Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEMASAN FARMASI

“KEMASAAN PRIMER UNTUK SEDIAN OBAT CAIR STERIL”


Ikti aturan main lihat di pppt
pedomaan pembuatan mkl

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Teti Indrawati, M.Si, Apt

Disusun oleh:
Kelompok 3 :
reza febrian 17330031
Mohammad bagus nur rohim 17330039

Cristopher Ellon 17330041

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia dan
kasih-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah kami dengan Judul Kemasan Primer Untuk
Sediaan Obat Cair Keras. Terimakasih kepada Ibu. Prof. Dr. Teti Indrawati, MS.,Apt selaku
dosen mata kuliah Kemasan Farmasi yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Kemasan Farmasi. Kami juga menyadari dengan penuh, banyak
terdapat kekurangan dan jauh dari yang kami harapkan. Sehingga, kami berharap adanya
kritikan, saran, dan masukan guna memperbaiki makalah kami ini dimasa yang akan datang.

Semoga makalah sederhana kami ini yang jauh dari kata sempurna dapat dipahami dan
dimengerti bagi siapapun yang kelak akan membacanya. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan kata-kata. Sekian dan Terimakasih.

Jakarta,Maret 2021

Penyusun

1
DAFTAR ISI
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................................3
2.1 Kemasan.....................................................................................................................................3
2.1.1 Pengertian Kemasan..........................................................................................................3
2.1.2 Fungsi Kemasan.................................................................................................................3
2.1.3 Klasifikasi Kemasan..........................................................................................................4
2.1.4 Sifat Kemasan....................................................................................................................5
2.1.5 Kriteria Bahan yang Digunakan Untuk Kemasan..........................................................6
2.2 Kemasan Sediaan Farmasi........................................................................................................7
2.3 Bahan – Bahan pengemas Primer............................................................................................8
2.4 Label dan Tanda pada Kemasan Primer Sedian Farmasi......................................................9
BAB III PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………….12

2
BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengemas adalah salah satu komponen penting dari bentuk sediaa farmasi. Menurut
ketentuan yang berlaku diseluruh dunia, pengujian stabilitas sediaan farmasi harus
dilakukan dalam pengemas akhir yang akan dipasarkan. Pengemas terdiri dari berbagai
material (gelas, logam, plastik, karet) yang tidak selalu inert terhadap obat yang dikemas,
karena secara sederhana dapat menyebabkan terjadinya adsorpsi dan desorpsi dari
pengemas menuju obat disamping kemungkinan terjadinya interaksi. Dalam industri
farmasi, kemasan yang terpilih harus cukup melindungi kelengkapan suatu produk.
Karenanya seleksi kemasan dimulai dengan penetuan sifat-sifat fisika dan kimia dari
produk itu, keperluan melindunginya, dan tuntutan pemasarannya. 

Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan
yang dikemas. Misalnya kaleng susu, botol minuman, strip/blister, ampul, vial dan lain-
lain. Bahan kemasan primer adalah pembungkus setelah sekunder biasanya berupa
outerbox. Untuk menjamin stabilitas produk, harus ditetapkan syarat yang sangat tegas
terhadap bahan kemas primer, yang seringkali menyatu dengan seluruh bahan yang
diisikan baik berupa cairan dan semi padatan

Sediaan steril merupakan salah satu bentuk sediaaan farmasi yang banyak dipakai,
terutama saat pasien dirawat di rumah sakit. Sediaan steril sangat membantu pada saat
pasien dioperasi, diinfus, disuntik, mempunyai luka terbuka yang harus diobati, dan
sebagainya (Lukas, 2006). Sediaan yang termasuk sediaan steril yaitu sediaan obat suntik
bervolume kecil atau besar, cairan irigasi yang dimaksudkan untuk merendam luka atau
lubang operasi, larutan dialisa dan sediaan biologis seperti vaksin, toksoid, antitoksin,
produk penambah darah dan sebagainya.

Penampilan obat sering pula sangat dipengaruhi oleh wadahnya, akan tetapi perlu
disadari juga bahwa wadah dapat mempengaruhi obat bahkan merusak obat dan
menimbulkan hal yang tidak diingini pada obat. Oleh sebab itu wadah sediaan farmasi

3
harus pula memenuhi persyaratan tertentu dan dibanyak negara terutama negara maju ada
standard dan cara uji wadah sediaan farmasi secara khusus. Suatu sediaan farmasi yang
steril tidak akan tetap steril jika tidak diberi wadah yang tepat. Pengemasan dan
penyimpanan juga merupakan suatu proses yang harus diperhatikan untuk menjaga
keutuhan obat agar tidak terjadi perubahan zat aktif yang mungkin akan membentuk zat
kimia yang berbahaya bagi tubuh.

Dalam proses pengemasan suatu produk sediaan cair obat keras, kemasan primer,
sekunder, dan juga tersier sangat perlu diperhatikan. Kemasan primer yaitu kemasan yang
langsung mewadahi produk, kemasan sekunder melindungi kelompok-kelompok kemasan
lain seperti kotak karton untuk wadah strip obat dan sebagainya. Sedangakan kemasan
digunakan untuk pelindung selama pengangkutan (Lund, 1994). Pengemasan obat
merupakan bagian penting dari proses pembuatan secara keseluruhan, Maka dari itu akan
dibahas lebih lanjut mengenai kemasan primer pada sedian cair steril.

1.2 Rumusan Masalah

1. Untuk mengetahaui wadah yang digunakan pada sedian cair steril


2. Untuk mengetahaui kemasan primer yang digunakan pada sedian cair steril
3. Untuk mengetahui apa yang tertera pada label kemasaan sedian cair steril.
4. Untuk mengetahui bentuk kemasaan pada sediaan cair steril.

1.2 Tujuan

1. Apa wadah pada table kemasaan sedian obat cair steril?


2. Apa jenis kemasaan primer yang digunakan pada sedian obat cair steril?
3. Apa yang harus tertera pada kemasaan obat cair steril?
4. Bagaimana contoh kemasaan pada seduan obat cair steril?

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemasan
2.1.1 Pengertian Kemasan
Menurut Kotler (2003) pengemasan merupakan kegiatan merancang dan membuat
wadah atau bungkus sebagai suatu produk, sedangkan menurut Swastha, Basu (1999)
mengatakan kemasan (packaging) adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat umum dan
perencanaan barang yang melibatkan penentuan betuk atau desain pembuatan bungkus
atau kemasan suatu barang. Jadi dapat dikatan bahwa kemasan merupakan suatu kegiatan
merancang dan memproduksi bungkus suatu produk yang meliputi desain bungkus dan
pembuatan bungkus produk tersebut. Menurut (Marlen, 2008) kemasan (package)
merupakan struktur yang telah direncanakan untuk mengemas bahan pangan baik dalam
keadaan segar atau setelah mengalami pengolahan.
  Kemasan dapat mempengaruhi stabilitas dan mutu produk akhir. Untuk menjamin
stabilitas dari produk ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bahan kemas primer
karena kontak langsung dengan produk baik cair, padat, semi padat. Bahan kemas primer
adalah bahan kemas yang kontak langsung dengan bahan yang dikemas-produk antara
lain: strip/ blister, botol, ampul, vial, plastik dan lain-lain. Bahan kemas sekunder adalah
pembungkus selanjutnya, biasanya dikenal dengan  inner box. Bahan kemasan tersier
adalah pembungkus setelah sekunder biasanya berupa outer box. Untuk menjamin
stabilitas produk, harus ditetapkan syarat yang sangat tegas terhadap bahan kemas primer,
yang seringkali menyatu dengan seluruh bahan yang diisikan baik berupa cairan dan semi
padatan. Bahan kemas sekunder pada umumnya tidak berpengaruh terhadap stabilitas
(Kurniawan, 2012).

2.1.2 Fungsi Kemasan


1. Mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga ke konsumen, agar
produk tidak tercecer, terutama untuk cairan, pasta atau butiran.

5
2. Melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar ultraviolet,
panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan
mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk.
3. Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat
komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat pada
kemasan.
4. Meningkatkan efisiensi, misalnya : memudahkan penghitungan (satu kemasan
berisi 10, 1 lusin, 1 gross dan sebagainya), memudahkan pengiriman dan
penyimpanan. Hal ini penting dalam dunia perdagangan.
5. Melindungi pengaruh buruk dari luar, melindungi pengaruh buruk dari produk di
dalamnya, misalnya jika produk yang dikemas berupa produk yang berbau tajam,
atau produk berbahaya seperti air keras, gas beracun dan produk yang dapat
menularkan warna, maka dengan mengemas produk ini dapat melindungi produk-
produk lain di sekitarnya.
6. Memperluas pemakaian dan pemasaran produk, misalnya penjualan kecap dan
sirup mengalami peningkatan sebagai akibat dari penggunaan kemasan botol
plastik.
7. Menambah daya tarik calon pembeli.
8. Sarana informasi dan iklan.
9. Memberi kenyamanan bagi pemakai (Julianti dan Mimi, 2006).

2.1.3 Klasifikasi Kemasan


Kemasan dapat digolongkan berdasarkan berbagai hal, yaitu :
1. Berdasarkan urutan dan jaraknya dengan produk,
Kemasan Primer
Kemasan primer adalah kemasan yang langsung bersentuhan dengan
produk, sehingga bisa saja terjadi migrasi komponen bahan kemas ke produk
yang berpengaruh ke kualitas produk.
 Kemasan Sekunder
Kemasan sekunder adalah kemasan lapisan kedua setelah kemasan primer,
dengan tujuan untuk lebih memberikan perlindungan terhadap kepada produk

6
 Kemasan tersier
Kemasan tersier adalah kemasan lapisan ketiga setelah kemasan sekunder,
dengan tujuan untuk memudahkan proses transportasi agar lebih praktis dan
efisienkemasan tersier dapat berupa kardus atau peti kayu (Primyambodo, 2007).
2. Berdasarkan Proses Pengemasan
 Kemasan Aseptik
Kemasan Aseptik adalah kemasan yang dapat melindungi produk dari
berbagai kontaminasi lingkungan luar.
 Kemasan non-aseptik,
kontaminasi mudah terjadi, sehingga masa simpan produk umumnya
relatif lebih rendah (Priyambodo, 2007).
2.1.4 Sifat Kemasan
a. Kemasan tahan dirusak, wadah suatu bahan steril yang dimaksudkan untuk
pengobatan mata atau telinga, kecuali yang disiapkan segera sebelum diserahkan
atas dasar resep, harus disegel sedemikian rupa hingga isinya tidak dapat digunakan
tanpa merusak segel.
b. Wadah tidak tembus cahaya, harus dapat melindungi isi dari pengaruh cahaya,
dibuat dari bahan khusus yang mempunyai sifat menahan cahaya atau dengan
melapisi wadah tersebut. Wadah yang bening dan tidak berwarna atau wadah yang
tembus cahaya dapat dibuat tidak tembus cahaya dengan cara memberi pembungkus
yang buram. Dalam hal ini pada etiket harus disebutkan bahwa pembungkus buram
diperlukan sampai isi dari wadah habis karena diminum atau digunakan untuk
keperluan lain. Jika dalam monografi dinyatakan “terlindung dari cahaya”,
dimaksudkan agar penyimpanan dilakukan dalam wadah tidak tembus cahaya.
c. Wadah tertutup baik harus dapat melindungi isi terhadap masuknya bahan padat dan
mencegah hilangnya isi selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan, dan
pendistribusian
d. Wadah tertutup rapat harus dapat melindungi isi terhadap masuknya bahan cair,
bahan padat, atau uap dan mencegah kehilangan, merekat, mencair atau
menguapnya bahan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi

7
dan harus dapat ditutup rapat kembali. Wadah ini dapat diganti dengan wadah
tertutup kedap untuk bahan dosis tunggal.
e. Wadah tertutup kedap harus dapat mencegah menembusnya udara atau gas selama
penanganan, pengangkutan, penyimpanan, dan distribusi.
f. Wadah satuan tunggal digunakan untuk produk obat yang dimasukkan untuk
digunakan sebagai dosis tunggal yang harus digunakan segera setelah dibuka.
Wadah atau pembungkusnya sebaiknya dirancang sedemikian rupa hingga dapat
diketahui apabila wadah tersebut pernah dibuka. Tiap wadah satuan tunggal harus
diberi etiket yang menyebutkan identitas, kadar atau kekuatan, nama produsen,
nomor batch, dan tanggal kadaluwarsa.
g. Wadah dosis tunggal adalah wadah satuan tunggal untuk bahan yang hanya
digunakan secara parenteral. Contoh : ampul
h. Wadah satuan ganda adalah wadah yang memungkinkan isinya dapat diambil
beberapa kali tanpa mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu, atau kemurnian sisa
zat dalam wadah tersebut. Contoh : obat tetes mata
i. Wadah dosis ganda adalah wadah satuan ganda untuk bahan yang digunakan hanya
secara parenteral. Contoh : vial. Dalam industri farmasi, kemasan yang dipilih harus
cukup melindungi kelengkapan suatu produk. Oleh karena itu seleksi kemasan
dimulai dengan penentuan sifat fisika kimia dari produk (Depkes RI, 1995).

2.1.5 Kriteria Bahan yang Digunakan Untuk Kemasan


1. Harus cukup kuat untuk menjaga isi wadah dari kerusakan
2. Bahan yang digunakan untuk membuat wadah tidak bereaksi dengan isi  wadah.
3. Penutup wadah harus bisa mencegah isi:
1 Kehilangan yang tidak diinginkan dari kandungan isi wadah
2 Kontaminasi produk oleh kotoran yang masuk seperti mikroorganisme atau
uap yang akan mempengaruhi penampilan dan bau produk.
4. Untuk sediaan jenis tertentu harus dapat melindungi isi wadah dari cahaya.
5. Bahan aktif atau komponen obat lainnya tidak boleh diadsorpsi oleh bahan
pembuat wadah dan penutupnya, wadah dan penutup harus mencegah terjadinya

8
difusi melalui dinding wadah serta wadah tidak boleh melepaskan partikel asing
ke dalam isi wadah.
6. Menunjukkan penampilan sediaan farmasi yang menarik.

2.2 Kemasan Sediaan Farmasi


Kemasan adalah  wadah, tutup dan selubung sebelah luar. Kemasan dapat
mempengaruhi stabilitas dan mutu produk akhir. Untuk menjamin stabilitas dari produk
ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bahan kemas primer karena kontak langsung
dengan produk baik cair, padat, semi padat. Bahan kemas primer adalah bahan kemas
yang kontak langsung dengan bahan yang dikemas-produk antara lain: strip/ blister,
botol, ampul, vial, plastik dan lain-lain. Bahan kemas sekunder adalah pembungkus
selanjutnya, biasanya dikenal dengan  inner box. Bahan kemasan primer adalah
pembungkus setelah sekunder biasanya berupa outer box. Untuk menjamin stabilitas
produk, harus ditetapkan syarat yang sangat tegas terhadap bahan kemas primer, yang
seringkali menyatu dengan seluruh bahan yang diisikan baik berupa cairan dan semi
padatan. Bahan kemas sekunder pada umumnya tidak berpengaruh terhadap stabilitas
(Kurniawan, 2012).
Material yang digunakan memiliki sifat yang berbeda. Contohnya gelas, porselen,
logam, produk selulosa (kertas, lem, gelas sel). Jenis gom, gabus, bahan sintetis dan lain-
lain. Sebagai jenis pengemas khusus adalah kemasan pengaman bagi anak-anak. Jenis ini
berfungsi untuk menghalangi atau menyulitkan pengambilan obat oleh anak kecil,
sehingga bahaya keracunan obat dapat dihindari. Syarat ini direalisasikan misalnya pada
larutan tetes melalui mekanisme penutup ganda. Kemasan sekali pakai diistilahkan
dengan kemasan satu dosis. Bahan pengemas yang biasa digunakan sebagai sediaan steril
yaitu Gelas, Plastik, Elastik / karet, dan metal/logam. Beberapa persyaratan bahan
pengemas adalah sebagai berikut :
1. Harus memiliki permeabilitas terhadap udara (oksigen atau gas lain) yang baik
2. Harus bersifat tidak toksik dan tidak bereaksi (innert), sehingga tidak terjadi reaksi
kimia yang dapat menyebabkan atau menimbulkan perubahan warna, flavor dan citra
rasa produk yang dikemas

9
3. Harus mampu menjaga produk yang dikemas agar tetap bersih dan merupakan
pelindung terhadap pengaruh panas, kotoran dan kontaminan lainnya
4. Harus mampu melindumgi produk yang dikemas nya dari kerusakan fisik dan
gangguan dari cahaya
5. Harus mudah dibuka dan di tutup dan dapat meningkatkan kemudahan penanganan,
pengangkutan dan distribusi
6. Harus mampu menjelaskan identifikasi dan informasi dari bahan yang dikemas nya,
sehingga dapat membantu promosi atau mempelancar proses penjualan (Kuerniawan,
2012).

2.3 Bahan – Bahan pengemas Primer


Bahan Kemasan Primer adalah bahan yang sangat penting karena mereka
bersentuhan langsung dengan formulasi obat. Bahan-bahan ini memberikan perlindungan
terhadap bahaya lingkungan (kelembaban, suhu, cahaya), kimia, mekanis atau lainnya.
Bahan kemasan primer juga dikenal sebagai komponen kemasan kritis. Bahan kemasan
utama dapat terbuat dari kaca, plastik, logam, karet atau perpaduan plastik & logam (Jony
mallik, 2018).

Contoh bahan Pengemas Primer


Bahan Pengemas
Nama Pengemas Gambar
Primer

Gelas Ampul, Vial, Botol

Botol penetes, botol


Plastik
plastik,

2.4 Label dan Tanda pada Kemasan Primer Sedian Farmasi


Penandaan untuk sediaan obat ini diatur dengan Permenkes No.10 tahun 2008.
Dalam peraturan tersebut tertulis bahwa: “Penandaan adalah keterangan yang lengkap
mengenai khasiat, keamanan, cara penggunaannya serta informasi lain yang dianggap perlu

10
yang dicantumkan pada etiket, brosur dan kemasan primer dan sekunder yang disertakan
pada obat.
Yang harus diperhatikan pada pelabelan kemasan primer dan sekunder adalah :
2.1 Nama Dagang
Nama dagang adalah nama obat yang biasanya dituliskan paling mencolok
pada kemasan obat. Nama obat ini adalah nama yang diberikan oleh industri farmasi
sebagai salah satu identitas produknya atau dengan istilah lain merupakan merk
dagang produk.

2.2 Nama Generik


Nama generik adalah nama resmi zat aktif obat yang telah ditetapkan dalam
farmakope. Nama generik ini harus dicantumkan pada kemasan obat sesuai dengan
peraturan yaitu Permenkes No. 524 tahun 2005. Nama generik ini harus tercantum
dengan ukuran huruf ≥80% dari nama dagang dan dicantumkan tepat dibawah nama
dagang. Contoh dari nama generic antara lain: paracetamol, chlorpheniramine maleat
(CTM), asam mefenamat, amoksisilin.
2.3 Bentuk sediaan
Bentuk sediaan adalah bentuk obat itu sendiri, ada tablet, kapsul, kaplet, sirop,
eliksir, suspensi, krim, gel, dan suppositoria. Biasanya informasi tentang bentuk
sediaan ini tertulis sebagai berikut: 4 tablet, 4 kaplet salut gula. Untuk bentuk sediaan
cair (sirop, suspensi, atau eliksir) biasanya ditulis di bawah nama dagang (namun
tidak semua).
2.4 Tanda khusus untuk obat
Tanda khusus ini harus tercantum dan telah diatur sejak lama dengan SK
Menkes No.2380 tahun 1983. Tanda ini berupa lingkaran berwarna sesuai dengan
golongan obatnya
2.5 Komposisi
Komposisi yang tercantum pada kemasan obat adalah komposisi
bahan berkhasiat. Karena itu komposisi yang tercantum pada kemasan obat lebih
sedikit daripada komposisi pada kemasan produk makanan yang juga mencantumkan
zat – zat tambahan yang digunakan. Ada juga pengecualian untuk beberapa bahan

11
yang harus tampil pada komposisi obat, contohnya adalah alkohol sesuai SK Ka
BPOM No.131 tahun 2003.
2.6 Indikasi
Indikasi diartikan sebagai tanda atau keadaan yang menunjukkan
atau menggambarkan penyebab, patologi, pengobatan, atau kondisi penyakit. Dengan
kata lain, indikasi pada kemasan obat dapat diartikan sebagai petunjuk kondisi –
kondisi dimana tubuh membutuhkan terapi dengan menggunakan obat tersebut.
2.7 Kontraindikasi
Dari kata kontra tentu saja dapat ditangkap makna yang berbalikan dengan‟
indikasi. Kontraindikasi yang dituliskan pada kemasan obat merupakan petunjuk
kondisi-kondisi dimana penggunaan obat tersebut tidak sesuai.
2.8 Efek Samping
Efek samping yang dituliskan pada kemasan obat adalah suatu keadaan yang
bisa saja terjadi pada saat penggunaan obat dalam rentang dosis terapi. Namun jangan
salah paham dulu ketika membaca efek samping obat yang akan dikonsumsi. Efek-
efek yang disebutkan pada kemasan bisa saja muncul ketika kita mengkonsumsi obat
tersebut, tapi bukan berarti semua efek samping akan kita alami. Ada efek samping
yang umum dialami ketika mengonsumsi obat tertentu, ada juga yang jarang terjadi
atau hanya terjadi pada beberapa orang saja.
2.9 Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan suatu keadaan dimana efek obat berubah dengan
adanya penggunaan obat lain, makanan, minuman, atau zat kimia di lingkungan.
Informasi tentang interaksi obat di kemasan obat biasanya menyatakankan bahan/obat
apa saja yang mempengaruhi efek obat tersebut.
2.10 Cara Kerja Obat
Cara kerja obat yang dituliskan berkaitan dengan efek farmakologi obat,
Istilah – istilah yang tertulis pada bagian ini bermacam – macam, ada yang mudah
dimengerti, adapula yang menggunakan istilah medis, seperti analgesik, antasida,
dekongestan, laksatif dan masih banyak lagi.
2.11 Aturan Pakai

12
Aturan pakai menginformasikan tentang cara penggunaan obat. Aturan pakai
ini tidak sama dengan dosis. Aturan pakai biasanya dituliskan sebagai berikut:1
kapsul 3 kali sehari. ada pula yang menuliskan 3 kali sehari 1 kapsul
2.12 Peringatan
Untuk obat – obat „lingkaran biru pada kemasannya juga harus dilengkapi‟
dengan tanda peringatan obat, sesuai yang diatur dalam SK Menkes Nomor 6355
tahun 1969. Ada 6 jenis tanda peringatan sebagai berikut:

2.13 Nomor Batch


Nomor ini merupakan suatu identitas produksi yang diberikan oleh industry
farmasi terhadap suatu obat dalam satu satuan produksi.
2.14 Nomor Registrasi
Nomor registrasi adalah nomor yang diberikan sebagai tanda obat
telah terdaftar di BPOM dan mendapat izin edar.
2.15 Nama dan Alamat Perusahaan Produsen
Nama dan Alamat Industri Farmasi dituliskan sebagai identitas industry yang
memproduksi obat.
2.16 Tanggal Kadaluarsa
Tanggal kadaluwarsa merupakan istilah yang umum digunakan untuk
menunjukkan suatu waktu dimana produk sudah selayaknya tidak digunakan lagi,

13
sedangkan pelabelan pada kemasan tersier produk memberikan informasi mengenai
produk seperti : nama merek dan nama generik, nomor batch, tanggal pembuatan dan
kadaluarsa, nomor registrasi (diberikan oleh otoritas masing-masing) (Jony malik,
2018).

2.5 Pengertian Wadah Sediaan Cair Steril


Menurut keputusan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK.00.05.4.1745, wadah adalah kemasan yang bersentuhan langsung dengan isi.
Menurut SK Menkes No.193/Kab/B/VII/71 peraturan tentang pembungkus dan
penandaan wadah. wadah adalah salah satu komponen yang penting untuk sediaan
farmasi, karena ketidak sesuaian wadah akan mempengaruhi obat secara keseluruhan
termasuk kestabilan dan efek terapi obat. Menurut USP, wadah adalah alat untuk
menampung suatu obat, atau mungkin dalam hubungan langsung dengan obat tersebut.

2.6 Wadah Kaca


Kaca merupakan produk leburan senyawa organik yang didinginkan tanpa
terjadinya kristalisasi atau dapat disebut cairan kaku. Kaca digunakan sebagai bahan
wadah pilihan untuk sediaan Parenteral. Terutama terdiri dari silikon dioksida dengan
jumlah yang bervariasi dari oksida yang lain seperti natrium, kalium, maupun kalsium.
Wadah kaca yang baik, dapat digambarkan berikut :
a) Wadah kaca harus mampu menahan tekanan, khususnya selama siklus sterilisasi
dengan autoklaf.
b) Wadah juga harus transparan sehingga mudah untuk melakukan perneriksaan
terhadap isi wadah.
c) Mempunyai ketahanan kimia terhadap interaksi dengan isi serta tidak
mengabsorbsi atau mengeluarkan bahan organic.
d) Mudah dibersihkan karena mempunyai permukaan yang licin.

2.6.1 Tipe-Tipe Wadah Kaca


Gelas yang digunakan untuk kemasan dalam mengemas sediaan farmasi digolongkan
menjadi ernpat kategori tergantung pada bahan kimia dari gelas tersebut dan
kemampuannya untuk mencegah peruraian, yaitu :

14
a. Tipe I - borosilicate glass (gelas borosilikat dengan daya tahan tinggi)

Pada proses pembuatan sebagian besar alkali dan kation tanah diganti oleh boron
dan atau alumunium serta zink. Mempunyai daya tahan kimiawi yang sangat baik
sehingga tidak mempengaruhi preparat parenteral yang sangat peka, lebih baik
daripada gelas natrium karbonat. Umumnya digunakan untuk sediaan parenteral.

b. Tipe II - sressed soda lime glass (pelas soda kapu yang diproses)
Adalah gelas soda kapur silikat yang sudah mengalami pengerjaan permukaan
pada bagian yang berhubungan dengan isinya dan mempengaruhi preparat farmasi
yang dikemas. Umumnya digunakan untuk sediaan parenteral bersifat asam dan
netral.
c. Tipe III - regular soda lime glass (gelas soda kapur biasa)
Adalah gelas soda kapur silikat yang mempunyai daya tahan kimiawi yang cukup
sehingga tidak mempengaruhi preparat farmasi yang dikemas. Biasanya tidak
digunakan untuk sediaan perenteral, kecuali jika data uji stabilitas yang sesuai
menunjukkan bahwa kaca Tipe III memenuhi untuk sediaan parenteral yang
dikemas di dalamnya.
d. Tipe NP - general purpose soda lime glass (gelas soda kapur untuk penggunaan
umum)
Adalah gelas soda kapur silikat yang digunakan untuk produk non perentera! yang
dimaksud untuk pemakaian penggunaan oral dan topical.
Gelas Komposisi Sifat-sifat Aplikasi
Tipe I Borosilikat Resistensi terhadap Sediaan parental asidik dan
hidrolisis tinggi, eksporasi netral, bisa juga untuk
termal rendah sediaan alkali yang sama

Tipe II Kaca soda kapur Resistensi hidrolitik relatif Sediaan parental asidik dan
(Diperlukan tinggi netral, bisa juga untuk
dealkalisasi) sediaan alkalin yang sesuai
Tipe III Kaca soda kapur Sama dengan tipe II, tapi Cairan anhidrat dan produk

15
(Tidak mengalami dengan pelepsaan oksida kurang, sediaan parental jika
Perlakuan) sesuai
Tipe NP Kaca soda kapur Resistensi hidrolitik sangat Hanya digunakan untuk
(Penggunaan rendah sediaan non parenteral (Oral,
umum) topical, dsb)

Wadah yang biasa menggunakan gelas adalah botol, pot, vial, dan ampuls.
Kemasangelas dibuat dari tiga tipe gelas, yaitu gelas netral (Tipe I) bersifat kurang
alkali dan lebih banyak aluminium gelas surface treated/borosilkat (Tipe II) bersifat
kurang alkali dan lebih banyak aluminium, sangat baik dan harganya sangat mahal,
dan gelas soda/alkali (Tipe III) digunakan untuk bahan padat kering dan cairan bukan
air.

Contoh Kemasan :

Gambar 1. ampul

Gambar 2. Vial
2.7 Wadah Plastik

16
2.7.1 Kriteria Bahan Plastik
Bahan plastik telah banyak digunakan sebagai wadah untuk berbagai produk.
Saat ini, plastik juga telah dikembangkan untuk pengemasan produk-produk
parenteral termasuk

Cairan infus dan injeksi volume kecil. Plastik yang digunakan sebagai wadah
untuk berbagai produk, baik sediaan farmasi maupun produk lainnya, harus
memiliki kriteria berikut :
1. Komponen produk yang bersentuhan langsung dengan bahan plastik tidak
diadsorpsi secara signifikan pada permukaan plastik tersebut dan tidak
bermnigrasi ke atau melalui plastik.
2. Bahan plastik tidak melepaskan senyawa-senyawa dalam jumlah yang dapat
mempengaruhi stabilitas produk atau dapat menimbulkan risiko toksisitas.

2.7.2 Jenis Plastik


Terdapat dua jenis plastik yang digunakan dalam pengemasan sediaan
parenteral, yaitu :
1. Termoset, yaitu jenis plastik yang stabil pada pemanasan dan tidak dapat
dilelehkan sehingga tidak dapat dibentuk ulang. Plastik termoset digunakan
untuk membuat penutup wadah gelas atau logam.
2. Termoplastik, yaitu jenis plastik yang menjadi lunak jika dipanaskan dan
akan mengeras jika didinginkan. Dengan kata lain, termoplastik adalah jenis
plastik yang dapat dibentuk ulang dengan proses pemanasan. Polimer
termoplastik digunakan dalam pembuatan berbagai jenis

Tabel 4. Contoh plastik yang digunakan untuk wadah sediaan parenteral


Sterile plastic device Plastic material
Container for blood product Polyviny chloride
Disposable syringe Polycarbonate, polyolefins, polypropylene
Irrigating solution container Polyvinyl chloride, polyester, polyolefins
IV infusion fluid container Polyvinyl chloride, polyester, polyolefins
Administration fluid container Acrylonitrile butadiene styrene
Nylone (spike)

17
Polyvinyl chloride (tube)
Polymethylmetachrylate (needle adapter)
Polypropylene (clamp)
Catheter Teflon, polypropylene

2.7.3 Bahan Tambahan


1. Antioksidan
Polimer sering kali terurai dengan adanya panas, cahaya, ozon dan
tekanan mekanik Reaksi oksidasi dapat menghasilkan bentuk radikal bebas
yang dikontribusikan secara bergiliran untuk degradasi polimer yang
menyebabkan plastik kehilangan fisik penting dan sifat mekanik. Dengan
adanya antioksidan di dalam formulasi plastik akan mengurangi tingkat
degradasi secara significant dan memperpanjang umur penggunaan wadah
plastik tersebut.
Ada dua tipe antioksidan, yaitu:
 Antioksidan primer: merupakan ujung rantai radikal bebas. Pada dasarnya
antioksidan primer merupakan donor hydrogen yang dapat mengakhiri
reaksi penggabungan radikal bebas.
Contoh: arilamin sekunder.
 Antioksidan sekunder : dapat merusak peroksida dan hal ini menyebabkan
eliminasi pembentukan radikal bebas. Contoh : fosfat dan tioester.

Sering kali lebih dari satu antioksidan digunakan dalam suatu polimer untuk
mendapatkan cfek yang sinergis dari kombinasi beberapa antioksidan.
2. Stabilizer
Berguna untuk mencegah degragasi polimer oleh panas dan cahaya. Selain
itu juga dapa berguna untuk memperpanjang umur polimer. Contoh: garam
asam lemak, oksida anorganik, organometalik.

3. Lubricant

18
Lubricant digunakan untuk memodifikasi karakteristik permukaan dari
polimer yang dicetak dan membantu proses pencetakan. Penambahan lubricant
pada polimer secara umum mengurangi viskositas dari polimer tersebut, yakni
menyenbabkan polimer lebih mudah mengalir selama proses pencetakan.
Lubricant juga memodifikasi permukaan polimer yang dibuat agar polimer
tersebut tidak melekat pada mesin pencetak. Lubricant yang paling banyak
dipakai adalalah asam lemak, logam stearat, lemak paraffin, silicon, fatty
alcohol, fatty esters, fatty amides.

4. Plasticizier
Piasticizer digunkan untuk memperbaiki daya kerja dari polime,
fleksibilitas, ekstensibilitas, daya banting, dan kelenturan. Disamping itu
penamabahan plasticizer dapat mengurangi daya rentang polimer. Plasticizer
yang sering dipakai adalah dialkil phtalat, polimer dengan BM kecil.

5. Filler (Bahan Pengisi)


Penambahan bantingan, stabilitas terhadap panas, dan mengurangi biaya
pembuatan. Penambahan bahan pengisi biasanya tidak mengurangi transparansi
dari wadah plastik.
6. Colorant (Bahan Pewarna)
Bahan pewarna ditambahkan untuk memberikan warna pada plastik.

2.7.4 Plastik yang Digunakan Untuk Wadah Sediaan Parenteral Volume Besar
(LVP)
 Polyolefins
1. Polypropylene
Polypropyiene adalah polyolefin yang paling banyak digunakan.
Polyethylene berbentuk Iinear. Struktur kimianya disusun secara komplit oleh
carbon dan hidrogen. -(-CH2-CH(CH3)- CH2-CH(CH3)-n
Pengulangan dari struktur ini memberikan struktur kristal yang tinggi. Dalam
susunan kristal, gugus-CH3 menambah kekakuan dari polimer. Polypropylene

19
memiliki daya rentang yang tinggi yang mampu menahan tekanan. Daya rentang
yang tinggi, dalam hubungannya dengan titik leleh yang tinggi pula yaitu 1659C,
sangat penting untuk manufaktur LVP karena wadah yang dibuat dari
polypropylene memiliki kemapuan untuk menahan temperatur tinngi pada Proses
sterilisasi tanpa terurai.
Polypropylene sangat resisten terhadap hampir semua pelarut organik pada
temperatur kamar, asam dan basa kuat. Polypropylene merupakan barier yang
baik terhadap gas dan uap air. Selain itu juga wadah yang terbuat dari
potypropylene memberikan kejernihan yang memuaskan. Kelemahan yang
dinuliki polypropylene adalah rapuh pada temperatur kamar.
2. Polyethylene
Low density atau polyethylene yang bercabang adalah polimer etilen
bercabang yang dikomersialkan pertama kali Polyethylene tipe ini disebut juga
LDPE (Low Dersity Polyethylene). Pada penggunaannya LDPE im digantikan
oleh linear low density polyethylene (LLDPE) yang sedikit lebih mahal dan
memiliki properti yang lebih diinginkan.
3. Copolymer
Kopolimer dari ethylene dan propylene telah banyak digunakan sebagai
wadah sediaan LVP. Dalam kenyataannya, polypropykne dan kopolimer dari
etilen-propilen merupakan polyolefins yang paling banyak digunakan sebagai
wadah LVP.
Dengan pepaduan sedikit fraksi etilen sebagai kompleks polimer dengan
propilen, sejumlah sifat yang diinginkan dapat diperoleh. Penggabungan etilen
mengurangi kekakuan atau kekerasan dari propilen, memperbaiki pengolahan, dan
sedikit mengurangi titik leleh dari propilen. Titik lelehnya berkisar antara 145 dan
150°C. Hal ini membuat kopolimer ethyl propylene (EP) cocok untuk digunakan
peda sterilisasi uap.

 Poly (vinyl Chloride)

20
Poly(vinyl chloride) atau PVC memiliki monomer vinyl dari monokloroetan. PVC
dihasilkan dari polimerisasi gas vinyl klorida (CH 2=CHCI) dengan inisiator
seperti peroksida Organik atau persufat anorganik. Inisiator bekerja untuk
menghasilkan radikal bebas dan menggabungkan reaksi polimerisasi.
 Semua produk yang terbuat dari PVC, 45 bersifat fleksibel. Sifat-sifat dari
PVC antara lain adalah sebagai berikut:
 Rusak pada pemanasan yang berlebihan mulai 280°C
 Barier yang sangat baik terhadap minyak menguap, alkohol dan pelarut
petrolatum. Menahan odors dan flavors.
 Barrier yang baik terhadap oksigen, tidak dipengaruhi oleh asam, basa kecuali
beberapa asam oksidator.
 Memiliki kerapatan yang lebih tinggi (1,16-1,35 g/cm3) dibandingkan dengan
polimer lain seperti polyethylene (0,92-0,96 g/cm3) dan polypropyiene (0,90
g/cm3).

Tabel 5. Formulasi komponen PVC


Component Level (phr)a
PVC resin 100
Plastikizer 30-40
Stabilizer 0,25-7
a
phr = bagian per seratus bagian resin menurut beratnya

1. Pvc
Polystyrene
 Rigid, plastik kristal yang jernih, tidak bermanfaat untuk produk cair.
 Transmisi uap air tinggi dan permeabilitas terhadap oksigen tinggi.
 Wadah mudah tergores dan mudah retak bila jatuh.
 Titik leleh rendah (190°F) tidak dapat untuk bahan panas.
 Tahan terhaadp asam (kecuali asam oksidator kust) dan basa, dipengaruhi
oleh bahan senyawa kimia dan menyebabkan mudah retak.
2. Nylon

21
 Dibuat dari asam dibasa dan diamin (Nylon 6/10 : 6 atom karbon dalam
diamin dan 10 dalam asam).
 Nylon dan poliamin tertentu dapat dibuat menjadi wadah dinding tipis.
 Dapat di sterilisasi dengan autoclave, sangat kuat dan cukup sulit dirusak
sccara mekanik.
 Tahan terhadap berbagai bahan organik dan anorganik.
 Impermiabilitasnya tinggi terhadap oksigen.
 Bukan barier yang baik terhadap uap air.
3. Polycarbonate
 Rigid seperti gelas dan dapat disterilkan berulang.
 Cukup tahan terhadap bahan kimia.
 Barier yang cukup terhadap kelembaban.
 Tahan terhadap asam encer, zat oksidator dan reduktor, garam, minyak,
minyak pelumas, dan hidrokarbon alifatik.
 Dipengaruhi oleh alkali, amin, keton, ester, hidrokarbon aromatik, dan
beberapa alkohol.
4. Acryiic multi polymer (Nitrile Potymers)
 Mewakili monomer acrylo nitrile atau methaacrylo nitrile.
 Barier yang baik terhadap gas, tahan terhadap bahan kimia.
 Kekuatan sangat bagus dan aman dimusnahkan dengan incinerator
 Standar keamanan FDA: residu monomer acrylo nitrile kurang dari 11 ppm
dengan migrasi yang diizinkan kuang dari pada 0,3 ppm untuk semua
produk makanan.
5. Polyethylene Terephtalate (PET)
 Polimer kondensai dibentuk oleh reaksi asam terephtalat atau dimetil
terephtalat dengan ethylene gliycol dengan adanya katalis.
 Barier yang baik terhadap gas dan aroma.
 Kekuatan sangat baik.

22
2.7.5 Contoh Wadah Plastik

Gambar 3. Ampul plastik

Gambar 4. Nebulizer

Gambar 5. Infus Gambar 6. Eye drop

2.8 Tutup Karet


Karet merupakan bahan polimer yang dapat ditarik/diregangkan sampai minimal dua
kali dari panjang dan akan kembali ke panjang semula jika dilepas, pada suhu kamar.
Karet merupakan bahan yang kompleks, terbentuk dari dua sampai 10 bahan dasar.
Komponen utama dari karet adalah elastomer. Tutup elastomerik dapat berasal dari bahan
alam atau Sintetis. Sifat tutup elastomerik tidak hanya bergantung pada bahan-bahan di
atas, tetapi juga pada prosedur pembuatan seperti pencampuran, penggilingan, bahan
pengabu yang digunakan, pencetakan dan pemasakan. Contoh sifat yang diinginkan dari
elastomer adalah kompresibilitas dan kemampuan untuk menutup kembali.
Terdapat dua macam klasifikasi elastomer, yaitu jenuh dan tidak jenuh, tergantung
pada ikatan rangkap yang reaktif pada rantai utama atau rantai samping dari elastomer.
Derajat dari ikatan tak jenuh menunjukan sifat fisik dan kimia dari elastomer yang
nantinya akan mempengaruh sifat karet.
23
Sifat-sifat tutup elastomerik yang baik :
a. Permukaan harus licin dan tidak berlubang agar dapat dicuci bersih.
b. Menutup rongga-rongga kecil pada permukaan, seperti leher bagian dalam vial
atau dinding-dinding bagian dalam syringe hipodermik. Bahan lain seperti gelas,
logam tak memiliki kemampuan ini.
c. Kekerasan dan elastisitasnya harus mencukupi sehingga ia dapat melewatkan
jarum suntik tanpa membuatnya menjadi tumpul.
d. Mudah ditembus oleh jarum syringe hipodermik dan menutup rapat kembali
dengan cepat setelah jarum ditarik.
e. Pada masuknya jarum injeksi tidak ada partikel tutup elastomerik yang mencapai
ke dalam larutan injeksi.
f. Tak mengalami perubahan sifat akibat proses sterilisasi
g. Impermeabel terhadap udara dan lembab (untuk meghindari peruraian obat vang
sensitif terhadap udara).

2.8.1 Penggunaan Elastomeric


Elastomer digunakan sebagai tutup primer vial parenteral dan merupakan salah
satu jenis bahan yang banyak digunakan sebagai tutup sediaan farmasi. Karet dapat
dibentuk menjadi tutup vial dalam berbagai bentuk dan ukuran, dari unit-dose
sampai tutup wadah bermuatan beberapa liter. Kedudukan tutup vial dijaga oleh
lapisan segel logam sampai ke leher vial.

Gambar 7. Tutup vial Elastomer

24
BAB VI
PEMBAHASAN

1
DAFTAR PUSTAKA

1. Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor


HK.00.05.4.1745 SK Menkes No.193/Kab/B/VII/71
2. Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 tahun 2011 Tentang kriteria dan tata laksana registrasi obat
3. Anonim. 2007. United States Pharmcopeia 30 - National Formulary 25. United States:
The United States Pharmacopcial Convention.
4. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
5. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan: | 1995. hal. 977-978
6. Amin Mahmoud, Osama Dr. .STERILE DOSAGE FORMS (PARENTERALS).Page 22-
24
7. Anonim, 2006, Pedoman Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, Badan
Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia, Edisi IV.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta
9. DMK. (2017). Panduan Pengemasan pharmacy. Pharmacheutical. Jakarta.
10. Julianti, Elisa dan Mimi Nurminah,(2006). Buku Ajar Tekologi Pengemasan. Universitas
Sumatera Utara Press : Sumatera.
11. Kurniawan, Dhadang Wahyu & Teuku Nanda, S.S . (2012) Teknologi Sediaan Farmasi.
Purwokerto : Laboratorium Farmasetika Unsoed.
12. Lund, Walter, 1994, Pharmaceutical Codex Twelfth Edition, The Pharmaceutical Press :
London
13. Mallik Jony, Dkk. (2018). PHARMACEUTICAL PACKAGING –AN ART OF
PROTECTION, PRESERVATION AND PRESENTATION- AN EXHAUSTIVE
REVIEW. International Journal of Modern Pharmaceutical Research. IJMPR 2018, 7(1),
29-37

Anda mungkin juga menyukai