Anda di halaman 1dari 44

HUBUNGAN FAKTOR GIZI DAN PERAWATAN PAYUDARA

DENGAN KEJADIAN BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS DI


PUSKESMAS BULULAWANG

SKRIPSI

OLEH:

SIANETE LEFMANUT
2018620089

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan


Menyelesaikan Program Diploma IV Bidan Pendidik

PROGRAM STUDI D-IV BIDAN PENDIDIK


UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2019

1
HUBUNGAN FAKTOR GIZI DAN PERAWATAN PAYUDARA
DENGAN KEJADIAN BENDUNGAN ASI PADA IBU NIFAS
DI PUSKESMAS BULULAWANG
OLEH:

SIANETE LEFMANUT
2018620089

PROGRAM STUDI D-IV BIDAN PENDIDIK


UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2019

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa nifas atau ( puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta

sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu ( Dewi Vivian dan Tri,2011)

Organisasi kesehatan tingkat dunia World Health Organization (WHO )

memperkirakan 800 perempuan meningal setia harinya akibat komplikasi

kehamilan dan proses kelahiran. Setelah 99% dari seluruh kematian ibu

terjadi di negara berkembangan. Sekitar 80% kematian maternal merupakan

akibat meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan setelah

persalinan.

Menurut laporan WHO yang telah dipublikasikan tahun 2014 Anhgka

Kematian Ibu (AKI) di dunia mencapai angka 289.000 jiwa. Di mana

terbagi atas beberapa Negara, antara lain Amerika Serikat mencapai 9.300

jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa dan Asia Tenggara 16.000 jiwa (

WHO,2014 ).

Angka Kematian Ibu ( AKI ) di negara –negara Asia Tenggara di antaranya

Indonesia mencapai 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filliphina 170 per

100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup,

1
Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran

hidup dan Malaysia 39 per 100.000 ( WHO,2014).

Menurut data ASEAN tahun 2014 disimpulkan bahwa presentase

cakupan kasus bendungan ASI pada ibu nifas tercatat 107.654 ibu nifas,

pada tahun 2014 terdapat ibu nifas yang mengalami bendungan ASI

sebanyak 95.698 orang, serta pada tahun 2015 ibu yang mengalami

bendungan ASI sebanyak 76.543 orang. Hal ini disebabkan karena

kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih

relative rendah ( Depkes RI, 2014).

Data Dinkes Propinsi Jawa Timur Tahun 2015 AKI berjumlah 121,

penyebab langsung AKI yaitu perdarahan 21,81%, eklampsia/ preeklampsia

36,29%, jantung 12,93%, infeksi 22,90% dan penyebab lain 6,07%.( Dinkes

JATIM, 2015).

Kasus kematian ibu masih terjadi di Kota Malang pada tahun 2016 dan

keberadaannya meningkat jika dibandingkan tahun 2015.

Adapun angka kematian ibu (AKI) dilaporkan pada tahun 2016 mencapai

75,29 per 100.000 kelahiran. Artinya dalam setiap 100.000 kelahiran hidup

terjadi kematian ibu antara 75 – 76 kasus. Angka ini meningkat jika

dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai 68,24 per 100.000

kelahiran.

Salah satu masalah masyarakat mengenai kejadian bendungan ASI

yang disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi

tidak cukup sering menyusui pada ibunya. Gangguan ini dapat menjadi

2
lebih parah apabila ibu jarang menyusui bayinya, akibatnya bayi tidak

mendapatkan ASI secara ekslusif dan apabila tidak segera ditangani maka

akan menyebabkan engorgement, hal ini terjadi karena penyempitan duktus

lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak di kosongkan dengan sempurna

atau karena kelaian pada puting susu sehingga terjadinya pembengkakan

pada payudara kerena peningkatan aliran vena dan limfe mengakibatkan

timbulnya rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan.

Dampak bendungan ASI yaitu statis pada pembuluh limfe akan

mengakibatkan tekanan intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai

segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara meningkat

akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri (WHO),

walaupun tidak disertai dengan demam. Terlihat kalang payudara lebih lebar

sehingga sukar dihisap oleh bayi. Bendungan ASI yang tidak disusukan

secara adekuat akhirnya terjadi mastitis (Mochtar, 2011).

Berdasarkan studi pendahukuan yang saya lakukan di puskesmas

Bululawang, dari data puskesmas terdapat 35 ibu yang mengalami

bendungan ASI, dari 3 orang ibu yang saya lakukan wawancara ternyata

perawatan payudaranya kurang diperhatikan, sedangkan 2 orang ibu

diantaranya mengatakan gizinya kurang karena ekonominya yang kurang

mencukupi. Berdasarkan studi pendahuluan tersebut penulis tertarik untuk

mengambil judull tentang Hubungan faktor gizi dan perawatan payudara

dengan kejadian bendungan ASI di puskesmas Bululawang.

3
1.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan faktor gizi dan perawatan payudara

dengan terjadinya bendungan ASI pada ibu nifas.

1.3 Hipotesis Penelitian

Diduga adanya hubungan faktor gizi dan perawatan payudara dengan

terjadimya bendungan ASI pada ibu nifas.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Bendungan Asi

2.1.1 Definisi

Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan

duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna

atau karena kelainan pada puting susu ( Manuaba, 2010).

Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena

peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan

rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan (Sarwono, 2010).

Keluhan ibu menurut Prawirohardjo (2010), adalah payudara bengkak,

keras, panas dan nyeri. Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan

perawatan payudara untuk mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga, maka

berikan terapi simptomatis untuk sakitnya (analgetika), kosongkan payudara,

sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipompa, sehingga sumbatan hilang.

Kalau perlu berikan stilbestrol atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari

untuk membendung sementara produksi ASI.

Kepenuhan fisiologis menurut Rustam (2012),adalah sejak hari ketiga

sampai hari keenam setelah persalinan, ketika ASI secara normal dihasilkan,

payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat fisiologis dan dengan

penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa penuh tersebut

pulih dengan cepat. Namun dapat berkembang menjadi bendungan. Pada

5
bendungan, payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran

vena limpatik tersumbat, aliran susu menjadi terhambat dan tekanan pada saluran

ASI dengan alveoli meingkat.

Payudara menjadi bengkak, merah dan mengkilap. Jadi dapat diambil

kesimpulan perbedaan kepenuhan fisiologis maupun bendungan ASI pada

payudara adalah :

a. Payudara yang penuh terasa panas, berat dan keras. Tidak terlihat

mengkilap. ASI biasanya mengalir dengan lancar dengan kadang-kadang

menetes keluar secara spontan.

b. Payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri.

Payudara terlihat mengkilap dan puting susu teregang menjadi rata. ASI

tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit menghisap ASI sampai

bengkak berkurang.

Bila nyeri ibu tidak mau menyusui keadaan ini akan berlanjut, ASI

yang disekresi akan menumpuk sehingga payudara bertambah tegang.

Gelanggang susu menonjol dan putting menjadi lebih getar. Bayi menjadi

sulit menyusu. Pada saat ini payudara akan lebih meningkat, ibu demam

dan payudara terasa nyeri tekan terjadi statis pada saluran asi (ductus

akhferus) secara local sehingga timbul benjolan local (Wiknjosastro,

2012).

6
2.1.2 Etiologi Bendungan Asi

Penyebab dari bendungan ASI disebabkan oleh beberapa faktor. Secara

garis besar etiologinya dapat dibagi sebagai berikut :

1. Pengosongan mamae yang tidak sempurna

Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang

produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai

menyusui & payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI

di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat

menimbulkan bendungan ASI.

2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif

Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin

atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan

ASI.

3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar

Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu

menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu.

Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI.

4. Puting susu terbenam

Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu.

Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak mau

menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI.

5. Puting susu terlalu panjang

7
Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu

karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus

untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan

bendungan ASI ( Prawirohardjo, 2012).

2.1.3 Patofisiologi Bendungan ASI

1. Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara penuh

terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak kemerahan.

2. ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang

terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu

teregang menjadi rata.

3. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk

menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya akan

hilang dalam 24 jam (Mochtar, 2010).

2.1.4 Faktor Predisposisi Bendungan ASI

Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain :

1. Faktor hormon

2. Hisapan bayi

3. Cara menyusui

4. Faktor gizi

5. Kelainan pada puting susu

6. Perawatan Payudara.

8
2.1.5 Gejala Bendungan ASI

Gejala yang dirasakan ibu apabila terjadi bendungan ASI adalah:

1. Bengkak pada payudara

2. Payudara terasa keras

3. Payudara terasa panas

4. Terdapat nyeri tekan pada payudara (Prawirohardjo, 2012)

2.1.6 Pencegahan Bendungan ASI

1. Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30 menit)

setelah dilahirkan

2. Susui bayi tanpa dijadwal (on demand)

3. Keluarkan asi dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi

kebutuhan bayi

4. Perawatan payudara pasca persalinan ( masa nifas ) menurut Depkes, RI

(2013), adalah dengan tangan yang sudah dilicinkan

dengan minyak (Baby oil) lakukan pengurutan 3 macam cara :

a. Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara kemudian

urut ke atas, terus ke samping, ke bawah dan melintang hingga

tangan menyangga payudara, kemudian lepaskan tangan dari

payudara.

b. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari – jari tangan

saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut

payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara

kanan.

9
c. Telapak tangan menopang payudara pada cara ke -2 kemudian jari

tangan kanan dikepalkan kemudian buku jari tangan kanan

mengurut dari pangkal ke arah puting.

5. Menyusui yang sering

6. Jangan memberikan minum lain pada bayi.

7. Hindari tekanan local pada payudara (Wiknjosastro, 2012).

2.1.7 Pengobatan untuk bendungan ASI adalah

1. Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek

2. Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan

dihisap oleh bayi

3. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI.

4. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin.

5. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening l. akukan

pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari puting kearah korpus.

(Sastrawinata, 2010)

2.1.8 Terapi dan Pengobatan Menurut Prawirohardjo (2011), adalah:

1. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya

2. Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care

3. Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui dan

4. Kompres dingin sesudah menyusui untuk mengurangi rasa nyeri

5. Gunakan Bra yang menopang.

6. Berikan parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri dan

menurunkan panas.

10
Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan perawatan

payudara untuk mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga, maka

berikan terapi simptomatis untuk sakitnya (analgetika), kosongkan

payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipompa, sehingga

sumbatan hilang. Kalau perlu berikan stilbestrol 1 mg atau lynoral tablet 3

kali sehari selama 2-3 hari untuk sementara waktu mengurangi

pembendungan dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan.

2.1.9 Penatalaksanaan Bendungan ASI

1. Jika ibu menyusui

a. Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar

kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih

berhati-hati pada area yang mengeras menyusui sesering mungkin

dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara

yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui

dengan penuh semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa

mengeringkannya dengan efektif.

b. Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali

selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi

payudara yang sakit tersebut

c. Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada

payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan

air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut di

sekitar area payudara.

11
d. Yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-

lahan turun ke arah puting susu.

e. Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.

f. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

g. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.

2. Jika ibu tidak menyusui:

a. Gunakan bra yang menopang

b. Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri

c. Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam

d. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.

e. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.

2.2 Konsep Dasar Perawatan Payudara

2.2.1 Perawatan Payudara

Perawatan payudara (Breast Care) adalah suatu cara merawat payudara

yang dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk produksi ASI, selain

itu untuk kebersihan payudara dan bentuk puting susu yang masuk ke dalam atau

datar. Puting susu demikian sebenarnya bukanlah halangan bagi ibu untuk

menyusui dengan baik dengan mengetahui sejak awal, ibu mempunyai waktu

untuk mengusahakan agar puting susu lebih mudah sewaktu menyusui. Disamping

itu juga sangat penting memperhatikan kebersihan personal hygiene (Rustam,

2009).

Payudara adalah pelengkap organ reproduksi wanita dan pada masa laktasi

akan mengeluarkan air susu. Payudara mungkin akan sedikit berubah warna

12
sebelum kehamilan, areola (area yang mengelilingi puting susu) biasanya

berwarna kemerahan, tetapi akan menjadi coklat dan mungkin akan mengalami

pembesaran selama masa kehamilan dan masa menyusui (Manuaba, 2011).

Perawatan payudara adalah suatu tindakan yang untuk merawat payudara

terutama pada masa nifas ( masa menyusui) untuk memperlancarkan pengeluaran

ASI . Perawatan payudara adalah perawatan payudara setelah ibu melahirkan da

menyusui yang merupakan suatu cara yang dilakukan untuk merawat payudara

agar air susu keluar dengan lancer. Perawatan payudara paling penting dilakukan

selama hamil sampai menyusui. Hal ini dikarenakan payudara merupan saty-satu

penghasil ASI yang merupakan makanan pokok bayi yang baru lahir sehingga

harus dilakukan sedini mungkin .

2.2.2 Tujuan Perawatan Payudara

Perawatan Payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan perawatan

payudara semasa hamil, mempunyai tujuan antara lain:

a. Untuk menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi.

b. Untuk mengenyalkan puting susu, supaya tidak mudah lecet.

c. Untuk menonjolkan puting susu.

d. Menjaga bentuk buah dada tetap bagus.

e. Untuk mencegah terjadinya penyumbatan.

f. Untuk memperbanyak produksi ASI.

g. Untuk mengetahui adanya kelainan (Notoadmojo, 2008).

13
2.2.3 Waktu Perawatan Payudara

a. Pertama kali dilakukan pada hari kedua setelah melahirkan.

b. Dilakukan minimal 2x dalam sehari.

2.2.4 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

Hal –hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan payudara adalah:

a. Potong kuku tangan sependek mungkin, serta kikir seampai halus agar

tidak melukai payudara.

b. Cuci bersih tangan dan terutama jari tangan.

c. Lakukan pada suasana santai , misalnya pada waktu mandi sore atau

sebelum berangkat tidur.

2.2.5 Persyaratan Perawatan Payudara

a. Pengurutan harus dilakukan secara sistematis dan teratur minimal dua

kali dalam sehari.

b. Memperhatikan makanan dengan menu seimbang.

c. Memperhatikan kebersihan sehari-hari.

d. Memakai Bra yang bersih dan menyokong payudara.

e. Menghindari rokok dan minuman beralkohol.

f. Istirahat yang cukup dan pikiran yang tenag.

2.2.6 Alat yang Digunakan

a. Minyak kelapa atau baby oil.

b. Handuk kering.

c. Washlap.

d. Baskom

14
e. Air hangat dan air dingin.

2.2.7 Teknik Dan Cara Perawatan Payudara

1. Teknik Pengurutan Payudara

Teknik Dan Cara pengurutan payudara di paparkan Oleh Siti, 2012

antara lain :

a. Massase

Pijat sel-sel pembuat ASI dan saluran ASI tekan 2-4 jari ke dinding

dada, buat gerakan melingkar pada satu titik di area payudara setelah

beberapa detik pindah ke area lain dari payudara, dapat mengikuti

gerakan spiral. mengelilingi payudara ke arah puting susu atau

gerakan lurus dari pangkal payudara ke arah puting susu.

b. Stroke

1) Mengurut dari pangkal payudara sampai ke puting susu dengan

jari-jari atau telapak tangan.

2) Lanjutkan mengurut dari dinding dada kearah payudara diseluruh

bagian payudara.

3) Ini akan membuat ibu lebih rileks dan merangsang pengaliran ASI

(hormon oksitosin).

c. Shake (goyang)

Dengan posisi condong kedepan, goyangkan payudara dengan lembut,

biarkan gaya tarik bumi meningkatkan stimulasi pengaliran.

15
2. Cara Pengurutan Payudara

Cara Pengurutan payudara di paparkan oleh Prawirohardjo, 2010 dapat di

lakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pengurutan Pertama

1) Licinkan telapak tangan dengan sedikit minyak/baby oil.

2) Kedua tangan diletakkan diantara kedua payudara ke arah atas,

samping, bawah, dan melintang sehingga tangan menyangga

payudara, lakukan 30 kali selama 5 menit.

b. Pengurutan kedua

1) Licinkan telapak tangan dengan minyak/baby oil.

2) Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan

kanan saling dirapatkan sisi kelingking tangan kanan memegang

payudara kiri dari pangkal payudara kearah puting, demikian pula

payudara kanan lakukan 30 kali selama 5 menit (Manuaba, 2010).

c. Pengurutan ketiga

1) Licinkan telapak tangan dengan minyak.

2) Telapak tangan kiri menopang payudara kiri. Jari-jari tangan

kanan dikepalkan, kemudian tulang kepalan tangan kanan

mengurut payudara dari pangkal ke arah puting susu lakukan 30

kali selama 5 menit.

d. Perawatan payudara pada masa nifas

1) Menggunakan Bra yang menyokong payudara

16
2) Apabila puting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang keluar

pada sekitar puting susu setiap kali

3) selesai menyusui, menyusui tetap dilakukan dimulai dari puting

susu yang tidak lecet.

4) Apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan selama 24 jam ASI

dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok.

5) Untuk menghilangkan rasa nyeri ibu dapat minum parasetamol 1

tablet setiap 4-6 jam.

6) Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan :

pengompresan payudara menggunakan kain basah dan hangat

selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju puting

susu, keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga

puting susu menjadi lunak, susukan bayi setiap 2-3 jam, apabila

tidak dapat menghisap ASI sisanya dikeluarkan dengan tangan

letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.

e. Akibat jika tidak dilakukan perawatan payudara berbagai dampak

negatif dapat timbul jika tidak dilakukan perawatan payudara sedini

mungkin. Dampak tersebut meliputi :

1) Puting susu kedalam.

2) ASI lama keluar.

3) Produksi ASI terbatas.

4) Pembengkakan pada payudara.

5) Payudara meradang.

17
6) Payudara kotor.

7) Ibu belum siap menyusui.

8) Kulit payudara terutama puting akan mudah lecet (Prawirohardjo,

2011).

2.2.6 Penatalaksanaan Perawatan Payudara

Penatalaksanaan Perawatan Payudara Menurut Rustam (2009), antara lain :

1. Cara mengatasi bila puting tenggelam

Lakukan gerakan menggunakan kedua ibu jari dengan menekan kedua

sisi puting dan setelah puting tampak menonjol keluar lakukan tarikan

pada putting menggunakan ibu jari dan telunjuk lalu lanjutkan dengan

gerakan memutar puting ke satu arah. Ulangi sampai beberapa kali dan

dilakukan secara rutin.

2. Jika ASI belum keluar

Walaupun ASI belum keluar ibu harus tetap menyusui. Mulailah segera

menyusui sejak bayi baru lahir, yakni dengan inisiasi menyusui dini,

Dengan teratur menyusui bayi maka hisapan bayi pada saat menyusu ke

ibu akan merangsang produksi hormon oksitosin dan prolaktin yang akan

membantu kelancaran ASI. Jadi biarkan bayi terus menghisap maka akan

keluar ASI. Jangan berpikir sebaliknya yakni menunggu ASI keluar baru

menyusui.

3. Penanganan puting susu lecet

Bagi ibu yang mengalami lecet pada puting susu, ibu bisa

mengistirahatkan 24 jam pada payudara yang lecet dan memerah ASI

18
secara manual dan ditampung pada botol steril lalu di suapkan

menggunakan sendok kecil . Olesi dengan krim untuk payudara yang

lecet. Bila ada madu, cukup di olesi madu pada puting yang lecet.

4. Penanganan pada payudara yang terasa keras sekali dan nyeri, Asi

menetes pelan dan badan terasa demam. Pada hari ke empat masa nifas

kadang payudara terasa penuh dan keras, juga sedikit nyeri. Justru ini

pertanda baik. Berarti kelenjar air susu ibu mulai berproduksi. Tak jarang

diikuti pembesaran kelenjar di ketiak, jangan cemas ini bukan penyakit

dan masih dalam batas wajar. Dengan adanya reaksi alamiah tubuh

seorang ibu dalam masa menyusui untuk meningkatkan produksi ASI,

maka tubuh memerlukan cairan lebih banyak. Inilah pentingnya minum

air putih 8 sampai dengan 10 gelas sehari.

2.2.7 Cara Melakukan Perawatan Payudara

Adapun cara perawatan payudara Menurut Siti (2012), antara lain:

a. Tempelkan kapas yang sudah di beri minyak atau baby oil selama 5

menit, kemudian puting susu di bersihkan.

b. Letakan kedua tangan di antara payudara.

c. Mengurut payudara dimulai dari arah atas, kesamping lalu kearah bawah.

d. Dalam pengurutan posisi tangan kiri kearah sisi kiri, telapak tangan

kearah sisi kanan.

e. Melakukan pengurutan kebawah dan kesamping.

f. Pengurutan melintang telapak tangan mengurut kedepan kemudian kedua

tangan dilepaskan dari payudara, ulangi gerakan 20 – 30 kali.

19
g. Tangan kiri menopang payudara kiri 3 jari tangan kanan membuat

gerakan memutar sambil menekan mulai dari pangkal payudara sampai

pada puting susu, lakukan tahap yang sama pada payudara kanan.

h. Membersihkan payudara dengan air hangat lalu keringkan payudara

dengan handuk bersih, kemudian gunakan Bra yang bersih dan

menyokong.

2.3 Faktor Gizi

2.3.1 Defenisi

Gizi adalah proses makhluk hidup menggunakan makanan yang dikonsumsi

secara normal melalui proses digesti (penyerapan), absorpsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan.

2.3.2 Faktor –faktor yang sangat mempengaruhi status gizi

Dibawah ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

bendungan ASI anstara lain :

1. Pendidikan.

Pendidikan adalah salah satu penyebab yang paling tenting terjadinya

bendungan ASI, karna pendidikan yang kurang dan ketidaktahuan akan

apa yang sedang berkembang dan masalah kesehatan dan dapat

meningkatkan gangguan kesehatan.

2. Sosial dan Ekonomi.

Status social dan ekonomi memiliki peranan yang penting terhadap status

gizi seseorang. Pendidikan pada ibu menyusui juga mempengaruhi

pengetahuan, status ekonomi seperti penghasilan mempengaruhi daya beli

20
untuk memenuhi kebutuhan gizi yang sesuai sehingga tingkat konsumsi

pangan dan gizi menjadi rendah, buruknya sanitasi dan hygiene serta

meningkatkan gagguan kesehatan.

3. Genetik

Faktor keturunan memiliki peranan yang besar terhadap status gizi selain

dari faktor- faktor lainnya. Faktor genetic ini tidak dapat diubah karena

dari kedua orang tua .

4. Pola Makan

Pola makan juga dapat menyebabkan kurang asupan gizi yang kurang pada

ibu menyusui. Pola makan yang tidak teratur juga dapat memperhambat

pengeluaran ASI dan dapat menyebabkan Bendungan ASI.

Asupan gizi yang kurang sangat berpengaruh terhadap terjadinya

bendungan ASI dan produksi ASI dikontrol oleh dua mekanisme, yakni

hormonal dan gizi.

Beberapa makanan untuk ibu menyusui:

a) Ibu menyusui mengonsumsi makanan untuk dirinya dan untuk

menghasilkan ASI. Oleh karena itu, ibu menyusui perlu makanan 1

piring makanan sehat lebih banyakk daripada waktu sebelum hamil

dan menyusui.

b) Supaya ASI- nya mencukupi, setiap hari ibu menyusui perlu minum

8-10 gelas air.

c) Makanlah secara teratur pada saat jam makan.

d) Ibu menyusui perlu banyakk makan sayuran hijau dan buah.

21
5. Aktifitas

Aktifitas yang berlebihan dan kurang istirahat dengan benar berpengaruh

terjadinya bendungan karena aktifitas yang terlalu sering biasanya

memiliki status gizi yang sendah apabila tidak diimbangi dengan asupan

makanan dalam jumlah yang cukup dan bergizi juga bisa membuat ibu

merasa capeh dan kurang memperhatikn kebersihan payudara ibu produksi

ASI dan gizi yang di konsumsi ibu, maka akan ada tekanan pada payudara

karena ibu jarang menyusui bayi ibu secara teratur karena ibu lebih sibuk

dengan aktifitas maka akan meningkatkan produksi ASI pada ibu yang

produksi ASI yang berlebihan dan ibu tidak mengosongkan payudara

secara penuh dan kembali beraktifitas maka masih ada sisa ASI yang di

dalam payudara, sisa ASI tersebut dapat menyebabkan bendungan ASI.

6. Penyakit

Keadaan sakit menyebabkan keadaan tubuh seseorang dalam keadaan

hipermetabolik. Keadaan ini terjadi akibat peningkatan stress pada tubuh.

.Hal ini menyebabkan terjadinya pemecahan cpat dari massa tubuh

(katabolisme protein). Dan hal ini akan meningkatkan resio terjadinya

malnutrisi jika peningkatan kebutuhan tidak diseimbangkan dengan

asupan makan.

2.3.3 Cara penilaian status gizi.

Menilai kesehatan gizi perorangan pada dasarnya sama dengan menikai

sehehatan umumdi klimik. Pada pemeriksaan diperhatikan ada tidaknya

gejal-gejala yang menjai parameter penyakit, dalam hal ini penyakit gizi.

22
Pada pemeriksaan kesehatan umum dilakukan pemeriksaan diagnodtik

fisik, pemeriksaan laboratorik terhadap darah, urine dan tinja serta carian

badan lain jika diperlukan, serta pemeriksaan khusus melakukan peralatan

elektronikcanggih yang modern, bila terdapat indikasi untuk itu.

A. Antropomerti

Status gizi bisa diukur menggunakan status antropemerti. Antropometri

termasuk bagaimana mendapatkan pengukuran secara fisik seorang

individu dan menghubungkanya dengan standar yang mereflesikan

tumbuh kembang seseorang.

Data antropometri adalah sangat berharga saat data itu mereflesikan

pengukuran yang akurat dan dicatat dalam suatu rentang waktu.

Pengukuran yang sederhana namun bernilai sangat tinggi, lingkar

kepala, berat, ketebalan lipat kulit, dan pengukuran lainnya.

Tinggi badan dan berat badan merupakan parameter yang sangat berguna

dalam menentukan status gizi orang dewasa. Keduanya harus diukur

karena ada kecenderungana untuk menilai tinggi badan dan berat badan

seseorang , yang akan menghasilkn sebuah nilai indeks masa tubuh.

Berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengukur berat badan dan

tinggi badan. Pada pengukuran berat badan tinggi badan bisa digunakan

dengan dua metode yaitu pendekatan langsung dan tidak langgsung.

Metode langsung termasuk penggaris ukur atau statiometer, dan

individu yang diukur harus berdiri dan bertahan datar. Metode tidak

langsung mencakup regangan lengen atau arm spam, tinggi lutut, dan

23
recumbent length digunakan pada individu yang tidak dapat berdii tegak

akibat scoliosis, serebral palsi, muscular dystrophy, kontaktur, dan

lain sebaginya.

Pengukuran tinggi badan bermaksud untuk menjadikanya sebagai bahan

menentukan status gizi. Status gizi yang ditentukan dengan tinggi badan

tergolong untuk mengukur pertumbuhan liner. Pertumbuhan liner adalah

pertumbuhan tulang rangka , terutama rangka ekstremitas (tungkai dan

lengan). Untuk tinggi badan peranan tungkai yang dominan .

Persyaratan tempat pemasangan alat adalah dinding harus datar dan rata

dan tegak lurus dengan lantai.

Berat badan adalah sebuah pengukuran lainnya yang sangat mudah

untuk dapat namun mempunyai makna. Berat badan dapat diukur

dengan beberapa metode termasuk IMT. Usual weight, dan actual

weight. Usual body weight merupakan parameter yang lebih bermanfaat

dibandikan dengan berat tubuh ideal untuk individu yang sedang sakit.

Actual body weight adalah pengukuran berat badan yang dapat saat

pengukuran. Pengukuran ini dapat dipengaruhi oleh perubahan status

cairan pada individu tersebut. Kehilangan berat badan menunjukan

ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Formula

berikut sangat bermanffat dalam menentukan prentase dari perubahan

berat saat ini.

a. Kehilangan berat signifikan : 5% dalam 1 bulan, 7,5%

dalam 3 bilan, 10% dalam 6 bulan

24
b. Kehilangan berat parah : >5% dalam 1 bulan, >7,5% dalam
3 bulan, >10% dalam 6 bulan.
Merode lain untuk menentukan presentase penurunan berat badan adalah
dengan membandingkan berat badan saat ini dan berat biasanya. Berat
minimum untuk bertahan bertahan adalah 48% - 55% dari berat badan
biasanya. Presentase dari usual atau ideal body weight dapat digunakan
untuk melihat derajat gizi kurang:
a. Gizi kurang ringan : berat 85% - 90% dari usual body
weight.
b. Gizi kurang sedang : berat 755 – 84% dari usual body
weight.
c. Gizi kurang parah : <74% dari usual body weight.
Indeks masa tubuh merupakan sebuah pengukuran yang valid terhadap
status gizi. Pengukuran IMT membutuhkan membutuhkan berat dan
tinggi badan. IMT menjelaskan perbedaan komposisi tubuh dengan
menunjukan tingkat lemak terhadap hubunganya terhadap berat dan
tinggi badan . IMT dapat diukur dengan formula : berat (kg): tinggi (m).
Saat ini pengolongan IMT menurut WHO untuk orang dewasa asia
adalah.
a. ≤ 18,5 kg/m² (mild underweight)
b. 18,5 – 22,9 kg/m² (normal range)
c. /23 kg/m² (overweight)
d. 23-24,9 kg/m² (beresiko)
e. 25-29,9 kg/m² (obese class I)
f. ≥30 kg/m² (obese class II)

25
2.4 Nifas

2.4.1 Definisi

Masa nifas atau ( puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil. Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya

plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu ( Dewi Vivian dan

Tri,2011)

2.4.2 Klasifikasi Masa Nifas

Nifas dibagi dalam 3 periode

1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri

dan berjalan-jalan,

2. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang

lamanya 6-8 minggu.

3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai

komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu,

berbulan-bulan atau tahunan. (Wulandari, R, 2011):

2.4.3. Adaptasi Psikologis Postpartum

Ada 3 fase penyesuaian ibu terhadap perannya sebagai orangtua, yaitu fase

taking in, fase taking hold, fase letting go (Lubis, 2010).

a. Fase taking in

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari

pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus

26
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses

persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup

istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung.

Hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.

Oleh karena itu kondisi ibu perlu dipahami dengan menjaga komunikasi

yang baik.

Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu adalah:

1) Kekecewaan karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan tentang

bayinya misalnya jenis kelamin tertentu, warna kulit, jenis rambut dan

lain-lain.

2) Ketidak nyamanan sebagai akibat dari perubahan fisk yang dialami

ibu

misalnya rasa mules karena rahim berkontraksi untuk kembali pada

keadaan semula, payudara bengkak, nyeri luka jahitan.

3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.

4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya

dan cenderung melihat tanpa membantu.

b. Fase Taking Hold

Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking

hold, ibu merasa khawatir atau ketidak mampuan dan rasa tanggung

jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaannya sangat sensitif

sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh

karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini merasakan

27
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam

merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.

c. Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya

yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai

menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk

merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.

2.5 Hubungan Faktor Gizi dengan Kejadian Bendungan ASI

Seperti yang sudah di jelaskan pada halaman sebelumnya bahwa faktor gizi

juga sangat berperan penting untuk kelancaran ASI seorang ibu nifas. Dan

semua dari faktor itu yang dapat membantu untuk tidak terjadinya bendungan asi

maka, maka semua faktor berkaitan dalam kubutuhan gizi seorang ibu dan dapat

menurunkan kejadian bendungan ASI pada ibu nifas.

Hubungan faktor gizi dan bendungan ASI yang membuat peneliti tertarik

untuk mengambil meneliti yaitu, Asupan gizi yang kurang baik untuk ibu

menyusui dapat menyebabkan bendungan ASI pada seorang ibu menyusui karena

gizi yang kurang untuk ibu menyusui dapat memperhambat pengeluar ASI dan

akan menyebabkan bendungan ASI. Gizi seorang ibu menyusui juga penting

untuk kecukupan ASI yang akan diberikan untuk anaknya.

Gizi dan bendungan ASI merupakan suatu masalah yang berkaitan karena

gizi adalah suatu yang berperan penting dalam tubuh. Nutrisi yang di konsumsi

harus bermutu tinggi, bergizi serta kucup kalori. Kalori sangat bagus untuk

metabolism tubuh, kerjaa organ tubuh dan proses pembentukan ASI.

28
Menu makanan seimbang yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup dan

teratur, tidak terlalu asin, pedas ataupun berlemak, tidak mengandung alcohol,

nikotin serta bahan pengawet ataupun pewarna. Disamping itu harus

mengandung sumber tenaga pembangun dan pengatur. Jika semua kebutuhan

gizi tidak sesuai makan akan mudah terjadi bendungan ASI.

2.6 Hubungan Perawatan Payudara dengan Kejadian Bendungan ASI

Perawatan payudara adalah salah satu hal yang paling penting dalam

mencegah terjadinya bendungan ASI.

Perawatan payudara (Breast Care) adalah suatu cara merawat payudara yang

dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk produksi ASI, selain itu

untuk kebersihan payudara dan bentuk puting susu yang masuk ke dalam atau

datar. Puting susu demikian sebenarnya bukanlah halangan bagi ibu untuk

menyusui dengan baik dengan mengetahui sejak awal, ibu mempunyai waktu

untuk mengusahakan agar puting susu lebih mudah sewaktu menyusui.

Disamping itu juga sangat penting memperhatikan kebersihan personal hygiene

(Rustam, 2009).

Hubungan perawatan payudara dan bendungan ASI yang membuat peneliti

tertarik untuk meneliti yaitu, perawatan payudara yang tidak teratur dan tidak

menjaga kebersihan payudara maka akan menyebabkan bendungan ASI karena

karena tidak sering membersikan, tidak melakukan pemijatan yang rutin selama

hamil sampai menyusui, jarang menyusukan bayinya, maka dengan mudah atau

ibu bisa mengalami bendungan ASI. Hal tersebut karena perawatan yang tidak

sesuai atau pengeluaran ASI yang kurang maka akan terjasdi bendungan.

29
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan

penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun

peneliti pada seluruh proses penelitian (Notoatmodjo, 2012).

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah penelitian deskriptif, penelitian perkembangan, penelitian

tindakan, penelitian korelasional dan lain sebagainya. Pada penelitian kualitatif

pengumpulan data dapat diperoleh dari cerita, gambar, atau dokumen lainnya.

(Andi, 2012).

Metode penelitian yang digunakan adalah Survei. Penelitian survei adalah

suatu penelitian yang dilakukan tanpa melakukan intervensi terhadap subjek

penelitian. Penelitian survei di golongkan lagi menjadi dua, yaitu penelitian survei

yang bersifat deskriptif dan penelitian survei yang bersifat analitik. Berdasarkan

tujuan penelitian, maka penelitian ini tergolong penelitian survei analitik. Survei

analitik merupakan penelitian yang menggali kenapa dan bagaimana suatu

fenomena bisa terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara

fenomena atau antara faktor risiko dan faktor efek. (Notoatmodjo, 2012).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Bululawang, Malang.

Penelitian ini melakukan pengumpulan data yang di lakukan pada bulan April-

Juni pada tahun 2019. Peneliti memilih tempat ini sebagai tempat penilitian

30
karena pertimbangan waktu, dan juga tenaga serta memudahkan dalam

pengambilan data berupa kuisioner dan observasi.

3.3 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal

yang didefinisikan dan dapat diamati. Variabel yang telah didefinisikan perlu

dijelaskan secara operasional, sebab setiap variabel dapat diartikan secara

berbeda-beda, sehingga memerlukan rumusan operasional yang akurat,

komunikatif, dan replikatif (Notoatmodjo, 2012). Adapun definisi operasional

variable dalam penelitian ini adalah seperti terlihat pada table 3.1.

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh

anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh orang

lain. Definisi lain mengatakan bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan

sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan

penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu, misalnya: umur, jenis

kelamin dan pendidikan (Notoatmodjo, 2012). Jenis variabel dalam penelitian ini

yaitu:

1. Variabel bebas (Independent)

Merupakan variabel yang mempengaruhi, atau yang menjadi sebab

perubahannya, atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2009). Variabel

bebas disini ada dua yaitu faktor gizi (X1) dan perawatan payudara (X2).

2. Variabel terikat (Dependen)

31
Variable terikat adalah variabel yang dipengaruhi, atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009). Dalam penelitian ini yang

merupakan variabel terikat adalah kejadian bendungan ASI .

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Faktor Gizi dan Perawatan


Payudara dengan Kejadian Bendungan ASI
Konsep Variabel Indikator Item Nilai
Hubungan Variabel
Faktor Gizi Independen
dan (x) 1. Pola Makan a. Makan 3x sehari 3
Perawatan X1 : Faktor b. Makan 2x sehari 2
Payudara Gizi c. Makan 1x sehari 1
dengan
kejadian 2. Aktifitas a. Tidak Pernah 3
Bendungan b. Kadang – kadang 2
ASI c. Setiap Hari 1

3. Jenis makan a. Nasi, sayur, lauk, 3


danging 2
b. Nasi, sayur, lauk. 1
c. Nasi, sayur.

Variabel 1. Waktu a.Sebelum 3


X2 : perawatan melahirkan 2
Perawatan payudara b.Setelah melahirkan 1
Payudara c.Tidak perawatan
3
2. Frekuensi a. 2 kali sehari 2
perawatan b. 1 kali sehari 1
payudara c. Tidak perawatan

3. Cara
melakikan
perawatan
payudara

3
a. Membersika a. Sebelum mandi 2
n payudara b. Saat mandi 1
c. Tidak membersikan

32
b. Memijat a. 2 kali sehari 3
Payudara b. 1 kali sehari 2
c. Tidak memijat 1

c. Mengompres a. 2 kali sehari 3


payudara b .1 kali sehari 2
c. Tidak mengompres 1

Variabel Y 1. Pembengkak a. Bengkak dan 3


: Kejadian an kemerahan
Bendungan
ASI b. Bengkak, 2
kemerahan dan
nyeri

c. Bengkak,
kemerahan, nyeri 1
dan keras

2. Suhu a. 36 - 37,5oC 3

b. 37,5 – 38oC 2

c. >38oC 1

3. Nyeri a. Nyeri ringan 3

b. Nyeri sedang 2

c. Nyeri berat 1

4. Warna a. Sesuai kulit 3


payudara
b. Kemerahan 2

c. Sangat kemerahan 1

33
3.4 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian atau yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah 35 ibu Nnifas di

puskesmas Bululawang

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah

dari karakteristik yang dimiliki oleh pupolasi. Sampel pada penelitian ini adalah

30 ibu nifas di puskesmas Bululawang.

Sampling adalah teknik yang di gunakan dalam pengambilan sampel

Dimana sampel tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya.Teknik sampling

merupakan suatu proses seleksi sampel yang di gunakan dalam penelitian dari

populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi

yang ada, (Notoatmodjo, 2012).

Teknik sampling yang di gunakan adalah porpusive sampling adalah salah

satu teknik sampling non random sampling dimana peneliti menentukan

pengambilan sampel dengan cara sesuai dengan tujuan peneliti sehingga

diharapkan dapat menjawab permasalahn peneliti.

Purposive sampling adalah teknik untuk menentukan sampel penilitian

dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang diperoleh

nantinya bisa lebih representatif, ( Sugiyono, 2010)

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang harus diambil masing-

masing anggota yang akan di jadikan sampel.

1) Ibu yang mengalami bendungan ASI

34
2) Ibu yang sedang menyusui.

3) Ibu yang memberikan ASI ekslusif

b. Kriteria ekslusi.

Kriteria ekslusi adalah kriteria atau ciri-ciri anggota yang tidak dapat di

jadikan sampel penilitian. ( Notoatmodjo, 2010)

1) Ibu yang memberikan susu formula pada anaknya.

2) Ibu yang dengan riwayat penyakit akut

3) Ibu yang sudah meneopause.

3.5 Pengumpulan data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dapat dilakukan dengan

menggunakan metode survei. Metode survei disini menggunakan metode

pengumpulan data yang menggunakan kuesioner atau wawancara. Kuesioner

untuk wawancara digunakan untuk mengumpulkan data melalui wawancara. Alat

ini digunakan untuk memperoleh jawaban yang akurat dari responden.

(Notoatmodjo, 2012).

Sedangkan waktu pengumpulan data dilakukan dengan cara pendekatan cross

sectional yaitu data yang dikumpulkan sesaat atau data yang diperoleh saat ini

juga. Artinya dimana tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan

pengukuran dilakukan terhadap karakter atau variabel subjek pada saat

pemeriksaan. Namun hal ini tidak berarti semua objek penelitian dinilai pada

waktu yang sama (Notoatmodjo, 2012).

35
3.6 Analisa Data

Seperti telah di kemukakan sebelumnya bahwa penelitian ini merupakan

jenis penelitian deskriptif analitik. Dalam penelitian ini data diolah dengan

bantuan SPSS (Statistical Program For Social Sciense) for windows dengan

tujuan untuk mempermudah dalam proses analisis data. Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan perhitungan regresi linear berganda. Analisis ini

digunakan untuk melihat apakah ada pengaruh antara variable X dan variable Y.

Data ini akan diolah dengan rumus :

Y = β0 + β1X1 + β2X2+ E

Keterangan:

Y : Variabel Dependen (Variabel terikat)

X1, X2, : Variabel independen (Variabel Bebas)

β0, β1, β2, : Koevisien Regresi

β0 : Konstanta

E : Error (Galat)

Untuk menguji pengaruh dari X1, X2secara bersama-sama maka digunakan

pendekatan analisis ragamregresi (Nugroho, 2000), seperti yang tercantum pada

tabel 3.2 dibawah ini :

Tabel 3.2 Analisis Ragam Regresi


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat FHitung
Variasi Bebas (db) Kuadrat (JK) Tengah
Regresi 3 JKRegresi KTRegresi KTRegresi
KTGalat
Galat N-4 JKGalat KTGalat -
Total (T) N-1 JKTotal - -

36
Jika Fhitung> Ftabel (α = 0,05) berarti variabel bebas secara bersama-sama

mempengaruhi variabel tidak bebas secara signifikan. Agar dapat mengetahui

pengaruh variabel secara bebas yang dominan terhadap variabel tidak bebas maka

digunakan pendekatan seperti dibawah ini :

𝐾𝑇𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑠𝑏1 = √
𝐽𝐾𝑋1

𝐾𝑇𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡
𝑠𝑏2 = √
𝐽𝐾𝑋2

Dimana :

sb1, sb2 : simpangan standar koefisienregresi

KT galat : kuadrat tengah galat

JK : jumlah kuadrat

X1, X2 : variabel

Bilamana Thitung ≤ t 0,05 berarti menerima Ho dan menolak H1, yang memiliki

arti tidak ada hubungan antara faktor gizi dan perawatan payudara dengan

kejadian bendungan ASI .

Bilamana Thitung > t 0,05 berarti menolak Ho dan menerima H1, yang memiliki

arti ada hubungan antara faktor gizi dan perawatan payudara dengan kejadian

bendunganASI .

37
Lampiran 1. Surat Permohonan Menjadi Responden

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada:
Yth. Calon Responden
Di tempat
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Program Studi D-IV Kebidanan
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
Nama : Sianete Lefmanut
NIM : 2018620089
Yang saat ini sedang menyelesaikan Skripsi dan akan melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Faktor Gizi dan Perawatan Patudara
dengan kejadian Bendungan ASI pada Ibu Nifas”. Saya mengharapkan
kesediaan ibu-ibu untuk mengisi kuesioner atau pernyataan di bawah ini dengan
sejujurnya. Data ini saya perlukan guna menambah pengetahuan sebagai bidan
yang bekerja atau mengabdi pada masyarakat dan digunakan dalam rangka
memenuhi persyaratan menyelesaikan program Diploma IV Kebidanan. Semua
data dalam kuesioner akan saya jamin kerahasiaannya.
Atas kesediaaan ibu-ibu dalam membantu kelancaran penelitian ini, saya
ucapkan terima kasih.

Malang, 01 Februari 2019


Peneliti

(Sianete Lefmanut)

38
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk

berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa D-IV

Kebidanan Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang dengan judul

“Hubungan Faktor Gizi dan Perawatan Payudara dengan kejadian Bendungan

ASI pada Ibu Nifas”.

Tanda tangan saya menunjukkan saya sudah diberi informasi sebelumnya

dan memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Malang, 01 Februari 2019

Responden

(………………………)

39
Quesioner Penelitian
“HUBUNGAN FAKTOR GIZI DAN PERAWATAN PAYUDARA DENGAN
KEJADIAN BENDUANGAN ASI PADA IBU NIFAS DI PUSKESMAS
BULULAWANG ”

Petunjuk Pengisian Kuosioner :


1. Bacalah pernyataan/ pertanyaan di bawah ini dengan baik
2. Beri tanda silang (X) pada jawaban yang diberikan
3. Jawablah dengan sejujurnya, karena jawaban ibu sangat mempengaruhi
hasil penelitian kami ini.
A. Data Umum
No Responden :
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Penghasilan :
Pekerjaan :
Alamat :
Jumlah anak :
B. Data Khusus
Variabel Bebas (X)
a. Faktor Gizi (X1)
1. Berapa kali ibu mkan dalam sehari?
a. 3 x dalam sehari
b. 2 x dalam sehari.
c. 1 x dalam sehari.
2. Apakah ibu sering berkatifitas?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Setiap hari.

Jumlah X1

40
b. Perawatan Payudara ( X2)
1. Ibu melakukan perawatan payudara dari sejak kapan?
a. Sebelum melahirkan
b. Sejak melahirkan
c. Tidak pernah
2. Berapa hari sekali ibu melakukan perawatan payudara?
a. 2 kali sehari
b. 1 kali sehari
c. Tidak perawatan
3. Bagaimana cara ibu melakukan perawatan payudara?
A. Membersikan payudara berapa kali sehari?
a. Sebelum mandi
b. Saat mandi
c. Tidak membersikan
B. Berapa kali ibu melakukan pemijatan payudara dalam sehari?
a. 2 kali sehari
b. 1 kali sehari
c. Tidak memijtan
C. Berapa kali ibu melakukan pengompresan payudara?
a. 2 kali sehari.
b .1 kali sehari.
c. Tidak mengompres.

Jumlah (X2)

41
Variabel terikat (Y) Kejadian Bendungan ASI
1.Apakah payudara ibu bengkak?
a. Bengkak dengan kemerahan.
b. Bengkak kemerahan dan nyeri.
c. Bengkak kemerahan nyeri dan keras.
2.Berapakah suhu ibu?
a. 36-37,5⁰C.
b. 37,5-38⁰C.
c. >38⁰C.
3.Bagaimana nyeri yang ibu rasakan ?
a. Nyeri ringan.
b. Nyeri sedang.
c. Nyeri berat.
4.Bagaimana warna payudara ibu?
a. Sesuai kulit.
b. Kemerahan.
c. Sangat merah.

Jumlah (Y)

42

Anda mungkin juga menyukai