Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KORBAN

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DAN PEMERKOSAAN

Kelompok 8
1. Atika Yuliana (2720200002)
2. Desi Priandi (2720200063)
3. Eka Listiani (2720180100)
4. Nur Khanifatun Nisa (2720200059)

Universitas Islam Assyafi’iyah

Jl. Raya Jatiwaringin No. 12, Rt. 006/005, Jaticempaka, Kec. Pondok Gede, Kota Bekasi Jawa Barat
17411

Pemerkosaan
A. Definisi
Pemerkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapare yang berarti mencari,
mamaksa, merampas atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Pemerkosaan adalah
suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-
laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan
hukum. (Wigjosubroto dalam prasetyo, 1997)
B. Penyebab Terjadinya Pemerkosaan
1. Kemarahan
2. Mencari kepuasan seksual
3. Prilaku wanita-wanita yang menggoda
4. Gambar atau film porno
C. Resiko Psikis dan Kesehatan Reproduksi
1. Korban perkosaan biasanya mengalami trauma
2. Rasa takut yang berkepanjangan
3. Tidak mampu kembali berinteraksi secara sosial dengan masyarakat secara
normal
4. Tak jarang dikucilkan dan buang oleh lingkungannya karena dianggap
membawa aib
5. Resiko tinggi menjadi tidak mampu melakukan aktivitas seksual secara normal
pada kehidupannya dimasa datang
D. Bentuk-Bentuk Perkosaan yang Diakui dan Dikenal
1. Perkosaan oleh orang yang tak dikenal
2. Perkosaan oleh orang teman atau pacar
3. Perkosaan oleh orang yang dikenal
4. Perkosaan oleh pasangan perkawinan
5. Pelecehan seksual
6. Perkosaan oleh atasan ditempat kerja

E. Fase Reaksi Psikolog Terhadap Perkosaan


1. Fase Disorganisasi Akut
Fase yang dimanifestasikan dalam 2 cara:
a. Keadaan terekspresi yaitu syok, tidak percaya, takut, rasa memalukan,
marah dan bentuk emosi yang lainnya.
b. Keadaan terkontrol, dimana perasaan tertutup atau tersembunyi dan korban
tampak tenang
2. Fase menyangkal dan tanpa keinginan untuk bicara tentang kejadian, diikuti
tahap cemas yang meningkat, takut mengingat kembali, gangguan tidur, terlalu
waspada dan reaksi psikosomatik.
3. Fase Reorganisasi
Dimana kejadian ditempatkan pada perspektif, beberapa korban tidak benar-
benar pulih dan mengembangkan gangguan stress kronik.

F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah memberikan dukungan simpatis, untuk
menurunkan trauma, emosional pasien dan mengumpulkan bukti yang ada untuk
kemungkinan tindakan legal.
1. Hormati privacy dan sensitifitas pasien, bersikap baik dan memberikan
dukungan.
2. Yakinkan pasien bahwa cemas adalah sesuatu yang dialami.
3. Terima reaksi emosi pasien, misalnya terlalu perasa.
4. Jangan tinggalkan pasien sendiri

G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Identitas Klien
Terdiri dari nama, alamat, umur, pekerjaan, status perkawinan, agama,
tanggal masuk, diagnosa, tanggal didata, dan lain-lain.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan keluarga
c. Riwayat kesehatan dahulu
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala: Bagaimana kepala dan rambut
b. Mata: Bagaimana keadaan palpebra, conjungtiva, sklera, pupil,
c. Mulut: Tonsil, keadaan lidah dan gigi geligi
d. Leher: Apakah mengalami pembesaran kelenjer tyroid
e. Dada: Jenis pernafasan
f. Abdomen: Apakah simetris, oedema, lesi, dan bunyi bising usus
g. Genitalia: Bagaimana alat genitalianya
h. Ekstremitas: Kegiatan dan aktivitas
4. Kemungkinan Diagnosa yang Muncul
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan perkosaan (luka bekas
perkosaan).
b. Cemas berhubungan dengan status sosial, krisis situasi.
c. Harga diri rendah berubungan dengan krisis situasional, isolasi sosial.
5. Perencanaan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan perkosaan (luka bekas
perkosaan)
1) Tujuan: rasa nyaman terpenuhi
2) KH: nyeri hilang, klien tampak rileks
3) Intervensi:
a) Kaji tipe atau lokasi nyeri
R: Berguna dalam memberi pengobatan ketidaknyamanan
b) Dorong dengan menggunakan teknik manajemen stress, contoh
nafas dalam R: Meningkatkan relaksasi, menfokuskan kembali
perhatian klien
c) Atur posisi klien kearah yang nyaman
R: Mengurangi rasa sakit an meningkatkan relaksasi klien
d) Memberikan obat sesuai indikasi, contoh analgesik
R: Mungkin dibutuhkan untuk menghilangkan rasa nyeri
b. Cemas berhubungan dengan untuk menghilangkan rasa nyeri
1) Tujuan: cemas terastasi
2) KH: klien tidak cemas lagi
3) Intervensi:
a) Berikan informasi pada pasien atau orang terdekat
R: Memberikan informasi yang dapat membantu perkembangan
kerahasiaan pasien dimana hak-hak pasien terus dijaga selama
perawatan
b) Kaji tingkat cemas dan diskusikan penyebabnya bila mungkin
R: Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan
individu untuk menghadapinya dengan lebih realistis
c) Kembangkan hubungan pasien-perawat
R: Hubungan yang saling mempercayai diantara pasien atau orang
terdekat akan meningkatkan perawatan
d) Rujuk pada pelayanan sosuak atau lemabaga lain yang sesuai untuk
bantuan
R: Sering kali pasien tidak menyadari sumber-sumber yang tersedia
c. Harga diri rendah berhubungan dengan krisis situasional, isolasi social
1) Tujuan: harga diri klien teratasi
2) KH: harga diri klien tidak rendah lagi
3) Intervensi:
a) Dengarkan keluhan pasien dan tanggapannya mengenai keadaan
yang dialami
R: Memberikan petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya
b) Anjurkan keluarga untuk memperlakukan pasien senormal mungkin
R: Melibatkan pasien dalam keluarga mengurangi terisolasi dari
lingkungan sosial.
c) Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai indikasi
R: Mungkin diperlukan sebagai bantuan tambahan untuk
menyesuaikan pada perubahan gambaran diri atau kehidupan.
6. Implementasi
Tindakan yang langsung yang dilakukan pada klien baik yang sesuai
dengan yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan. Implementasi ini
dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
7. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang terdiri
dari SOAP (Subjective, Objective, Analisa dan Planning).
A. Definisi
Pengertian kekerasan menurut WHO (1999) Kekerasan adalah .penggunaan
kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan
atau sekelompok orang (masyarakat) yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak.
Sedangkan, definisi dari kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT menurut UU
no. 23 tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau pederitaan secara fisik, seksual, psikologis
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga.
Maka dapat disimpulkan bahwa KDRT adalah penggunaan kekuatan fisik dan
ancaman terhadap seorang individu didalam keluarga terutama istri (perempuan) yang
mengakibatkan trauma baik secara fisik maupun psikologis.
B. Faktor – Faktor Penyebab KDRT
Ada faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu :
1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri. Anggapan
bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk sedemikian rupa dalam
keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami oleh
karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini
menyebabkan suami menjadi merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang
terhadap istrinya.
2. Ketergantungan ekonomi.
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk
menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun
tindakan keras dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya
dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anak-anaknya.
Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada istrinya.

3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik

Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun
kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan, kemudian dilakukan tindakan
kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan
perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus
diperlakukan secara keras agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan
bahwa suami sering menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem
rumah tangganya.

4. Persaingan
Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak
terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal ini penting karena bisa jadi
laporan korban kepada aparat hukum dianggap bukan sebagai tindakan kriminal tapi
hanya kesalahpahaman dalam keluarga. Hal ini juga terlihat dari minimnya KUHAP
membicarakan mengenai hak dan kewajiban istri sebagai korban, karena posisi dia hanya
sebagai saksi pelapor atau saksi korban. Dalam proses sidang pengadilan, sangat minim
kesempatan istri untuk mengungkapkan kekerasan yang ia alami.

Beberapa faktor pencetus terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai
berikut :
1. Faktor Masyarakat
-Kemiskinan
-Urbanisasi yang terjadi keenjangan pendapatan di antara penduduk kota.
-Masyarakat keluarga ketergantungan obat
-Lingkungan dengan frekuensi dan kriminalitas yang tinggi
2. Faktor Keluarga
-Adanya anggota keluarga yang sakit dan membutuhkan bantuan terus-menerus,
misalnya anak dengan kelainan mental dan orang lanjut usia (lansia).
-Kehidupan keluarga yang kacau, tidak saling mencintai dan menghargai serta tidak
menghargai peran wanita.
-Kurang adanya keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga.
-Sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas.
3. Faktor Individu
Di Amerika Serikat, mereka yang mempunyai resiko lebih besar mengalami kekerasan
dalam rumah tangga ialah sebagai berikut :
-Wanita yang lajang, bercerai, atau ingin bercerai.
- Berumur 17-28 tahun.
- Ketergantungan obat atau alkohol atau riwayat ketergantungan kedua zat
tersebut.
- Sedang hamil.
- Mempunyai partner dengan sifat memiliki dan cemburu berlebihan.

Faktor Presdiposisi
a. Faktor Psikologis
Psycoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat
dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh
dua insting. Pertama insting hidup yang dapat di ekspresikan dengan seksualitas; dan
kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation agression theory ; teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini berawal
dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi
perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi.
Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku
agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilkau agresif, mendukung pentingnya peran
dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan
bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :
- Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu menyelesaikan
secara efektif.
-Severe Emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak,
atau seduction parental, yang mengkin telah merusak hubungan saling percaya (trust)
dan harga diri.
-Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan
atau koping.

b. Faktor Sosial Budaya


Social Learning Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini
mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon- respon yang lain. Agresi
dapat di pelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan makan semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan
merespon terhadap keterbangkitaan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon
yang di pelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau ekternal. Contoh internal; orang
yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih
agresif dibandingkan mereka yang tidak menonton film tersebut; seseorang anak yang
marah karena tidak boleh beli es kemudian ibunya memberinya es agar si anak
mendapatkan apa yang dia inginkan. Contoh eksternal; seorang anak menunjukan
perilaku agresif setelah melihat seseorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk
perilaku agresif terhadap sebuah boneka.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima.
Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar
biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (yang berada di tengah sistem limbik binatang ternyata
menimbulkan perilaku agresif). Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing
mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya berdiri
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif adalah serotonin,
dopamin, norepinephrine, acetilkolin, dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung :
- Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan.
- Sering mengalami kegagalan.
- Kehidupan yang penuh tindakan agresif.
- Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).

Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam.
Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya
ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin
dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena
itu, baik perawat maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasikannya. Ancaman
dapat berupa internal ataupun eksternal. Contoh stressor eksternal yaitu serangan secara
psikis, kehilangan hubungan yang di anggap bermakna dan adanya kritikan dari orang
lain. Sedangkan stressor dari internal yaitu merasa gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan orang yang dicintainya, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku
kekerasan terbagi dua, yaitu :
- Klien : Kelemahan fisik, keputusasaan ketidakberdayaan, kurang
percaya diri.
- Lingkungan : Ribut, kehilangan orang / objek yang berharga interaksi sosia

C. Tanda Keluarga dengan KDRT


 Isolasi sosial
Anggota keluarga merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak mengundang orang lain
datanng kerumah mereka atau tidak mengatakan kepada orang lain apa yang terjadi.
Anak dan wanita yang mengalami penganiyaan sering kali diancam oleh penganiaya
bahwa mereka akan lebih disakiti jika mengungkapkan rahasia tersebut. Anak- anak
mungkin diancam bahwa ibu, saudara kandung atau hewan peliharaan mereka kan
dibunuh jika oranng diluar keluarga mengetahui penganiayaan tersebut. Mereka
ditakuti agar mereka menyimpan rahasia atau mencegah orang lain mencampuri “
urusan keluarga yang pribadi
 Kekuasaan dan control
Anggota keluarga yang mengalami penganiayaan hampir selalu berada dalam posisi
berkuasa dan memilki kendali terhadap korban, baik korban adalah anak, pasangan, atau
lansia. Penganiaya bukan hanya menggunakan kekuatan fisik terhadap korban, tetapi
juga kontrol ekonomi dan sosial. Penganiaya sering kali adalah satu-satunya anggota
keluarga yang membuat keputusan, mengeluarkan uang, atau diijinkan untuk
meluangkan waktu diluar rumah dengan orang lain. Penganiaya melakukan
penganiayaan emosional dengan meremehkan atau menyalahkan korban dan sering
mengancam korban. Setiap indikasi kemandirian atau ketidakpatuhan anggota keluarga,
baik yang nyata atau dibayangkan, biasanya menyebabkan peningkatan prilaku
kekerasan (singer at al, 1995).

 Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan yang lain


Ada hubungan antara penyalahgunaan zat, terutama alkohol, dengan kekerasan dalam
keluarga. Hal ini tidak menunjukkan sebab dan akibat- alkohol tidak menyebabkan
individu menjadi penganiaya sebalik,
penganiaya juga cenderung menggunakan alkohol atau obat-obatan lain. 50-90% pria
yang memukul pasangannya dalam rumah tangga juga memiliki riwayat
penyalahgunaan zat. Jumah wanita yang mengalami penganiayaan dan mencari pelarian
dengan menggunakan alkohol mencapai 50 %. Akan tetapi, banyak peneliti yakin bahwa
alkohol dapat menguurangi inhibisi dan membuat perilaku kekerasan lebiih intens atau
sering (denham, 1995).

Alkohol juga disebut sebagai faktor dalam kasus pemerkosaan terhadap pasangan
kencan atau pemerkosaan oleh orang yang dikenal. CDC’s division of violence
prevention melaporkan bahwa studi mengidentifikasi penggunaan alkohol atau obat
yang berlebiihan yang dikaitkan dengan penganiayaan seksual.
 Proses transmisi antargenerasi
Berarti bahwa pola prilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui model peran dan pembelajaran sosial (humphreeys, 1997;tyra, 1996).
Transmisi antargenerasi menunjukkan bahwa kekerasan dalam keluarga merupakan
suatu pola yang dipelajari. Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam
keluarga akan belajar dari melihat orang tua mereka bahwa kekerasan ialah cara
menyelesaikan konflik dan bagian integral dalam suatu hubungan dekat. Akan tetapi
tidaak semua orang menyaksikan kekerasan dalam keluarga menjadi penganiayaa atau
pelaku kekerasan ketika dewasa sehingga faktor tunggal ini saja tidak menjelaskan
prilku kekerasan yang terus ada.

Kekerasan Fisik

 Kekerasan Fisik Berat, berupa penganiayaan berat seperti menendang;


memukul, menyundut; melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan
semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan:
1. Cedera berat
2. Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
3. Pingsan
4. Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang
menimbulkan bahaya mati
5. Kehilangan salah satu panca indera.
6. Mendapat cacat.
7. Menderita sakit lumpuh.
8. Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
9. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
10. Kematian korban.

 Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan


perbuatan lainnya yang mengakibatkan:
1. Cedera ringan
2. Rasa sakit dan luka fisik yang tidak masuk dalam kategori berat
3. Melakukan repitisi kekerasan fisik ringan dapat dimasukkan ke dalam
jenis kekerasan berat.

Kekerasan Psikis

 Kekerasan Psikis Berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi,


eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang
merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman
kekerasan fisik, seksual dan ekonomis; yang masing-masingnya bisa
mengakibatkan penderitaan psikis berat berupa salah satu atau beberapa
hal berikut:

1. Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau


disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau
menahun.
2. Gangguan stres pasca trauma.
3. Gangguan fungsi tubuh berat (seperti tiba-tiba lumpuh atau buta tanpa
indikasi medis)
4. Depresi berat atau destruksi diri
5. Gangguan jiwa dalam bentuk hilangnya kontak dengan realitas seperti
skizofrenia dan atau bentuk psikotik lainnya
6. Bunuh diri

 Kekerasan Psikis Ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi,


eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk
pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang
merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual
dan ekonomis yang masing-masingnya bisa mengakibatkan penderitaan
psikis ringan, berupa salah satu atau beberapa hal di bawah ini:

1. Ketakutan dan perasaan terteror


2. Rasa tidak berdaya, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak
3. Gangguan tidur atau gangguan makan atau disfungsi seksual
4. Gangguan fungsi tubuh ringan (misalnya, sakit kepala, gangguan
pencernaan tanpa indikasi medis)
5. Fobia atau depresi temporer

Kekerasan Seksual

 Kekerasan seksual berat, berupa:

1. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ


seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang
menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat
korban tidak menghendaki.
3. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan
dan atau menyakitkan.
4. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran
dan atau tujuan tertentu.
5. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
6. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat
yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.

 Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti


komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara
non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan
lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban
bersifat melecehkan dan atau menghina korban.
 Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam
jenis kekerasan seksual berat.

Kekerasan Ekonomi

 Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan


pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:

1. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.


2. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
3. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.

 Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya sengaja yang


menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi atau
tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

D. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Dalam hal ini banyak dampak yang ditimbulkan oleh kekerasan itu sendiri.
Dampak kekerasan dalam rumah tangga akan terjadi pada istri, anak,
bahkan suami.
1. Dampak pada istri :
1. Perasaan rendah diri, malu dan pasif
2. Gangguan kesehatan mental seperti kecemasan yang berlebihan,
susah makan dan susah tidur
3. Mengalami sakit serius, luka parah dan cacat permanen
4. Gangguan kesehatan seksual
5. Menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat
tindakan kekerasan
6. Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan
hilangnya gairah seks, karena istri menjadi ketakutan dan tidak
bisa merespon secara normal ajakan berhubungan seks
7. Terus menerus mengalami ketakutan dan kecemasan, hilangnya
rasa percaya diri, hilang kemampuan untuk berindak dan rasa
tidak berdaya
8. Kematian akibat kekerasan fisik, pembunuhan atau bunuh diri
9. Trauma fisik berat : memar berat luar/dalam, patah tulang, cacat
10. Trauma fisik dalam kehamilan yang berisiko terhadap ibu dan
janin
11. Kehilangan akal sehat atau gangguan kesehatan jiwa
12. Curiga terus menerus dan tidak mudah percaya kepada orang lain
(paranoid)
13. Gangguan psikis berat (depresi, sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi
seksual, kurang nafsu makan, kelelahan kronis, ketagihan alkohol
dan obat-obatan terlarang)
2. Dampak pada anak :
1. Mengembangkan prilaku agresif dan pendendam
2. Mimpi buruk, ketakutan, dan gangguan kesehatan
3. Kekerasan menimbulkan luka, cacat mental dan cacat fisik
4. Meniru tindakan kekerasan yang terjadi di rumah
5. Menjadi sangat pendiam dan menghindar
6. Mimpi buruk dan ketakutan
7. Sering tidak makan dengan benar
8. Menghambat pertumbuhan dan belajar
9. Menderita banyak gangguan kesehatan
3. Dampak pada suami :
1. Merasa rendah diri, pemalu, dan pesimis
2. Pendiam, cepat tersinggung, dan suka menyendiri
4. Dampak terhadap masyarakat
1. Siklus kekerasan akan terus berlanjut ke gerasi yang akan datang
2. Anggapan yang keliru akan tetap lestari bahwa pria lebih baik dari
wanita
3. Kualitas hidup manusia akan berkurang karena wanita tidak
berperan serta dalam aktivitas masyarakat bila wanita tersebut
dilarang berbicara atau terbunuh karena tindakan kekerasan
4. Efek terhadap produktifitas, misalnya mengakibatkan
berkurangnya kontribusi terhadap masyarakat, kemampuan
realisasi diri dan kinerja, dan cuti sakit bertambah sering

Selain itu menurut Suryasukma efek psikologis penganiyaan bagi banyak


perempuan lebih parah disbanding efek fisiknya. Rasa takut, cemas, letih,
kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan tidur merupakan reaksi
panjang dari tindak kekerasan terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan
reproduksi terganggu secara bilologis yang pada akhirnya terganggu secara
sosiologis. Istri yang teraniaya sering mengisolasi diri dan menarik diri karena
berusaha menyembunyikan bukti penganiyaan mereka.

Perempuan terganggu kesehatan reproduksinya bila pada saat tidak hamil


mengalami gangguan menstruasi seperti menorhagia, hipomenohagia atau
metrohagia bahkan wanita dapat mengalami menopause lebih awal, dapat
mengalami penurunan libido, ketidakmampuan mendapatkan orgasme.

Diseluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil yang mengalami


kekerasan fisik dan kekerasan seksual oleh pasangannya. Pada saat hamil, dapat
terjadi keguguran/abortus, persalinan immature, dan bayi meninggal dalam rahim.
Pada saat bersalin, perempuan akan mengalami penyulit persalinan seperti
hilangnya kontraksi uterus, persalinan lama, persalinan dengan alat bahkan
pembedahan. Hasil dari kehamilan dapat melahirkan bayi dengan BBLR.
Terbelakang mental, bayi lahir cacat fisik atau bayi lahir mati.

Dampak lain yang juga mempengaruhi kesehatan organ reproduksi istri


dalam rumah tangga diantaranya perubahan pola pikir, emosi dan ekonomi
keluarga. Dampak terhadap pola pikir istri misalnya tidak mampu berpikir secara
jernih karena selalu merasa takut, cenderung curiga (paranoid), sulit mengambil
keputusan, tidak bias percaya dengan apa yang terjadi. Istri yang menjadi korban
kekerasan memiliki masalah kesehatan fisik dan mental dua kali lebih besar
dibandingkan yang tidak menjadi korban termasuk tekanan mental, gangguan
fisik, pusing, nyeri haid, terinfeksi penyakit menular (www.depkes.go.id).

Dampak terhadap ekonomi keluarga adalah persoalan ekonomi, hal ini


terjadi tidak saja pada wanita yang tidak bekerja tetapi juga pada wanita yang
bekerja atau mencari nafkah. Seperti terputusnya akses mendadak , kehilangan
kendali ekonomi rumah tangga, biaya tak terduga untuk tempat tinggal,
kepindahan, pengobatan, terapi serta ongkos untuk kebutuhan yang lain.

E. Rentang respon marah


Patricia D. Barry (1998:140), menyatakan bahwa marah adalah suatu keadaan
yang merupakan campuran dari perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini
didasari karena emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting
dari keadaan emosional kita yang di proyeksikan ke lingkungan, kedalam diri atau
secara destruktif.
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman
(Stuart & Sundeen, 1995).
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996).
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang adaptif
dan mal adaptif.
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Kegagalan dapat menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif


dan melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif=kekerasan perilaku
yang I menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
2. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
3. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang sedang dialam.
4. Agresif : Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.
5. Amuk : tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak
terkontrol.

F. Mitos dan Fakta KDRT

1. Isteri dipukul karena membantah, melawan suami, dan


berbuat kesalahan besar adalah hal yang “wajar”.
2. KDRT hanya terjadi pada pasangan yang memulai perkawinan
tanpa dasar saling cinta (dijodohkan).
3. KDRT hanya terjadi pada suami yang memiliki kelainan jiwa.
4. KDRT hanya terjadi pada pasangan yang kondisi sosial ekonominya
rendah.
5. KDRT terjadi karena suami yang mabuk, kalah judi, gagal dalam
pekerjaan, dan sebagainya
6. KDRT hanya dilakukan suami yang memang berperangai kasar
7. KDRT adalah persoalan perempuan Barat
8. KDRT hanya terjadi karena kedua pasangan suami-isteri yang sibuk
dengan pekerjaannya masing-masing
9. Pemukulan terhadap isteri itu terjadi semata-mata karena suami
lepas kontrol atau marah
10. Pemukulan terhadap isteri tidak akan terjadi apabila suami
isteri beragama dengan baik dan taat
FAKTA
1. Suami memukul isteri karena “kesalahan isteri” berdasarkan
standar nilai si suami.
2. KDRT terjadi pada pasangan yang memulai perkawinan dengan dasar
saling cinta.
3. KDRT dilakukan oleh suami yang normal (tidak punya kelainan jiwa).
4. KDRT banyak juga terjadi pada pasangan yang kondisi sosial
ekonominya tinggi.
5. KDRT dilakukan oleh suami yang tidak mabuk, tidak kalah judi, bahkan
sukses di dalam karir
6. KDRT dilakukan oleh suami yang mampu bergaul dengan baik dan
santun kepada semua orang
7. KDRT adalah persoalan perempuan dan laki-laki di seluruh dunia
8. KDRT justru bisa terjadi karena “intens” tingkat hubungan yang
“melampaui” standar masing-masing
9. Pemukulan terhadap isteri bisa terjadi dalam keadaan dan kondisi
apa saja
10. Pemukulan terhadap isteri justru dengan alasan diperbolehkan
agama (pengecualian untuk nusyuz, diperbolehkan dalam Islam dengan
jenis tindakan yang ditentukan (tidak menyiksa, hanya memberi
pelajaran)).

G. UPAYA PEMULIHAN DAN PREVENTIF


Beberapa upaya/langkah pemulihan dan preventif terhadap kekerasan
terhadap perempuan dan KDRT adalah:
1. Dharma Wanita/BKOW atau LSM yang perduli pada perempuan
2. Membuka HOTLINE sebagai wadah curhat dan konsultasi para korban
kekerasan.
3. Mengkoordinir suatu wadah atau asosiasi para korban
kekerasan. Wadah seperti ini mengadakan pertemuan secara rutin
untuk bertukar pikiran, berdiskusi, dan sharing tentang berbagai
masalah yangdihadapi dan bagaimana jalan keluar yang baik dari
masalah yang dihadapi oleh perempuan.
4. Menjalin hubungan keluarga yang harmonis dan terbuka antara
suami- istri-anak dan keluarga lainya.
5. Menanamkan nilai-nilai agama
6. Perempuan harus berani dan tegas dalam menghadapi laki-laki
agar mereka merasa segan pada perempuan
7. Kendatipun suami dan isteri sama-sama sibuk, cobalah beri
perhatian pada anak-anak dan luangkan waktu untuk berdiskusi dan
bercanda dalam keluarga
8. Jangan menghadapi masalah dalam rumah tangga dengan emosi,
atau menaruh curiga yang berlebihan pada istri/suami.
Bila salah satu pasangan sedang marah/emosi, sebaiknya yang
lain menggunakan ilmu Silence is golden, baru
kemudian mendiskusikannya pada saat-saat yang memungkinkan.

H. PENANGGULANGAN KDRT
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah dan penanggulangan
KDRT, diantaranya :
1. Memberikan kesadaran kepada ibu rumah tangga, sebagai mayoritas
korban, tentang hak yang mereka miliki
2. Memberikan pemahaman dan pengertian tentang payung hukum
serta proses hukum yang bisa dijalani.
3. Memberikan keyakinan akan adanya perlindungan dari korban KDRT
yang melaporkan masalah KDRT pada pihak yang berwenang.
4. Menyadaran pada para korban, bahwa tidak perlu malu untuk
mengekspos dan melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang
berwajib
5. Memberikan kesadaran kepada kaum pria, tentang adanya batasan
wewenang yang bisa dilakukan kepada semua istri

IMPLIKASI KEPERAWATAN DALAM MASALAH KDRT


Implikasi keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum
Perempuan dan anak dari tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah :
1. Kekerasan tersebut diperlukan tindakan kolektif untuk
mengatasinya, memerlukan proses pendidikan yang terus
menerus untuk mensosialisasikan nilai-nilai demokratis dan
penghargaan pada hak-hak anak-anak, berusaha menegakkan
undang-undang yang melindungi anak-anak dari perlakuan
sewenang-wenang orang-orang dewasa dan membangun
lembaga-lembaga advokasi anak-anak.
2. Merekomendasikan tempat perlindungan seperti crisis center,
shelter dan one stop crisis center.
3. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan
pengobatan fisik korban. Disini perawat dapat berperan dengan
fokus meningkatkan harga diri korban, memfasilitasi ekspresi
perasaan korban, dan meningkatkan lingkungan sosial yang
memungkinkan. Perawat berperan penting dalam upaya
membantu korban kekerasan diantaranya melalui upaya
pencegahan primer terdiri dari konseling keluarga, modifikasi
lingkungan sosial budaya dan pembinaan spiritual, upaya
pencegahan sekunder dengan penerapan asuhan keperawatan
sesuai permasalah-an yang dihadapi klien, dan pencegaha tertier
melalui pelatihan/pendidikan, pem-bentukan dan proses
kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
4. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.
5. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan
korban kekerasan.
6. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban
tindak kekerasan dalam rumah tangga sebagai bekal perawat
untuk mendampingi korban

I. Lembaga yang menangani KDRT


a) P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak)

adalah pusat pelayanan yang terintegrasi dalam upaya


pemberdayaan perempuan diberbagai bidang pembangunan, serta
perlindungan perempuan dan anak dari berbagai jenisdiskriminasi dan
tindak kekerasan, termasuk perdagangan orang, yang dibentuk
olehpemerintah atau berbasis masyarakat, dan dapat berupa: pusat rujukan,
pusat konsultasiusaha, pusat konsultasi kesehatan reproduksi, pusat
konsultasi hukum, pusat krisis terpadu
(PKT), pusat pelayanan terpadu (PPT), pusat pemulihan trauma (trauma
center), pusatpenanganan krisis perempuan (women crisis center), pusat
pelatihan, pusat informasi ilmupengetahuan dan teknologi (PIPTEK),
rumah aman (shelter), rumah singgah, atau bentuklainnya.
 Faktor yang menyebabkan wanita yang mengalami penganiayaan tetap
memilih bertahan pada hubungan tersebut
1. Keyakinan bahwa anak-anak membutuhkan sebuah keluarga dengan
2 orang tua
2. Tidak adanya dukungan financial
3. Tidak ada yempat untuk pergi
4. Keyakinan bahwa penganiayaan akan berhenti
5. Ketakutan terhadap kelangsungan hidup dirinya/anaknya
6. Ketakutan terhadap masa depan yang tidak pasti
 Karakteristik personal penganiaya (else,et al, 1993. Smith
dijulio&holzapfel, 1998)
1. Riwayat keluarga yang miskin cinta kasih sayang dan rasa aman
2. Harapan yang tidak realistis terhadap orang lain
3. Menyalahkan beberapa faktor diluar dirinya diatas semua kesalahan
yang terjadi, menyalahkan istri karena telah membuat marah
4. Menyangkal tindak kekerasan yang telah dilakukan / menyepelekan
keparahan yang terjadi
5. Bersikap imupulsif
6. Terlalu bergantung dan cemburu terhadap pasangannya
7. Rasa takut kehilangan pasangannya
8. Percaya pada supremasi pria

 Lembaga Bantuan Hukum (LBH).


 Lembaga Perlindungan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (LPK2DRT)
 Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian.
 Jika korban perempuan, bisa juga memanfaatkan keberadaan Komnas perempuan
(http://www.komnasperempuan.or.id/); dan jika akibatnya telah menjadikan anak
sebaai korbannya, bisa memanfaatkan keberadaan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (http://www.kpai.go.id).
 LSM di bidang pengawasan KDRT; ataupun lembaga-lembaga lain yang ada di
daerah masing-masing yang dibentuk untuk menerima pengaduan KDRT.

J. UU PKDRT
Dengan telah disahkan Undang-Undang No.23 tahun tahun 2004
mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang
terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, diharapkan adanya perlindungan hukum
bagi anggota keluarga khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan
dalam rumah tangga.

Asas
Berdasarkan UU PKDRT pasal 3, penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga dilaksanakan berdasarkan asas:
a. penghormatan hak asasi manusia
b. keadilan dan kesetaraan gender
c. nondiskriminasi
d. perlindungan korban

Tujuan

Berdasarkan UU PKDRT pasal 4, penghapusan kekerasan dalam rumah tangga


bertujuan:
a. mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga
b. melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga
c. menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga
d. memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera

Hak-Hak Korban

Berdasarkan UU PKDRT pasal 10, korban berhak mendapatkan:

a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,


lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis
c. Penganganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
e. Pelayanan bimbingan rohani.
Selain itu, korban juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi pemulihan
korban dari:

a. Tenaga kesehatan
b. Pekerja sosial
c. Relawan pendamping
d. Pembimbing rohani

Kewajiban Pemerintah

Berdasarkan UU PKDRT pasal 11 dan 12, pemerintah bertanggung jawab dalam


upaya pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk itu pemerintah harus:

a. Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga


b. Menyelenggarakan komunikasi informasi, dan edukasi tentang kekerasan
dalam rumah tangga
c. Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah
tangga
d. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu
kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standard dan akreditasi
pelayanan yang sensitive gender
Selain itu, pasal 13 menyeebutkan bahwa untuk pengelenggaraan
pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan
upaya:

a. Penyediaan ruang pelayanan khusus (RPK) di kantor kepolisian


b. Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani
c. Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerjasama program
pelayanan yang mudah diakses korban
d. Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga dan teman korban

Kewajiban Masyarakat

Pasal 15 menyebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau


mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-
upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk:

a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana


b. Memberikan perlindungan kepada korban
c. Memberikan pertolongan darurat
d. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan
Namun, untuk kejahatan kekerasan psikis dan fisik ringan serta kekerasan
seksual yang terjadi dalam relasi antar suami istri, maka yang berlaku adalah delik
aduan. Maksudnya adalah korban sendiri yang melaporkan secara langsung
kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian. Namun, korban dapat
memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan
dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian. Dalam hal korban adalah seorang
anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh atau anak yang
bersangkutan.

Perlindungan

UU PKDRT juga membagi perlindungan itu menjadi perlindungan yang


bersifat sementara dan perlindungan dengan penetapan pengadilan serta
pelayanan. Perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi dan lembaga
sesuai tugas dan fungsinya masing-masing:
a. Perlindungan oleh kepolisian berupa perlindungan sementara yang diberikan
paling lama 7 (tujuh) hari, dan dalam waktu 1 X 24 jam sejak memberikan
perlindungan, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah
perlindungan dari pengadilan. Perlindungan sementara oleh kepolisian ini
dapat dilakukan bekerja sama dengan tenaga kesehatan, sosial, relawan
pendamping dan pembimbing rohani untuk mendampingi korban. Pelayanan
terhadap korban KDRT ini harus menggunakan ruang pelayanan khusus di
kantor kepolisian dengan sistem dan mekanisme kerja sama program
pelayanan yang mudah diakses oleh korban.Pemerintah dan masyarakat perlu
segera membangun rumah aman (shelter) untuk menampung, melayani dan
mengisolasi korban dari pelaku KDRT. Sejalan dengan itu, kepolisian sesuai
tugas dan kewenangannya dapat melakukan penyelidikan, penangkapan dan
penahanan dengan bukti permulaan yang cukup dan disertai dengan perintah
penahanan terhadap pelaku KDRT. Bahkan kepolisian dapat melakukan
penangkapan dan penahanan tanpa surat perintah terhadap pelanggaran
perintah perlindungan,
artinya surat penangkapan dan penahanan itu dapat diberikan setelah 1 X 24
jam.
b. Perlindungan oleh advokat diberikan dalam bentuk konsultasi hukum,
melakukan mediasi dan negosiasi di antara pihak termasuk keluarga korban
dan keluarga pelaku (mediasi), dan mendampingi korban di tingkat
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan (litigasi),
melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping,
dan pekerja sosial(kerja sama dan kemitraan).
c. Perlindungan dengan penetapan pengadilan dikeluarkan dalam bentuk
perintah perlindungan yang diberikan selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang. Pengadilan dapat melakukan penahanan dengan surat perintah
penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30 (tiga puluh) hari apabila pelaku
tersebut melakukan pelanggaran atas pernyataan yang ditandatanganinya
mengenai kesanggupan untuk memenuhi perintah perlindungan dari
pengadilan. Pengadilan juga dapat memberikan perlindungan tambahan atas
pertimbangan bahaya yang mungkin timbul terhadap korban.
d. Pelayanan tenaga kesehatan penting sekali artinya terutama dalam upaya
pemberian sanksi terhadap pelaku KDRT. Tenaga kesehatan sesuai profesinya
wajib memeriksa kesehatan korban dan memberikan laporan tertulis hasil
pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum atas permintaan
penyidik kepolisian atau membuat surat keterangan medis lainnya yang
mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti.
e. Pelayanan pekerja sosial diberikan dalam bentuk konseling untuk
menguatkan dan memberi rasa aman bagi korban, memberikan informasi
mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan, serta
mengantarkan koordinasi dengan institusi dan lembaga terkait.
f. Pelayanan relawan pendamping diberikan kepada korban mengenai hak-hak
korban untuk mendapatkan seorang atau beberapa relawan pendamping,
mendampingi korban memaparkan secara objektif tindak KDRT yang
dialaminya pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
pengadilan,
mendengarkan dan memberikan penguatan secara psikologis dan fisik kepada
korban.
g. Pelayanan oleh pembimbing rohani diberikan untuk memberikan penjelasan
mengenai hak, kewajiban dan memberikan penguatan iman dan takwa
kepada korban.

Ketentuan Pidana

Pasal 44 menyebutkan bahwa :

1. Pelaku KDRT kekerasan fisik dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah).
2. Jika mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling
banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)
3. Jika mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,00 (empat
puluh lima juta rupiah)
4. Jika dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat)bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah)
Pasal 45 menyebutkan bahwa :

1. Pelaku KDRT kekerasan psikis dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah)
2. Jika dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah)
Pasal 46 menyebutkan bahwa pelaku KDRT kekerasan seksual dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 47 menyebutkan bahwa setiap orang yang memaksa orang yang
menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 48 menyebutkan bahwa KDRT seperti yang dimaksud dalam pasal
46 dan pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan
sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun
tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau
mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua
puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah) dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 49 menyebutkan bahwa pelaku KDRT kekerasan ekonomi dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang:
a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya
b. menelantarkan orang lain
Pasal 50 menyebutkan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan
berupa:
a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari
korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu
dari pelaku;
b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan
lembaga tertentu.
Pembuktian Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga

Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah
cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan
suatu alat yang sah lainnya. Adapun alat-alat bukti yang sah menurut KUHAP,
yang diatur dalam pasal 184 adalah sebagai berikut:

1) Keterangan saksi
Menurut pasal 1 butir 26 KUHAP yang dimaksud dengan saksi adalah
orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan
dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri, dan ia alami sendiri. Sedangkan pengertian umum keterangan
saksi, dicantumkan dalam pasal 1 butir 27 KUHAP yang menyatakan:
“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang
berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa yang ia dengar, ia
lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari
pengetahuannya itu”

2) Keterangan ahli
Pengertian umum dari keterangan ahli ini dicantumkan dalam pasal 1 butir
28 KUHAP, yang menyebutkan “Keterangan ahli ialah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlakukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.

3) Surat
Surat sebagaimana dimaksud pada pasal 187 KUHAP dimaksudkan adalah
surat-surat yang dibuat oleh pejabat-pejabat resmi yang berbentuk berita
acara, akte, surat keterangan ataupun surat yang lain yang mempunyai
hubungan dengan perkara yang sedang diadili. Sebagai syarat mutlak
dalam menentukan dapat atau tidaknya suatu surat dikategorikan sebagai
suatu alat bukti yang sah ialah bahwa surat-surat itu harus dibuat di atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.

4) Petunjuk
Alat bukti petunjuk dalam KUHAP ditentukan dalam pasal 188,
disebutkan bahwa “petunjuk” adalah perbuatan, kejadian atau keadaan,
yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

5) Keterangan terdakwa
Alat bukti keterangan terdakwa didapatkan pada urutan terakhir dari alat-
alat bukti yang ada dan uraiannya terdapat dalam pasal 189 KUHAP.
Dinyatakan bahwa keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa
nyatakan di siding tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau alami sendiri.

Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah yang termasuk ke
dalam keterangan ahli sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHAP.
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusa. Visum et repertum
menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang
tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai pengganti benda bukti. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik
tersebut yang tertuang dalam bagian kesimpulan.

K. PERAN PERAWAT
 Perawat memiliki peran utama yaitu dalam meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih
proaktif jika membutuhkan pengobatan.
 Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi (anjurkan
segera lakukan pemeriksaan visum)
 Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi
korban
 Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan
perlindungan
 Mengantarkan korban ke tempat aman atau tempat tinggal alternative
(ruang pelayanan khusus)
 Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada
korban dengan pihak kepolisian, dinas social. Serta lembaga social yang
dibutuhkan korban
 Sosialisasi tentang Undang-Undang KDRT kepada keluarga & masyarakat.

L. ASPEK LEGAL ETIK


Etik
Kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, sistem nilai, standar perilaku
individu dan atau kelompok tentang penilaian terhadap apa yang benar dan
apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang merupakan
kebajikan dan apa yang merupakan kejahatan, apa yang dikendaki dan apa
yang ditolak.
EtikaKeperawatan
Kesepakatan/peraturan tentang penerapan nilai moral dan keputusan-
keputusan yang ditetapkan untuk profesi keperawatan (Wikipedia, 2008).

Prinsip Etik
1. Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien
2. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya
3. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang lain dan
secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya

Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)


kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian
atau cidera
Prinsip :
Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkab
nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain berdaya
dan melukai perasaaan orang lain.

4. Confidentiality (hak kerahasiaan)


menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang
dipercayakan pasien kepada perawat.
5. Justice (keadilan)
kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri
berarti tidak memihak atau tidak berat sebelah.

7. Fidelity (loyalty/ketaatan)
- Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan
bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang telah diambil
- Era modern , pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak
hanya pada satu profesi). 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat
- Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku
- Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan
yang disepakati.

8. Veracity (Truthfullness & honesty)


Kewajiban untuk mengatakan
kebenaran.
- Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent
- Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu
mengutarakan kebenaran.

Pemecahan masalah etik


1, Identifikasi masalah etik
2. Kumpulkan fakta-fakta
3. Evaluasi tindakan alternatif dari berbagai perspektif etik.
4. Buat keputusan dan uji cobakan
5. Bertindaklah, dan kemudian refleksikan pada keputusan

tsb Aspek Legal dalam Praktik Keperawatan

Tercantum dalam:
- UU No. 23 tahun 1992 ttg Kesehatan
- PP No. 32 tahun 1996 ttg Tenaga Kesehatan
- Kepmenkes No. 1239 tahuun 2001 ttg Registrasi dan Praktik Perawat

Area Overlapping (Etik Hukum )


a. Hak –Hak Pasien
b. Informed-consent

Hak-hak Pasien :
1.Hak untuk diinformasikan
2.Hak untuk didengarkan
3.Hak untuk memilih
4.Hak untuk diselamatkan
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Nama : Ny.-

Usia : 30 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan :-

Alamat :-

Pekerjaan :-

Agama :-

B. Keluhan Utama : Istri merasa tidak kuat lagi dengan tindakan


suaminya yang
sering memukulinya
C. Faktor Predisposis :

 Kekerasan Fisik: Suami sering memukuli istri dengan tangan atau


benda-benda disekitarnya

 Kekerasan Psikis: Perilaku dan ucapan kasar dari suami kerap kali
dilontarkan pada sang istri

 Seksual: Suami sering memukuli bila istri tidak memenuhi


kebutuhan suami dan terkadang suaminya sering
melakukan kekerasan dalam hubungan seksual

 Kekerasan Ekonomi: Suami yang bekerja sebagai tukang becak


sudah sering tidak bekerja karena sepi penumpang, maka istri
tidak menerima nafkah lagi dari suaminya
D. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : - (Kaji tingkat kesadaran klien)
 TTV : - (Kaji TD, RR, HR, T)
 Pemeriksaan Luka : Terdapat luka lebam disekujur badan
 Psikososial : Klien tampak sering menangis
dan ketakutan, sering
menyendiri dan tampak murung
 Status
mental
 Penampilan : - (Kaji cara klien berpenampilan)
 Pembicaraan : - (Kaji cara klien berbicara: cepat, keras,
gagap, inhoheren, lambat, apatis)
 Aktivitas Motorik : - (Kaji adanya tremor, gelisah,
agitasi, tengang, kompulsi)
 Interaksi selama wawancara: (Kaji kontak mata, mudah
teringgung, curiga, tidak kooperatif)
 Aspek Spiritual : - (Kaji kepercayaan, nilai, moral,
dan agama yang dianut oleh anggota keluarga)

ANALISA DATA
MASALAH
DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
DS : Istri mengaku Faktor penyebab KDRT Ansietas
sering dipukuli oleh
suami dengan Keadaan ekonomi
menggunakan rendah,
tangan dan benda- ketergantungan
benda disekitar ekonomi istri terhadap
DO : terdapat luka lebam suami,
disekujur tubuh,
klien tampak sering Pergeseran fungsi
menangis dan keluarga
ketakutan
Stress dan cemas
Perasaan terancam

Kemarahan

Mekanisme koping tidak


adekuat

Hubungan tidak
seimbang
Antara suami dan istri

Pandangan bahwa suami


lebih berkuasa daripada
istri

Tindakan dekstruktif dan


tidak asertif

Perilaku kekerasan
terhadap istri

Istri mengalami
kecemasan

Ansietas
DS : - Perilaku kekerasan Harga diri rendah
DO : Tampak sering terhadap istri
menyendiri dan
ketakutan Pukulan dengan tangan
Murung. dan benda
Trauma Psikis

Gangguan konsep diri :


harga diri rendah
DS : - Perilaku kekerasan Gangguan integritas
DO : terdapat luka di terhadap istri kulit
sekujur tubuh
Lebam

Gangguan integritas kulit

1. Diagnosa dan Intervensi


No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
.
1. Gangguan Tupan: integritas 1. Observasi 1. Untuk
integritas kulit klien terjaga. kondisi menentukan
kulit kulit,karakteri intervensi
berhubunga Tupen: dalam stik luka, selanjutnya yang
n dengan 2x24 jam kulit distribusi luka efektif.
luka klien membaik, dan jenis luka
pukulan luka lebam 2. kaji penyebab 2. Menghindari
yang sedikit-sedikit semua luka terjadinya
berulang hilang,klien tidak infeksi.
ditandai mengeluh 3. Kompres 3. Air dingin
dengan luka kesakitan dengan mengurangi
lebam menggunakan nyeri dan
seluruh air es/air mempercepat
tubuh dingin penyembuhan
4. Berikan 4. Menjaga
perawatan kelembaban
kulit (lotion). kulit.
5. Pertahankan 5. Agar tidak
kuku tetap mengiritasi kulit
pendek. ketika
menggaruk
kulit.
6. Gunakan 6. Menjaga kulit
pakaian yang dari gesekan
longgar antara kulit dan
pakaian.
7. perhatikan 7. mempercepat
jadwal penyembuhan
istirahan luka
klien
2. Ansietas b.d Tujuan 1. Sapa klien 1. menciptakan
koping Umum: dengan kesan yang baik
individu tid Klien dapat ramah, baik di awal
efektif d.d mengurangi verbal pertemuan
klien ansietasnya maupun
tampak sampai tingkat nonverbal
sering sedang atau (lakukan
menangis ringan. komunikasi
dan Khusus: terpetik)
ketakutan Klien percaya 2. Yakinkan 2. menghilangka
terhadap perawat, klien dalam n kecurigaan
ketakutan mulai keadaan klien pada
menghilang dan aman dan perawat
tampak tegar perawat siap
menghadapi menolong
masalahnya. dan
mendampingi
nya
3. Yakinkan 3. klien lebih
bahwa mudah untuk
kerahasiaan terbuka
klien akan
tetap terjaga
4. Tunjukkan 4. Keterbukaan
sikap terbuka dan
dan jujur meningkatkan
rasa percaya
klien terhadap
perawat
5. Perhatikan 5. meningkatkan
kebutuhan kepercayaan
dasar dan dan kerjasama
beri bantuan klien sehingga
untuk lebih
memenuhiny memudahkan
a perawat dalam
memberikan
intervensi
6. Kurangi 6. Kondisi
stimulus lingkungan
lingkungan dapat
dan batasi memengaruhi
interaksi tingkat
klien dengan ansietas
klien lain.
7. diskusikan 7. menurunkan
semua ansietas dan
masalah yang membuka
dialami klien jalan
penyelesaian
masalah klien
8. berikan
penjelasan 8. penjelasan dan
dan respon respon positif
positif dapat
terhadap mengurangi
masalah klien ansietas.

3. Gangguan . tujuan umum:


Konsep diri: . konsep diri baik 1. Berikan 1.memberikan rasa
harga diri dan mampu perhatian dan nyaman klien
rendah b.d mengkomunikasi penghargaan terhadap perawat
kan perasaannya. positif
d.d klien . khusus: terhadap klien
tampak . Membina 2. Dengarkan 2.meningkatkan
sering hubungan saling klien dengan hub trust antara
menyendiri percaya.mampu empati : perawat dank lien
dan murung . Menyebutkan berikan
penyebab kesempatan
menarik bicara (jangan
diri,melakukan di buru-buru),
hubungan sosial tunjukkan
secara bertahap, perawat
klien – perawat, mengikuti
klien – pembicaraan
kelompok, klien klien.
– keluarga. 3. Bicara dengan 3.mengetahui apa
klien yang dipikirkan
. penyebab klien mengenai
sering masalahnya
mengendiri.
4. Diskusikan 4.memberikan
akibat yang pengetahuan dan
dirasakan dari motivasi yang bisa
menarik diri. memperbaiki
konsep diri klien
5. Diskusikan 5.mendorong
keuntungan terjadinya interaksi
berinteraksi dengan orang lain
dengan orang
lain.

6. Bantu klien 6. Kemampuan


mengidentifik klien
asi mengidentifikasi
kemampuan penyebab menarik
yang dimiliki diri akan
klien untuk meningkatkan
bergaul. kesadaran dan
kerjasama klien
7. Lakukan 7.interaksi singkat
interaksi dan sering melatih
sering dan klien berani
singkat berinteraksi dengan
dengan klien yang lain
8. Motivasi / 8.dapat membantu
temani klien permasalahan klien
untuk
berinteraksi
dengan orang
yang
dipercaya dan
mampu
membantu
permasalahan
klien
9. Bantu klien 9.Berkenalan /
melakukan berkomunikasi
aktivitas hidup dengan orang-orang
sehari-hari di sekitar klien
dengan membantu klien
interaksi. untuk memulai
hubungan sosial
10. Fasilitas 10.Keluarga
hubungan merupakan bagian
klien dengan terdekat klien yang
keluarga sangat berperan
secara dalam upaya
terapeutik. peningkatan
kesehatan klien
11. Diskusikan 11.Pengetahuan
dengan klien perawat mengenai
setiap selesai kondisi klien dalam
interaksi atau berhubungan social
kegiatan memudahkan
perawat dalam
mengukur
keberhasilan
intervensi
12. Beri pujian 12.Pujian atas
terhadap pengungkapan
kemampuan perasaan membuat
klien merasa dihargai
mengungkapk sehingga semakin
an termotivasi
perasaannnya
Step7 (reporting)

1. Definisi

 KDRT adalah kekerasan yan dilakukan di dalam rumah tangga oleh istri atau
suami sehingga menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan seksual,
psikologis, dan fisik. (ria)

 KDRT adalah ancaman fisik yang mengakibatkan perampasan kemerdekaan


(sarita)

2. Etiologi

 Sisi mikro: keteladanan orang tua sperti sompan santun, kasih sayang,
kepemimpinan otoriter, rendahnya pemahaman fungsi masing-masing,
unsur kegoan (menang dan benar sendiri), rendah interaksi.

 Sisi makro: pembelaan atas kekuasaan laki-laki, diskriminasi dan


pembatasan dibidang ekonomi, beban mengasuh anak pada perempuan
tidak bekerja, konsep wanita sebagai hal milik laki-laki menurut hukum,
orientasi peran pada laki-laki. (fuji)

 Faktor biologis: hormon pria lebih agresif , neurotransmiter yang berkaitan


yaitu serotonin, dopamin, asetilkoli, norepinefrin. (wina)

 Masa kanak-kanak tidak menyenangkan


 Faktor secara teoritis: biologis (hipotosis hormon pria lebih agresif),frustasi
(menyerang sumber organ lain), kontrol.

 Fakor secara empiris: kurangnya komunikasi, ketergantungan ekonomi,


ketidakmampuan mencari solusi. (kamila)

 Faktor internal yaitu gangguan ketidak seimbangan neurotransmiter yang


meneybabkan sikap agresif pada individu.

 Sistem ekonomi pada keluarga, hilangnya harga diri, belum siap menikah,
kekerasan di dalm lingkungan.pandangan di dalam keluarga kekerasan
dianggap sebagai pemecah masalah kdrt. (tri ayu)

3. Bentuk KDRT

 Kekerasan fisik seperti membakar menikam,

 Kekerasan psikis menyebabkan tergangguanya psikis sang istri

Kekerasan psikis berat yang menyebabkan gangguan tidur, depresi

berat

Kekerasan psikis ringan yang mengakibatkan ketakuatan, gsngguan makan.

 Seksual pemaksaan hubungan seksual, berat yaitu perlakuan yang tidak


diinginkan korban,ringan yaitu pelecehan melalui verbal.

 Ekonomi seperti memaksa korban bekerja, tidak berdaya secara ekonomi.

 Penelantaran ( Nur Asiyah, dea)

4. Dampak
 Fisik bisa mengakibatkan trauma fisik berat bahkan kematian, saat hamil
beresiko pada ibu dan janin, meningkatkan angka kesakitan.

 Psikologis: cemas, sulit tidur, pada anak akan menimbulkan perilaku


kekerasan di usia nanti.(febri)

 Produktivitas: rasa takut dan terancam,mimpi buruk,


konsentrasi menurun.(ria)

Tidak hamil:ggmenstruasi, menopause lebih awal, penurunan libido

Hamil: bayi yang dilahirkan cacat fisik,nyeri haid, pola pikir terganggu, sulit
percaya,paranoid, rasa malu memukul, menggigit,berdebat,tekanan mental,
IMS.

Pada suami: TD dan nadi meningkat, mual, frekuensi BAB


meningkat,mudah tersingguang, perilaku agresif pasif, sinis,
kasar,peberontakan,isolasi diri, perasaan tidak berdaya, ambivalensi,stress
sakit kepala, kemungkinan bunuh diri/membunuh ornag lain,konstipasi
akibat dari , rangsangan saraf simpatis, sesak nafas. (Sisca)

lingkungan:ancaman metabolisme meningkat energi meningkatkan


kerja jantung TD meningkat

5. Rentan Respon marah

Aserif-frustasi (merasa gagal dalam tujuan)-pasif (diam)-agresif (tindakan


destruktif,terkontrol)-amuk (tidak terkontrol.(fuji)

6. Pencegahan
 Wajib mengamalkan agama,komunikasi (dea)

 Dialog komunikasi-penyelesaian masalah

 Primer-promkes-peningkatan kesadaran masyarakat,perlindungan khusus

 Sekunder-diagnosa dini dan segera skrining, konsultasi keluarga .

 Tersier-rehabilitasi pada anak dan keluarga yang terlibat yaitu individu dan
lingkungan, saling percaya, seorang istri harus mengontrol keuangan
keluarga

 Siklus kdrt, harapan, konflik-tidak ada respon baik-kekerasan- minta maaf-


bulan madu semu

 Memberi penjelasan hak tentang hak istri, pada pria tentang wewenang
pada istri.

 Bila ada yang emosi maka pecahkan pada waktu

tenang (febri, putri ayu, fuji)

7. Tanda-tanda KDRT

Isolasi sosial- perilaku merahasiakan masalah

Pengguanaan alkohol= 50-90%pria melakukan KDRT, dipengaruhi oleh


zat-zat terlarang.

Kekuasaan dan konrol


Trnsmisi dilakukan oleh generasi berikutnya. (sarita)

8. Penanganan

 Istri dan suami melakukan dialog

 Laporkan keluarga yang dilanggar

 Lakukan forum

 Memberikan sanksi

 Membawa koran ke dokter

 Mendorong koraban dan pelaku untuk memohon diri

 Menurunkan kasus KDRT

 Anti kekerasan pada wanita

 Kesetaraan gender

 Cari orang yang dapat dipercaya

 Minta bantuan pada lembaga (LSM, komnas perempuan, komnas HAM,


P2TP2)

 Menyiapkan obat-obatan

 Laporkan ke polisi
 Penangana sangat kompleks dan terdiri dari personal-spiritual-kesiapan
memberikan hak dan kewajibansuami

 Masyarakat mengontrol KDRT

 Pera negara,penyedia harapan kerja- tergantung tingkat pendidikan,


perbaikan sistem ekonomi istri. (Tri ayu,Nur Asiyah, tsalis,kamila)

9. Mitos KDRT

 Istri dipukul karena membanta pada suami

 KDRT yang terjadi karena atas dasar tanpa saling mencintai

 KDRT terjadi kaena suami gangguan jiwa

 KDRT terjadi kebanyakan pada sosial ekonomi yang rendah

 KDRT terjadi karena suami yang mabuk, kalah judi

 Pemukulan pada istri tidak terjadi bila taat pada agama

 KDRT meruakan persoalan berat

 KDRT terjadi saat suami lepas kontrol

 Pihak perempuan memprovokasi. (fuji)

10. UU dan lembaga yang menangani KDRT (sarita)


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1997). Diagnosa Keperawatan : buku saku. Edisi

6. Jakarata : EGC.

Efendi, Ferry; Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan Praktik

dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Stuart, G. W. dan laraia, M. T.2005. Principle and Practice ofpsychiatric Nursing.

7th edition. St. Louis: Mosbyyear book.

Yosep, I. 2000.Keperawatan Jiwa. edisi revisi. Bandung: PT. Refika Aditama.

Bobak, Irene M. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Rochmat%20Wahab,%20M.Pd., MA.
%20Dr.%20,%20Prof.%20/KEKERASAN%20DALAM%20RUMAH%20T
ANGGA%28Final%29.pdf

http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2009/07/uu-no-23-2004-
pkdrt-indonesia.pdf

http://mogerr-bwubaloks.blogspot.com/2011/10/askep-pk-rumah-tangga-kdrt.html

Http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/05/mitos-dan-fakta -tentang-kdrt-
133841.html

Anda mungkin juga menyukai