Anda di halaman 1dari 141

GAMBARAN POLIFARMASI DAN POTENSI

INTERAKSI OBAT PADA PERESEPAN


PASIEN HIPERTENSI DI BLUD RSUD
SELE BE SOLU KOTA SORONG

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Farmasi

Disusun oleh :

RIDHA ASTRIYANTI MOCHTAR


201548201062

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI FARMASI
SORONG
2020
GAMBARAN POLIFARMASI DAN POTENSI
INTERAKSI OBAT PADA PERESEPAN
PASIEN HIPERTENSI DI BLUD RSUD
SELE BE SOLU KOTA SORONG

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Farmasi

Disusun oleh :

RIDHA ASTRIYANTI MOCHTAR


201548201062

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI FARMASI
SORONG
2020

ii
iii
iv
LEMBAR KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Ridha Astriyanti Mochtar
NIM : 201548201062
Program Studi : Farmasi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau
pemikiran orang lain. Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Sorong, 15 Desember 2020


Yang menyatakan

Ridha Astriyanti Mochtar

v
MOTTO
TERUSLAH BERDOA, BERUSAHA DAN BERSABAR DALAM
MENJALANI SEGALA SESUATU, MAKA BARANG SIAPA
YANG BERSUNGGUH-SUNGGUH
DIA AKAN BERHASIL

“ SESUNGGUHNYA ALLAH TIDAK AKAN MENGUBAH KEADAAN


SUATU KAUM, KECUALI MEREKA MENGUBAH
KEADAAN MEREKA SENDIRI”
(QS Ar Ra’d Ayat 11 )

vi
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :

ALLAH SWT
Terima kasih ya Allah yang telah memberikan kesehatan, kekuatan dan kesabaran
kepada saya dalam mengerjakan skripsi ini hingga selesai.

ORANG TUA
Saya ucapkan beribu terima kasih apa yang saya dapatkan hari ini belum mampu
membayar kebaikan, keringat dan juga air mata bagi saya. Terima kasih atas
dukungan kalian, baik dalam bentuk materi maupun moril. Skripsi ini saya
persembahkan untuk kalian, sebagai wujud rasa terima kasih atas pengorbanan
dan jerih payah kalian sehingga saya dapat menggapai cita-cita, kelak cita-cita
saya ini akan menjadi persembahan yang paling mulia untuk mama dan bapak,
semoga dapat membahagiakan kalian.

vii
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI FARMASI

RIDHA ASTRIYANTI MOCHTAR


201548201062

GAMBARAN POLIFARMASI DAN POTENSI INTERAKSI OBAT PADA


PERESEPAN PASIEN HIPERTENSI DI BLUD RSUD SELE BE SOLU

(xviii + 70 Halaman + 8 Tabel + 4 Gambar + 12 Lampiran)

ABSTRAK
Polifarmasi terkait erat dengan penyakit kronis dan mulimorbiditas terkait
dengan penyakit tertentu. Semakin banyak jumlah obat yang digunakan semakin
besar kejadian interaksi yang terjadi dan semakin banyak diagnosis maka semakin
meningkat kejadian interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran polifarmasi dan potensi interaksi obat pada peresepan pasien hipertensi
di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana data
dikumpulkan secara retrospektif penelitian di gudang resep BLUD RSUD Sele Be
Solu Kota Sorong, penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 juli 2020 sampai
tanggal 30 juli 2020 populasi berjumlah 538 resep, sampel berjumlah 84 resep.
Teknik pengambilannya adalah purposive sampling, instrumen penelitian ini resep
data dikumpulkan berdasarkan resep pasien, analisis data menggunakan advarse
drug interaction.
Hasil penelitian menunjukkan resep yang terjadi interaksi sebanyak 53 resep
(63%) setelah itu item obat yang terjadi interaksi sebanyak 297 (65%) adapun
resep yang polifarmasi sebanyak 71 resep (85%) interaksi yang paling banyak
farmakodinamik sebanyak 52 (62%) item obat yang berinteraksi yang paling
banyak farmakodinamik sebanyak 94 (52%).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah peresepan obat antihipertensi dan obat
antihipertensi maupun obat antihipertensi dengan obat lain pada 84 resep terdapat
71 terjadi polifarmasi dan 13 tidak terjadi polifarmasi, terdapat 53 resep terjadi
interaksi dan 31 tidak terjadi interaksi, jenis interaksi yang terdapat pada
penelitian ini adalah interaksi secara farmakodinamik sebanyak 52 dan secara
farmakokinetik sebanyak 32 di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong. Saran
peneliti untuk lebih meningkatkan pelayanan farmasi klinik, bahan literatur dan
menambah wawasan, menambahkan variabel lain

Kata Kunci : Polifarmasi, Interaksi obat, Jenis Interaksi


Jumlah Pustaka : 55 (2007-2020)

viii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia yang
telah di limpahkan kepada penulis, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Gambaran Polifarmasi Dan Potensi Interaksi Obat Pada Peresepan
Pasien Hipertensi Di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong” ini dengan lancar.
Selesainya skripsi ini berkat bantuan dan kerjasama berbagai pihak. Pada
kesempatan kali ini peneliti ucapkan terima kasih kepada:
1. Drs. Hendrik Sagrim, M.Si., selaku Ketua Yayasan Pemberdayaan
Masyarakat Papua (YPMP).
2. Dr. Marthen Sagrim, SKM., M.Kes., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Papua (STIKES)..
3. Apt. Mayland Y. Sewa, M.Sc., selaku pembimbing utama yang telah
memberikan bimbingan dengan baik, arahan dan bantuan dalam penyusunan
skripsi.
4. Apt. Ruslan Belang, S.Si., M.Kes., selaku pembimbing pendamping dengan
penuh keikhlasan dan kesabaran telah mengorbankan waktu dan pikiran untuk
memberikan bimbingan dengan baik dan bantuan dalam penyusunan skripsi.
5. Apt. Hadija Marasabessy, M.Farm., selaku ketua penguji yang telah
memberikan masukan dan saran guna kesempurnaan skripsi ini.
6. Apt. Miranda Taborat, M.Si., selaku anggota penguji 1 yang telah
memberikan masukan dan saran guna kesempurnaan skripsi ini.
7. Apt. Exaudian F. Lerebulan, M. Farm., anggota penguji 2 yang telah
memberikan masukan dan saran guna kesempurnaan skripsi ini.
8. dr. Mavkren J. Kambuaya, MARS., selaku direktur RSUD Sele Be Solu Kota
Sorong yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian
9. Dosen dan pengelola serta semua staf pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Papua.
10. Kedua orang tua penulis yang penulis cintai yang telah memberi doa dan
semangat dalam menyusun skripsi ini.
11. Kepada teman-teman dan sahabat Saya yaitu Hanna, Yohana, Imran, Riska,
Arif, Novita, Eka, Fadli, Tantry, Elim, Desy, Rossa, Dina, Daniel, Windy,

ix
Sipora, Telkina, Nurlaila, Linda yang selalu ada dalam suka maupun duka dan
senantiasa bersama-sama mendukung dan serta memberikan motivasi demi
terselesainya skripsi ini.
12. Seluruh teman-teman prodi farmasi yang telah memberikan semangat, saran
dan masukan yang membangun dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Semua pihak yang telah membantu skripsi ini yang penulis tidak bisa sebutkan
satu persatu.
Semoga amal baik semua pihak yang telah membantu kelancaran skripsi
ini mendapat imbalan yang sesuai dengan amalan dari Allah Subhanahu wa ta'ala

Sorong, 15 Desember 2020

Penulis

x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... v
MOTTO ............................................................................................................. vi
LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................... vii
ABSTRAK ......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6
A. Tinjauan Umum Tentang Polifarmasi .................................................. 6
B. Tinjauan Umum Tentang Resep ........................................................... 9
C. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi..................................................... 10
D. Tinjauan Umum Tentang Interaksi Obat Secara Farmakokinetik ....... 31
E. Tinjauan Umum Tentang Interaksi Obat Secara Farmakodinamik....... 33
F. Kerangka Teori ..................................................................................... 36
G. Kerangka Konsep .................................................................................. 36
H. Definisi Operasional ............................................................................. 37
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 38
A. Desain Penelitian .................................................................................. 38

xi
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 38
C. Populasi dan Sampel ............................................................................. 38
D. Teknik Sampling ................................................................................... 40
E. Instrumen Penelitian.............................................................................. 40
F. Pengumpulan Data ................................................................................ 40
G. Analisis Data ......................................................................................... 41
H. Etika Penelitian ..................................................................................... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 42
A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 42
B. Pembahasan........................................................................................... 48
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 57
A. Kesimpulan ........................................................................................... 57
B. Saran ..................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 60
DAFTAR LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Usia di BLUD RSUD
Sele Be Solu Kota Sorong .................................................................. 43
Tabel 4.2 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin di
BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong ........................................ 44
Tabel 4.3 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Jaminan Pengobatan
di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong ...................................... 44
Tabel 4.4 Distribusi Polifarmasi Pada Peresepan Pasien Hipertensi di
BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong .......................................... 45
Tabel 4.5 Distribusi Potensi Inteaksi Obat Pada Peresepan Pasien Hipertensi
di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong...................................... 45
Tabel 4.6 Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Item Obat
Pada Peresepan Paien Hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu
Kota Sorong ...................................................................................... 46
Tabel 4.7 Distribusi Jenis Interaksi Obat Pada Peresepan Pasien
Hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong .................... 47
Tabel 4.8 Distribusi Jenis Interaksi Obat Berdasarkan Item Obat Pada
Peresepan Pasien Hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota
Sorong ................................................................................................ 47

xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Klasifikasi Tekanan darah berdasarkan Joint National Commite
(JNC) VII ......................................................................................... 12
Gambar 2.2 Klasifikasi Tekanan darah berdasarkan Joint National Commite
(JNC) VIII ...................................................................................... 12
Gambar 2.3 Kerangka Teori ............................................................................... 36
Gambar 2.4 Kerangka Konsep .......................................................................... 36

xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Pengambilan Data.
Lampiran 2 Rekapitulasi Pengambilan Data.
Lampiran 3 Rekapitulasi Penggunaan Obat Antihipertensi.
Lampiran 4 Rekapitulasi Data Penggolongan Polifarmasi Penggunaan Obat
Lampiran 5 Rekapitulasi Pasangan Obat Yang Berpotensi Terjadinya Interaksi.
Lampiran 6 Rekapitulasi Frekuensi Pasangan Obat Yang Terjadi Interaksi.
Lampiran 7 Surat Pengambilan Data Awal dan Penelitian dari Kampus.
Lampiran 8 Surat Persetujuan Pengambilan Data Awal di BLUD RSUD Sele Be
Solu Kota Sorong.
Lampiran 9 Surat Persetujuan Ijin Penelitian di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota
Sorong.
Lampiran 10 Surat Pernyataan Penelitian Untuk Memenuhi Protokol Kesehatan
di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong.
Lampiran 11 Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian di BLUD RSUD
Sele Be Solu Kota Sorong.
Lampiran 12 Dokumentasi Foto.

xv
DAFTAR SINGKATAN
α-Bloker : Adrenoreseptor Alfa
α1 : Alfa-1
α2 : Alfa-2
β1 : Beta-1
β1 : Beta-2
ACE : Angiotensin Converting Enzym
ADI : Adverse Drug Interaction
ADR : Alternatif Dispute Resolution
AINS : Anti Inflamasi Non Steroid
APA : Apoteker Pengelola Apotek
AT1 : Angiotensin I
AT2 : Angiotensin II
Β-Blocker : Adrenoreseptor Beta
BLUD : Badan Layanan Umum Daerah
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
CCB : Calcium Channel Blocker
Cl : Klorin
CYP3A4 : Sitokrom P450, famili 3, subfamili A, polipeptida 4 enzim
DDI’s : Drug Drug Interactions
DINKES : Dinas Kesehatan
dL : Desiliter
DM : Diabetes Melitus
DOPA : 3,4 dihidroksi-fenilasetat
DRPs : Drug Related Problems
EBM : Evidence Based Medicine
HCU : High Care Unit
HCT : Hidroklorotiazid

H2 : Hidrogen

IMT : Indeks Masa Tubuh


IGD : Instalasi Gawat Darurat

xvi
JNC : Joint National Commite
K : Kalium
KEMENKES : Kementerian Kesehatan
mmHg : Milimeter Merkuri Hydrargyrum
MRP : Multidrug Resistance Protein
NACL : Natrium Clorida
NA : Natrium
NO : Nitrit Oksidasi
NSAID : Nonsteroidal anti-inflammatory drugs
OAINS : Obat Antiinflamasi Nonsteroid
OAHT : Obat Antihipertensi
pH : Partition hypothesis
pKa : Konstanta Ionisasi Obat
R/ : Recipe
RAAS : Renin Angiotensin Aldosterone System
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
SE : Surat Edaran
SSP : Susunan Saraf Pusat
TDD : Tekanan Darah Diastolik
TDS : Tekanan Darah Sistolik
UTD : Unit Transfusi Darah
WHO : World Health Organization

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam beberapa kelompok usia, risiko penyakit kardiovaskular dua kali lipat

untuk setiap kenaikan 20/10 mmHg tekanan darah, mulai dari 115/75 mmHg.

Selain penyakit jantung koroner dan stroke, komplikasi tekanan darah mengangkat

termasuk gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan ginjal,

pendarahan retina dan gangguan penglihatan (WHO, 2015).

Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13

miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya satu dari tiga orang di dunia

terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap

tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena

hipertensi dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat

hipertensi dan komplikasinya.

Berdasarkan Kemenkes (2018), prevalensi hipertensi berdasarkan hasil

pengukuran pada penduduk usia ≥ 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan

Selatan sebesar 44,1%, sedangkan terendah di Papua sebesar 22,2%.

Berdasarkan Riskesdas (2018), prevelensi hipertensi pada penduduk usia ≥

18 tahun menurut karakteristik, untuk usia 18-24 tahun sebesar 13,2 %, pada usia

25-34 tahun sebesar 20,1 %, pada usia 35-44 tahun sebesar 31,6 %, pada usia 45-54

tahun sebesar 45,3 %, pada usia 55-64 tahun sebesar 55,2%.pada usia 65-74 tahun

sebesar 63,2% dan pada usia > 75 tahun sebesar 69,5%.

1
2

Berdasarkan laporan Profil Kesehatan Provinsi Papua Barat tahun 2017,

dilakukan pengukuran tekanan darah dengan jumlah kasus sebesar 8.252 dan

yang menjadi hipertensi/tekanan darah tinggi di Provinsi Papua Barat sebesar

3.178 (Dinkes Papua Barat, 2018).

Dalam beberapa kasus hipertensi, dibutuhkan kombinasi dari beberapa obat

untuk mencapai tekanan darah yang dituju, selain itu pasien hipertensi biasanya

juga mengalami penyakit penyerta maupun komplikasi sehingga membutuhkan

berbagai obat dalam pelaksanaan terapi. Terapi dengan menggunakan beberapa

obat secara sekaligus dapat mengakibatkan adanya interaksi obat. Interaksi obat

terjadi apabila efek salah satu dari obat yang digunakan secara sekaligus berubah

karena adanya obat lain, obat herbal makanan, minuman atau beberapa agen kimia

lingkungan (Stockley, 2008).

Interaksi obat dapat menyebabkan efek positif maupun efek negatif.

Interaksi menguntungkan terjadi antara kombinasi ACE Inhibitor dengan Beta

Blocker, yakni dapat meningkatkan efek penurunan tekanan darah. Sedangkan

interaksi merugikan dari beberapa obat dapat menimbulkan gangguan yang serius

hingga lebih fatal. Interaksi yang sering terjadi adalah peningkatan toksisitas atau

penurunan efek terapi sehingga merugikan pasien. Adapun interaksi yang

merugikan terjadi pada kombinasi ACE Inhibitor dengan Angiotensin Receptor

Blocker, yang menyebabkan meningkatnya risiko hipotensi, kerusakan ginjal, dan

hiperkalemia pada pasien gagal jantung. Interaksi merugikan lainnya yakni antara

Calcium channel blocker dengan rifampisin. Rifampisin dapat menurunkan kadar


3

plasma obat Calcium channel blocker yang membuat terapi menjadi tidak efektif

(Stockley, 2008).

Polifarmasi secara signifikan bisa meningkatkan risiko interaksi obat

dengan obat. Polifarmasi merupakan penggunaan obat dalam jumlah yang banyak

dan tidak sesuai dengan kondisi kesehatan pasien. Arti dasar dari polifarmasi adalah

obat dalam jumlah yang banyak dalam satu resep (dan atau tanpa resep) untuk efek

klinik yang tidak sesuai. pasien yang menggunakan dua jenis obat, mempunyai

risiko 13% interaksi obat dan 38% ketika menggunakan empat jenis obat, dan

mencapai 82% ketika menggunakan tujuh atau lebih jenis obat secara bersamaan.

Beberapa peneliti mengatakan bahwa penggunaan dua jenis obat disebut

polifarmasi minor dan penggunaan lebih dari empat jenis obat disebut polifarmasi

mayor ( Dasopang dkk, 2015).

Orang dewasa berusia 18 tahun keatas sekitar 22%. Penyakit ini juga

bertanggung jawab atas 40% kematian akibat penyakit jantung dan 51% kematian

akibat stroke. Selain secara global, hipertensi juga menjadi salah satu penyakit tidak

menular yang paling banyak di derita masyarakat Indonesia (57,6%). Hal ini

dibuktikan melalui jumlah kunjungan hipertensi di Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama yang terus meningkat setiap tahunnya (Ansar dkk, 2019).

Sebuah studi menunjukkan bahwa rata-rata jumlah R/ termasuk dalam kategori

polifarmasi minor dan bahwa setiap kali pasien menerima resep berpotensi

mengalami Drug Drug Interactions (DDI’s) sebanyak 40%. Rata-rata jumlah R/

dalam studi tersebut memperlihatkan kecenderungan pasien untuk mendapatkan


4

resep polifarmasi yang tentunya kondisi ini akan meningkatkan potensi terjadinya

interaksi obat-obat (Herdaningsih dkk, 2016).

Studi awal yang dilakukan di BLUD RSUD Sele Be Solu pada tanggal 11 –

20 Desember 2019 resep pasien hipertensi yang diamati berjumlah 538 resep, dari

538 resep yang terdapat polifarmasi dan interaksi obat berjumlah 279 resep.

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti gambaran

polifarmasi dan potensi interaksi obat pada peresepan pasien hipertensi di BLUD

RSUD Sele Be Solu Kota Sorong.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran polifarmasi dan potensi interaksi obat pada peresepan

pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui gambaran polifarmasi dan potensi interaksi obat pada peresepan

pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui polifarmasi pada peresepan pasien hipertensi di BLUD RSUD

Sele Be Solu Kota Sorong.

b. Mengetahui ada atau tidaknya interaksi obat pada peresepan pasien

hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong.

c. Mengetahui jenis interaksi obat pada peresepan pasien hipertensi di BLUD

RSUD Sele Be Solu Kota Sorong.


5

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu pengetahuan dan

menjadi salah satu acuan bagi peneliti selanjutnya mengenai gambaran

polifarmasi dan potensi interaksi obat pada peresepan pasien hipertensi di BLUD

RSUD Sele Be Solu Kota Sorong.

2. Manfaat institusi

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi sebagai dokumen

untuk menambah bahan bacaan serta menambah pengetahuan tentang gambaran

polifarmasi dan potensi interaksi obat pada peresepan pasien hipertensi di BLUD

RSUD Sele Be Solu Kota Sorong.

3. Manfaat praktis

Sebagai sumber data penelitian tentang perbandingan resep hipertensi serta

masukan bagi peneliti untuk mengetahui tentang gambaran polifarmasi dan

potensi interaksi obat pada peresepan pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be

Solu Kota Sorong.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Polifarmasi

1. Definisi polifarmasi

Polifarmasi berasal dari kata yunani yaitu poly yang berarti lebih dari satu dan

pharmacon yang berarti obat. Definisi alternatif untuk polifarmasi adalah

penggunaan obat lebih dari yang diperlukan secara medis (parulian dkk, 2019).

Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan ≥ 5 obat , merupakan masalah

yang berkembang di Amerika Serikat. Rejimen obat yang dipadukan dengan banyak

obat meningkatkan kemungkinan bahwa seorang pasien akan mengalami interaksi

obat yang potensial dan reaksi obat yang merugikan (ADR). Alternatif Dispute

Resolution (ADR) menempatkan banyak pasien di rumah sakit setiap tahun dan dapat

memiliki konsekuensi yang mengancam jiwa. Alternatif Dispute Resolution (ADR)

adalah salah satu dari sepuluh penyebab utama kematian (Keine et al, 2019).

Polifarmasi terkait erat dengan penyakit kronis dan multimorbiditas, dan

khususnya terkait dengan penyakit tertentu, yang sering terjadi pada orang tua,

seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal kronis dan penyakit

kardiovaskular. Polifarmasi juga telah dikaitkan dengan peningkatan tingkat rawat

inap, berkurangnya kemampuan untuk melakukan kegiatan instrumental dari

kehidupan sehari-hari, gangguan kognitif dan kematian. Selain itu, telah terbukti

menjadi faktor risiko utama untuk jatuh (Konig et al, 2019).

Bertambahnya usia, orang lebih sering mengembangkan beberapa penyakit

kronis. Pedoman manajemen untuk kondisi ini menghasilkan peningkatan jumlah

6
7

obat yang diresepkan. Polifarmasi, didefinisikan sebagai menerima setidaknya

lima obat, dapat meningkatkan risiko tidak pantas penggunaan narkoba dan reaksi

obat yang merugikan (ADR) jika farmakoterapi tidak disesuaikan dengan individu

dan tergantung pada usia karakteristik (Saum et al, 2017).

Polifarmasi adalah penggunaan beberapa obat, bisa 3 sampai 5 obat per pasien.

Penelitian di Brazil menunjukkan sebanyak 85% geriatri menderita sedikitnya satu

penyakit kronis dan sekitar 10% memiliki sedikitnya lima macam penyakit.

Polifarmasi merupakan masalah serius dalam sistem kesehatan, karena selain

menyebabkan peningkatan biaya kesehatan, dapat menyebabkan masalah kepatuhan

(Arfania, M., & Mayasari, G., 2018).

Polifarmasi dan farmakoterapi yang tidak tepat pada pasien lanjut usia

diketahui meningkatkan risiko terjadinya reaksi obat yang merugikan yang

disebabkan oleh interaksi obat-obat, interaksi obat-penyakit dan kesalahan

pengobatan (medication error). Jumlah Drug Related Problems (DRPs) per pasien

meningkat secara linear dengan peningkatan jumlah obat yang digunakan,

peningkatan jumlah obat menghasilkan peningkatan 8,6% jumlah Drug Related

Problems (DRPs). (Andriani dkk, 2019).

Interaksi obat merupakan bagian dari drug related problems (Masalah terkait

obat). Interaksi obat ini dapat mengganggu pencapaian hasil terapi yang diinginkan.

Kejadian interaksi obat semakin meningkat seiring dengan bertambah banyaknya

obat yang diterima oleh pasien. Sebuah studi di rumah sakit menemukan laju

interaksi obat sebesar 7% pada pasien yang mendapatkan 6 sampai 10 obat tetapi
8

meningkat menjadi 40% pada pasien yang mendapatkat 16 sampai 20 obat

(Handayani, K., & Saibi, Y., 2019).

Menurut Parulian dkk (2019), polifarmasi obat dibagi menjadi tiga tipe yaitu,

duplikasi, opposition dan alteration:

a. Duplikasi yaitu ketika dua obat dengan efek yang sama diberikan secara

bersamaan, maka dapat meningkatkan resiko terjadinya efek samping.

b. Opposition yaitu ketika dua obat dengan efek yang berlawanan diberikan secara

bersamaan dapat berinteraksi yang mengakibatkan menurunkan efektivitas salah

satu obat atau keduanya.

c. Alteration yaitu terjadinya perubahan dari fungsi atau performa absorbsi,

distribusi, metabolisme dan ekskresi suatu obat akibat obat yang lain.

2. Polifarmasi hipertensi

Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus atau biasa disebut dengan

polifarmasi yang biasa dilakukan oleh para dokter, dapat menyebabkan

terjadinya interaksi obat. Survei yang dilaporkan pada tahun 1977 mengenai

polifarmasi pada pasien yang dirawat dirumah sakit, menunjukkan bahwa

insiden efek samping yang menerima 0-5 macam obat sebesar 3,5%, sedangkan

yang menerima 16-20 macam obat sebesar 54%. Peningkatan insiden efek

samping yang jauh melebihi peningkatan kadar obat yang diberikan bersama,

diperkirakan akibat terjadinya interaksi obat (Rakhma, 2018).

Salah satu alasan polifarmasi pada pasien hipertensi adalah untuk mencapai

target tekanan darah. Alasan kedua yakni untuk mempertahankan tekanan darah

jangka panjang. Terakhir untuk meningkatkan efektifitas dan meminimalkan


9

toksisitas. Dalam kenyataannya, apabila tekanan darah tidak berespon secara

adekuat terhadap rejimen satu obat maka dapat ditambahkan obat kedua dari

golongan yang berbeda pada mekanisme kerja (Rakhma, 2018).

B. Tinjauan Umum Tentang Resep

1. Definisi resep

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter

hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

kepada Apoteker pengelola Apotek (APA) untuk menyiapkan dan atau

membuat, racikan serta menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006).

Salah satu tahapan pada pelayanan resep adalah pengumpulan

informasidari pasien dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah yang ada

atau mungkinakan muncul pada pasien terkait penggunaan obat, sehingga pada

akhirnyaapoteker dapat mengidentifikasi informasi obat yang akan dibutuhkan

dan akandiberikan kepada pasien. Pengumpulan informasi dasar dari pasien

perlu dilakukan apoteker yang meliputi nama, alamat, nomor telepon, umur dan

jenis kelamin. ( Rantunci, 2007).

Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya recipe = ambilah. Di

belakang tanda ini biasanya tanda ini biasanya baru tertera nama dan jumlah

obat. Umumnya resep ditulis dalam bahasa latin. Jika tidak jelas atau tidak

lengkap, apoteker harus menanyakan kembali kepada dokter (Syamsuni, 2006).

Menurut Syamsuni (2006), resep asli tersebut harus disimpan di Apotik dan

tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali diminta oleh :

1) Dokter yang menulisnya atau merawatnya.


10

2) Pasien yang bersangkutan.

3) Pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk

memeriksa, serta

4) Yayasan dan lembaga lain yang menanggung biaya pasien.

2. Resep yang memerlukan penanganan segera

Dokter dapat memberi tanda dibagian kanan atas resepnya dengan kata-kata

: Cito (segera), statim (penting), Urgent (sangat penting), P.I.M (periculum in

mora) artinya berbahaya jika ditunda (Syamsuni, 2006).

3. Pola peresepan

Pola peresepan adalah gambaran penggunaan obat secara umum atas

permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi dan dokter hewan kepada Apoteker

untuk menyiapkan obat untuk pasien (Fahmi, 2015).

C. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi

1. Definisi hipertensi

Definisi Hipertensi merupakan keadaan patologi dimana kondisi

pembuluh darah meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja

lebih cepat dari biasanya di tandai dengan tekanan darah sistolik yang mencapai

≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Apabila peningkatan ini

terjadi terus menerus dapat menyebabkan gagal ginjal, penyakit jantung

koronis, stroke serta kematian (Fitriyah, 2018).


11

2. Jenis hipertensi

a. Hipertensi primer (Esensial)

Hipertensi primer merupakan suatu peningkatan persisten tekanan arteri

yang dihasilkan oleh ketidak teraturan mekanisme kontrol homeostatik

normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup ± 90%

dari kasus hipertensi.pada umumnya hipertensi esensial tidak disebabkan

oleh faktor tunggal, melainkan karena berbagai faktor yang saling

berkaitan, faktor yang paling mungkin berpengaruh terhadap timbulnya

hipertensi esensial adalah faktor genetik, karena hipertensi sering turun-

temurun dalam suatu keluarga (Pramana, 2016).

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah kurang dari 10% penderita hipertensi

merupakan penderita hipertensi sekunder dari berbagai penyakit atau

obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Disfungsi

renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskuler adalah

penyebab sekunder yang paling sering. (Pramana, 2016).

Menurut Rizky (2017), hipertensi dilihat dari tingkat penyebabnya sebagai berikut :

a. Hipertensi yang terisolasi

Hipertensi sistolik terisolasi (isolated systolic hypertension)

bagaimanapun didefinisikan sebagai suatu tekanan sistolik yang berada di

atas 140 mmHg dengan suatu tekanan diastolik yang masih dibawah 90

mmHg sangat mempengaruhi orang-orang tua sehingga menimbulkan

tekanan denyutan yang meningkat (melebar).


12

b. Hipertensi mantel/jas putih (White Coat Hypertension)

Suatu pembacaan tekanan darah yang tinggi yang hanya satu kali pada

ruang praktik dokter dapat menyesatkan karena peningkatan ini mungkin

hanya sementara saja. Hal ini disebabkan oleh ketakutan pasien yang

berhubungan dengan stres pemeriksaan dan merasa takut apabila ada sesuatu

yang salah dengan kesehatannya.

3. Klasifikasi hipertensi

Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan darah

dan berdasarkan etiologinya. Berdasarkan tingginya tekanan darah, seseorang

dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya >140/90 mmHg. Klasifikasi tekanan

darah oleh JNC VII (Joint National Commite) untuk pasien dewasa (usia ≥ 18

tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua

atau lebih kunjungan klinis dapat dilihat pada tabel 2.1

Gambar 2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan (JNC VII, 2018)

Tekanan Darah
Kategori Tekanan Darah Diastolik
Sistolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 ≥ 160 mmHg (atau) ≥ 100mmHg
Sumber : JNC-VII

Gambar 2.2 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan (JNC VIII, 2013)

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


Optimal <120 mmHg <80 mmHg
Normal <130 mmHg <85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Hipertensi derajat I 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi derajat II 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Hipertensi derajat III ≥180 mmHg ≥110 mmHg
13

Sumber : JNC-VIII

Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VIII tahun 2013 masih merujuk

pada klasifikasi tekanan darah JNC VII. Tetapi, manajemen terapi hipertensi

dalam JNC VIII lebih berdasarkan Evidence Based Medicine (EBM),

komplikasi penyakit, ras dan riwayat penderita. Target tekanan darah pada

terapi hipertensi dalam JNC VIII bergantung pada komplikasi penyakit penderita

(Florensia, 2016).

4. Faktor-faktor penyebab hipertensi

Menurut Ni Putu (2016), faktor-faktor yang memengaruhi kejadian

hipertensi dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor yang dapat di kontrol dan

faktor yang tidak dapat di kontrol

a. Faktor yang tidak dapat dikontrol

1) Umur

Semakin bertambahnya umur elastisitas pembuluh darah semakin

menurun dan terjadi kekakuan dan perapuhan pembuluh darah sehingga

aliran darah terutama ke otak menjadi terganggu, seiring dengan

bertambahnya usia dapat meningkatkan kejadian hipertensi.

2) Jenis kelamin

Faktor gender berpengaruh pada kejadian hipertensi, dimana pria

lebih berisiko menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan risiko

sebesar 2,29 kali untuk meningkatkan tekanan darah sistolik. Pria diduga

memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah

dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause,


14

prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65

tahun, hal ini terjadi diakibatkan oleh faktor hormon yang dimiliki

wanita.

3) Keturunan

Riwayat hipertensi yang di dapat pada kedua orang tua, akan

meningkatkan risiko terjadinya hipertensi esensial. Orang yang memiliki

keluarga yang menderita hipertensi, memiliki risiko lebih besar

menderita hipertensi esensial. Adanya faktor genetik pada keluarga

tertentu akan menyebabkan keluarga tersebut memiliki risiko menderita

hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium

intraseluler dan rendahnya antara potassium terhadap sodium.

b. Faktor yang dapat dikontrol

1) Obesitas

Berat badan dan indek masa tubuh (IMT) berkolerasi langsung

dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukan

satu-satunya penyebab hipertensi namun prevalensi hipertensi pada

orang dengan obesitas jauh lebih besar, risiko relatif untuk menderita

hipertensi pada orang gemuk lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan

orang yang berat badannya normal (Ni Putu, 2016).

2) Diabetes melitus

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit dimana kadar gula

darah (gula sederhana) di dalam darah tinggi. Indonesia DM dikenal juga

dengan istilah penyakit kencing manis yang merupakan salah satu


15

penyakit yang prevalensinya kian meningkat. Seseorang dikatakan

menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL

dan pada tes sewaktu >200 mg/dL (Ni Putu, 2016).

3) Konsumsi alkohol

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah

dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih

belum jelas. Namun, diduga pengikatan kadar kortisol dan peningkatan

volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam

meningkatkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan

langsung antara tekanan darah dan konsumsi alkohol, efek terhadap

tekanan darah baru nampak apabila mengonsumsi alkohol sekitar 2-3

gelas ukuran stadar setiap harinya (Ni Putu, 2016).

4) Kebiasaan merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang

diisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak

lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan tekanan darah

tinggi. Merokok juga dapat menyebabkan meningkatnya denyut nadi

jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung.

Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan

risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri (Ni Putu, 2016).

5) Konsumsi garam

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena

menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan menyebabkan
16

peningkatan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus

hipertensi (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan

mengurangi asupan garam (Ni Putu, 2016).

Penyebab utama kematian pada hipertensi adalah serebrovaskuler,

kardiovaskuler dan gagal ginjal. Kemungkinan kematian prematur ada

korelasinya dengan meningkatnya tekanan darah (Sukandar et al.,

2008).

5. Gejala hipertensi

Penderita hipertensi primer yang sederhana pada umumnya tidak disertai

gejala. Penderita hipertensi sekunder dapat disertai gejala suatu penyakit.

Penderia feokromositoma dapat mengalami sakit kepala paroksimal, berkeringat,

takikardia, palpitasi dan hipotensi ortostatik pada aldostetonemia primer yang

mungkin terjadi adalah gejala hipokalemia keram otot dan kelelahan. Penderita

hipertensi sekunder pada sindrom. Cushing dapat terjadi peningkatan berat

badan, poliuria, edema, iregular menstruasi, jerawat atau kelelahan otot

(Sukandar et al., 2008).

6. Gambaran klinis hipertensi

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang

memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke

untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot

jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan

masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di


17

dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan

hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah (Florensia, 2016).

7. Komplikasi hipertensi

Hipertensi yang terjadi dalam jangka waktu lama akan merusak

endotel arteri dan mempercepat proses aterosklerosis. Komplikasi yang dapat

terjadi pada penderita hipertensi adalah rusaknya organ tubuh seperti jantung,

mata, ginjal, otak dan pembuluh darah besar. Hipertensi juga menjadi faktor

risiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke dan transient ischemic

attack), penyakit arteri koroner (infark miokard dan angina), gagal ginjal,

demensia dan arterial fibralasi. Pasien dengan hipertensi memiliki

peningkatan risiko untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer dan

gagal jantung (Noviana, 2016).

8. Mekanisme hipertensi

Mekanisme terjadinya hipertensi meliputi empat hal, diantaranya yaitu

volume intravaskular, sistem syaraf otonom, sistem rengin angiotensin

aldosteron dan mekanisme vaskular (Sa’idah, 2018).

a. Volume intravaskular

Peningkatan volume intravaskular salah satunya dapat terjadi karena

peningkatan konsumsi garam (NaCl). NaCl mempunyai sifat mengikat air

lebih banyak yang menyebabkan volume plasma meningkat. Keadaan ini

akan menyebabkan ginjal bekerja lebih keras bahkan bisa sampai melebihi

kemampuan ginjal itu sendiri. Jika kondisi ini belangsung terus menerus

maka akan terjadi retensi cairan. Ketika volume plasma meningkat, secara
18

otomatis volume darah juga akan semakin banyak sehingga akan membuat

kerja jantung semakin keras dan menyebabkan peningkatan cardiac output

(Sa’idah, 2018).

b. Sistem saraf otonom

Sistem saraf otonom yang berperan dalam hal ini adalah sistem saraf

simpatis yang memiliki empat reseptor yaitu α1, α2, β1, dan β2. Reseptor ini

akan berikatan dengan senyawa katekolamin (epinefrin dan norepinefrin).

Ketika katekolamin di release dan berikatan dengan reseptor α1 yang

berada di otot polos, maka akan terjadi penyempitan pembuluh darah.

Ketika katekolamin berikatan dengan reseptor β1 yang berada di

miokardium, maka akan menyebabkan adanya kontraksi kuat pada miokardium

sehingga akan menyebabkan peningkatan cardiac output (Sa’idah, 2018).

c. Sistem renin angiotensin aldosteron

Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS) merupakan sistem

hormonal yang kompleks dimana sistem ini mengatur keseimbangan tekanan

darah dan cairan dalam tubuh. Penurunan kadar natrium ataupun penurunan

tekanan arteri yang sangat rendah akan menstimulasi releasenya renin oleh

ginjal. Dalam darah, renin mengkatalisis konversi angiotensinogen menjadi

Angiotensin I (AT1). Selanjutnya AT1 akan dikonversi menjadi Angiotensin II

(AT2) oleh Angiotensin Converting Enzym (ACE). AT2 ini dapat menstimulasi

sekresi aldosteron, dimana aldosteron ini dapat menyebabkan peningkatan

reabsorbsi natrium dan air sehingga volume plasma juga meningkat

(Sa’idah, 2018).
19

d. Mekanisme vaskular

Salah satu mekanisme terjadinya hipertensi dapat disebabkan

karena penurunan elastisitas vaskular dan adanya gangguan fungsi dari

endotel vaskular tersebut. Penurunan elastisitas vaskular ini secara otomatis

akan menyebabkan dibutuhkannya tekanan yang lebih tinggi pula untuk

mengalirkan darah didalamnya. Nitrit oksidasi (NO) merupakan suatu molekul

kimia yang dapat memodulasi otot vaskular sehingga menyebabkan

vasodilatasi. Apabila terjadi gangguan fungsi endotel vaskular, maka produksi

NO akan berkurang sehingga akan memicu terjadinya vasokonstriksi (Sa’idah,

2018).

9. Terapi farmakologi

Ada lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim

digunakan dalam mengatasi hipertensi, yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta

adrenergik (β-blocker), penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE

inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker/

ARB) dan antagonis kalsium (calcium channel blocker / CCB). Selain yang

telah disebutkan, terdapat juga tiga kelompok obat yang digunakan sebagai lini

kedua yaitu: penghambat saraf adrenergi. agonis α-2 sentral dan vasodilator

(Rakhmah, 2018).

a. Diuretik

Obat golongan diuretik memiliki mekanisme kerja meningkatkan

ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga menurunkan volume darah serta
20

cairan ekstraseluler. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan curah

jantung dan tekanan darah. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa

efek proteksi kardiovaskular golongan diuretik belum terkalahkan oleh

golongan lain, sehingga diuretik dianjurkan untuk sebagian besar kasus

hipertensi ringan dan sedang. Apabila menggunakan dua atau lebih

antihipertensi, maka salah satunya disarankan menggunakan golongan

diuretik (Rakhmah, 2018).

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida

sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya

terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah (Departemen Farmakologi

dan Terapeutik, 2016).

1) Golongan tiazid

Terdapat Beberapa obat yang termaksud golongan Tiazid antara lain

hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang

memiliki gugus aryl-sulfonamida (indapamid dan klortalidon) obat golongan

ini bekerja dengan menghambat transport bersama (symprot) NaCl di tubulus

distal ginjal, sehingga eksresi Na + dan Cl- meningkat (Departemen

Farmakologi dan Terapeutik, 2016).

a) Hidroklorotiazid (HCT)

Merupakan Prototipe golongan tiaizd dan dianjurkan untuk sebagian

besar kasus hipertensi ringan dan sedang dan dalam kombinasi dengan

berbagai antihipertensi lain (Departemen Farmakologi dan Terapeutik,

2016).
21

b) Indapamid

Memiliki kelebihan karena masih efektif pada pasien gangguan fungsi

ginjal bersifat netral pada metabolisme lemak dan efektif meregresi

hipertrofi ventrikel (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2016).

2) Efek antihipertensi tiazid

Mengalami antagonisme oleh antiinflamasi non steroid (AINS) , terutama

indometasin, karena AINS menghambat sintesis prostaglandin yang berperan

penting dalam pengaturan aliran draah ginjal dan transport air dan garam.

Akibatnya terjadi retensi natrium dan air yang akan mengurangi efek hampir

semua obat antihipertensi (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2016).

b. Diuretik kuat (Loop Diuretics, Ceiling Diuretics)

Diuretik kuat bekerja di ansa henie asenden bagian epitel tebal dengan cara

menghambat kotransport Na+ , K+ , Cl dan menghambat resorpsi air dan

elektrolit. Termaksud dalam golongan diuretik kuat antara lain furosemid,

torasemid, bumetanid dan asam etakrinat (Departemen Farmakologi dan

Terapeutik, 2016).

1) Efek samping

Efek samping diuretik kuat hampir sama dengan tiazid, kecuali bahwa

diuretik kuat menimbulkan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium darah,

sedangkan tiazid menimbulkan hipokalsiuria dan meningkatkan kadar

kalsium darah (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2016).


22

c. Diuretik hemat kalium

d. Amilorid, triameteren dan spironolakton merupakan diuretik lemah.

Penggunaanya terutama dalam dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk

mencegah hipokalemia. Diuretik hemat kalium dapat menimbulakan

hiperkalemia bila diberikan pada pasien dengan gagal ginjal atau bila

dikombiasikan dengan penghambat ACE, ARB , β-blocker, AINS atau dengan

suplemen kalium (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2016).

Contoh obat diuretik hemat kalium yaitu :

a) Spironolakton

Antagonis aldesteron sehingga merupakan obat yang terpilih pada

hiperaldosteronisme primer (sindrom conn). Obat ini sangat berguna pada

pasien dengan hiperurisemia, hipokalemia dan dengan intoleransi glukosa

(Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2016).

1) Efek samping spironolakton

Efek samping spironolakton antara lain ginekomastia, mastodinia,

gangguan menstruasi dan penurunan lipido pada pria (Departemen

Farmakologi dan Terapeutik, 2016).

2) Interaksi

Efek hipokalemia dan hipomagnesemia akibat tiazid dan diuretik

mempermudah terjadinya aritmia oleh digitalis. Pemberian kortikosteroid,

agonis β-2 dan amfoterisin B memperkuat efek hipokalemia diuretik.

Penggunaan diuretik bersamaan dengan kuinidin dan obat lain yang dapat

menyebabkan aritmia ventrikel polimorfik akan meningkatkan risiko efek


23

samping ini. Semua diuretik mengurangi klirens litium sehingga

meningkatkan risiko toksisitas litium. AINS mengurangi efek antihipertensi

diuretik karena menghambat sintesis prostaglandin di ginjal. AINS,

penghambat ACE dan β-blocker dapat meningkatkan risiko hipokalemia bila

diberikan bersama diuretik (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2016).

e. Penghambat adrenoreseptor beta (Beta blocker)

Mekanisme penurunan tekanan darah oleh beta blocker dihubungkan

dengan hambatan reseptor β1, antara lain :

1). Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga

menurunkan curah jantung.

2). Hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal akibat

penurunan produksi angiotensin II.

3). Efek sentral yang mempengaruhi aktifitas saraf simpatis, perubahan pada

sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer

dan peningkatan biosintesis prostasiklin.

Efek penurunan tekanan darah oleh Beta blocker yang diberikan secara

oral berlangsung lambat, yakni dalam 24 jam sampai 1 minggu setelah terapi

dimulai. Beta blocker tidak menyebabkan hipotensi ortostatik serta tidak

menyebabkan retensi air dan garam. Beta blocker dapat digunakan sebagai

obat linipertama pada hipertensi ringan hingga sedang, terutama pada pasien

dengan penyakit jantung koroner, pasien dengan aritmia supraventrikel dan

ventrikel tanpa kelainan konduksi, pasien muda dengan sirkulasi

hiperdinamik dan pada pasien yang memerlukan antidepresan trisiklik atau


24

antipsikotik (karna efek antihipertensi β-blocker tidak dihambat oleh obat-

obat tersebut). Efektifitas golongan β- blocker lebih besar pada pasien muda

daripada pasien usia lanjut (Rakhmah, 2018).

Contoh obat golongan beta blocker yaitu :

a) Atenolol

Atenolol merupakan obat yang sering dipilih. Obat ini bersifat

kardioselektif dan penetrasinya ke SSP minimal. Sehingga kurang

menimbulkan efek samping sentral (Departemen Farmakologi dan

Terapeutik, 2016).

b) Labetalol dan karvedilol

Memiliki efek vasodilitasi karena selain menghambat reseptor β. Obat ini

juga menghambat reseptor α. Secara teoritis sifat ini akan memperkuat efek

antihipertensi dan mengurangi efek samping seperti rasa dingin di ekstremitas

(Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2016).

f. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE Inhibitor)

Pada umumnya ACE Inhibitor dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

1) Bekerja secara langsung. Contohnya captopril dan lisinopril

2) Prodrug Contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril, silazapril,

benazepril, fosinopril dan lain-lain. Obat kelompok ini diubah dalam tubuh

menjadi bentuk aktif yaitu (secara berturut-turut) elanaprilat, kuinaprilat,

perindoprilat, ramiprilat, silazaprilat, benazeprilat, fosinoprilat dan lain-lain.

ACE Inhibitor menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin

II sehingga menimbulkan vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron.


25

Selain itu ACE Inhibitor dapat menghambat degradasi bradikinin sehingga

kadar bradikinin dalam darah meningkat dan menimbulkan vasodilatasi.

Vasodilatasi secara langsung dapat menurunkan tekanan darah, sedangkan

pengurangan aldosteron akan menimbulkan eksresi air dan natrium serta

retensi kalium1. Bekerja secara langsung. Contohnya captopril dan lisinopril

(Rakhmah, 2018).

1) Efek samping

Hipotensi, batuk kering, hiperkalemia (Departemen Farmakologi dan

Terapeutik, 2016).

2) Farmakokinetik

Diabsorbsi dengan baik pada pemberian oral dengan bioavailabilitas 70-

75%. Pemberian bersama makanan akan mengurangi absorbsi sekitar 30%,

oleh karena itu obat ini harus diberika 1 jam sebelum makan. Sebagian besar

ACE-Inhibitor mengalami metabolisme dihati, kecuali lisinopril yang tidak

dimetabolisme, eliminasi sebelumnya melalui ginjal kecuali fosinopril yang

mengalami eliminasi di ginjal dan bilier (Departemen Farmakologi dan

Terapeutik, 2016).

g. Antagonis reseptor angiotensin (Angiotensin Receptor Blocker)

Angiotensin II dihasilkan oleh sistem renin angiotensin yang melibatkan

ACE dan jalur alternatif yang menggunakan enzim lain seperti chymases.

Golongan Angiotensin reseptor blocker (ARB) memblok reseptor angiotensin

II sehingga angiotensin II tidak dapat berikat dengan reseptornya.

Antihipertensi golongan ini sangat efektif dalam menurunkan tekanan darah


26

pada pasien yang memiliki kadar renin tinggi seperti pasien hipertensi

renovaskular dan hipertensi genetik. Akan tetapi kurang efektif pada hipertensi

dengan aktifitas renin yang rendah (Rakhmah, 2018).

Contoh obat angiotensin receptor blocker yaitu ;

a) Losartan

Losartan merupakan prototipe obat golongna ARB yang bekerja selektif

pada reseptor AT1. Pemberian obat ini akan menghambat semua efek

Angiotensin II, seperti : vasokrontiksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf

simpatis, efek sentral Angiotensi II (Departemen Farmakologi dan

Terapeutik, 2016).

1) Efek samping

Hipotensi, Hiperkalemia dan Fetotoksik (Departemen Farmakologi

dan Terapeutik, 2016).

2) Farmakokinetik

Losartan diabsorbsi dengan baik melalui saluran cerna dengan

bioavailabilitas sekitar 33%. Absorbsinya tidak dipengaruhi oleh adanya

maknan di lambunng. Waktu paruh eliminasi ± 1-2 jam, tapi obat ini

cukup diberikan satu atau dua kali sehari, karena kira-kira 15% losartan

dalam tubuh diubah menjadi metabolit dengan potensi 10 sampai 40 kali

losartan dan masa paruh yang jauh lebih panjang 6-9 jam. Losartan dan

metabolitnya tidak dapat menembus sawar darah otak (Departemen

Farmakologi dan Terapeutik, 2016).


27

h. Antagonis kalsium (Calcium Channel Blocker)

Obat antihipertensi golongan ini bekerja dengan cara menghambat masuk

nya kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Golongan

calcium channel blocker (CCB) menimbulkan relaksasi arteriol. Penurunan

resistensi perifer sering diikuti oleh reflek takikardia dan vasokonstriksi,

terutama pada penggunaan dihidropiridin kerja pendek (nifedipin). Sedangkan

diltiazem dan verapamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik

negatif langsung pada jantung (Rakhmah, 2018).

i. Penghambat adrenoreseptor alfa (α-blocker)

Jenis α-blocker yang digunakan untuk antihipertensi, hanya yang selektif

menghambat reseptor α-1. Golongan ini memiliki mekanisme kerja dengan

menghambat reseptor α-1 sehingga menyebabkan vasodilatasi pada arteriol dan

venula, hal tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan resistensi perifer.

Selain itu, venodilatasi mengakibatkan aliran balik vena berkurang yang

selanjutnya menurunkan curah jantung. Venodilatasi tersebut dapat

menyebabkan hipotensi ortostatik terutama pada pemberian dosis awal,

menyebabkan refleks takikardia dan peningkatan aktifitas renin plasma

(Rakhmah, 2018).

j. Vasodilator

Obat golongan ini terdiri dari vasodilator oral, hidralazin dan minoksidil

yang biasanya digunakan untuk terapi rawat jalan jangka panjang hipertensi;

vasodilator parenteral, nitroprusid, diazoksid dan fenoldopam yang

diperuntukan pada pasien dengan hipertensi darurat, penghambat saluran


28

kalsium, yang dapat digunakan pada dua keadaan dan golongan nitrat untuk

pengobatan angina. Semua vasodilator bekerja dengan melemaskan otot polos

arteriol sehingga menyebabkan turunnya resistensi vaskular sistemik. Natrium

nitroprusid dan nitrat dapat melemaskan vena. Akibat berkurangnya resistensi

arteri dan terjadi penurunan tekanan arteri (Rakhmah, 2018).

k. Agonis α-2 sentral

Obat golongan simpatoplegik kerja sentral dahulu digunakan secara luas

untuk mengobati hipertensi, kecuali klonidin. Obat-obat ini mengurangi impuls

simpatis dari pusat-pusat vasomotor di batang otak, tetapi memungkinkan

pusat-pusat mempertahankan atau bahkan meningkatkan sensitivitas mereka

terhadap kontrol baroreseptor. Karena hal tersebut, efek antihipertensi dan

toksik dari obat-obat ini umumnya kurang bergantung pada postur

dibandingkan dengan efek obat yang secara langsung bekerja pada neuron-

neuron simpatis perifer (Rakhmah, 2018).

Contoh obat agonis α-2 sentral yaitu :

a) Metildopa

Metildopa merupakan produg yang dalam Sistem Saraf Pusat (SSP)

menggantikan kedudukan 3,4 dihidroksi-fenilasetat (DOPA) dalam sintesis

katekolamin dengan hasil akhir α-metilnorepinefrin. Metildopa menurunkan

resistensi vaskular tanpa banyak memengaruhi frekuensi dan curah jantung

(Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2016).


29

1) Farmakokinetik

Absorbsi melalui saluran cerna bervariasi dan tidak lengkap.

Bioavaibilitas oral rata-rata 20%-50%. 50-70% dieksresikan melalui urin

dalam konjugasi dengan sukfat dan 25% dalam bentuh untuh.pada

insufisienis ginjal terjadi akumulasi obat dan metabolitnya (Departemen

Farmakologi dan Terapeutik, 2016).

2) Efek samping

Yang paling sering adalah sedasi, hipotensi postural, pusing, mulut

kering dan sakit kepala (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2016).

3) Interaksi

Pemberian bersama preparat besi dapat mengurangi tujuh absorbsi

metildopa 70% tapi sekaligus mengurangi elimiminasi dan menyebabkan

akumulasis metabolit sulfat. Efek metildopa diingatkan oleh diuretik dan

dikurangi oleh antidepresan trisiklik dan amin- simpatomemetik (Departemen

Farmakologi dan Terapeutik, 2016)

10. Terapi non farmakologi

Penatalaksanaan hipertensi dapat dilaksanakan dengan terapi famakologi

(menggunakan obat-obatan) ataupun dengan terapi non farmakologi

(modifikasi gaya hidup). Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan cara

membatasi asupan garam tidak lebih dari ¼ -½ sendok teh atau 6 gram/hari,

menurunkan berat badan, menghindari minuman berkafein, menghindari rokok

dan minuman beralkohol. Selain itu, dianjurkan untuk berolah raga antara lain
30

jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi 3 hingga 5

kali dalam seminggu penderita hipertensi (Rakhmah, 2018).

Menurut Rakhmah (2018), disarankan untuk cukup istirahat (6-8 jam)

dan mengendalikan stress. Beberapa makanan yang harus dihindari atau

dibatasi untuk penderita hipertensi antara lain :

a. Makanan yang memiliki kadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru,

minyak kelapa, gajih).

b. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit,

crackers, keripik dan makanan kering yang asin).

c. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran

serta buah dalam kaleng, soft drink).

d. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur maupun buah, abon,

ikan asin, pindang, udang kering, telur asin dan selai kacang).

e. Susu full cream, mentega, margarine, keju, mayonnaise, serta sumber

protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi atau

kambing), kuning telur dan kulit ayam.

f. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambel,

tauco, serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung

garam natrium.

g. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian dan tape.
31

D. Tinjauan Umum Tentang Interaksi Obat Secara Farmakokinetik

1. Definisi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang terjadi apabila satu

obat mengubah penyerapan, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat lain.

Interaksi ini dapat meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia

(dalam tubuh) untuk dapat menimbulkan efek farmakologi (Rakhmah, 2018).

a. Absorbsi

Interaksi yang mempengaruhi penyerapan suatu obat terjadi melalui

beberapa mekanisme, diantaranya perubahan pH saluran cerna, pembentukan

kompleks, perubahan motilitas gastrointestinal dan induksi atau inhibisi

protein transfer. Penyerapan obat ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya

dalam lemak dan sejumlah parameter yang berkaitan dengan

denganformulasi obat sehingga penggunaan obat lain akan mempengaruhi

proses penyerapan (Rakhmah, 2018).

b. Distribusi

Interaksi juga dapat mempengaruhi proses distribusi obat dalam tubuh.

Dua obat yang berikatan dengan protein atau albumin akan bersaing untuk

mendapatkan tempat pada protein atau albumin tersebut sehingga akan terjadi

penurunan pada ikatan protein salah satu atau lebih obat. Hal tersebut

mengakibatkan banyak obat bebas yang beredar dalam plasma dan dapat

menyebabkan toksisitas. Obat yang tidak berikatan dengan plasma (bebas)

dapat mempengaruhi respon farmakologi (Rakhmah, 2018).


32

c. Metabolisme

Mendapatkan efek farmakologi, obat harus mencapai situs reseptor

yang berarti obat tersebut harus mampu melintasi membran plasma lipid.

Peran metabolisme adalah untuk mengubah senyawa aktif yang larut

dalam lipid menjadi senyawa tidak aktif yang larut didalam air sehingga dapat

diekskresikan secara efisien. Sebagian besar enzim di tubuh manusia

terdapat di permukaan endothelium hati. Salah satu enzim mikrosomal hati

yang penting yaitu isoenzim sitokrom p-450 yang bertanggung jawab dalam

oksidasi kebanyakan obat dan enzim tersebut paling sering diinduksi

oleh suatu obat lain. Sedangkan penghambatan enzim metabolisme obat

umumnya dapat mengurangi laju metabolisme suatu obat. Hal ini dapat

mengakibatkan peningkatan konsentrasi serum obat tersebut dan terutama

apabila obat tersebut memiliki indeks terapi yang sempit akan berpotensi

menyebabkan toksisitas (Rakhmah, 2018).

d. Ekskresi

Ekskresi obat sebagian besar terjadi lewat ginjal melalui urin dan

juga melalu empedu. Interaksi obat pada proses ekskresi dapat terjadi

karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kompetisi untuk sekresi

aktif di tubulus ginjal. Hambatan sekresi aktif di tubulus ginjal terjadi akibat

kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem transpor aktif yang

sama, yakni P-glikoprotein untuk kation organik dan zat netral dan

Multidrug Resistance Protein (MRP) untuk anion organik dan konjugat.

Faktor lainnya yakni perubahan pada pH urin (Rakhmah, 2018).


33

Perubahan tersebut menyebabkan perubahan klierens ginjal (melalui

perubahan jumlah reabsorbsi pasif di tubuli ginjal) yang berarti secara klinik

apabila : (1) fraksi obat yang diekskresi utuh oleh ginjal cukup besar (lebih

besar 30%) dan (2) obat berupa basa lemah dengan pKa 6,0-12,0 atau asam

lemah dengan pKa 3,0-7,5. Adapun contoh interaksi yang mempengaruhi

eliminasi adalah saat beta blocker digunakan bersamaan dengan teofilin yang

akan mengurangi eliminasi teofilin (Rakhmah, 2018).

E. Tinjauan Umum Tentang Interaksi Obat Secara Farmakodinamik

1. Definisi farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja

pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga

terjadi efek yang aditif, sinergistik atau antagonistik, tanpa terjadi perubahan

kadar obat dalam plasma. Interaksi ini merupakan sebagian besar dari

interaksi obat yang penting dalam klinik (Rakhma, 2018).

Berbeda dengan interaksi farmakokinetik, interaksi farmakodinamik

seringkali dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat

yang berinteraksi, karena penggolongan obat memang berdasarkan atas

persamaan efek farmakodinamiknya. Interaksi farmakodinamik menimbulkan

efek-efek obat yang aditif, sinergis (potensiasi), atau antagonis jika dua obat atau

lebih yang mempunyai kerja yang serupa atau tidak serupa diberikan (Rakhma,

2018).
34

a. Efek Obat Aditif

Interaksi terjadi apabila pemberian dua atau lebih obat yang

memiliki efek farmakologi yang sama saat diberikan secara bersamaan, akan

memberikan efek yang merupakan penjumlahan dari efek masing-masing

obat. Terkadang efek aditif bersifat toksik yang mengakibatkan depresi

sumsum tulang, nefrotoksik dan ototoksik. Interaksi aditif terjadi pada

penggunaan supplemen kalium dan obat golongan potassium sparing

drugs (ACE Inhibitor, angiotensin receptor blocker, potassium sparing

diuretic) yang akan menyebabkan hiperkalemia (Stockley, 2008).

b. Efek obat sinergisme

Interaksi yang terjadi apabila dua obat atau lebih yang tidak memiliki

ataupun memiliki efek farmakologi yang sama diberikan secara

bersamaan akan memperkuat efek obat lain. Interaksi sinergis yang terjadi

antara furosemid dan ranipril yang dapat menyebabkan hipokalemia.

Hipokalemia tersebut akibat dari efek diuretik yang bekerja memperbanyak

pengeluaran kalium dan air (Rakhma, 2018).

c. Efek Obat Antagonis

Efek yang dihasilkan dari interaksi obat yang terjadi antara dua atau

lebih obat yang memiliki efek antagonis atau efek farmakologi yang

berlawanan. Efek dari obat-obat yang berinteraksi tersebut akan saling

meniadakan efek obat satu sama lain jika diberikan secara bersamaan.

Interaksi antagonis dapat terjadi antara kombinasi ACE Inhibitor atau


35

diuretik loop dengan obat golongan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)

yang bertentangan dengan efek antihipertensi (Stockley, 2008).


36

F. Kerangka Teori

OAHT
(Obat Antihipertensi)

Tatalaksana Farmakologi : . Polifarmasi


- Monoterapi . Interaksi obat
- Bi terapi secara
farmakokinetik
Tatalaksana . Interaksi obat
Pengobatan
Non Farmakologi secara
farmakodinamik

Umur
Jenis Kelamin Resep Pasien Hipertensi

Gambar 2.3 Kerangka Teori


( Sumber: Kirana, 2019 )

G. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variable penelitian

1. Polifarmasi
2. Interaksi obat Resep pasien
3. Jenis interaksi hipertensi

Gambar 2.4 Kerangka Konsep


37

H. Defenisi Operasional

1. Polifarmasi yaitu adanya penggunaan obat ≥ 5 item obat di dalam resep.

1) Hasil ukur : resep ≥5 item obat.

2) Alat ukur : resep.

2. Interaksi obat yaitu, interaksi obat terjadi jika suatu obat mengubah efek obat

lainnya. Kerja obat yang diubah dapat menjadi lebih atau kurang efektif.

1) Hasil ukur : Deskriptif ada atau tidaknya interaksi obat.

2) Alat ukur : Adverse drug interaction (ADI).

3. Jenis interaksi obat adalah, interaksi yang bersifat farmakokinetik merupakan

suatu obat meliputi tahapan absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat

dan farmakodinamik yaitu interaksi yang terjadi antara obat yang bekerja pada

system reseptor, tempat kerja atau system fisiologis yang sama sehingga dapat

menimbulkan efek yang aditif, sinergis atau antagonis tanpa mempengaruhi

kadar obat dalam plasma.

1) Hasil ukur : Deskriptif efek interaksi yang terjadi.

2) Alat ukur : Adverse drug interaction (ADI).

4. Resep pasien hipertensi yaitu resep yang didalamnya terdapat obat antihipertensi

serta obat lainnya.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana data dikumpulkan

secara retrospektif. Retrospektif adalah resep yang telah dilayani bulan Oktober -

November tahun 2019 untuk pasien rawat jalan di Badan Layanan Umum Daerah

(BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sele Be Solu Kota Sorong. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui gambaran polifarmasi dan potensi interaksi obat pada

peresepan pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong.

B. Tempat dan Waktu Peneleitian

1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Gudang Resep BLUD RSUD Sele Be Solu

Kota Sorong

2. Waktu

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 07 - 30 Juli 2020.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh resep pasien hipertensi rawat

jalan dalam periode Oktober - November 2019 yang berjumlah 538 resep pasien

hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus Slovin sebagai

berikut:

38
39

n=

Keterangan :

n = Ukuran sampel/ Jumlah sampel

N = Ukuran populasi

e = Persentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang

masih bisa ditolelir ; e = 0,1.

Dalam rumus Slovin ada ketentuan sebagai berikut :

Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar.

Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil.

Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari teknik slovin adalah 10-20% dari

populasi penelitian. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 538

pasien, sehingga persentasi kelonggaran yang digunakan adalah 10 % dan hasil

perhitungan dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian. Maka untuk

mengetahui sampel penelitian, dapat perhitungan sebagai berikut :

n=

= 84 Resep

a. Kriteria Inklusi

1) Resep pasien hipertensi rawat jalan bulan Oktober – November 2019.

2) Resep pasien yang di dalam resep tertulis obat antihipertensi .

3) Resep yang lengkap dan jelas terbaca.

4) Pasien usia ≥ 18 tahun.


40

5) Resep yang di coret dokter jelas terbaca.

6) Resep BPJS rawat jalan.

7) Resep pasien hipertensi dengan komorbid.

b. Kriteria Eksklusi

1) Resep pasien rawat inap bulan Juni – November 2019.

2) Pasien yang di dalam resep tidak tertulis obat antihipertensi.

3) Resep yang tidak lengkap dan tidak jelas.

4) Pasien usia < 18 tahun.

D. Teknik Sampling

Berdasarkan perhitungan diatas sampel dalam penelitian ini berjumlah 84 resep

dari seluruh total pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong.

Teknik pengambilannya adalah purposive sampling. Teknik Purposive sampling

adalah salah satu teknik sampling non random sampling dimana peneliti menentukan

pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah Resep/ lembar observasi pasien hipertensi

di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong.

F. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode

retrospektif yaitu penelitian berdasarkan resep pasien berupa :

1. Inisial dan identitas pasien

2. Jaminan pengobatan pasien

3. Profil pengobatan
41

4. Interaksi obat yang terjadi

G. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat untuk mengetahui

demografi pasien hipertensi, obat yang paling sering diberikan kepada pasien,

regimen obat serta permasalahan yang mungkin terjadi terkait obat seperti interaksi

obat. Interaksi obat diidentifikasi dan dianalisis berdasarkan literatur dengan

menggunakan literatur adverse drug interaction (ADI) update tahun 2019. Data-

data dan analisis yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel.

H. Etika penelitian

1. Anonimity

Prinsip anonimity yaitu dalam pengumpulan data responden tidak

mencantumkan nama hanya menuliskan kode atau inisial saja. Hal ini bertujuan

untuk menjaga privasi responden.

2. Confidentiality

Prinsip confidentiality adalah semua informasi yang telah dikumpulkan di

jamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan pada hasil riset. Data ini hanya diketahui oleh peneliti dan

pembimbing peneliti.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) Sele Be Solu Kota Sorong yang beralamat di Jl.

Sele Be Solu II Km. 12 Klasaman-Sorong. BLUD RSUD Sele Be Solu Kota

Sorong merupakan rumah sakit tipe C pendidikan yang lebih menekankan

pelayanan kepada masyarakat tidak mampu dan sekaligus sebagai salah satu

pusat rujukan puskesmas yang ada di Kota Sorong.

Tahun 2009 RSUD Sele Be Solu Kota Sorong ditetapkan sebagai rumah

sakit dengan akreditasi perdana berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1247/Menkes/SK/XII/ 2009 tanggal 22 Desember

2009 tentang penetapan kelas RSUD Sele Be Solu milik Pemerintah Kota

Sorong.

BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong memiliki visi dan misi. Visi

BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong adalah terwujudnya RSUD Sele Be

Solu menjadi rumah sakit unggulan di Papua Barat, sedangkan misi BLUD

RSUD Sele Be Solu Kota Sorong adalah meningkatkan pelayanan yang

bermutu, meningkatkan sarana pelayanan kesehatan yang terstandarisasi,

meningkatkan pendidikan, ketrampilan dan kesejahteraan karyawan,

meningkatkan jangkauan pelayanan serta meningkatkan derajat kesejahteraan

masyarakat kota Sorong. BLUD RSUD Sele Be Solu melaksanakan tugasnya

42
43

melayani masyarakat dengan jumlah penduduk ±186.933 jiwa dengan luas

tanah 120.000 m2 dan luas bangunan 10.622 m2. BLUD RSUD Sele Be Solu

terdiri dari gedung instalasi gawat darurat (IGD), gedung administrasi, gedung

instalasi laboratorium, ruang instalasi radiologi, gedung unit transfusi darah

(UTD), ruang instalasi farmasi, ruang rekam medik dan BPJS, ruang high care

unit (HCU) dan beberapa unit pelayanan medis seperti pelayanan rawat inap dan

pelayanan rawat jalan.

2. Data karakteristik responden

a. Umur

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi umur pada pasien hipertensi di

BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1
Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Umur Di BLUD RSUD Sele
Be Solu Kota Sorong
No Umur (tahun) Jumlah (%)
1 18-29 2 2,4
2 30-39 1 1,2
3 40-49 11 13,1
4 ≥50 70 83,3
Total 84 100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 84 resep hipertensi di BLUD

RSUD Sele Be Solu Kota Sorong kategori usia yang paling banyak adalah

pada usia ≥50 tahun sebanyak 70 pasien (83,3%) dan usia yang paling

sedikit adalah pasien dengan usia 30-39 tahun sebanyak 1 pasien (1,2%).

b. Jenis Kelamin

Distribusi jenis kelamin pada pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele

Be Solu Kota Sorong dapat dilihat pada tabel 4.2.


44

Tabel 4.2
Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong
No. Jenis Kelamin Jumlah (%)
1 Laki-laki 47 56
2 Perempuan 37 44
Total 84 100

Tabel 4.2 menujukkan bahwa jumlah pasien hipertensi di BLUD

RSUD Sele Be Solu Kota Sorong sebanyak 84 resep dengan jenis kelamin

yang terbanyak adalah laki-laki berjumlah 47 pasien (56,0%) sedangkan

perempuan berjumlah 37 pasien (44,0%).

c. Jaminan Pengobatan

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi jaminan pengobatan pada

pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong dapat dilihat

pada tabel 4.3.

Tabel 4.3
Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Jaminan Pengobatan Di
BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong
No Jaminan Jumlah (%)
1 BPJS 84 100
2 Umum 0 0
3 Perusahaan 0 0
Total 84 100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa Jaminan pengobatan yang paling banyak

digunakan pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong

adalah jaminan BPJS sebanyak 84 resep (100%).


45

3. Analisis univariat

a. Distribusi Polifarmasi

Berdasarkan hasil penelitian, polifarmasi pada peresepan pasien

hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong dapat dilihat pada

tabel 4.4.

Tabel 4.4
Distribusi Polifarmasi Pada Peresepan Pasien Hipertensi
di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong
No. Potensi Interaksi Obat Jumlah (%)
1 Polifarmasi ( ≥ 5 ) 71 85
2 Tidak Polifarmasi ( < 5) 13 15
Total 84 100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 84 resep pasien hipertensi di BLUD

RSUD Sele Be Solu Kota Sorong resep yang polifarmasi sebanyak 71 resep

(85%) dan resep yang tidak terjadi polifarmasi sebanyak 13 resep (15%).

b. Distribusi Interaksi Obat

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi interaksi obat pada peresepan

pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong dapat dilihat

pada tabel 4.5

Tabel 4.5
Distribusi Potensi Interaksi Obat Pada Peresepan Pasien
Hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong
No. Potensi Interaksi Obat Jumlah (%)
1 Ada Interaksi 53 63
2 Tidak ada interaksi 31 37
Total 84 100
46

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 84 resep pasien hipertensi di

BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong resep yang terjadi interaksi

sebanyak 53 resep (63%) dan resep yang tidak terjadi interaksi sebanyak 31

resep (37%).

c. Distribusi interaksi obat berdasarkan item obat dalam resep

Berdasarkan hasil penelitian, distribusi interaksi obat berdasarkan item

obat dalam peresepan pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota

Sorong dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6
Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Item Obat Pada
Peresepan Pasien Hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu
Kota Sorong
No. Potensi Interaksi Obat Jumlah (%)
1 Ada Interaksi 297 65
2 Tidak Ada Interaksi 159 35
Total 456 100

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 84 resep pasien hipertensi di BLUD

RSUD Sele Be Solu Kota Sorong item obat yang terjadi interaksi sebanyak

297 (65%) kejadian interaksi dan item obat yang tidak terjadi interaksi

sebanyak 159 (35%) kejadian interaksi.

d. Distribusi Jenis Interaksi Obat

Berdasarkan hasil penelitian, jenis interaksi obat pada peresepan pasien

hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong dapat dilihat pada

tabel 4.7
47

Tabel 4.7
Distribusi Jenis Interaksi Obat Pada Peresepan Pasien
Hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong
No. Jenis Interaksi Obat Jumlah (%)
1 Farmakodinamik 52 62
2 Farmakokinetik 32 38
Total 84 100

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 84 resep pasien hipertensi di BLUD

RSUD Sele Be Solu Kota Sorong interaksi yang paling banyak adalah

farmakodinamik sebanyak 52 (62%) kejadian interaksi dan interaksi yang

paling sedikit adalah farmakokinetik sebanyak 32 (38%) kejadian interaksi.

e. Distribusi Jenis Interaksi Obat Berdasarkan Item Obat

Berdasarkan hasil penelitian, jenis interaksi obat berdasarkan item obat

pada peresepan pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong

dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8
Distribusi Jenis Interaksi Obat Berdasarkan Item Obat Pada Peresepan
Pasien Hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong
No. Jenis Interaksi Obat Jumlah (%)
1 Farmakodinamik 94 52
2 Farmakokinetik 86 48
Total 180 100

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 84 resep pasien hipertensi di BLUD

RSUD Sele Be Solu Kota Sorong Jenis interaksi obat per item obat yang

berinteraksi yang paling banyak adalah farmakodinamik sebanyak 94 (52%)

dan interaksi yang paling sedikit adalah farmakokinetik sebanyak 86 (48%).


48

B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran polifarmasi dan potensi

interaksi obat pada peresepan pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota

Sorong. Data yang didapatkan berdasarkan lembar resep pada bulan Oktober -

November 2019, resep pasien hipertensi sebanyak 84 resep. Variabel penelitian

dikelompokkan berdasarkan polifarmasi, interaksi obat dan jenis interaksi.

1. Polifarmasi

Berdasarkan data yang diperoleh pada saat penelitian diketahui bahwa dari

84 resep pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong resep

yang polifarmasi sebanyak 71 resep (85%) dan resep yang tidak terjadi

polifarmasi sebanyak 13 resep (15%). Terdapat 5 item obat, 6 item obat, 7 item

obat dan 8 item obat pada lembar resep yang polifarmasi. Adapun jumlah obat

polifarmasi dalam resep yang paling banyak terdapat 5 obat pada 31 lembar

resep, 6 obat sebanyak 29 lembar resep, 7 obat terdapat 7 lembar resep dan 8

obat hanya 4 lembar resep. Polifarmasi merupakan jika semakin banyak

diagnosis penyakit pada pasien maka akan bertambah obat yang diberikan dan

semakin besar juga kejadian interaksi yang terjadi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Dasopang dkk (2015) menunjukkan

bahwa berdasarkan jumlah obat, semakin banyak jumlah obat yang digunakan

semakin besar kejadian interaksi yang terjadi dan semakin banyak diagnosis

maka semakin meningkat kejadian interaksi obat.

Penelitian ini juga sejalan dengan Parulian, dkk (2019), menunjukkan

bahwa polifarmasi secara signifikan bisa meningkatkan resiko interaksi obat


49

dengan meningkatnya kompleksitas obat - obat yang digunakan dalam

pengobatan saat ini maka kemungkinan terjadinya interaksi obat semakin besar

Polifarmasi didefinisikan sebagai penggunaan ≥ 5 item obat merupakan

masalah yang berkembang di Amerika Serikat. Rejimen obat yang dipadukan

dengan banyak obat meningkatkan kemungkinan bahwa seorang pasien akan

mengalami interaksi obat yang potensial dan reaksi obat yang merugikan (ADR).

ADR menempatkan banyak pasien di rumah sakit setiap tahun dan dapat

memiliki konsekuensi yang mengancam jiwa mereka adalah salah satu dari

sepuluh penyebab utama kematian (Keine et al, 2019).

Polifarmasi terkait erat dengan penyakit kronis dan multimorbiditas, dan

khususnya terkait dengan penyakit tertentu, yang sering terjadi pada orang tua,

seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ginjal kronis dan penyakit

kardiovaskular. Khususnya, polifarmasi juga telah dikaitkan dengan peningkatan

tingkat rawat inap, berkurangnya kemampuan untuk melakukan kegiatan

instrumental dari kehidupan sehari-hari, gangguan kognitif dan kematian. Selain

itu, telah terbukti menjadi faktor risiko utama untuk jatuh (Konig et al, 2019).

Penelitian yang dilakukan di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong

polifarmasi untuk obat penyakit hipertensi dan obat lain dalam satu resep

sebanyak 69 sedangkan polifarmasi untuk obat diabetes melitus dan obat lain

dalam satu resep sebayak 27 serta polifarmasi obat kardiovaskuler dan obat

lain dalam satu resep sebanyak 11 item.


50

2. Interaksi obat

Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini bahwa dari 84 resep

pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong resep yang terjadi

interaksi sebanyak 53 resep (63%) dan resep yang tidak terjadi interaksi

sebanyak 31 resep (37%) sedangkan berdasarkan item obat yang terjadi

interaksi sebanyak 297 (65%), item obat yang tidak terjadi interaksi sebanyak

159 (35%) dari total item obat untuk 84 resep sebanyak 456 item obat. Sehingga

interaksi obat merupakan bertambahnya item obat pada resep akan menyebabkan

kombinasi dua obat yang bisa terjadi interaksi.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Kusuma & Nawangsari (2020), yang

menyatakan bahwa resep yang berinteraksi sebanyak 21 resep (77,78%) dan

resep yang tidak terjadi interaksi sebanyak enam resep (22,22%). Semakin

banyak obat yang digunakan oleh pasien, semakin meningkat pula kemungkinan

terjadinya interaksi.

Obat yang paling banyak terjadi interaksi pada penelitan ini adalah dari

golongan obat Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI) : Captopril dan

lisinopril, Beta Bloker : Bisoprolol, Diuretik Loop : Furosemid, dispilipidemia :

Simvastatin dan Atorvastatin, Antiplatelet : Aspilet , Nonsteroidal Anti-

Inflammatory Drugs (NSID): Meloxicam, Obat Diabetik Oral : Metformin dan

Antagonis H2 Bloker : Ranitidin.

Bisoprolol berinteraksi dengan ranitidin yang menyebabkan kemungkinan

toksisitas beta bloker sehingga disarankan untuk pantau tekanan jantung (H

Albin et al, 2020 ). Pemberian obat lisinopril dengan aspilet berinteraksi


51

menyebabkan efek hipotensi yang menurun sehingga apoteker

merekomendasikan hindari penggunaan bersamaan (C Meune et al, 2020 ).

Selain itu Furosemid juga berinteraksi dengan salbutamol yang menyebabkan

terjadinya hipokalemia sehingga direkomendasikan hindari penggunaan

bersamaan (DM Newnham et al, 2020).

Captopril dan furosemid menyebabkan peningkatan risiko gagal ginjal,

apoteker bertugas merekomendasikan pantau tekanan darah dan fungsi ginjal (M

Packer et al, 2020). Begitupun dengan captopril berinteraksi dengan

hidroklorotiazid bisa menimbulkan efek peningkatan risiko gagal ginjal sehingga

direkomendasikan oleh apoteker untuk pantau tekanan darah dan fungsi ginjal (P

Scanu et al, 2020). Captopril dan spironolakton jika kedua obat ini dikonsumsi

secara bersamaan maka dapat menyebabkan hiperkalemia sehingga

direkomendasikan pantau kadar kalium (TG Burnakis dan HJ Mioduch, 2020).

Captopril dengan aspilet menyebabkan efek hipotensi yang menurun disarankan

untuk hindari penggunaan bersamaan (C Meune et al, 2020). Selain itu captopril

juga berinteraksi dengan ranitidin maka dapat menyebabkan terjadi neuropati

berat sehingga apoteker bertugas merekomendasikan memonitor fungsi

neurologis (C Richer et al, 2020).

Pemberian obat captopril dan natrium diklofenak yang berakibat efek

hipotensi yang menurun sehingga disarankan untuk hindari penggunaan

bersamaan (EBD Riplay et al, 2020). Begitupun dengan captopril dengan

meloxicam jika dikonsumsi bersamaan dapat terjadi efek hipotensi yang


52

menurun disarankan untuk hindari penggunaaan bersamaan (PR Conlin et al,

2020).

Golongan obat dislipidemia yang digunakan adalah simvastatin dan

atorvastatin. Simvastatin berinteraksi dengan narium diklofenak yang

menyebabkan terjadinya toksisitas natrium diklofenak disarankan untuk pantau

status klinik (EBD Riplay et al, 2020). Selain itu atorvastatin berinteraksi juga

dengan meloxicam yang berakibat pada penurunan metabolisme meloxicam

sehingga berdampak pada penurunan efek dari meloksicam disarankan untuk

memonitor status klinis (C Transon et al, 2020).

Begitu pula dengan atorvastatin bila dikonsumsi bersamaan dengan ranitidin

kemungkinan toksisitas atorvastatin walaupun mekanismenya tidak ditetapkan

sehingga direkomendasikan untuk memonitor status klinis selama pemberian (C

Transon et al, 2020). Pada kasus epilepsi pasien yang mengkonsumsi obat

feniton dan atorvastatin itu biasa namun perlu diperhatikan bahwa kedua obat

bila diminum bersamaan akan mengakibatkan kemungkinan peningkatan

aktivitas P-glikoprotein sehingga disarankan untuk tetap pantau status klinis

selama pemberian obat ini (MJ Murphy dan MH Dominiczak, 2020).

Obat antiplatelet yang digunakan di RSUD Sele Be Solu adalah aspilet

dengan nama generiknnya adalah asetosal. Obat ini berinteraksi dengan

meloksicam yang berakibat pada memblokir akses aspilet ke situs aktif

trombosit sehingga rekomendasi yang diberikan penulis resep bahwa

interaksinya tidak terlalu signifikan pengaruhnya pada antiplatelet sehingga jika

tidak ada pilihan lain maka terapi dapat diteruskan (JW Dundee et al, 2020).
53

Dalam penelitian ini juga ditemukan resep aspilet ranitidin yang berefek

toksisitas salisilat karena metabolisme aspiletnya menurun sehingga diberi

rekomendasi pada penulis resep untuk tetap memantau status klinik selama

pemberian kedua obat ini (JW Dundee et al, 2020).

Meloxicam dan diazepam berdampak keterlambatan aksi meloxicam

sehingga menyebabkan penyerapan meloxicam menjadi tertunda. Apoteker

merekomendasikan untuk pantau status klinis (DM Clive dan JS Stoff, 2020).

Pada penulisan resep meloxicam bersamaan dengan ranitidin, keduanya

memberikan interaksi yang dapat menyebabkan toksisitas meloxicam, sehingga

direkomendasikan oleh Apoteker untuk pantau status klinis (DM Clive dan JS

Stoff, 2020). Meloxicam dan aspilet dapat menyebabkan penghambatan

antiplatelet, untuk itu direkomendasikan untuk pantau status klinis selama

pemberian kedua obat ini (DM Clive dan JS Stoff, 2020).

Penggunaaan obat meloxicam dan simvastatin bisa menyebabkan

penurunan metabolisme dari meloxicam sehingga efeknya meloxicam bisa

berkurang rasa nyerinya juga tidak berkurang jika kedua obat ini dikonsumsi

secara besama-sama (DM Clive dan JS Stoff, 2020). Pemberian obat meloxicam

dan metformin juga ditemukan dalam resep tersebut, jika kedua obat ini

dikonsumsi secara bersamaan maka dapat menyebabkan hiperkalemia dengan

adanya meloxicam, sehingga direkomendasikan hindari penggunaan bersamaan

(DM Clive dan JS Stoff, 2020).

Ranitidin obat dari golongan antagonis H2 Reseptor jika digunakan secara

bersamaan dengan sukralfat maka akan berdampak pada penurunan efek


54

ranitidin sehingga direkomendasikan pemberian sukralfat 30 menit sebelum

ranitidin (R D’Angio et al, 2020). Menurut Y. Yoshida et al, (2020) ranitidin

dengan aspilet dapat menyebabkan toksisitas salisilat sehingga kekentalan darah

tetap tinggi sehingga direkomendasikan pantau tekanan darah.

3. Jenis Interaksi

Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini diketahui bahwa dari 84

resep pasien hipertensi di BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong Interaksi

yang paling banyak adalah farmakodinamik sebanyak 52 (62%) dan interaksi

yang paling sedikit adalah farmakokinetik sebanyak 32 (38%) dan jenis

interaksi obat per item obat yang terjadi interaksi yang paling banyak

farmakodinamik sebanyak 94 (52%), sedangkan farmakokinetik sebanyak 86

(48%). Kejadian interaksi obat dapat dilihat dalam satu resep terjadi interaksi

farmakodinamik dan farmakokinetik terdapat satu kejadian interaksi dan bisa

juga terjadi lebih dari satu kejadian interaksi dalam satu resep.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Mahamudu, dkk (2017)

menunjukkan bahwa kejadian interaksi farmakodinamik lebih banyak terjadi

sebesar 90% dibandingkan dengan interaksi farmakokinetik sebesar 10%.

Interaksi farmakodinamik merupakan interaksi antara obat yang bekerja

pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama sehingga

terjadi efek yang aditif, sinergistik atau antagonistik, tanpa terjadi perubahan

kadar obat dalam plasma. Interaksi ini merupakan sebagian besar dari

interaksi obat yang penting dalam klinik (Rakhma, 2018). Interaksi

farmakodinamik antara captopril dengan aspilet menyebabkan efek hipotensi


55

yang menurun disarankan untuk hindari penggunaan bersamaan (C Meune et al,

2020). Captopril dan furosemid menyebabkan peningkatan risiko gagal ginjal,

apoteker bertugas merekomendasikan pantau tekanan darah dan fungsi ginjal (M

Packer et al, 2020). Interaksi antara captopril dan meloxicam dapat

menyebabkan efek hipotensi yang menurun sehingga apoteker yang bertugas

untuk hindari penggunaan bersamaan (PR Conlin et al, 2020). Captopril dengan

hidroklorotiazid dapat menyebabkan peningkatan risiko gagal hinjal sehingga di

rekomendasikan untuk pantau tekanan darah dan fungsi ginjal (P Scanu et al,

2020). Interaksi Captopril dan spironolakton jika kedua obat ini dikonsumsi

secara bersamaan maka dapat menyebabkan hiperkalemia sehingga

direkomendasikan pantau kadar kalium (TG Burnakis dan HJ Mioduch, 2020).

Interaksi antara bisoprolol dan clobazam menyebabkan kemungkinan

metabolisme diazepam menurun disarankan untuk hindari penggunaan

bersamaan atau pantau konsentrasi clobazam (U Klotz dan IW Reimann, 2020).

Furosemid juga berinteraksi dengan salbutamol yang menyebabkan

terjadinya hipokalemia sehingga direkomendasikan hindari penggunaan

bersamaan (DM Newnham et al, 2020). Interaksi lisinopril dengan aspilet yang

menyebabkan efek hipotensi (kemungkinan penurunan sintesis prostaglandin)

sehingga direkomendasikan hindari penggunaan bersamaan (D Hall et al, 2020).

Berbeda dengan interaksi spironolakton dengan aspilet yang bisa menimbulkan

penurunan efek diuretik dengan aspirin (gangguan ekskresi spironolakton

metabolit melalui tubulus ginjal) apoteker bertugas untuk monitor status klinis

(MG Tweeddale dan RI Ogilvie, 2020).


56

Interaksi meloxicam dengan hidroklorotiazid bisa menyebabkan penurunan

efek diuretik dan antihipertensi (penghambatan sintesis prostaglandin ginjal);

hiponatremia (penurunan tambahan pada ekskresi air bebas) sehingga apoteker

yang bertugas merekomendasikan pantau tekanan darah, efek diuretik dan

konsentrasi natrium; efek pada tekanan darah biasanya kecil dan mungkin

tertunda selama beberapa minggu (PP Koopmans et al, 2020). Allopurinol juga

berinteraksi dengan captopril yang menimbulkan kemungkinan kerentanan

terhadap sindrom Stevens-Johnson dan reaksi hipersensitivitas dengan kaptopril

atau enalapril (mekanisme tidak ditetapkan) apoteker bertugas

merekomendasikan Hindari penggunaan bersamaan, jika memungkinkan,

terutama pada pasien dengan gagal ginjal (DJ Pennell dkk, 2020).

Selain itu, atorvastatin berinteraksi juga dengan meloxicam yang berakibat

pada penurunan metabolisme meloxicam sehingga berdampak pada penurunan

efek dari meloxicam disarankan untuk memonitor status klinis (C Transon et al,

2020). Begitu pula dengan meloxicam bila dikonsumsi bersamaan dengan

simvastatin dapat terjadi penurunan metabolisme dari meloxicam disarankan

untuk memonitor status klinis (DM Clive dan JS Stoff, 2020).

Berbeda dengan interaksi farmakokinetik, interaksi farmakokinetik yaitu

merupakan interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah absorbsi,

distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat lain. Interaksi ini dapat

meningkatkan atau mengurangi kosentrasi obat yang tersedia (dalam tubuh)

untuk dapat menimbulkan efek farmakologi (Rakhmah, 2018). Interaksi

farmakokinetik. yaitu bisoprolol berinteraksi dengan ranitidin yang


57

menyebabkan kemungkinan toksisitas beta bloker sehingga disarankan untuk

pantau tekanan jantung (H Albin et al, 2020 ).

Interaksi antara bisoprolol dengan simetidin menyebabkan penurunan

metabolisme dengan penurunan ekskresi ginjal direkomendasikan untuk pantau

kinerja jantung (R D’Angio et al, 2020). Begitupun interaksi cefixime dan

furosemid menyebabkan kemungkinan toksisitas cefixime karena terjadinya

penundaan eliminasi ginjal sehingga apoteker bertugas berilah selisih enam jam

(G Chrysos et al, 2020).

Selain itu, meloxicam dengan aspilet dapat menyebabkan penghambatan

antiplatelet untuk itu di rekomendasikan pantau status klinis selama pemberian

kedua obat ini (DM Clive dan Jos Stoff, 2020). Sedangkan interaksi aspilet

dengan meloxicam yang berakibat pada memblokir akses aspilet ke situs aktif

trombosit sehingga rekomendasi yang diberikan oleh penulis resep bahwa

interaksinya tidak terlalu signifikan pengaruhnya pada antiplatelet sehingga jika

tidak ada pilihan lain maka terapi dapat diteruskan (JW Dundee et al, 2020).

.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Peresepan obat antihipertensi dan obat lain pada 84 resep di BLUD RSUD Sele

Be Solu Kota Sorong terdapat 71 resep yang terjadi polifarmasi dan 13 resep

yang tidak terjadi polifarmasi.

2. Peresepan obat antihipertensi dan obat lain pada 84 resep di BLUD RSUD Sele

Be Solu Kota Sorong terdapat 53 resep yang terjadi interaksi dan 31 resep yang

tidak terjadi interaksi.

3. Jenis interaksi yang terdapat pada penelitan ini adalah Interaksi secara

farmakodinamik sebanyak 52 resep dan secara farmakokinetik sebanyak 32

resep.

B. SARAN

1. Bagi BLUD RSUD Sele Be Solu Kota Sorong

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pihak BLUD RSUD Sele

Be Solu Kota Sorong untuk lebih meningkatkan pelayanan farmasi klinik oleh

Apoteker.

2. Bagi Pendidikan Farmasi

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan literatur untuk

menambah wawasan dan juga sebagai ilmu pengetahuan tentang gambaran

58
59

polifarmasi dan potensi interaksi obat pada peresepan pasien hipertensi di BLUD

RSUD Sele Be Solu Kota sorong.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat menambahkan variabel lain pada penelitian ini untuk mengetahui

dampak yang terjadi pada pasien hipertensi akan polifarmasi dan potensi

interaksi obat pada peresepan pasien hipertensi. Di harapkan juga penelitian ini

dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya


DAFTAR PUSTAKA

Arfania, M., Mayasari, G. 2018. Polifarmasi dan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien
Geriatri Dengan Penyakit Kronis. Journal of Pharmaceutical Science and Medical
Reseaarch (PHARMED) Vol. 1 (2), hlm. 1-4.

Andriani, R., Karsana, A, R., Satyaweni, I. 2019. Pengaruh Pemberian Asuhan


Kefarmasian Terhadap Kejadian Permasalahan Terkait Obat Pasien Geriatri Rawat
Inap di RSUP Sanglah Denpasar. Journal Pharmaceutical Of Indonesia. Vol. 4(2),
hlm. 79 – 83.

Ansar, J., Dwinata, I., Apriani, M. 2019. Derteminan Kejadian Hipertensi Pada
Pengunjung Posbinat di Wilayah Kerja Puskesmas Ballaparang Kota Makassar.
Jornal Nasional Ilmu Kesehatan. Vol. 1 edisi 3.

C Transon et al, Profil penghambatan in vivo sitokrom P450TB (CYP2C9) oleh (+ -) -


fluvastatin. Clin Pharmacol Ther, 58: 412, 1995, unduh April 2020.

C Meune et al, Interaksi antara penghambat enzim pengubah angiotensin dan aspirin:
tinjauan. Eur J Clin Pharmacol, 56: 609, 2000, unduh April 2020.

C Richer et al, Cimetidine tidak mengubah farmakokinetik kaptopril yang tidak berubah
dan efek biologis pada sukarelawan yang sehat. J Pharmacol, 17: 338, 1986, unduh
Desember 2020.

DM Clive., JS Stoff, sindrom ginjal yang terkait dengan obat antiinflamasi nonsteroid.
N Engl J Med, 310: 563, 1984 (hal. 568); Unduh : 11 April 2020 (08:30pagi).

DM Newnham et al, Efek frusemide dan triamterene pada respon hipokalemia dan
elektrokardiografi terhadap terbutalin inhalasi. Br J Clin Pharmacol, 32: 630, 1991,
unduh April 2020.

Dasopang, E, S,Harahap , U, Lindarto , D. 2015. Polifarmasi dan Interaksi Obat Pasien


Usia Lanjut Rawat Jalan dengan Penyakit Metabolik. Jurnal. Farmasi Klinik
Indonesia. Vol. 4 No. 4, hlm 235–241.

D Hall et al, Penanggulangan efek vasodilator dari enalapril oleh aspirin pada gagal
jantung berat. J Am Coll Cardiol, 20: 1549, 1992; unduh Desember 2020.

DJ Pennell dkk, sindrom Fatal Stevens-Johnson pada pasien dengan kaptopril dan
allopurinol. Lancet, 1: 463, 1984; unduh Desember 2020.

Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat (DINKES). 2018. Profil Kesehatan Papua Barat
Tahun 2017.

60
61

Depertemen Farmakologi dan Terapeutik, 2016. Farmakologi Dan Terapeutik. Edisi 6.


Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

EBD Ripley et al, Pengaruh agen nonsteroid (NSAID) pada farmakokinetik dan
farmakodinamik metolazone. Int J Clin Pharmacol Ther, 32:12, 1994; Unduh : 11
April 2020 (08:30 pagi).

Fitriyah,S. 2018. Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 komerbiditas hipertensi periode 2016-2017. Skrips. Jurusan farmasi fakultas
kedokteran dan ilmu kesehatan. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim,
Malang.

Florensia, A. 2016. Evaluasi Penggunaan obat Antihipertensi Di instalasi Rawat Inap


RSUD Kota Tanggerang Dengan Metode Anatomical Therapeutik Chemical/
Defined Daily Dose Pada Tahun 2015. Skripsi. Jurusan Farmasi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu kesehatan. Jakarta.

Fahmi,R, I.,2015. Rasionalitas Penggunaan Obat Ispa Non penomania Pada Pasien
Balita Di Puskesmas Campaka Kecematan Campaka Periode Januari-Maret 2015.
Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Farmasi Politeknik Kesehatan. Bandung.

G Chrysos et al, interaksi farmakokinetik ceftaziadime dan frusemide. J Chemother, 7


suppl 4: 107, 1995, unduh April 2020.

Herdaningsih, S, Muhtad, A, Lestari, K., Annisa, N., 2016. Potensi Interaksi Obat-Obat
pada Resep Polifarmasi: Studi Retrospektif pada Salah Satu Apotek di Kota
Bandung. Jurnal. Farmasi Klinik Indonesia. Vol. 5(4), hlm. 288–292.

Handayani, K., Saibi, Y., 2019. Potensi Interaksi Obat Pada Resep Pasien Diabetes
Melitus Rawat Jalan di RS X Jakarta Pusat. Pharmaceutical and Biomedical
Sciences Journal. Vol. 1(1). hlm. 43-47.

H Albin et al, Pengaruh sukralfat pada ketersediaan hayati simetidin. Eur J Clin
Pharmacol, 30: 493, 1986 unduh : March 22, 2020 (06:40 pagi).

JNC VII, dalam Budi Artiyanigrum 2018 Prevention, Detection, Evaluation, And
Treatment of High Blood Pressure (JNC-VII).

JNC VIII, 2013. Evidence-based Guideline for Management of Adult Hypertension


(JNC-VIII).

JW Dundee et al, Aspirin dan pretreatment probenecid mempengaruhi potensi tiopenton


dan timbulnya aksi midazolam. Eur J Anaesthesiol, 3: 247, 1986, Unduh : 11
April 2020 (07:05 pagi).
Keini,D. Zelek, M. Walker, J, Q. Sabbagh, N, M ,2019, Polypharmacy in an eldelry
population enhacing medication managemen through the use of clinica; decision
62

support software platforms. journal neurologi and therapy. volume 8,hal 79-
94.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/309001869 [Diakses 20 januari 2020].

Kirana, C,K,P,D. 2019. Hubungan Polifarmasi dan Potensi Interaksi Obat Pada
Peresepan Pasien Tuberkulosis Di RSUD Sele Be Solu Tahun 2018. Skrips.i
Jurusan Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Papua, Sorong.

Kusuma, Y, I ., Nawangsari, D., 2020. Identifikasi Potensi Drug Interaction Pada Pasien
Stroke di RSUD Margono Soekarjo Puworkerto. Pharmacoscript. Vol 3(1), Hal.
54-66.

Konig, M. et al., 2017. Poly-de-prescribing to treat polypharmacy: efficacy and safety.


Journal. of gerotology.Vol. 9(1), hal. 25–43.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES) 2018. hasil utama riskesdas


2018 .http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas
2018 pdf.

Mahumudu,Y,S.,Citraningtyas,G, dan Rotinsulu H,2017. Kajian potenis interaksi obat


antihipertensi pada paisen hipertensi primer di instalasi rawat jaln RSUD luwuk
periode januari-maret 2016. Jurnal. ilmiah farmasi volume 6 no.3 tahun
2017.https://media.neliti.com/media/publications/157529-ID-kajian-potensi-
interaksi-obat-antihipert.pdf [diakses 20 januari 2020].

MJ Murphy dan MH Dominiczak, Khasiat terapi statin: kemungkinan efek fenitoin.


Pascasarjana Med J, 75: 359, 1999, unduh April 2020

M Packer et al, Insufisiensi ginjal fungsional selama terapi jangka panjang dengan
kaptopril dan enalapril pada gagal jantung kronis berat. Ann Intern Med, 106: 346,
1987; unduh Desember 2020.

MG Tweeddale., RI Ogilvie, Antagonisme natriuresis yang diinduksi spironolakton oleh


aspirin pada manusia. N Engl J Med, 289: 198, 1973, unduh Desember 2020.

Noviana,T, 2016. Evaluasi Interaksi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien


Rawat Iinap Di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopah Bantul Periode
Agustus 2015. Skripsi .Jurusan Farmasi. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Ni Putu, T, A.,2016. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada


Laki-laki Dewasa Di Puskesmas Payangan. Kecamatan Payangan Kabupaten
Gianyar. Skripsi. Jurusan Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, Malang.

Pramana, L, D, Y., 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat hipertensi di


wilayah kerja puskesmas demak II. Skripsi. Jurusan kesehatan Masyarkat.
Universitas Muhammadiyah, Semarang.
63

PP Koopmans et al, Pengaruh obat antiinflamasi non steroid pada pengobatan diuretik
dari hipertensi esensial ringan sampai sedang. Sdr. Med J, 289: 1492, 1984; unduh
Desember 2020.

Parulian, L, 2019. Analisis Hubungan Polifarmasi Dan Interaksi Obat Pada Pasien
Rawat Jalan Yang Mendapat Obat Hipertensi Di Rsp Dr. Arie Wirawan Periode
Januari-Maret 2019, Indonesia Jurnal Of Pharmacy And Natural Product.
Volume 02 No. 02.

P Scanu et al, Reversible acute renal insufficiency with combination of enalapril and
diuretics in a patient with a single renal-artery stenosis. Nephron, 45:321, 1987;
Unduh : 11 April 2020 (08:06 pagi).

PR Conlin et al, Pengaruh indometasin pada penurunan tekanan darah oleh kaptopril
dan losartan pada pasien hipertensi. Hipertensi, 36: 461, 2000, unduh March 21,
2020 (02:07 siang).

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018, Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Rizki, M., 2017. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Terhadap Peningkatan Tekanan
Darah Pada Penderita Hipertensi. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Candekia Medika, Jombang.

R D'Angio et al, Penyerapan Cimetidine Pada Manusia Selama Pemberian Sucralfate.


Br J Clin Pharmacol, 21: 515, 1986; Unduh 22 Maret 2020 (06:40 pagi).

Rantucci M. J., 2007. Pharmacist Talking with Patients: A Guide to Patient


Counseling, Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins.

Rakhmah,A,S.,2018 Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat


Jalan RSUD Dr. Soegiri Lamongan Peiode Tahun 2017. Skripsi. Jurusan
Farmasi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim, Malang.

Sukandar,E. Yulinah, R. Andrajati,J,I. Sigit,I,k. Adnyana,A,A,P. Setiadi. Sukandar,


2008. Iso Farmakoterapi Cetakan pertama PT. ISFI, Penerbitan jakarta.

Syamsuni, H, A., 2007. Ilmu Resep. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Sagrim, M. 2015. Buku Panduan Penulisan Skripsi. Yayasan Pemberdayaan


Masyarakat Papua Sorong.
64

Sa’Idah,D, 2018. Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi Di Instalasi


Rawat Jalan RSUD Dr. Soegiri Lamongan Periode Tahun 2017. Skripsi. Jurusan
Farmasi. Universitas Islam negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.

Stockley, I.H. 2008. Stockley’s Drug Interaction : Eight Edition. London :


Pharmaceutical Press.

Saum, K.U et al., 2017. Is Polypharmacy Associated with Frailty In Older People?
Results From The ESTHER Cohort Study. Journal. Compilation. Vol. 65(2),
hal.27-32.

TG Burnakis dan HJ Mioduch, Terapi kombinasi dengan suplementasi kaptopril dan


kalium. Arch Intern Med, 144: 2371, 1984, unduh Desember 2020.

U Klotz dan IW Reimann, studi interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik diazepam


dan metoprolol. Eur J Clin Pharmacol, 26: 223, 1984; unduh Desember 2020.

World Health Organization, 2015.


http://www.who.int/gho/ncd/riskfactors/bloodpressureprevalencetext/en/ [diakses
tanggal 12 Februari 2020].

Y Yoshida et al, Efek Obat Bersamaan Pada Konsentrasi Darah Antagonis Histamin H2
(laporan ke-3); Pemberian Simetidin dan Sukralfat Oral Secara Bersamaan Atau
Jeda WAaktu. Jpn J Gastroenterol, 84: 1025, 1987; Unduh 22 Maret 2020 (06:40
pagi).
Lampiran 1

Formulir Pengambilan Data

I. Karakteristik Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Jaminan :
II.Blanko Interaksi
No Nama Jaminan Nama Interaksi Polifarmasi Jenis Interaksi Rekome
Inisial JK Umur pengobatan Obat ndasi
Ya Tidak Ya Tidak Farmakokinetik Farmakodinamik
Lampiran 2

REKAPITULASI DATA

GAMBARAN POLIFARMASI DAN POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI


DI BLUD RSUD SELE BE SOLU KOTA SORONG
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
1 L 66 BPJS Hidroklorotiazid  
Candesartan
Bisoprolol
Aspilet
Simvastatin
Novomix
2 P 48 BPJS amlodipin CXE   Pantau HB dan
Candesartan (Clopidogrel & Hematokrit
Clopidogrel Meloxicam) :
Simvastatin Iritasi lambung
Meloxicam
3 L 57 BPJS Nitrocaf  
Amlodipin
Candesartan
Loratadin
Sukralfat
4 L 57 BPJS Amlodipin DXE   hindari
Aspilet (Natrium penggunaan
Simvastatin diklofenak & bersamaan,
Natriumdik Phenitoin) : jika
phenitoin Hiperkalemia memungkinka
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
Meloxicam dengan n; pantau
indometasin konsentrasi
(penghambatan kalium
sintesis
prostaglandin
ginjal)
5 L 66 BPJS gliquidon  
Amlodipin
Ranitidin
Gabapentin
Vitamin B12
Dispatopi
6 L 57 BPJS Aspilet AXD   Tidak terlalu
Candesartan (Aspilet & signifikan
Amlodipin Meloxicam) : pengaruhnya
Meloxicam Meloxicam pada
Diazepam dapat antiplatelet
memblokir maka jika tak
akses aspilet ke ada pilihan
situs aktif pada lain, terapi
trombosit dapat
diteruskan
7 L 53 BPJS Pirasetam BXE   Tidak terlalu
aspilet (Aspilet & signifikan
simvastatin Meloxicam) : pengaruhnya
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
amlodipin Meloxicam pada
meloxicam dapat antiplatelet
memblokir maka jika tak
akses aspilet ke ada pilihan
situs aktif pada lain, terapi
trombosit dapat
diteruskan
8 L 73 BPJS aspilet AXB   Hindari
Captopril (Aspilet & penggunaan
Simvastatin Captopril) : bersamaan
Amlodipin Efek hipotensi
Nitrocaf yang menurun
Meloxicam (kemungkinan
penurunan
sintesis
prostaglandin)
9 L 69 BPJS acarbose  
Candesartan
Levemir
Atorvastatin
Gabapentin
Aspilet
Harnal
10 L 63 BPJS gliquidon  
Asam folat
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
Simvastatin
Amlodipin
Candesartan
Allopurinol
11 L 62 BPJS Natrium diklofenat AXD   Monitor Status
metformin (Natrium Klinis
amlodipin diklofenak &
simvastatin Simvastatin) :
gabapentin Terjadi toxisitas
meloxicam Natrium
Diklofenac
12 L 47 BPJS ranitidin AXF   Pemberian
Parasetamol (Ranitidin & sukralfat 30
Glimepiride Sukralfat) : meni sebelum
Metformin Kemungkinan ranitidin
Amlodipin penurunan efek
Sukralfat Ranitidin
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
13 P 63 BPJS glimepiride EXH   Nilai
Metformin (Gabapentin & signifikan
Sukralfat Bicnat) : tidak
Amlodipin Kemungkinan ditetapkan
Gabapentin efek gabapentin
Vitamin B12 menurun
Ranitidin (penyerapan
Bicnat menurun)

14 L 78 BPJS amlodipin CXD   pantau


Simvasttain (Aspilet & hemoglobin
Aspilet Clopidogrel) : dan hematocrit
Clopidogrel Iritasi lambung
Clobazam yang kuat
Meloxicam
CXF Subtitusi ke
(Aspilet & diclofenac, dan
Meloxicam) :  acetaminophen
Penghambatan tampaknya
efek antiplatelet tidak
aspilet dengan mempengaruhi
meloxicam efek
(meloxicam antiplatelet
dapat aspirin
memblokir
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
akses aspilet ke
situs aktif pada
trombosit)

EXF
(Clobazam &
Meloxicam) :
Kemungkinan Pantau status
keterlambatan klinis
aksi meloxicam 
dengan
clobazam
(penyerapan
tertunda)
15 P 54 BPJS atorvastatin CXE   Subtitusi ke
Nitrocaf (Aspirin & diclofenac, dan
Aspirin Meloxicam) : acetaminophen
Amlodipin Penghambatan karena
Meloxicam efek antiplatelet tampaknya
Gabapentin aspirin dengan tidak
meloxicam mempengaruhi
(meloxicam efek
dapat antiplatelet
memblokir aspilet.
akses aspirin ke
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
situs aktif pada
trombosit)

AXE
(Atorvastatin &
Meloxicam) : memonitor
penurunan  status klinis
metabolisme
meloxicam
16 L 64 BPJS amlodipin CXD   Subtitusi
Simvastatin (Aspirin & diclofenac, dan
Aspirin Meloxicam): acetaminophen
Meloxicam Penghambatan karena
Diazepam efek antiplatelet tampaknya
aspirin dengan tidak
meloxicam mempengaruhi
(meloxicam efek
dapat antiplatelet
memblokir aspirin
akses aspirin ke
situs aktif pada
trombosit)
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
DXE Berdasarkan
(Meloxicam & penelitian pada
Diazepam) :  pria sehat;
Kemungkinan signifikansi
keterlambatan klinis tidak
aksi meloxicam ditetapkan
dengan
diazepam
(penyerapan
tertunda
17 P 57 BPJS amlodipin BXE   Hindari
captopril (Captopril & penggunaan
meloxicam Aspilet) : Efek bersamaan jika
diasepam hipotensi yang memungkinka
aspilet menurun n; jika
hct kombinasi
simvastatin digunakan
monitor
tekanan
darah; aspilet
dosis rendah
(325 mg / hari
atau kurang)
mungkin tidak
berinteraksi
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
BXF
(Captopril &
Hct) :  Pantau tekanan
Peningkatan darah dan
risiko gagal fungsi ginjal
ginjal dengan
captopril atau
enalapril,
terutama pada
pasien dengan
stenosis arteri
ginjal bilateral

CXF
(Meloxicam &
Hct) :
Penurunan efek  Pantau tekanan
diuretik dan darah,efek,diur
antihipertensi etik, dan
(penghambatan konsentrasi
sintesis natrium,efek
prostaglandin pada tekanan
ginjal); darah
hiponatremia biasanya kecil
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
(penurunan dan mungkin
aditif dalam tertunda
ekskresi air selama
gratis) beberapa
minggu;
laporan asus
tunggal dari
krisis
hipertensi
dengan
naproxendan
hydrochlorothi
azide
18 P 52 BPJS rifampisin DXC   Pantau status
inh (Bisoprolol & klinis
digoxin Digoxin) :
bisoprolol Kemungkinan
captopril peningkatan
vitamin B6 toksisitas

DXA
(Bisoprolol &  Perlu
Rifampisin) : peningkatan
Penurunan efek dosis
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
bisoprolol bisoprolol

CXA
(Digoxin &
Rifampisin) :  Pantau status
penurunan efek klinis
digoxin

BXA
(Inh &  Monitor fungsi
Rifampisin): hati
Hepatoktoksik

19 P 50 BPJS metformin FXC   Berilah


Glimepiride (Ranitidin & sukralfat pada
Sukralfat Sukralfat) : jam 07-12-19 ,
Amlodipin Kemungkinan Berikan
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
vitamin B12 penurunan efek ranitidine pada
Ranitidin ranitidine jam 8-20
20 L 51 BPJS clobazam HXC   Pantau status
Gliquidon (Ranitidin & klinis
Aspilet Aspilet ) :
Atorvastatin Kemungkinan
Furosemid toksisitas
Micardis salisilat
Vitamin B12 Pantau status
Ranitidin AXH  klinis
(Clobazam &
Ranitidin) :
Kemungkinan
toksisitas
benzodiazepin
dan ranitidine

DXH Monitoring
(Atorvastatin &  klinik
Ranitidin) :
Kemungkian
toksisitas
atorvastatin
walaupun
mekanisme
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
tidak ditetapkan

21 P 53 BPJS Furosemid EXA   Monitor


Omeprazole (Captopril & tekanan darah
Amlodipin Furosemid) : Monitor fungsi
Metformin Peningkatan ginjal
Captopril risiko gagal
ginjal, terutama
pada pasien
dengan stnois
arteri ginjal
bilateral (
mekanisme
tidak ditetapkan
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
22 P 57 BPJS Amlodipin DXE   monitor status
Meloxicm (Amitriptylin & klinis
Methyl Prednisolon Ranitidin) :
Amitriptylin Kemungkinan
Ranitidin toksisitas
Neurodex amitrypilin

DXC
( Amitriptylin & 
Methyl Pantau status
prednisolon) : klinis
kemungkinan
toksisitas
amitrypilin

BXE
(Meloxicam &  Pantau status
Ranitidin) : klinis
Kemungkinan
toksisitas
meloxicam
dengan adanya
ranitidin
23 P 46 BPJS Aspilet FXA   Hindari
Amlodipin (Cefixime & penggunaan
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
Simvastatin Aspirin) : risiko bersamaan
Ambroxol pendarahan
Methyl Prednisolon dengan cefixime
Cefixime dan aspirin
24 L 25 BPJS Furosemid BXD   pantau kinerja
Bisoprolol (Bisoprolol & jantung
Micardis Ranitidin) :
Ranitidin Kemungkinan
Sukralfat toksisitas beta
blocker

DXE Berikan
(Ranitidin &  sukralfat pada
Sukralfat) : jam 07,12,19
Kemungkinan Berikan
penurunan efek ranitidine pada
simetidin( jam 8-20
kemungkinan
penurunan
penyerapan)
25 L 52 BPJS aspilet  
Candersartan
Amlodipin
Simvastatin
Metformin
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
26 P 59 BPJS Meloxicam CXB   Pantau status
Metil prednisolon (Amitriptylin & klinis
Amitriptylin Methyl
Amlodipin prednisolon):
Aspilet Terjadi
Atorvastatin hipertermia
dengan adanya
amitriptylin
CXA Pantau status
(Amitryptilin &  klinis
Aspilet ) :
Kemungkinan
toksistas
amitrypilin
walau
mekanisme
tidak ditetapkan.

AXE Subtitusi
(Meloxicam &  meloxicam
Aspilet) : dengan
Penghambatan paracetamol
efek anti platelet atau natrium
aspilet diklofenat
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik

FXA
(Atorvastatin &
Meloxicam) :
kemungkinan  Monitor status
toksisitas klinis
meloxicam
karena terjadi
penurunan
metabolisme

27 L 61 BPJS Candesartan  
Apilet
Amlodipin
Allopurinol
Asam folat
28 L 73 BPJS curcuma  
Ambroxol
Hct
Cefixime
Micardis
29 P 62 BPJS simvastatin  
Amlodipin
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
Candersastan
Clopidogrel
Metformin
30 L 42 BPJS Allopurinol FXD   Pantau status
Bisoprolol (Aspilet & klinis.
Candesartan Cimetidin) :
Cimetidine Kemungkinan
Metformin toksisitas
Aspilet salisilat dengan
simetidin
karena
metabolism
menurun.

BXD
(Bisoprolol &  Pantau kinerja
Cimetidin) : jantung
Kemungkinan
toksisitas beta-
blokir dengan
dosis tinggi
simetidin
(penurunan
metabolism dan
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
penurunan
eksreksi ginjal)
31 P 53 BPJS vitamin albumin  
Cefixime
Spironolakt-on
Furosemid
Notisil
B complex
32 P 56 BPJS Amlodipin DXF   Berikan Selisih
Atorvastatin (Cefixime & 6 jam
Candesartan Furosemid) :
Cefixime Kemungkinan
Clindamyci-n toksisitas
Furosemid cefixime karena
Isosorbide dinitrate terjadi
penundaan
eliminasi ginjal
33 L 57 BPJS Amlodipin CXD   Pantau status
Meloxicam (Methyl klinis.
Methyl prednisolon prednisolon &
Aspilet Aspilet) : efek
simvastatin salisilat
berkurang,walau
mekanisme
tidak di tetapkan
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik

BXD
(Meloxicam & Pantau status
Aspilet) :  klinis
Penghambat
efek antiplatelet
34 L 52 BPJS captopril AXE   Terjadi pada
Cardismo (Captopril & pasien dengan
Spironolakt-on Ranitidin) : gangguan
Furosemid Bisa terjadi ginjal,
Ranitidin neuropati berat memonitor
dengan kaptopril fungsi
dan ranitidin. neurologis.

AXC
(Captopril &  Pantau kadar
Spironolakton): kalium
Terjadi
hypercalemi-a
35 P 61 BPJS levemir  
Metformin
Simvastatin
Amlodipin
Vitamin B12
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
36 L 57 BPJS amlodipin DXB   Pantau status
Aspilet (Meloxicam & klinis.
Simvastatin Aspilet) :
Meloxicam Penghambat
Na. fenitoin efek antiplatelet
aspirin dengan
meloxicam.

DXC
( Meloxicam &  Monitor status
Simvastatin) : klinis.
Penurunan
metabolism dari
meloxicam.

EXC
(Natrium
phenitoin &
Simvastatin) :
kemungkinan  Pantau status
peningkatan klinis
aktifitas P-
glikoprotein
37 L 53 BPJS Cardismo  
Candersasta-n
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
Amlodipin
Furosemid
Spironolakton
38 P 66 BPJS amlodipin DXE   Hindari
Vitamin B12 (Cefixime & penggunaa
Acetyl systein Aspirin) : bersamaan
Cefixime Kemungkinanan
Aspirin peningkatan
risiko
perdarahan
39 P 44 thn BPJS amlodipin  
Atorvastatin
Candersarta-n
Hct
Asetosal
40 P 53 BPJS Amlodipin  
Furosemid
Glimepiride
Metformin
Levemir
41 L 53 BPJS Amlodipin EXB   Hindari
Captopril (Allopurinol & penggunaan
Atorvstatin Captopril): bersamaan,
Clopidogrel Kemungkinan jika mungkin,
Allopurinol kerentanan terutama pada
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
Meloxicam terhadap steven- pasien dengan
johnson gagal ginjal
walaupun
mekanisme
terjadinya tidak
diketahui.
42 L 53 BPJS glimepiride  
metformin
amlodipin
simvastatin
vitamin B12
43 P 59 BPJS simvastatin  
Captopril
Amlodipin
Microlax
Pyridoxine
Cyanocobalamin
44 P 76 BPJS Glimepiride  
Metformin
Amlodipin
Candersarta-n
Gabapentin
Neurodex
45 P 53 BPJS captopril  
amlodipin
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
metformin
levemir
jarum
46 L 60 BPJS neurodex  
Ambroxol
Candersarta-n
Amlodipin
Metformin
47 L 66 BPJS Simvastatin BXA   Monitor Gejala
Ranitidin (Ranitidin & klinis
Candersartan Simvastatin) :
Neurodex Kemungkinan
Allupurinol toksisitas
Ambroxol simvastatin
Salbutamol mekanisme
Loratadin tidak di tetapkan
48 L 59 BPJS glimepiride EXF   Pantau tekanan
Metformin (Amlodipin & darah.
Omeprazole Ketokonazol):
Vit-c Penurunan efek
Amlodipin antihipertensi .
Ketokonazo-le
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
DXE  Pantau status
(Vitamin C & klinis.
Amlodipin) :
Kemungkinan
efek
beahistinnya
menurun.

FXB
(Ketokonazol &  Pantau status
Metformin): klinis
Kemungkinan
gangguan ginjal
akibat adanya
ketokonazole.
49 L 50 BPJS Amlodipin DXB   Hindari
Asetosal (Captopril & penggunaan
Simvastatin Asetosal) : bersamaan jika
Captopril Efek hipotensi memungkinka
Metformin yang n.
Meloxicam menurun(kemun
gkinan
penurunan
sintesis
prostaglandin).
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik

DXF  Hindari
(Captopril & penggunaan
Meloxicam) : jika
Efek hipotensi memungkinka
yang menurun( n.
kemungkinan
penurunan
sintesis
prostaglandin).

FXB
(Meloxicam &  Pantau status
Asetosal) : klinis.
Penghambatan
efek antiplatelet
asetosal
50 P 51 BPJS Captopril AXC   Pantau tekanan
Amlodipin (Captopril & darah dan
Furosemid Furosemid) : fungsi ginjal
Spironolakton Peningkatan
Isdn risiko gagal
ginjal
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
51 P 66 BPJS Candersarta-n CXD   Monitor status
Amlodipin (Paracetamol & klinis.
Parasetamol Diazepam) :
Diazepam kemungkinan
Amytripilin toksisitas
diazepam
(mekanisme
tidak ditetapkan.
 Pantau status
EXD klinis
(Amitryptilin &
Diazepam) :
Efek
Amitryptilin
berkurang
52 L 60 BPJS Bisoprolol BXC   Hindari
Lisinopril (Lisinopril & penggunaaan
Aspilet Aspilet) : Efek bersamaan jika
Omeprazol hipotensi yang memungkinka
Sukralfat menurun( n.
kemungkinan
penurunan
sintesis
prostaglandin).
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
53 P 51 BPJS Amlodipin FXH   Pantau status
Bisoprolol (Aspirin & klinis.
Candesartan Spironolakton) :
Clobazam Penurunan efek
Furosemide diuetik dengan
Aspirin aspirin
Simvastatin (gangguan pada
Sprironolakton eksresi tubulus
ginjal dari
metabolit
spironolakton) .
BXD
(Bisoprolol &
Clobazam) :
Kemungkinan  Hindari
metabolism penggunaan
diazepam bersamaan.
menurun.
54 L 63 BPJS Amlodipin EXD   Pantau status
Atorvastatin (Meloxicam & klinis.
Levedopa Aspilet) :
Aspilet Penghambatan
Meloxicam efek antiplatelet
aspirin(aspilet)
dengan
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
meloxicam .

EXB
(Meloxicam &
Atorvastatin) :  Monitor status
Kemungkinan klinis.
toksisitas
meloxicam
karena
penurunan
metabolisme
55 L 54 BPJS Aspirin  
Amlodipin
Candersarta-n
Nitrocaf
Simvastatin
56 P 45 BPJS Asetosal CXA   Hindari
Simvastatin (Captopril & penggunaan
Captopril Asetosal) : bersamaaan
Amlodipin Efek hipotensi jika
Candersarta-n yang menurun memungkinka
Bisoprolol (kemungkinan n
penurunan
sintesis
prostaglandin
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
57 L 53 BPJS Amlodipin  
Candesartan
Furosemide
Nitroglycerin
Glicuidon
58 P 40 BPJS meloxicam CXD   Monitor status
Methyl prednisolon (Amitryptilin & klinis.
Amitriptylin Ranitidin) :
Ranitidin Kemungkinan
Phenobarbital toksisitas
(barbiturates) amitryptilin
Amlodipin dengan adanya
ranitidin akibat
penurunan
metabolism.

CXE
(Amitryptilin &
Phenobarbital) : Hindari
Penurunan efek  penggunaan
amytriptilin bersamaan
akibat kecuali
peningkatan barbiturates
metabolisme penting
sebagai
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
antikonvulsan

59 P 65 BPJS Atorvastatin CXF   Monitor HB


Candersarta-n (Clopidogrel & dan
Clopidogrel Meloxicam): Hematokrit .
Metformin Kehilangan
Gabapentin darah gastro
Meloxicam intestinal.

AXF
(Atorvastatin &  Monitor status
Meloxicam) : klinis.
Penurunan
metabolisme
meloxicam.

FXD
(Meloxicam &
Metformin) :
kemungkinan  Pantau status
gangguan ginjal klinis.
yang diinduksi
OAINS.
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
60 P 67 BPJS parasetamol  
Amlodipin
Candersarta-n
Asam folat
Aminefron
Tramadol
61 L 64 BPJS Meloxicam CXD   Monitor status
Methyl prednisolon (Amitryptilin & klinis.
Amitriptylin-e Ranitidin) :
Ranitidin Penurunan m
Amlodipin metabolism
amitryptilin.
 Pantau status
AXD klinis
(Meloxicam &
Ranitidin) :
Penurunan
metabolismemel
oxicam
62 P 57 BPJS Atorvastatin  
Neurodex
Metformin
Glimepiride
Amlodipin
Candersarta-n
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
Pregabalin

63 L 59 BPJS clopidogrel EXD   Pantau status


Na. fenitoin (Atorvastatin & klinis
Cadersastan Simvastatin) :
Simvastatin Waspadai efek
Atorvastatin adiktif.

EXB
(Atorvastatin &  Pantau status
Natrium klinis.
phenitoin) :
Peningkatan
metabolisme
CYP3A4.
Kemungkinan
peningkatan
aktivitas P-
glikoprotein
64 P 67 BPJS furosemid BXA   Monitor status
Bisoprolol Bisoprolol & klinis.
Candersastan Furosemid) ;
Folic acid Kemungkinan
Loratadin toksisitas
Codein propranolol
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
walaupun
mekanisme
tidak ditetapkan
65 L 53 BPJS amlodipin  
Furosemid
Candersarta-n
Gabapentin
Asam folat
Aminefron
66 P 73 BPJS ibuprofen FXC   Pantau status
Methyl prednisolon (Alprazolam & klinis.
Amytripilin Amitryptilin):
Candersarta-n Kemungkinan
Ambroxol efek amitryptilin
Alprazolam berkurang
dengan
alprazolam
walaupun
mekanisme
tidak ditetapkan.
67 L 54 BPJS Atorvastatin BXF   Monitor
Captopril (Captopril & fungsi
Cyacobalamin Ranitidin) : neurologis.
Na.diklofenak Neuropati berat
Pyridoxine dengan
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
Ranitidine kaptopril.

BXD
(Captopril &  Hindari
Natrium penggunaan
diklofenak) : bersamaan jika
Efek hipotensi memungkinka
yang menurun n, monitor
(kemungkinan tekanan darah.
penurunan
sintesis
prostaglandin).

AXF 
( Atorvastatin & Pantau status
Ranitidin) : klinis
Kemungkinan
toksisitas
atorvastatin
walau
mekanisme
tidak ditetapkan.
68 L 45 BPJS Amlodipin FXD   Hindari
Metformin (Allopurinol & penggunaan
Clopidogrel Lisinopril) : bersamaan.
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
Lisinopril Kemungkinan
Atorvastatin kerentanan
Allopurinol terhadap
sindrom steven-
johnson
walaupun
mekanisme
belum diketahui
69 L 58 BPJS Aspilet DXA   Pantau status
Candersarta-n ( Meloxicam & klinis.
Amlodipin Aspilet) :
Meloxicam Penghambat
Diazepam efek antiplatelet
aspilet.
EXD
(Diazepam &  Pantau status
Meloxicam) : klinis.
Penyerapan
meloxicam
tertunda atau
terlambat.
70 P 57 BPJS Captopril AXD   Hindari
Simvastatin (Captopril & penggunaan
Bisoprolol Meloxicam) : bersamaan
Meloxicam Efek hipotensi
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
yang menurun
(kemungkinan
penurunan
sintesis
prostaglandin)
71 P 52 BPJS Meloxicam AXD   Monitor status
Aspilet (Meloxicam & klinik
Amlodipin Simvastatin) :
Simvastatin Terjadi toxisitas
Meloxicam
72 L 48 BPJS Natrium phenitoin  
Amlodipin
Candesartan
Clobasam
73 P 42 BPJS Vit c AXB   Pantau status
Bisoprolol ( Vitamin c & klinis
Bisoprolol) :
Kemungkinan
efek bisoprolol
menurun
74 P 63 BPJS Amlodipin CXD   Pantau efek
Captopril ( Hallopuridol & haloperidol
Halopuridol Trihexyphenidil
Trihexy phenidil ) : Efek
haloperidol
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
berkurang

75 L 42 BPJS Amlodipin DXB   Pantau status


Aspirin (Meloxicam & klinis
Simvastatin Aspirin) :
Meloxicam Penghambat
efek antiplatelet
aspirin.
 Monitor status
DXC klinis
(Meloxicam &
Simvastatin) :
Kemungkinanto
ksisitas
meloxicam
karena
penurunan
metablisme
76 L 63 BPJS Amlodipin CXB   Pantau status
Meloxicam (Amitryptilin & klinis
Amitrypilin Meloxicam):
Methyl prednisolon kemungkinan
toksisitas
amitriptylin
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
77 P 56 BPJS Amlodipin  
Candersarta-n
Simvastatin
Gabapentin
78 L 60 BPJS Amlodipin  
Candersarta-n
Aspilet
Atorvastatin
79 L 67 BPJS Amlodipin  
Candesartan
80 L 57 BPJS Clopidogrel  
Simvastatin
Captopril
Clobasam
81 L 36 BPJS Ranitidin CXA   Hindari
Cotri (Furosemid & penggunaan
Furosemid Ranitidin) : bersamaan
Asetil sistein Penurunan efek
Fosfat furosemid dan
ranitidin akibat
dari penurunan
penyerapan
82 L 53 BPJS Ranitidin DXE   Pantau kadar
Oldacton (Furosemid & kalium
Interaksi Polifarmasi Jenis interaksi
N Umur Nama obat
JK JP Farmako Farmak Rekomendasi
O (thn) Ya Tidak Ya Tidak
dinamik okinetik
Simarc Salbutamol) :
Furosemid Terjadi
salbutamol hypokalemia
83 P 29 BPJS amlodipin  
Parasetamol
84 P 52 BPJS Atorvasttain  
Aspilet
Amlodipin

Keterangan :

JK : Jenis kelamin

JP : Jaminan pengobatan
Lampiran 3

REKAPITULASI DATA

Golongan Obat Nama Jumlah


No Nama Obat Total
Antihipertensi Inisial Resep
1 Calcium channel Amlodipin K 1 63
bloker YG 1
SM 1
L 1
SJ 1
NY 1
MP 1
MS 1
S 1
MH 1
PM 1
TM 1
P 1
SA 1
TY 1
MK 1
SL 1
KJ 1
KP 1
JM 1
D 1
SI 1
AT 1
M 1
SS 1
W 1
FM 1
NR 1
BS 1
LS 1
T 1
SR 1
HA 1
Y 1
N 1
TH 1
JK 1
RK 1
KB 1
NF 1
EP 1
MY 1
Golongan Obat Nama Jumlah
No Nama Obat Total
Antihipertensi Inisial Resep
R 1
AS 1
AY 1
MT 1
ML 1
EY 1
MP 1
BN 1
JT 1
SD 1
MW 1
BM 1
AR 1
CY 1
AB 1
U 1
AW 1
AM 1
MG 1
MN 1
G 1
2 Angiotensin Lisinopril MA 1 2
converting enzym JT 1
inhibitor Captopril MP 1 15
TY 1
RK 1
SL 1
SC 1
SR 1
Y 1
TH 1
RK 1
KB 1
AS 1
WZ 1
SR 1
AR 1
AU 1
3 Angiotensin reseptor Candesartan ST 1 29
bloker K 1
YG 1
SJ 1
FH 1
MS 1
Golongan Obat Nama Jumlah
No Nama Obat Total
Antihipertensi Inisial Resep
JM 1
SI 1
AT 1
AK 1
M 1
NR 1
LS 1
JK 1
CS 1
NF 1
EP 1
R 1
AY 1
SF 1
ML 1
MD 1
SV 1
BN 1
I 1
SD 1
U 1
AW 1
AM 1
Micardis HE 1 3
MK 1
WH 1
4 Beta Bloker Bisoprolol ST 1 9
RK 1
MK 1
AK 1
MA 1
EP 1
AS 1
SV 1
J 1
5 Diuretik Furosemid HE 1 15
SL 1
MU 1
N 1
M 1
SC 1
NR 1
T 1
KB 1
Golongan Obat Nama Jumlah
No Nama Obat Total
Antihipertensi Inisial Resep
EP 1
AY 1
SV 1
BN 1
A 1
O 1
Spironolakton N 1 5
SC 1
NR 1
KB 1
EP 1
Hidroklorotiasi ST 1 4
-d TY 1
WH 1
MS 1
TOTAL 145
Lampiran 4

REKAPITULASI DATA

PENGGOLONGAN POLIFARMASI PENGGUNAAN OBAT


Jumlah Resep Yang Polifarmasi
Jumlah
Nama Jumlah Jenis :
No Jk Obat
Inisial Resep ≥ 5 Obat < 5 Obat
(Item)
(MAYOR) (MINOR)
1 ST L 1 6 1 -
2 K P 1 5 1 -
3 YG L 1 5 1 -
4 SM L 1 6 1 -
5 L L 1 6 1 -
6 SJ L 1 5 1 -
7 NY L 1 5 1 -
8 MP L 1 6 1 -
9 FH L 1 7 1 -
10 MS L 1 6 1 -
11 S L 1 6 1 -
12 MH L 1 6 1 -
13 PM P 1 8 1 -
14 TM L 1 6 1 -
15 P P 1 6 1 -
16 SA L 1 5 1 -
17 TY P 1 7 1 -
18 RK P 1 6 1 -
19 MK P 1 6 1 -
20 HE L 1 8 1 -
21 SL P 1 5 1 -
22 KJ P 1 6 1 -
23 KP P 1 6 1 -
24 MU L 1 5 1 -
25 JM L 1 5 1 -
26 D P 1 6 1 -
27 SI L 1 5 1 -
28 WH L 1 5 1 -
29 AT P 1 5 1 -
30 AK L 1 6 1 -
31 N P 1 6 1 -
32 M P 1 7 1 -
33 SS L 1 5 1 -
34 SC L 1 5 1 -
35 W L 1 5 1 -
36 FM L 1 5 1 -
37 NR L 1 5 1 -
38 BS P 1 5 1 -
Jumlah Resep Yang Polifarmasi
Jumlah
Nama Jumlah Jenis :
No Jk Obat
Inisial Resep ≥ 5 Obat < 5 Obat
(Item)
(MAYOR) (MINOR)
39 LS P 1 5 1 -
40 T P 1 5 1 -
41 SR L 1 6 1 -
42 HA L 1 5 1 -
43 Y P 1 6 1 -
44 EN P 1 6 1 -
45 TH P 1 5 1 -
46 JK L 1 5 1 -
47 CS L 1 8 1 -
48 G L 1 6 1 -
49 RL L 1 6 1 -
50 KB P 1 5 1 -
51 NF P 1 5 1 -
52 MA L 1 5 1 -
53 EP P 1 8 1 -
54 MY L 1 5 1 -
55 R L 1 5 1 -
56 AS P 1 6 1 -
57 AY L 1 5 1 -
58 MT P 1 6 1 -
59 SF P 1 6 1 -
60 ML P 1 6 1 -
61 EY L 1 5 1 -
62 MP P 1 7 1 -
63 MD L 1 5 1 -
64 SV P 1 6 1 -
65 BN L 1 6 1 -
66 I P 1 6 1 -
67 WZ L 1 6 1 -
68 JT L 1 6 1 -
69 SD L 1 5 1 -
70 SR P 1 4 - 1
71 MW P 1 4 - 1
72 BM L 1 4 - 1
73 J P 1 2 - 1
74 AR P 1 4 - 1
75 CY L 1 4 - 1
76 AB L 1 4 - 1
77 U P 1 4 - 1
78 AW L 1 4 - 1
79 AM L 1 2 - 1
Jumlah Resep Yang Polifarmasi
Jumlah
Nama Jumlah Jenis :
No Jk Obat
Inisial Resep ≥ 5 Obat < 5 Obat
(Item)
(MAYOR) (MINOR)
80 AU L 1 5 1 -
81 A L 1 4 - 1
82 O L 1 5 1 -
83 MG P 1 2 - 1
84 MN P 1 3 - 1
TOTAL 84 456 71 13

Keterangan. L = Laki - Laki

P = Perempuan

JK = Jenis Kelamin
Lampiran 5

REKAPITULASI DATA

PASANGAN OBAT YANG BERPOTENSI TERJADINYA INTERAKSI


Nama Jumlah
Interaksi Obat Yang Tingkat
No Inisial Potensi
Terjadi Keparahan
Interaksi
1 ST - - -
2 K 1 Clopidogrel x Meloxicam Farmakodinamik
3 YG - - -
4 SM 1 Natrium diklofenak x Farmakodinamik
Phenitoin
5 L - - -
6 SJ 1 Aspilet x Meloxicam Farmakokinetik
7 NY 1 Aspilet x Meloxicam Farmakokinetik
8 MP 1 Aspilet x Captopril Farmakodinamik
9 FH - - -
10 MS - - -
11 S 1 Natrium diklofenak x Farmakokinetik
Simvastatin
12 MH 1 Ranitidin x Sukralfat Farmakokinetik
13 PM 1 Gabapentin x Bicnat Farmakokinetik
14 TM 3 Aspilet x Clopidogrel Farmakodinamik
Aspilet x Meloxicam Farmakokinetik
Clobasam x Meloxicam Farmakodinamik
15 P 2 Aspirin x Meloxicam Farmakokinetik
Atorvastatin x Meloxicam Farmakodinamik
16 SA 2 Aspirin x Meloxicam Farmakokinetik
Meloxicam x Diazepam Farmakokinetik
17 TY 3 Captopril x Aspilet Farmakodinamik
Captopril x Farmakodinamik
Hidroklorotiazid
Meloxicam x Farmakodinamik
Hidroklorotiazid
18 RK 4 Bisoprolol x Digoxin Farmakokinetik
Bisoprolol x Rifampisin Farmakokinetik
Digoxin x Rifampisin Farmakokinetik
INH x Rifampisin Farmakodinamik
19 MK 1 Ranitidin x Sukralfat Farmakokinetik
20 HE 3 Ranitidin x Aspilet Farmakokinetik
Clobasam x Ranitidin Farmakokinetik
Atorvastatin x Ranitidin Farmakokinetik
21 SL 1 Captopril x Furosemid Farmakodinamik
22 KJ 3 Amitryptilin x Ranitidin Farmakokinetik
Amitryptilin x Methyl Farmakokinetik
prednisolon
Nama Jumlah
Interaksi Obat Yang Tingkat
No Inisial Potensi
Terjadi Keparahan
Interaksi
Meloxicam x Ranitidin Farmakokinetik
23 KP 1 Cefixime x Aspilet Farmakodinamik
24 MU 2 Bisoprolol x Ranitidin Farmakokinetik
Ranitidin x Sukralfat Framakokinetik
25 JM - - -
26 D 4 Amitryptilin x Methyl Farmakodinamik
prednisolon
Amitryptilin x Meloxicam Farmakokikentik
Meloxicam x Aspilet Farmakodinamik
Atorvastatin x Meloxicam Farmakokinetik
27 SI - - -
28 WH - - -
29 AT - - -
30 AK 2 Aspilet x Cimetidin Farmakokinetik
Bisoprolol x Cemitidin Farmakokinetik
31 N - - -
32 M 1 Cefixime x Furosemid Farmakokinetik
33 SS 2 Methyl Prednisolon x Farmakokinetik
Aspilet
Meloxicam x Aspilet Farmakokinetik
34 SC 2 Captopril x Ranitidin Farmakodinamik
Captopril x Spironolakton Farmakodinamik
35 W - - -
36 FM 3 Meloxicam x Aspilet Farmakodinamik
Meloxicam x Simvastatin Farmakodinamik
Natrium phenitoin x Farmakodinamik
Simvastatin
37 NR - - -
38 BS 1 Cefixime x Aspirin Farmakodinamik
39 LS - - -
40 T - - -
41 SR 1 Allopurinol x Captopril Farmakodinamik
42 HA - - -
43 Y - - -
44 EN - - -
45 TH - - -
46 JK - - -
47 CS 1 Ranitidin x Simvastatin Farmakokinetik
48 G 3 Amlodipin x Ketokonazol Farmakodinamik
Vitamin c x Amlodipin Farmakokinetik
Ketokonazol x Metformin Farmakodinamik
49 RL 3 Captopril x Asetosal Farmakodinamik
Nama Jumlah
Interaksi Obat Yang Tingkat
No Inisial Potensi
Terjadi Keparahan
Interaksi
Captopril x Meloxicam Farmakodinamik
Meloxicam x Asetosal Farmakodinamik
50 KB 1 Captopril x Furosemid Farmakodinamik
51 NF 2 Paracetamol x Diazepam Farmakokinetik
Amitryptilin x Diazepam Farmakokinetik
52 MA 1 Lisinopril x Aspilet Farmakodinamik
53 EP 2 Aspirin x Spironolakton Farmakodinamik
Bisoprolol x Clobasam Farmakodinamik
54 MY 2 Meloxicam x Aspilet Farmakodinamik
Meloxicam x Atorvastatin Farmakokinetik
55 R - - -
56 AS 1 Captopril x Asetosal Farmakodinamik
57 AY - - -
58 MT 2 Amitryptilin x Ranitidin Farmakokinetik
Amitryptilin x Farmakokinetik
Phenobarbital
59 SF 3 Clopidogrel x Meloxicam Farmakodinamik
Atorvastatin x Meloxicam Farmakodinamik
Meloxicam x Metformin Farmakodinamik
60 ML - - -
61 EY 2 Amitryptilin x Ranitidin Farmakodinamik
Meloxicam x Ranitidin Farmakodinamik
62 MP - - -
63 MD 2 Atorvastatin x Simvastatin Farmakodinamik
Atorvastatin x Natrium Farmakodinamik
Phenitoin
64 SV 1 Bisoprolol x Furosemid Farmakokinetik
65 BN - - -
66 I 1 Alprazolam x Amitryptilin Farmakokinetik
67 WZ 3 Captopril x Ranitidin Farmakodinamik
Captopril x Natrium Farmakodinami
diklofenak
Atorvastatin x Ranitidin Farmakokinetik
68 JT 1 Allopurinol x Lisinopril Farmakodinamik
69 SD 2 Meloxicam x Aspilet Farmakodinamik
Diazepam x Meloxicam Farmakokinetik
70 SR 1 Captopril x Meloxicam Farmakodinamik
71 MW 1 Meloxicam x Simvastatin Farmakokinetik
72 BM - - -
73 J 1 Vitamin c x Bisoprolol Farmakokinetik
74 AR 1 Hallopuridol x Farmakokinetik
Trihexyphenidil
Nama Jumlah
Interaksi Obat Yang Tingkat
No Inisial Potensi
Terjadi Keparahan
Interaksi
75 CY 2 Meloxicam x Aspirin Farmakodinamik
Meloxicam x Simvastatin Farmakokinetik
76 AB 1 Amitryptilin x Meloxicam Farmakokinetik
77 U - - -
78 AW - - -
79 AM - - -
80 AU - - -
81 A 1 Furosemid x Ranitidin Farmakokinetik
82 O 1 Furosemid x Salbutamol Farmakodinamik
83 MG - - -
84 MN - - -

Keterangan = X = Berinteraksi dengan


Lampiran 6

REKAPITULASI DATA

FREKUENSI PASANGAN OBAT YANG BERPOTENSI


TERJADI INTERAKSI OBAT
Jumlah
No Obat A Obat B % Kejadian
Kejadian
1 Clopidogrel Meloxicam 2 2%
2 Natrium Phenitoin 1 1%
diklofenak
3 Aspilet Captopril 1 1%
4 Aspilet Meloxicam 5 %
5 Natrium Simvastatin 1 1%
diklofenak
6 Ranitidin Sukralfat 3 3%
7 Gabapentin Bicnat 1 1%
8 Aspilet Clopidogrel 1 1%
9 Clobasam Meloxicam 1 1%
10 Atorvastatin Meloxicam 4 4%
11 Meloxicam Diazepam 1 1%
12 Captoril Aspilet 3 3%
13 Captopril Hidroklorotiazid 1 1%
14 Bisoprolol Digoxin 1 1%
15 Bisoprolol Rifampisin 1 1%
16 Digoxin Rifampisin 1 1%
17 INH Rifampisin 1 1%
18 Ranitidin Aspilet 1 1%
19 Clobasam Ranitidin 1 1%
20 Atorvastatin Ranitidin 2 2%
21 Captopril Furosemid 2 2%
22 Amitryptilin Ranitidin 3 3%
23 Amitryptilin Methyl prednisolon 2 2%
24 Meloxicam Ranitidin 1 1%
25 Cefixime Aspirin 2 2%
26 Aspilet Cimetidin 1 1%
27 Amitryptilin Meloxicam 2 2%
28 Bisoprolol Aspilet 1 1%
29 Bisoprolol Cimetidin 1 1%
30 Cefixime Furosemid 1 1%
31 Methyl Aspilet 1 1%
prednisolon
32 Meloxicam Aspilet 6 7%
33 Captopril Ranitidin 2 2%
34 Captopril Spironolakton 1 1%
35 Meloxicam Simvastatin 3 3%
36 Natrium Simvastatin 1 1%
Jumlah
No Obat A Obat B % Kejadian
Kejadian
phenitoin
37 Allopurinol Captopril 1 1%
38 Ranitidin Simvastatin 1 1%
39 Amlodipin Ketokonazol 1 1%
40 Vitamin c Amlodipin 1 1%
41 Ketokonazol Metformin 1 1%
42 Captopril Meloxicam 2 2%
43 Paracetamol Diazepam 1 1%
44 Amitryptilin Diazepam 1 1%
45 Lisinopril Aspilet 1 1%
46 Aspirin Spironolakton 1 1%
47 Bisoprolol Clobazam 1 1%
48 Amitryptilin Phenobarbital 1 1%
49 Meloxicam Metformin 1 1%
50 Atorvastatin Simvastatin 1 1%
51 Atorvastatin Natrium phenitoid 1 1%
52 Bisoprolol Furosemid 1 1%
53 Alprazolam Amitryptilin 1 1%
54 Meloxicam Hidroklorotiazid 1 1%
55 Captopril Natrium diklofenak 1 1%
56 Allopurinol Lisinopril 1 1%
57 Diazepam Meloxicam 1 1%
58 Vitamin c Bisoprolol 1 1%
59 Halopuridol Trihexyphenidil 1 1%
60 Furosemid Ranitidin 1 1%
61 Furosemid Salbutamol 1 1%
62 Aspirin Meloxicam 2 2%
Total 91 93%
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12

Anda mungkin juga menyukai