalam bobot yang diperkirakan sama, masing-
masing dibungkus dengan pengemas yang cocok untuk sekali minum.
b. Tablet
Tablet ialah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Zat tambahan berfungsi sebagai pengisi, pengembang,

22
pengikat, pelican, dan pembasah atau fungsi lain yang cocok. Tablet
berbentuk bulat pipih dengan berat antara 50 mg-2 g, umunya sekitar 200-
800 mg. Jenis tablet sangat banyak, misalnya tablet salut, tablet
effervescent, tablet sub lingual, tablet lepas lambat, dan lozenge.
c. Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut. Cangkang kapsul terbuat dari gelatin, pati atau
bahan lain yang cocok.
d. Suppositoria
Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
diberikan melalui rektal, vagina atau urethal. Sediaan ini dapat meleleh,
melunak atau melarut pada suhu tubuh. Berdasarkan pemakaiannya bentuk
suppositoria ada yang torpedo atau meruncing dikedua ujungnya
(suppositoria anal). Ovula yang terbentuknya bulat atau bulat telur
digunakan melalui vagina.
e. Kaplet
Kaplet adalah tablet berbentuk seperti kapsul yang pembuatannya melalui
kempa cetak.
f. Pellet
Sediaan tablet kecil, silindris, dan steril yang pemakaiannya ditanam
(inflantasi) ke dalam jaringan.
g. Lozenge
Lozenge adalah sediaan tablet yang rasanya manis dan baunya enak yang
penggunaannya dihisap dalam mulut.

2) Sediaan setengah padat


Ada beberapa sediaan setengah padat, yaitu unguenta (salep), cremones (krim),
pasta, dan gel (jelly).
a. Salep
Salep merupakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar.
b. Krim
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak
kurang atau sama dengan (≥) 60 % dan dimaksudkan untuk obat luar.

23
Umumnya digunakan di daerah yang relatif jarang terkena air karena krim
mudah tercuci.
c. Pasta
Pasta adalah sediaan berupa masa lembek yang digunakan untuk pemakaian
luar. Biasanya dibuat dengan mencampur serbuk dalam jumlah ≥ 50%
bagian dengan vaselin atau parafin cair atau dengan bahan dasar yang tidak
berlemak (gliserol, musilago atau sabun).
d. Jelli
Jelli merupakan sediaan suspensi setengah padat dari bahan organic atau
anorganik, mengandung air, digunakan pada kulit yang peka atau berlendir
(mukosa).

3) Sediaan cair
a. Larutan
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut. Kecuali
dinyatakan lain, sebagai pelarut digunakan air suling. Larutan bersifat
homogeny atau serba sama.
b. Sirup
Suatu sediaan berupa larutan yang mengandung gula sukrosa. Kecuali
dinyatakan lain, kadar gula tidak kurang dari 64% atau tidak lebih dari 66%.
Sirup dengan kadar gula ± 65% disebut sirup simplek yang digunakan sebagai
origen saporis ( pemanis).
c. Eliksir
Sediaan larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, selain obat juga
mengandung zat tambahan seperti gula, zat pemanis lainnya, zat warna, zat
pewangi, dan zat pengawet. Eliksir digunakan sebagai obat dalam. Pelarut
yang digunakan umumnya etanol karena dapat meningkatkan kelarutan zat
aktifnya.
d. Guttae (obat tetes)
Suatu sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi digunakan baik
untuk obat luar atau obat dalam, dilengkapi alat penetes berskala (untuk
obat dalam) dan tidak berskala untuk obat luar. Jika disebut obat tetes tanpa
keterangan yang dimaksud adalah obat dalam.

24
e. Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril dan bebas pirogen yang berupa larutan, emulsi,
suspensi, serbuk yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan. Penggunaan sediaan injeksi di suntikan menggunakan spuit ke
dalam kulit, dibawah kulit, otot atau intravena.
f. Enema
Enema adalah suatu larutan yang penggunaannya melalui rektum (anus).
kegunaan sediaan enema antara lain untuk memudahkan buang air besar,
mencegah kejang, atau mengurangi nyeri local.
g. Gargarisma
Gargarisma yaitu sediaan berupa larutan relative pekat dan harus
diencerkan sebelum digunakan (dikumurkan). Gargarisma umumnya
digunakan untuk pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan.
h. Douche
Douche adalah larutan yang digunkan secara langsung pada lubang tubuh,
bermanfaat sebagai pembersih atau antiseptik. Contoh douche adalah
vaginal douche, eye douche, pharyngeal douche, dan nasal douche.
i. Suspensi
Ialah sediaan cair yang mengandung bahan obat berupa partikel halus yang
tidak larut dan terdispersi dalam cairan pembawa. Dalam kemasan sediaan
suspensi disertai etiket bertuliskan kocok dahulu sebelum digunakan,
tujuannya supaya partikel yang mengendap terdispersi merata.
j. Emulsi
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat, terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan emulgator
yang sesuai.Emulsi merupakan campuran zat berminyak dan berair. Dalam
kemasannya, sediaan emulsi ada penjelasan kocok dahulu sebelum
digunakan supaya zat yang terpisah dapat bercampur merata kembali.
k. Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air panas (90˚C) selama 15 menit.

25
4) Sediaan gas
a. Aerosol
Sediaan yang mengandung satu atau lebih zat berkhasiat dalam wadah yang
diberi tekanan, digunakan untuk obat luar atau obat dalam. Pemakaiaannya
disedot melalui hidung atau mulut atau disemprotkan dalam bentuk kabut
ke saluran pernapasan.

b. Gas
Biasanya berupa oksigen, obat anestesi atau zat yang digunakan untuk
sterilisasi.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya
pada sistem biologi. Klasifikasi Farmakologi diantaranya adalah Farmakognosi, Biofarmasi,
Farmakokinetik, Farmakodinamik, Toksikologi dan Farmakoterapi . Farmakokinetik adalah
proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat. Empat proses dalam farmakokinetik
adalah: absorpsi, distribusi, metabolism dan ekskresi Farmakodinamik mempelajari efek
obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan mekanisme kerja obat. Efek terapeutik dari
suatu obat disebut efek yang diinginkan. Efek samping adalah efek fisiologis yang tidak
berkaitan dengan efek obat yang diinginkan. Efek toksik terjadi ketika obat yang diberikan
melebihi rentang teurapeutik dan dapat terjadi karena overdosis atau akumulasi obat dalam
tubuh pasien. Reaksi idiosentrik merupakan reaksi abnormal yang tidak dapat diprediksi dan
tidak bisa dijelaskan. Reaksi Alergi adalah reaksi atau efek yang terjadi dalam diri tubuh
pasien yang berupa gejala alergi yang disebabkan oleh sensitif dengan obat.

Dalam menjalankan perannya pemberian obat, perawat menggunakan pendekatan


proses keperawatan dengan memperhatikan 6 hal benar dalam pemberian obat, yaitu:
Benar Pasien , Benar Obat, Benar Dosis , Benar Rute Pemberian , Benar Waktu dan Benar
Dokumentasi . Penggolongan obat dibagi berdasarkan jenis obat, mekanisme kerja, tempat
atau lokasi pemakaian , cara pemakaian , efek yang ditimbulkan ,daya kerja dan asal obat.
Bentuk kemasan obat terdiri dari, Bahan kemas primer, Bahan kemas sekunder, Bahan
kemas tersier, Bahan kemas tersier, Kemasan unit tunggal, Kemasan strip/blister, Produk
peka cahaya, Wadah gelas dan Wadah plastik. Bentuk sediaan obat terdiri dari sediaan
padat, sediaan setengah padat, sediaan cair dan sediaan gas.

3.2 SARAN
Sebagai perawat agar dapat memberikan obat secara rasional dan aman, perawat
tidak hanya perlu memahami tentang penggolongan obat saja, akan tetapi mereka juga
perlu mengetahui efek samping, serta bahaya penggunaan obat-obatan dan juga
memperhatikan 6 hal benar dalam pemberian obat agar tidak terjadi kesalahan dalam
mekanisme pemberian obat.

27
DAFTAR PUSTAKA

A, Patricia, potter, G. anne, perry. 2010. Fundamental of nursing fundamental keperawatan. Edisi 7.
Singapore: Elsevier Ptc Ltd

G. Bertram, Katzung, MD,Phd. 2011. farmakologi dasar & klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC

Neal, J michael, 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Edisi 5.Jakarta: Erlangga

Riyanti, Sri, Endah Priyastuti. 2015. Farmakologi. Jakarta: P2b Community

Schimitz gery, lepper hans, heidrich michael. .farmakologi dan toksikologi. Edisi 3 Jakarta : EGC

Anief. Moh, 2010. penggolongan obat berdasarkan khasiat dan penggunaan. yogyakarta : gadjah
mada university perss

Schimitz, gerry, lepper, heidrich, michael. 2003. Farmakologi dan toksikologi. Edisi 3. Jakarta :EGC

Priyanto. 2010. Farmakologi dasar untuk mahasiswa farmasidan keperawatan. Edisi 2. Jakarta:
LESKONFI

Lestari, siti.2016.farmakologi dalam keperawatan. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia

Depkes RI : Modul II Materi pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan memilih obat
bagi kader.

http://belajarfarmakologiasik.blogspot.com/2015/10/definisi-dan-sejarah-farmakologi.html?m=1

http://nissanisso-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-49831-umum-sifat%20kerja%20obat.html

http://belajarfarmakologiasik.blogspot.com/2015/10/definisi-dan-sejarah-farmakologi.html?m=1

28

Anda mungkin juga menyukai