Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN MATERNITAS

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN PADA MASA PERINATAL


(KEHAMILAN, PERSALINAN, NIFAS)

Oleh :

I Gusti Ayu Sri Parwati P07120216026


Putu Diah Sandi Dewi P07120216027
I MD Dwi Tresna Saputra P07120216028

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KELAS A

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
DENPASAR
2020

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmatNya, penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Kekerasan
Terhadap Perempuan Pada Masa Perinatal (Kehamilan, Persalinan, Nifas)”.
Penulis menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan, namun
demikian penulis berharap makalah ini dapat menjadi bahan rujukan dan semoga
dapat menambah pengetahuan mahasiswa-mahasiswi kelas A Prodi Ners Jurusan
Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini.
Dengan segala hormat penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini.

Denpasar, 18 Juli 2020

Kelompok

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
A. Pengertian Kekerasan Pada Perempuan....................................................4
B. Bentuk-Bentuk Kekerasan Pada Perempuan.............................................4
C. Faktor yang Mempengaruhi Kekerasan Pada Perempuan........................5
D. Dampak Kekerasan pada perempuan pada Masa Perinatal......................7
E. Respon dan Koping pada Perempuan pada Masa Perinatal......................9
F. Peran Perawat Maternitas terhadap kekerasan pada Perempuan............10
BAB III PENUTUP...............................................................................................13
A. KESIMPULAN.......................................................................................13
B. SARAN...................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekerasan terhadap perempuan sering disebut sebagai kekerasan berbasis
gender karena berawal dari subordinasi perempuan di masyarakat. Kedudukan
perempuan yang subordinatif dan tergantung baik secara ekonomi dan sosial,
menempatkan perempuan dalam posisi rentan terhadap kekerasan, termasuk
penganiayaan berulang oleh pasangannya. Paling sedikit satu diantara 5 penduduk
perempuan dalam kehidupannya pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual
yang dilakukan oleh laki-laki. Kekerasan terhadap perempuan adalah bentuk
pelanggaran hak asasi manusia terparah yang belum terlalu diakui oleh dunia, juga
merupakan masalah serius di bidang kesehatan karena melemahkan energi
perempuan, mengikis kesehatan fisik dan harga dirinya. Perempuan dengan
riwayat penganiayaan fisik dan seksual juga meningkat resikonya untuk
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual dan
kesudahan kehamilan yang kurang baik.
Menurut Barirrier (1998, dalam Lowdermilk, 2000) sekitar 30%-40% wanita
dibunuh dan mati oleh pasangan intimnya atau oleh mantan pasangannya. Dan
sekitar 25% - 45% wanita korban kekerasan ini berada dalam kondisi hamil.
Penelitian yang dilakukan di Jawa Tengah ditemukan data dari seluruh kasus
kekerasan, kekerasan pada ibu hamil memang tampak sedikit yaitu kekerasan fisik
selama hamil 1%, kekerasan seksual selama hamil 7% dan kekerasan emosional
selama hamil 10% (Hakimi, et al, 2001).
Studi penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Hakimi, et al (2001) di
wilayah Jawa Tengah menunjukan proporsi yang lebih tinggi pada perempuan
yang mengalami kekerasan fisik dan seksual selama kehamilan.untuk kejadian
keguguran (5,7%), bayi lahir prematur (16,5%), serta berat badan lahir rendah
(4,4%). Studi penelitian ini membuktikan bahwa pemukulan selama kehamilan
meningkatkan resiko terjadinya abortus spontan, persalinan prematur dan berat
badan bayi rendah dua kali lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak mengalami
kekerasan selama hamil.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian kekerasan pada perempuan?
2. Bagaimana Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi kekerasan pada perempuan
4. Bagaimana dampak dari kekerasan terhadap perempuan pada masa perintal
5. Bagaimana respon dan koping perempuan pada masa perinatal yang
mengalami kekerasan
6. Bagaimana Peran Perawat Maternitas terhadap perempuan pada masa
perinatal yang mengalami Kekerasan

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari kekerasan pada perempuan
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang bentuk-bentuk kekerasan terhadap
perempuan
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang faktor yang mempengaruhi
kekerasan pada perempuan
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang dampak dari kekerasan terhadap
perempuan pada masa perinatal
5. Untuk mengetahui dan memahami tentang respon dan koping perempuan pada
masa perinatal yang mengalami kekerasan
6. Untuk mengetahui dan memahami tentang Peran Perawat Maternitas terhadap
perempuan pada masa perinatal yang mengalami Kekerasan

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kekerasan pada Perempuan
Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresi (agressive
behavior) yang menyebabkan atau dimaksudkan menganggu hubungan intrapersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenarnya. Untuk itu, perawat harus mengetahui tentang respon kemarahan dan
fungsi positif marah.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan tindakan pelanggaran hak-hak asasi
manusia terhadap perempuan. Tidak salah apabila tindakan ini oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai sebuah kejahatan kemanusiaan. Tindakan ini antara
lain mencakup pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, perkosaan serta
ingkar janji (Aripurnami, 2000).
Menurut Pasal 1 Deklarasi, kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan
berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis,
termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang, baik yang terjadi didepan umum atau dalam kehidupan pribadi.

B. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan


Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri
dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau
luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah
menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang,
menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya.
Biasanya perlakuan ini akan Nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah
atau bekas luka lainnya.
2. Kekerasan psikologis / emosional

6
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku
kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir
istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana
memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan
batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri,
tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya,
padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada
orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri,
bahkan menghabiskan uang istri

C. Faktor Yang Mempengaruhi Kekerasan Pada Perempuan


Adapun faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah
tangga khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri telah diungkap dalam
suatu penelitian yang dilakukan oleh Diana Ribka, juga oleh Istiadah yang dapat
diringkaskan sebagai berikut:
1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri.
Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk
sedemikian rupa dalam keluarga dan kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri
adalah milik suami oleh karena harus melaksanakan segala yang diinginkan oleh
yang memiliki. Hal ini menyebabkan suami menjadi merasa berkuasa dan
akhirnya bersikap sewenangwenang terhadap istrinya. Jika sudah demikian halnya
maka ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan istri akan selalu
menjadi akar dari perilaku keras dalam rumah tangga.
2. Ketergantungan ekonomi.
Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk

7
menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan,
sekalipun tindakan keras dilakukan kepadnya ia tetap enggan untuk melaporkan
penderitaannya dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya dan
pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh suami untuk bertindak
sewenang-wenang kepada istrinya.
3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaiakan konflik.
Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah
tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari
ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan,
kemudian dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi
keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan
bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras agar ia
menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering
menggunakan kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan problem rumah
tangganya.
4. Persaingan
Jika di muka telah diterangkan mengenai faktor pertama kekerasan dalam rumah
tangga adalah ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan istri. Maka di
sisi lain, perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan,
pergaulan, penguasaan ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah, di
lingkungan kerja, dan lingkungan masyarakat di mana mereka tinggal, dapat
menimbulkan persaingan dan selanjutnya dapat menimbulkan terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu sisi suami tidak mau kalah,
sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang dan dikekang.
5. Frustasi
Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa
frustai tidak bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung
jawabnya. Hal ini biasa terjadi pada pasangan yang
a. Belum siap kawin
b. Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi
kebutuhan rumah tangga.
b. Masih serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada orang

8
tua atau mertua.
6. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hokum
Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga
tidak terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal ini penting
karena bisa jadi laporan korban kepada aparat hukum dianggap bukan sebagai
tindakan kriminal tapi hanya kesalahpahaman dalam keluarga. Hal ini juga terlihat
dari minimnya KUHAP membicarakan mengenai hak dan kewajiban istri sebagai
korban, karena posisi dia hanya sebagai saksi pelapor atau saksi korban. Dalam
proses sidang pengadilan, sangat minim kesempatan istri untuk mengungkapkan
kekerasan yang ia alami.
Beberapa faktor penghambat untuk menanggulangi tindakan kekerasan dalam
rumah tangga, antara lain :
1. Keterbukaan dan saling percaya, dalam hal ini pasangan suami istri harus
saling terbuka dan percaya satu sama lain dan jangan menyembunyikan
apapun dari pasangan anda karena jika sikap tersebut buruk lambat laun akan
terungkap
2. Memahami kedudukan satu sama lain, hal ini perlu agar ada keharmonisan
apalagi jika suami dan istri sama-sama bekerja
3. Jauhi amarah destruktif, pertengkaran dalam rumah tangga merupakan hal
yang wajar tetapi akan menjadi tidak wajar ketika pertengkaran berlanjut
terus-menerus dan akan diperparah lagi jika salah satu pasangan atau
keduanya memiliki pendirian yang keras
D. Dampak Kekerasan Perempuan pada Masa Perinatal.
Kekerasan dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius yang
mempengaruhi perempuan ataupun anak-anak seperti cedera, kelainan kandungan,
gangguan kesehatan mental, kesudahan kehamilan (abortus), dan penyakit menular
seksual, serta meningkatkan resiko perempuan terkena penyakit dimasa yang akan
datang (Heise et al., 1999).
Menurut Golding (1996) cidera bukanlah dampak kesehatan fisik yang paling
umum akibat kekerasan. Biasanya dampaknya lebih pada gangguan fungsional yang
seringkali sulit diidentifikasi penyebabnya, seperti mudah marah, sindrom usus yang
mudah meradang, serta berbagai sindroma nyeri kronis.

9
Kalibonso (2002) menggolongkan dampak dari kekerasan yang berhubungan
dengan kesehatan perempuan, yaitu : pertama, gangguan kesakitan fisik non
reproduksi, termasuk cidera, gangguan fungsional, keluhan fisik dan cacat permanen;
kedua, gangguan kesehatan jiwa, termasuk kecemasan, rasa rendah diri, ketakutan, dan
depresi; ketiga, gangguan kesehatan reproduksi, termasuk kehamilan tak diinginkan,
abortus tak disengaja yang diawali dengan perdarahan, berat badan lahir rendah;
keempat, kematian atau bunuh diri. Mitra perempuan melakukan penelitian berkaitan
dengan dampak dari kekerasan dari 165 kasus, didapatkan data yang menunjukan
bahwa kekerasan banyak berdampak pada ganguan keksehatan jiwa (73,94 %),
gangguan kesakitan fisik (50,30%), dan gangguan kesehatan reproduksi (4,85 %).
Peristiwa kehamilan dianggap sebagai suatu periode transisi dalam kehidupan
seorang wanita, yang menyebabkan dirinya mengalami perubahan peran dan status
menjadi seorang ibu, perubahan ini dirasa mengancam oleh pasangannya, tidak
mengherankan kekerasan meningkat 60 % saat wanita hamil (Bobak, Lowdermilk &
Jensen, 1995).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mc Farlane et al. (1996) menyatakan bahwa
wanita yang mengalami kekerasan fisik selama kehamilan akan melahirkan bayi
dengan rata-rata berat badan 133 gr lebih rendah dari pada wanita yang tidak
mengalami kekerasan. Begitupula yang dikemukakan oleh Yasmin Negger et al,
(2003), yang menyatakan bahwa kekerasan selama kehamilan yang menyebabkan
trauma pada abdomen akan mengakibatkan persalinan prematur, ruptur membran
plasenta dan perdarahan.
Menurut Bobak & Jansen (1995) kehamilan dapat meningkatkan resiko terjadinya
kekerasan dengan alasan : (1) stress biopsikososial selama kehamilan yang dapat
menghambat hubungan dengan pasangan; (2) suami cemburu dengan janin, yang
dikhawatirkan akan mengganggu hubungannya dengan pasangannya; (3) suami marah
kepada janin dan istri karena kehamilan yang tidak diinginkan.; (4) bingung dan cemas
dengan perubahan yang terjadi.
Menurut Curry, 1998 (dalam Lowdermilk, 2000) kekerasan fisik pada ibu hamil
selain sangat berbahaya untuk ibu juga berisiko besar untuk bayi yang dikandungnya.
Resiko trauma/cidera pada bayi ini jauh lebih besar karena kondisi bayi yang masih
rentan terhadap trauma Bayi pada Ibu korban kekerasan fisik selama kehamilan sering

10
lahir prematur atau lahir mati.
Kekerasan selama kehamilan dapat berdampak serius pada kesehatan perempuan
dan anaknya (Heise et al.,1999). Dampaknya antara lain termasuk kunjungan antenatal
yang tertunda, pertambahan berat badan selama kehamilan yang tidak mencukupi,
kebiasaan merokok meningkat, penyakit menular seksual, infeksi vagina dan leher
rahim, infeksi ginjal, keguguran, dan aborsi, kelahiran prematur, gawat janin dan
perdarahan dalam kehamilan. Hal ini diperkuat dengan adanya hasil penelitian yang
menunjukan bahwa kekerasan pada masa kehamilan menjadi penyebab terbesar pada
masalah berat badan lahir rendah, persalinan prematur dan janin tumbuh lambat
(Pettersen et al, 1997).
. Pada saat hamil, dapat terjadi keguguran / abortus, persalinan imatur dan bayi
meninggal dalam rahim. Pada saat bersalin, perempuan akan mengalami penyulit
persalinan seperti hilangnya kontraksi uterus, persalinan lama, persalinan dengan alat
bahkan pembedahan. Hasil dari kehamilan dapat melahirkan bayi dengan BBLR,
terbelakang mental, bayi lahir cacat fisik atau bayi lahir mati. Selama masa nifas juga
ibu akan kesulitan dalam memproduksi ASI, ibu mengalami depresi, bayi tidak akan
mendapatkan perawatan yang optimal.
E. Respon dan Koping Perempuan Pada Masa Perinatal yang Mengalami
Kekerasan
Ada beberapa sumber koping pada ibu perinatal yaitu meliputi : sumber internal,
dan sumber eksternal. Koping yang berasal dari sumber internal dipengaruhi oleh
karakter seseorang, meliputi kesehatan dan energi; sistem kepercayaan seseorang
termasuk kepercayaan eksistensial (iman, kepercayaan agama); komitmen atau tujuan
hidup dan perasaan seseorang seperti harga diri, kontrol, dan kemahiran; pengetahuan;
keterampilan pemecahan masalah; dan keterampilan sosial (kemampuan
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain). Sedangkan koping yang
bersumber eksternal meliput dukungan sosial.
Sumber eksternal yang paling utama adalah dukungan sosial / support sosial yang
diartikan sebagai rasa memiliki bagi seseorang. Dukungan sosial memiliki tiga
kategori yaitu : pertama , kategori informasi yang embuat orang percaya bahwa
dirinya diperhatikan atau dicintai (dukungan emosional); kedua, kategori informasi
yang membuat seseorang merasa bahwa dirinya dianggap atau dihargai (dukungan

11
harga diri); ketiga, katergori informasi yang membuat seseorang merasa bahwa dirinya
merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling ketergantungan.
Berbagai respon ibu perinatal terhadap kekerasan yang dialaminya, seperti yang
diungkapkan oleh Poerwandari (2000) kekerasan juga dapat mengakibatkan dampak
psikologis, dimana korban melihat dirinya negatif, banyak menyalahkan diri,
menganggap dirinya yang bertanggungjawab terhadap kekerasan yang dialaminya,
kekecewaan, ketakutan, kemarahan yang tidak dapat diungkap dan mengalami depresi.
Yasmin Negger et al,(2003), yang menyatakan bahwa koping maladaptif yang muncul
pada wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga adalah merokok,
penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat-obatan. Perbedaan ini dimungkinkan
karena adanya perbedaan budaya.
Kalibonso (2002) mengungkapkan data hasil penelitian Mitra Perempuan terhadap
165 kasus kekerasan, didapatkan kekerasan yang berdampak gangguan jiwa termasuk
kecemasan, rasa rendah diri, ketakutan, dan depresi sebanyak 73,94 %. Sedangkan
gangguan fisik non reproduktif meliputi cedera, gangguan fungsional, keluhan fisik
dan cacat permanen sebanyak 50,30 %. Adapun gangguan kesehatan reproduksi yang
terdiri dari kehamilan tidak diinginkan, penyakit menular seksual dan abortus
berjumlah 4,85 %.
Begitu juga dengan hasil penelitian oleh Flower Aceh pada Tahun 1998, bahwa
dampak kekerasan adalah ketakutan, malu, stress, trauma, serta kesedihan yang
mendalam dan merasa takut akan kekerasan yang akan dialami kembali yangmungkin
akan mengancam jiwanya (Syahrir, 2000). Beberapa studi juga melaporkan kekerasan
fisik dan seksual selama kehamilan akan mempengaruhi status kesehatan ibu, antara
lain: sakit kepala, nyeri, dan mengalami depresi berat (Leserman, Stewart dan Dell,
1999).
F. Peran Perawat Maternitas terhadap perempuan pada masa perinatal yang
mengalami Kekerasan
Perawat maternitas merupakan tenaga kesehatan profesional di bidang maternitas
sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kepada
klienpada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas sesuai kebutuhannya (May,
1994 ; Word, 1997).
Dalam melaksanakan peranya sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat

12
menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan menggunakan langkah-langkah
tindakan yang sistimatis sehingga dapat membantu ibu korban kekerasan. Langkah –
langkah tersebut meliputi kemampuan dalam melakukan pengkajian dan pendekatan
kepada Ibu sehingga Ibu mau bercerita dan menggungkapkan pengalaman kekerasan
yang dialaminya. Menjamin rasa nyaman dan membina hubungan saling percaya
sangat diperlukan dalam hal ini. Perlu juga dilakukan promosi bahwa dengan berdiam
diri tidak akan menyelesaikan permasalahan, poster-poster yang memberikan
dodrongan agar ibu mau terbuka kepada perawat juga perlu ditempel di ruang
perawatan.
Perawat maternitas mempunyai peranan yang besar dalam meningkatkan
keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan ibu dan keluarga berupa kesejahteraan fisik
dan psikososial. Menurut Taylor, dkk (1997), peran perawat maternitas adalah
educator, conselor, caregiver atau provider, case finder, peneliti dan advocate.
a. Peran sebagai Pendidik (educator)
Peran perawat sebagai pendidik perempuan yang mengalami kekerasan, disini
perawat perlu meningkatkan pengetahuan ibu dan meningkatkan kemampuan dan
kepercayaan diri ibu bahwa dia layak dihargai dan perlu meminta pertolongan
untuk keluar dari permasalahan (Bobak & Jansen, 1985).
b. Peran sebagai Konselor (conselor)
Perawat perlu mengidentifikasi kekerasan serta mencari alternatif- alternatif
penyelesaian masalah yang dapat ditempuh serta tempat-tempat yang memberikan
perlindungan atau selter yang dapat dimanfaatkan sebagai rumah sementara
(Bobak & Jansen, 1985).
c. Peran perawat sebagai care giver /provider
Perawat dalam memeberikan asuhan keperawatan kepada perempuan yang
mengalami kekerasan dengan menggunakan langkah langkah tindakan yang
sistematis meliputi: kemampuan dalam melakukan pengkajian dan pendekatan
kepada ibu sehingga ibu mau bercerita dan mengungkapkan pengalaman
kekerasan yang dialaminya, menjamin rasa aman nyaman, dan membina
hubungan saling percaya, memberikan dukungan emosional seperti : menerima,
memahami, merangkul, membuka diri, membina situasi akrab, mendengarkan,
mensupport, mengkaji realitas, identifikasi dan juga perhatian terhadap fisik

13
(May, 1992 ; Taylor, et al., 1997)
d. Peran perawat sebagai peneliti (Researcher)
Penelitian yang dilakukan oleh perawat dilakukan untuk melihat keefektifan
intervensi keperawatan perawat, juga mengevaluasi penelitian terbaru yang
ditemukan untuk diaplikasikan dilahan praktek (May, 1992 ; Taylor, et al., 1997).
Perawat tidak hanya meneliti pada masalah kesehatan fisik perempuan yang
mengalami kekerasan tetapi dapat juga mengembangkan penelitian kearah
psikososial
e. Peran sebagai Pembela (Advocate)
Peran perawat sebagai penghubung antara perempuan yang mengalami kekerasan
dengan pihak-pihak terkait dalam penatalaksanaan kekerasan dalam rumah tangga
meliputi : memfasilitasi perempuan yang mengalami kekerasan berkomunikasi
dengan pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli
terhadap kekerasan selain itu juga perawat mempunyai tugas untuk melindungi
ibu janin dan bayi terhadap kekerasan dan melakukan perawatan terhadap
kekerasan fisik (Bobak & Jansen, 1985).

14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Kekerasan terhadap perempuan merupakan tindakan pelanggaran hak-hak


asasi manusia terhadap perempuan. Tidak salah apabila tindakan ini oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai sebuah kejahatan kemanusiaan.
Tindakan ini antara lain mencakup pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah
tangga, perkosaan serta ingkar janji (Aripurnami, 2000).
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri
dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam : kekerasan fisik,
kekerasan psikologi, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi.
Adapun faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah
tangga khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri telah diungkap dalam
suatu penelitian yang dilakukan oleh Diana Ribka, juga oleh Istiadah adalah
adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri,
Ketergantungan ekonomi, Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaiakan konflik,
Persaingan, Frustasi, Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses
hokum

Di seluruh dunia satu diantara empat perempuan hamil mengalami kekerasan


fisik dan seksual oleh pasangannya. Pada saat hamil, dapat terjadi keguguran /
abortus, persalinan imatur dan bayi meninggal dalam rahim. Pada saat bersalin,
perempuan akan mengalami penyulit persalinan seperti hilangnya kontraksi
uterus, persalinan lama, persalinan dengan alat bahkan pembedahan. Hasil dari
kehamilan dapat melahirkan bayi dengan BBLR, terbelakang mental, bayi lahir
cacat fisik atau bayi lahir mati. Selama masa nifas juga ibu akan kesulitan dalam
memproduksi ASI, ibu mengalami depresi, bayi tidak akan mendapatkan
perawatan yang optimal.

Ada beberapa sumber koping pada ibu perinatal yaitu meliputi : sumber
internal, dan sumber eksternal. Koping yang berasal dari sumber internal
dipengaruhi oleh karakter seseorang, meliputi kesehatan dan energi; sistem
kepercayaan seseorang termasuk kepercayaan eksistensial (iman, kepercayaan

15
agama); komitmen atau tujuan hidup dan perasaan seseorang seperti harga diri,
kontrol, dan kemahiran; pengetahuan; keterampilan pemecahan masalah; dan
keterampilan sosial (kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang
lain). Sedangkan koping yang bersumber eksternal meliput dukungan sosial.

Dalam melaksanakan peranya sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat


menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan menggunakan langkah-
langkah tindakan yang sistimatis sehingga dapat membantu ibu korban kekerasan.
Menjamin rasa nyaman dan membina hubungan saling percaya sangat diperlukan
dalam hal ini. Perlu juga dilakukan promosi bahwa dengan berdiam diri tidak
akan menyelesaikan permasalahan, poster-poster yang memberikan dodrongan
agar ibu mau terbuka kepada perawat juga perlu ditempel di ruang perawatan.
Perawat maternitas mempunyai peranan yang besar dalam meningkatkan
keselamatan, kesehatan serta kesejahteraan ibu dan keluarga berupa kesejahteraan
fisik dan psikososial. Menurut Taylor, dkk (1997), peran perawat maternitas
adalah educator, conselor, caregiver atau provider, case finder, peneliti dan
advocate.

B. SARAN

Bagi mahasiswa pendidikan keperawatan diharapkan mampu meningkatkan


keterampilan dalam keperawatan maternitas guna untuk meningkatkan
pengetahuan dalam keperawatan maternitas sehingga mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan baik dan benar

16
DAFTAR PUSTAKA

Adi Prinantyo. (2007). Kekerasan dalam rumah tangga dipengaruhi faktor


ideologi. http://209.85.175.104/search?
q=cache:BNpZBolLJcoJ:kompas.com/kesehatan/ne
ws/0407/12/103203.htm+kekerasan+dalam+rumah+tangga&hl=id&c
t=clnk&cd=1 &gl=id,.

Adiningsih, N.U. (2004). Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.


http://www.suarapembaruan.com/News/2004/09/20/Editor/edit03.ht
m,

Adiningsih. (2004). Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga


http://www.suarapembaruan.com/News/
2004/09/20/Editor/edit03.htm,

Aripurnami. (2000). Kekerasan terhadap perempuan, aspek – aspek sosial


budaya dan pasal lima konvensi perempuan. Jakarta : Kelompok
Kerja “Convention Wacth” Pusat Kajian Wanita dan Gender
Universitas Indonesia.

Bobak, I.M. & Jensen, M.C. (1985), Maternity & Gynecologic care : The
nurse and the family. (3th ed). St. Louis : Mosby – Year Book, Inc.

Creswell, J. W. (1998). Qualitative inquiry and research design : choosing


among five traditions. California : Sage Publication.

Curry, M.A. (1998). The interrelation ships between abuse, substance use,
and psychososial stress during pregnancy. Jurnal of Obstetric,
Ginecologic, and Neonatal Nursing : Clinical Issues, 27 (6), 692 –
698.

Gorrie, T. M., Mc Kinney, E. S. & Murray, S.S. (1998). Foundation of


maternal – newborn nursing. (2rd ed). Philadelphia : W.B. Sauders
Company.

Hamid, A.Y. (1998). Adaptasi psikososial pada masakehamilan dan nifas.


Jurnal Keperawatan Indonesia. I (4), 117-126.

Hayati & Hasyim. (2002). Panduan pelatihan penghapusan kekerasan


terhadap perempuan untuk tingkat lapangan. Jakarta : Kementrian
Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia.

Heise, L., Ellberg, M., & Goltteoeller, M. (1999). Ending violence agains
women. Population Reports. Baltimore : Johns Hopkins University
School of Public Health, Series L, No 11.

17
Kalibonso, R. S. (2002). Kejahatan itu bernama kekerasan dalam rumah
tangga. Jurnal Perempuan : Untuk Pencerahan dan Kesetaraan.

Lowdermilk, D. L., Perry, S. E., Bobak, I. M. (2000). Maternity & woman


health care. (7thed), St. Louis : Mosby Inc.

Maleong, L. J. (1998). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : PT.


Pareja Rosdaharyo.

Patlimia, H. (2005). Metode Penelitian kualitatif : Bandung : Alfabeta.

Pettersen, R., Gazmararian, J. A., Spitz, A. M., Rowley, D. L., Goodwin,


M. M., Saltzman, L. E., & Marks, J. S.(1997). Violence and adverse
pregnancy outcomes
: a review of the literature and directions for future research.
American Journal of preventive Medicine, 13, 366 – 373.

Poerwandari. (2000). Kekerasan terhadap perempuan tinjauan psikologi


feministik. Jakarta : Kelompok Kerja “Convention Wacth” Pusat
Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia.

Polit, D.F., Beck, C.T. & Hungler, B.P. (2001). Essentials of nursing
reasearch : methodes, appraical, and utilization. St. Louis : Mosby
Year Book Inc.

Pratiwi. (2007). Sebongkah feminisme di hati seorang perempuan.


http://depoy_hukum.blogs.friendster.com/my_blog/2007/01/masih_a
dakah_se.htm ldiperoleh tanggal 16 April 2008.

Ridwan, M.Ag. (2006). Kekerasan berbasis gender. Yogyakarta : Pusat


Study Gender.(UNFPA dan Yayasan Pulih, 2004).

Romeo, B.L. & Dodison, P. (1998) Filipino men’s involmemmet in


women’s health initiaves : sstatus, challenge and prospect. Manila :
Sosial Development Research.

Sherwen, L. N., Scoloveno, M. A. & Weingarten, C.T. (1995). Nursing


care of the childbearing family. Connecticut : Appleton & Lange.

Streubert, H. J. & Carpenter, D. R. (1999). Qualitative reasearch ini


nursing advancing the humanistic imperative. Philadelpia :
Lippincott.

Sugiono. (2005). Memahami penelitian kualitatif. Bandung : Alfabeta.

18
Taylor, C., & Mone, P. L.(1997). Fundamental of nursing the art and
science of nursing care. Philadelphia : F. A. Davis Company.

Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan


dalam Rumah Tangga (2007). Jakarta : Transmedia Pustaka.
Venny, A. (2002). Hentikan kekerasan terhadap perempuan. Jurnal
Perempuan : Untuk pencerahan dan keetaraan. Yayasan Jurnal
Perempuan 26, 146 – 149.

19

Anda mungkin juga menyukai