Kelompok 8
1. Atika Yuliana (2720200002)
2. Desi Priandi (2720200063)
3. Eka Listiani (2720180100)
4. Nur Khanifatun Nisa (2720200059)
Jl. Raya Jatiwaringin No. 12, Rt. 006/005, Jaticempaka, Kec. Pondok Gede, Kota Bekasi Jawa Barat
17411
Pemerkosaan
A. Definisi
Pemerkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapare yang berarti mencari,
mamaksa, merampas atau membawa pergi (Haryanto, 1997). Pemerkosaan adalah
suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang dilakukan oleh seorang laki-
laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan
hukum. (Wigjosubroto dalam prasetyo, 1997)
B. Penyebab Terjadinya Pemerkosaan
1. Kemarahan
2. Mencari kepuasan seksual
3. Prilaku wanita-wanita yang menggoda
4. Gambar atau film porno
C. Resiko Psikis dan Kesehatan Reproduksi
1. Korban perkosaan biasanya mengalami trauma
2. Rasa takut yang berkepanjangan
3. Tidak mampu kembali berinteraksi secara sosial dengan masyarakat secara
normal
4. Tak jarang dikucilkan dan buang oleh lingkungannya karena dianggap
membawa aib
5. Resiko tinggi menjadi tidak mampu melakukan aktivitas seksual secara normal
pada kehidupannya dimasa datang
D. Bentuk-Bentuk Perkosaan yang Diakui dan Dikenal
1. Perkosaan oleh orang yang tak dikenal
2. Perkosaan oleh orang teman atau pacar
3. Perkosaan oleh orang yang dikenal
4. Perkosaan oleh pasangan perkawinan
5. Pelecehan seksual
6. Perkosaan oleh atasan ditempat kerja
F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah memberikan dukungan simpatis, untuk
menurunkan trauma, emosional pasien dan mengumpulkan bukti yang ada untuk
kemungkinan tindakan legal.
1. Hormati privacy dan sensitifitas pasien, bersikap baik dan memberikan
dukungan.
2. Yakinkan pasien bahwa cemas adalah sesuatu yang dialami.
3. Terima reaksi emosi pasien, misalnya terlalu perasa.
4. Jangan tinggalkan pasien sendiri
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga.
Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun
kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan, kemudian dilakukan tindakan
kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan
perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus
diperlakukan secara keras agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan
bahwa suami sering menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem
rumah tangganya.
4. Persaingan
Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak
terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal ini penting karena bisa jadi
laporan korban kepada aparat hukum dianggap bukan sebagai tindakan kriminal tapi
hanya kesalahpahaman dalam keluarga. Hal ini juga terlihat dari minimnya KUHAP
membicarakan mengenai hak dan kewajiban istri sebagai korban, karena posisi dia hanya
sebagai saksi pelapor atau saksi korban. Dalam proses sidang pengadilan, sangat minim
kesempatan istri untuk mengungkapkan kekerasan yang ia alami.
Beberapa faktor pencetus terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai
berikut :
1. Faktor Masyarakat
-Kemiskinan
-Urbanisasi yang terjadi keenjangan pendapatan di antara penduduk kota.
-Masyarakat keluarga ketergantungan obat
-Lingkungan dengan frekuensi dan kriminalitas yang tinggi
2. Faktor Keluarga
-Adanya anggota keluarga yang sakit dan membutuhkan bantuan terus-menerus,
misalnya anak dengan kelainan mental dan orang lanjut usia (lansia).
-Kehidupan keluarga yang kacau, tidak saling mencintai dan menghargai serta tidak
menghargai peran wanita.
-Kurang adanya keakraban dan hubungan jaringan sosial pada keluarga.
-Sifat kehidupan keluarga inti bukan keluarga luas.
3. Faktor Individu
Di Amerika Serikat, mereka yang mempunyai resiko lebih besar mengalami kekerasan
dalam rumah tangga ialah sebagai berikut :
-Wanita yang lajang, bercerai, atau ingin bercerai.
- Berumur 17-28 tahun.
- Ketergantungan obat atau alkohol atau riwayat ketergantungan kedua zat
tersebut.
- Sedang hamil.
- Mempunyai partner dengan sifat memiliki dan cemburu berlebihan.
Faktor Presdiposisi
a. Faktor Psikologis
Psycoanalytical Theory; Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat
dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh
dua insting. Pertama insting hidup yang dapat di ekspresikan dengan seksualitas; dan
kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation agression theory ; teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini berawal
dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi
perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi.
Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku
agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilkau agresif, mendukung pentingnya peran
dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan
bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :
- Kerusakan otak organik, retardasi mental, sehingga tidak mampu menyelesaikan
secara efektif.
-Severe Emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak,
atau seduction parental, yang mengkin telah merusak hubungan saling percaya (trust)
dan harga diri.
-Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan
atau koping.
Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam.
Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya
ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin
dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena
itu, baik perawat maupun klien harus bersama-sama mengidentifikasikannya. Ancaman
dapat berupa internal ataupun eksternal. Contoh stressor eksternal yaitu serangan secara
psikis, kehilangan hubungan yang di anggap bermakna dan adanya kritikan dari orang
lain. Sedangkan stressor dari internal yaitu merasa gagal dalam bekerja, merasa
kehilangan orang yang dicintainya, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku
kekerasan terbagi dua, yaitu :
- Klien : Kelemahan fisik, keputusasaan ketidakberdayaan, kurang
percaya diri.
- Lingkungan : Ribut, kehilangan orang / objek yang berharga interaksi sosia
Alkohol juga disebut sebagai faktor dalam kasus pemerkosaan terhadap pasangan
kencan atau pemerkosaan oleh orang yang dikenal. CDC’s division of violence
prevention melaporkan bahwa studi mengidentifikasi penggunaan alkohol atau obat
yang berlebiihan yang dikaitkan dengan penganiayaan seksual.
Proses transmisi antargenerasi
Berarti bahwa pola prilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui model peran dan pembelajaran sosial (humphreeys, 1997;tyra, 1996).
Transmisi antargenerasi menunjukkan bahwa kekerasan dalam keluarga merupakan
suatu pola yang dipelajari. Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam
keluarga akan belajar dari melihat orang tua mereka bahwa kekerasan ialah cara
menyelesaikan konflik dan bagian integral dalam suatu hubungan dekat. Akan tetapi
tidaak semua orang menyaksikan kekerasan dalam keluarga menjadi penganiayaa atau
pelaku kekerasan ketika dewasa sehingga faktor tunggal ini saja tidak menjelaskan
prilku kekerasan yang terus ada.
Kekerasan Fisik
Kekerasan Psikis
Kekerasan Seksual
Kekerasan Ekonomi
H. PENANGGULANGAN KDRT
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah dan penanggulangan
KDRT, diantaranya :
1. Memberikan kesadaran kepada ibu rumah tangga, sebagai mayoritas
korban, tentang hak yang mereka miliki
2. Memberikan pemahaman dan pengertian tentang payung hukum
serta proses hukum yang bisa dijalani.
3. Memberikan keyakinan akan adanya perlindungan dari korban KDRT
yang melaporkan masalah KDRT pada pihak yang berwenang.
4. Menyadaran pada para korban, bahwa tidak perlu malu untuk
mengekspos dan melaporkan kasus tersebut kepada pihak yang
berwajib
5. Memberikan kesadaran kepada kaum pria, tentang adanya batasan
wewenang yang bisa dilakukan kepada semua istri
J. UU PKDRT
Dengan telah disahkan Undang-Undang No.23 tahun tahun 2004
mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang
terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, diharapkan adanya perlindungan hukum
bagi anggota keluarga khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan
dalam rumah tangga.
Asas
Berdasarkan UU PKDRT pasal 3, penghapusan kekerasan dalam rumah
tangga dilaksanakan berdasarkan asas:
a. penghormatan hak asasi manusia
b. keadilan dan kesetaraan gender
c. nondiskriminasi
d. perlindungan korban
Tujuan
Hak-Hak Korban
a. Tenaga kesehatan
b. Pekerja sosial
c. Relawan pendamping
d. Pembimbing rohani
Kewajiban Pemerintah
Kewajiban Masyarakat
Perlindungan
Ketentuan Pidana
1. Pelaku KDRT kekerasan fisik dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta
rupiah).
2. Jika mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling
banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)
3. Jika mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp45.000.000,00 (empat
puluh lima juta rupiah)
4. Jika dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat)bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah)
Pasal 45 menyebutkan bahwa :
1. Pelaku KDRT kekerasan psikis dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah)
2. Jika dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah)
Pasal 46 menyebutkan bahwa pelaku KDRT kekerasan seksual dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 47 menyebutkan bahwa setiap orang yang memaksa orang yang
menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 48 menyebutkan bahwa KDRT seperti yang dimaksud dalam pasal
46 dan pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi
harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan
sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun
tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau
mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua
puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah) dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 49 menyebutkan bahwa pelaku KDRT kekerasan ekonomi dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang:
a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya
b. menelantarkan orang lain
Pasal 50 menyebutkan bahwa hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan
berupa:
a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari
korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu
dari pelaku;
b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan
lembaga tertentu.
Pembuktian Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga
Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah
cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan
suatu alat yang sah lainnya. Adapun alat-alat bukti yang sah menurut KUHAP,
yang diatur dalam pasal 184 adalah sebagai berikut:
1) Keterangan saksi
Menurut pasal 1 butir 26 KUHAP yang dimaksud dengan saksi adalah
orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan
dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri, dan ia alami sendiri. Sedangkan pengertian umum keterangan
saksi, dicantumkan dalam pasal 1 butir 27 KUHAP yang menyatakan:
“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang
berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa yang ia dengar, ia
lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan dari
pengetahuannya itu”
2) Keterangan ahli
Pengertian umum dari keterangan ahli ini dicantumkan dalam pasal 1 butir
28 KUHAP, yang menyebutkan “Keterangan ahli ialah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlakukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.
3) Surat
Surat sebagaimana dimaksud pada pasal 187 KUHAP dimaksudkan adalah
surat-surat yang dibuat oleh pejabat-pejabat resmi yang berbentuk berita
acara, akte, surat keterangan ataupun surat yang lain yang mempunyai
hubungan dengan perkara yang sedang diadili. Sebagai syarat mutlak
dalam menentukan dapat atau tidaknya suatu surat dikategorikan sebagai
suatu alat bukti yang sah ialah bahwa surat-surat itu harus dibuat di atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.
4) Petunjuk
Alat bukti petunjuk dalam KUHAP ditentukan dalam pasal 188,
disebutkan bahwa “petunjuk” adalah perbuatan, kejadian atau keadaan,
yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
5) Keterangan terdakwa
Alat bukti keterangan terdakwa didapatkan pada urutan terakhir dari alat-
alat bukti yang ada dan uraiannya terdapat dalam pasal 189 KUHAP.
Dinyatakan bahwa keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa
nyatakan di siding tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau alami sendiri.
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah yang termasuk ke
dalam keterangan ahli sebagaimana tertulis dalam pasal 184 KUHAP.
Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusa. Visum et repertum
menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang
tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap
sebagai pengganti benda bukti. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik
tersebut yang tertuang dalam bagian kesimpulan.
K. PERAN PERAWAT
Perawat memiliki peran utama yaitu dalam meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong klien untuk lebih
proaktif jika membutuhkan pengobatan.
Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi (anjurkan
segera lakukan pemeriksaan visum)
Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi
korban
Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan
perlindungan
Mengantarkan korban ke tempat aman atau tempat tinggal alternative
(ruang pelayanan khusus)
Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada
korban dengan pihak kepolisian, dinas social. Serta lembaga social yang
dibutuhkan korban
Sosialisasi tentang Undang-Undang KDRT kepada keluarga & masyarakat.
Prinsip Etik
1. Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien
2. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya
3. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang lain dan
secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya
7. Fidelity (loyalty/ketaatan)
- Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan
bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang telah diambil
- Era modern , pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak
hanya pada satu profesi). 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat
- Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku
- Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan
yang disepakati.
Tercantum dalam:
- UU No. 23 tahun 1992 ttg Kesehatan
- PP No. 32 tahun 1996 ttg Tenaga Kesehatan
- Kepmenkes No. 1239 tahuun 2001 ttg Registrasi dan Praktik Perawat
Hak-hak Pasien :
1.Hak untuk diinformasikan
2.Hak untuk didengarkan
3.Hak untuk memilih
4.Hak untuk diselamatkan
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Nama : Ny.-
Usia : 30 Tahun
Pendidikan :-
Alamat :-
Pekerjaan :-
Agama :-
Kekerasan Psikis: Perilaku dan ucapan kasar dari suami kerap kali
dilontarkan pada sang istri
ANALISA DATA
MASALAH
DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
DS : Istri mengaku Faktor penyebab KDRT Ansietas
sering dipukuli oleh
suami dengan Keadaan ekonomi
menggunakan rendah,
tangan dan benda- ketergantungan
benda disekitar ekonomi istri terhadap
DO : terdapat luka lebam suami,
disekujur tubuh,
klien tampak sering Pergeseran fungsi
menangis dan keluarga
ketakutan
Stress dan cemas
Perasaan terancam
Kemarahan
Hubungan tidak
seimbang
Antara suami dan istri
Perilaku kekerasan
terhadap istri
Istri mengalami
kecemasan
Ansietas
DS : - Perilaku kekerasan Harga diri rendah
DO : Tampak sering terhadap istri
menyendiri dan
ketakutan Pukulan dengan tangan
Murung. dan benda
Trauma Psikis
1. Definisi
KDRT adalah kekerasan yan dilakukan di dalam rumah tangga oleh istri atau
suami sehingga menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan seksual,
psikologis, dan fisik. (ria)
2. Etiologi
Sisi mikro: keteladanan orang tua sperti sompan santun, kasih sayang,
kepemimpinan otoriter, rendahnya pemahaman fungsi masing-masing,
unsur kegoan (menang dan benar sendiri), rendah interaksi.
Sistem ekonomi pada keluarga, hilangnya harga diri, belum siap menikah,
kekerasan di dalm lingkungan.pandangan di dalam keluarga kekerasan
dianggap sebagai pemecah masalah kdrt. (tri ayu)
3. Bentuk KDRT
berat
4. Dampak
Fisik bisa mengakibatkan trauma fisik berat bahkan kematian, saat hamil
beresiko pada ibu dan janin, meningkatkan angka kesakitan.
Hamil: bayi yang dilahirkan cacat fisik,nyeri haid, pola pikir terganggu, sulit
percaya,paranoid, rasa malu memukul, menggigit,berdebat,tekanan mental,
IMS.
6. Pencegahan
Wajib mengamalkan agama,komunikasi (dea)
Tersier-rehabilitasi pada anak dan keluarga yang terlibat yaitu individu dan
lingkungan, saling percaya, seorang istri harus mengontrol keuangan
keluarga
Memberi penjelasan hak tentang hak istri, pada pria tentang wewenang
pada istri.
7. Tanda-tanda KDRT
8. Penanganan
Lakukan forum
Memberikan sanksi
Kesetaraan gender
Menyiapkan obat-obatan
Laporkan ke polisi
Penangana sangat kompleks dan terdiri dari personal-spiritual-kesiapan
memberikan hak dan kewajibansuami
9. Mitos KDRT
6. Jakarata : EGC.
Efendi, Ferry; Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas, Teori dan Praktik
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Rochmat%20Wahab,%20M.Pd., MA.
%20Dr.%20,%20Prof.%20/KEKERASAN%20DALAM%20RUMAH%20T
ANGGA%28Final%29.pdf
http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2009/07/uu-no-23-2004-
pkdrt-indonesia.pdf
http://mogerr-bwubaloks.blogspot.com/2011/10/askep-pk-rumah-tangga-kdrt.html
Http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/05/mitos-dan-fakta -tentang-kdrt-
133841.html