Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PADA PERSALINAN DAN BAYI

BARU LAHIR

“Persalinan Kala I”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan pada


Persalinan dan Bayi Baru Lahir

Dosen Pembimbing: Winancy, SST, M.Keb

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Alfiyyah Sekar A. P3.73.24.1.18.004

Ananda Putri S. P3.73.24.1.18. 007

Citra Windi N. P3.73.24.1.18.013

Frianka Vira A. P3.73.24.1.18.041

Nabiihah Tungga D. P3.73.24.1.18.028

Nurul Izzah P3.73.24.1.18.032

Widya Ningrum P3.73.24.1.18.040

PROGRAM STUDI DIV + PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

2020

i
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II .................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

2.1 Fisiologi Persalinan Kala I ....................................................................... 3

2.2 Fase-Fase dalam Kala I Persalinan ......................................................... 13

2.3 Pengkajian pada Persalinan Kala I ......................................................... 15

2.4 Pemantauan Kesejahteraan Janin ........................................................... 16

2.5 Pemeriksaan Kebidanan pada Persalinan Kala I .................................... 22

2.6 Patograf .................................................................................................. 25

2.7 Manajemen Kebidanan Kala I Persalinan .............................................. 45

BAB III ................................................................................................................. 52

Simpulan dan Saran............................................................................................ 52

3.1 Simpulan ................................................................................................. 52

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan adalah suatu hal yang fisiologis yaitu proses janin,
plasenta serta membrane keluar melalui jalan lahir. Kala satu ini disebut
dengan stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala I persalinan adalah
permulaan kontraksi persalinan sejati yang ditandai oleh perubahan serviks
yang progresif dan diakhiri dengan pembukaan lengkap 10 cm sehingga
kepala janin dapat melewatinya, di mana pada primipara kala I berlangsung
sekitar 13 jam sedangkan pada multipara sekitar 7 jam. Pada kala I tugas
penolong adalah mengawasi dan menanamkan semangat kepada ibu bahwa
proses persalinan ada fisiologis serta tanamkan rasa percaya diri dan
percaya kepada penolong.

Pada kala I ini dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten yang diawali
dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang teratur sehingga
menghasilkan perubahan serviks, berlangsung selama 8 jam dengan
pembukaan yang terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3
dan fase aktif di mana frekuensi dan lama kontraksi uterus di fase aktif
persalinan umumnya meningkat, terjadi pembukaan serviks dari 4 cm ke 10
cm dengan kecepatan 1 cm atau lebih per jam hingga pembukaan lengkap,
serta bagian terendah janin akan mengalami penurunan. Selama kala I,
bidan melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua informasi yang
akurat dan lengkap seperti anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksan
khusus, dan pemeriksaan penunjang. Selain itu, dilakukan pemantauan
kesejahtaraan janin dan pemeriksaan terhadap ibunya dengan melakukan
pemantauan kesejateraan janin dalam rahim di antaranya gerakan napas,
gerakan janin, tonus Janin, denyut jantung janin, dan volume air ketuban,
tidak lupa juga pemeriksaan fisik pada ibu serta pemeriksaan khusus dan
penunjang apabila dibutuhkan.

1
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala I
persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik sebagai upaya
pengenalan adanya gangguan proses persalinan atau komplikasi dini agar
dapat memberikan tindakan yang paling tepat dan memadai. Selain itu,
manajemen pada kala I ini juga dibutuhkan guna mengumpulkan semua
informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan
dengan kondisi klien.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini, antara lain:

a. Bagaimana fisiologi persalinan pada kala I?


b. Apa saja fase-fase dalam kala I persalinan?
c. Apa saja pengkajian yang dilakukan pada persalinan kala I?
d. Apa saja pemantauan kesejahteraan pada janin?
e. Bagaimana cara pemeriksaan kebidanan pada persalinann kala I?
f. Bagaimana partograf pada kala I?
g. Bagaimana manajemen kebidanan kala I persalinan?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain:
a. Memahami fsiologi yang terjadi pada saat persalinan kala I
b. Mengetahui fase-fase yang terjadi pada kala I persalinan
c. Mengetahui pengkajian yang dilakukan pada persalinan kala I
d. Mengetahui pemantauan kesejahteraan pada janin
e. Memahami pemeriksaan kebidanan yang dilakukan pada persalinan kala
I
f. Memahami partogram pada kala I
g. Memahami manajemen kebidanan kala I persalinan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Fisiologi Persalinan Kala I


Kehamilan pada manusia berlangsung sekitar 40-42 minggu dengan
persalinan biasanya terjadi pada minggu ke 37 atau pada kehamilan 42
minggu. Persalinan adalah suatu hal yang fisiologis yaitu proses janin,
plasenta serta membrane keluar melalui jalan lahir (Marshall dan Raynor
2014).

Dalam kehamilan, aktivitas otot polos myometrium relatif tenang


sehingga memungkinkan adanya pertumbuhan dan perkembangan janin di
dalam uterus sampai kehamilan aterm atau cukup bulan. Namun menjelang
terjadinya persalinan, otot polos uterus mulai menunjukan aktivitas
kontraksi yang terkoordinasi, diselingi suatu periode relaksasi dan mencapai
puncaknya menjelang persalinan, lalu secara teratur berangsur menghilang
pada periode post partum.

Mekanisme regulasi yang mengatur aktivitas kontraksi myometrium


selama fase kehamilan, persalinan dan kelahiran belum jelas benar, selain
itu proses fisiologi kehamilan manusia yang menyebabkan inisiasi partus
juga belum diketahui dengan pasti. Sampai saat ini, pendapat yang dapat
diterima bahwa kehamilan semua spesies mamalia ini berhasil tergantung
pada aktivitas progesterone dalam mempertahankan ketenangan (relaksasi)
uterus sampai mendekati akhir kehamilan.

Hal ini didukung oleh penelitian bahwa pada Sebagian besar


kehamilan yang terjadi pada mamalia nonprimata, terjadi penurunan atau
pelucutan progesterone (progesterone breakthrough) secara alami,
terinduksi secara bedah atau farmakologis ternyata dapat menjadi inisiasi
partus (Sarwono, 2018).

3
Onset persalinan ditentukan oleh interaksi kompleks antara hormone
maternal dan janin namun belum sepenuhnya dapat diketahui. Sebab-sebab
persalinan juga merupakan kombinasi dari faktor mekanik dan juga
hormone. Pada masa akhir kehamilan, kadar hormone oksitosin maternal
meningkat dratis sehingga menghasilkan inhibitor untuk progesterone.
Dengan kadar esterogen yang tinggi, serabut otot uterus menjadi lebih
sensitive terhadap oksitosin dan membentuk gap junction.

Selain itu, esterogen juga menstimulasi plasenta untuk


mengeluarkan prostaglandin untuk menginduksi produksi enzim yang dapat
mencerna kolagen di serviks sehingga serviks menjadi lunak. Sejauh ini
belum terbukti jelas bahwa konsentrasi estrogen dan progesterone yang
menyebabkan persalinan, namun keseimbangan keduanya mempengaruhi
aktivitas dari myometrium (Marshall dan Raynor, 2014).

Persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala. Kala satu persalinan


dimulai Ketika telah mencapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas
dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks
yang progresif. Kala satu selesai saat serviks sudah membuka lengkap
(sekitar 10 cm) sehingga kepala janin dapat melewatinya. Kala satu ini
disebut dengan stadium pendataran dan dilatasi serviks.

Kala dua persalinan dimulai setelah dilatasi serviks sudah lengkap


dan berakhir dengan kelahiran bayi. Kala dua disebut dengan ekspulsi janin.
Selanjutnya kala tiga dimulai tepat setelah bayi lahir dan berakhir saat
lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin yang disebut dengan stadium
pemisahan dan ekspulsi plasenta (Sarwono 2018).

1. Diferensiasi aktivitas uterus


Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian berbeda
yaitu segmen atas yang berkontraksi secara aktif dan segmen bawah yang
relative pasif dibandingkan segmen atas. Oleh karena segmen atas aktif
berkontraksi maka menjadi lebih tebal ketika persalinan berlangsung
sedangkan segmen bawah berkembang menjadi jalan lahir yang

4
berndinding jauh lebih tipis, segmen bawah ini secara bertahap terbentuk
ketika kehamilan bertambah tua.
Pembagian uterus menjadi dua bagian berbeda ini bermakna secara
anatomic dan fisiologik. Jika seluruh dinding otot uterus, termasuk
segmen bawah uterus dan serviks, berkontraksi bersamaan dan dengan
intensitas yang sama juga, maka gaya dorong persalinan jelas menurun.
Oleh karena itu, segmen atas aktif berkontraksi, mengalami retraksi, dan
mendorong janin keluar sedangkan segmen bawah uterus dan serviks
akan semakin lunak berdilatasi sehingga membentuk suatu saluran
muscular dan fibromuscular yang menipis sehingga janin dapat menonjol
keluar (Sarwono 2018).

(Gambar: Perubahan uterus dan serviks)

A. Fundal dominan
Pada persalinan, kontraksi dimulai dekat salah satu kornua lalu
menyebar dan sampai ke bagian bawah uterus. Kontraksi terjadi
paling lama dan intens di bagian fundus namun kontraksinya
mencapai keseluruh bagian uterus lalu kontraksi ini menghilang
secara bersamaan juga. Dengan adanya fundal dominan ini, maka
memungkinkan serviks menipis dan membuka untuk pengeluaran
janin (Marshall dan Raynor 2014).

5
(Gambar: Fundal Dominan)

Setelah berkontraksi, myometrium pada segmen atas uterus tidak


berelaksasi sampai kembali ke Panjang semula namun menjadi
relative menetap menjadi Panjang yang lebih pendek. Bagian atas
uterus ini berkontraksi ke bawah meski isinya berkurang sehingga
tegangan myometrium tetap konstan. Efeknya adalah mengencangkan
yang kendur, dengan mempertahankan kondisi menguntungkan dari
ekspulsi janin dan mempertahankan otot uterus tetap menempel erat
pada sisi uterus.
Akibat retraksi, setiap kontraksi berikutnya mulai dari tempat yang
ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas rongga
uterus menjadi sedikit lebih kecil pada tiap kontraksi berikutnya.
Selain itu, akibat dari pemendekan serat otot yang terus menerus tiap
kontraksi, segmen atas uterus yang aktif ini menjadi semakin tebal di
sepanjang kala pertama dan kedua persalinan dan menjadi tebal sekali
tepat setelah pelahiran janin (Sarwono, 2018).

6
(Gambar: otot uterus saat kontraksi dan relaksasi)

Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksi


sempurna, serabut- serabut segmen bawah terenggang setiap segmen
atas berkontraksi lalu setelahnya tidak kembali ke panjang
sebelumnya namun menjadi relatif lebih Panjang. Otot-otot masih
menunjukan tonus, masing menahan renggangan dan masih
berkontraksi sedikit saat ada rangsangan (Sarwono 2018).
Relaksasi diantara kontraksi sangat penting untuk janin. Kontraksi
tanpa henti dapat mengganggu aliran darah uteroplasenta yaitu dapat
menyebabkan hipoksemia. (Cunningham dkk. 2014).
Ketika persalinan maju karena kontraksi dan mengakibatkan
segmen bawah uterus menipis bersamaan dengan menebalnya segmen
atas maka terbentuk batas antara keduanya diatandai dengan lingkaran
pada permukaan dalam uterus yang disebut dengan cincin retraksi
fisiologis. Apabila pemendekan segmen bawah uterus terlalu tipis,
seperti pada partus macet cincin ini sangat menonjol sehingga menjadi
cincin retraksi patologis (cicin bandl). Adanya suatu gradien aktivitas
fisiologis yang semakin mengecil dari fundus sampai serviks dapat
diketahui dari pengukuran bagian atas dan bawah pada persalinan
normal (Sarwono, 2018).

7
(Gambar: Cincin Retraksi)

2. Perubahan bentuk uterus


Setiap kali uterus berkontraksi, terjadi pemanjangan uterus berbentuk
ovoid, seperti bentuk telur yang lonjong, disertai pengurangan diameter
horizontal. Dengan perubahan bentuk uterus menjadi ovoid, dalam
persalinan pengaruhnya yaitu:
1. Pengurangan diameter horizontal menyebabkan kolumna vertebratalis
janin menjadi lurus, menekan kutub atasnya rapat terhadap fundus
uteri dan kutub bawahnya semakin di dorong ke bawah menuju
panggul yang dikenal dengan tekanan sumbu janin (Sarwono 2018)
2. Peregangan serviks secara mekanik oleh bagian terbawah janin dapat
merangsang peningkatan aktivitas uterus, hal ini disebut dengan reflex
ferguson.
Reflex ferguson merupakan reflex neuroendokrin yaitu akibat distensi
janin pada serviks dapat memicu serangkaian respon neuroendokrin
yang berujung pada peningkatan produksi okstosin (Cunningham dkk.
2014).

8
Mekanisme reflex ferguson:

1. Kepala janin melebarkan serviks sehingga merangsang


hipofisis untuk sekresi oksitosin
2. Peningkatan oksitosin merangsang kontraksi uterus dan
mendorong bayi untuk keluar sehingga serviks makin
membuka

3. Akibat memanjangnya uterus, serabut longitudinal ditarik tegang dan


karena segmen bawah dan serviks adalah satu-satunya bagian uterus
yang fleksibel, bagian ini ditarik ke atas dari kutub bawah janin. Efek
ini sangat penting, akibatnya serviks dan otot segmen bawah uterus
menjadi dilatasi.
4. Ligament rotundum ikut berkontraksi ketika uterus berkontraksi
sehingga ligament rotundum memendek.
Dengan ligament rotundum yang berkontraksi maka fundus tidak
dapat naik keatas karena apabila fundus naik ke atas saat kontraksi
maka tidak dapat mendorong janin ke bawah (Sarwono, 2018).

9
3. Perubahan pada serviks
Tenaga yang efektif dalam kala I persalinan adalah kontraksi uterus,
yang selanjutnya menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput
ketuban terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Ketika selaput
ketuban pecah maka bagian terbawah janin dipaksa untuk langsung
mendesak bagian serviks dan segmen bawah uterus.
Sebagai akibat dari adanya gaya dorong ini, terjadi perubahan
mendasar yaitu pendataran dan dilatasi serviks yang sebelumnya sudah
melunak. Agar kepala janin aterm dapat lewat, saluran serviks harus
melebar sampai dengan diameter 10 cm atau dikatakan telah membuka
lengkap.
Mungkin pada pendataran serviks tidak terdapat penurunan janin
namun paling sering bagian terbawah janin mulai turun sedikit ketika
sampai pada kala dua persalinan, penurunan bagian terbawah janin
terjadi secara khas agak lambat pada nulipara. Namun pada multipara,
khususnya yang paritasnya tinggi, penurunan bisa berlangsung sangat
cepat (Sarwono, 2018).
a. Pendataran serviks (effacement)
Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran
serviks dari Panjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara
melingkar dengan tepi hampir setipis kertas. Proses pendataran
(effacement) ini terjadi dari atas ke bawah. Serabut-serabut otot
setinggi os serviks internum ditarik ke atas, atau dipendekkan menuju
segmen bawah uterus, sementara kondisi os eksternum tetap tidak
berubah.
Pinggiran os internum ditarik ke atas beberapa sentimeter sampai
menjadi bagian, secara anatomik maupun fungsional, dari segmen
bawah uterus. Pemendekan ini dapat dianalogikan menjadi proses
pembentukan terowongan yang mengubah panjang tabung sempit
kemudian menjadi corong tumpul yang mengembang dengan lubang
keluar melingkar kecil.

10
Akibat dari aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang
persiapan uterus untuk persalinan, pendataran sempurna pada serviks
yang lunak seringnya telah selesai sebelum persalinan aktif mulai.
Pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat mucus ketika saluran
serviks memendek (Sarwono, 2018).
Sumbat mucus (mucus plug) merupakan mucus tebal yang
terbentuk saat kehamilan untuk menyumbat serviks selama
kehamilan. Beberapa orang menyebut ekspulsi sumbat mucus dengan
bloody show. Ekspulsi sumbat mucus ini berarti pertanda bahwa
persalinan akan segera dimulai (Marshall dan Raynor, 2014).

(Gambar: pendataran dan dilatasi serviks)


b. Dilatasi serviks
Jika dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan
serviks merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena

11
itu, selama terjadi kontraksi, struktur-struktur ini mengalami
peregangan, yang dalam prosesnya serviks mengalami tarikan
sentrifugal.
Ketika kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput
ketuban, tekanan hidrostatik kantong amnion akan melebarkan
saluran serviks. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada
bagian terbawah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga
sama efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi
tidak mengurangi dilatasi serviks selama bagian terbawah janin
berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen
bawah uterus. Proses pendataran dan dilatasi serviks ini menyebabkan
pembentukan kantong cairan amnion di depan kepala.

(Gambar: Kerja Hidrostatik Pada Pendataran Dan Dilatasi Serviks)

12
(Gambar: Hidrostatik Pada Pendataran dan Dilatasi Serviks)

2.2 Fase-Fase dalam Kala I Persalinan


Kala I persalinan disebut juga sebagai stadium pendataran dan dilatasi
serviks (Sarwono, 2010). Dimulainya kala I persalinan yaitu sejak
terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai
pembukaan lengkap (10 cm) (Kurniarum, 2016). Kala I persalinan selesai
ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga
memungkinkan kepala janin lewat (Sarwono, 2010). Pada sebagian
kehamilan multipara, dilatasi lengkap dapat berlangsung < 1 jam sedangkan
pada kehamilan pertama, dilatasi serviks jarang terjadi dalam waktu < 24
jam dengan rata-rata durasi total kala I persalinan pada primigravida
berkisar dari 3,3—19,7 jam dan pada multigravida 0,1—14,3 jam
(Yulizawati et al., 2019). Menurut Wahidah (2017), lama berlangsungnya
kala I bagi primigravida kira-kira 13 jam, sedangkan pada multigravida kira-
kira 7 jam. Persalinan kala I berlangsung 18 – 24 jam dan terbagi menjadi
dua fase yaitu fase laten dan fase aktif (Kurniarum, 2016).

13
1. Fase Laten Persalinan
Fase laten diawali dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang
teratur yang menghasilkan perubahan serviks, berlangsung selama 8
jam dengan pembukaan yang terjadi sangat lambat sampai mencapai
ukuran diameter 3 cm (Yulizawati et al., 2019).
2. Fase Aktif Persalinan
Menurut Kurniarum (2016), frekuensi dan lama kontraksi uterus di
fase aktif persalinan umumnya meningkat dan dianggap
adekuat/memadai jika terjadi 3 kali atau lebih dalam waktu 10 menit
dan berlangsung selama 40 detik atau lebih, terjadi pembukaan serviks
dari 4 cm ke 10 cm dengan kecepatan 1 cm atau lebih per jam hingga
pembukaan lengkap, serta bagian terendah janin akan mengalami
penurunan.
Pada fase aktif ini dibagi lagi menjadi 3 fase yaitu akselerasi, dilatasi
maksimal dan deselerasi (Yulizawati et al., 2019). Yulizawati et al
(2019) mengutip dari Wiknjosastro et al (2005), bahwa fase-fase ini
dijumpai pada primigravida dan multigravida, namun pada
multigravida terjadinya dalam waktu yang lebih pendek.
a) Fase akselerasi, bertambahnya pembukaan dari 3 cm menjadi 4 cm
dalam waktu 2 jam.
b) Fase dilatasi maksimal, terjadi pembukaan yang berlangsung
sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm dalam waktu 2 jam.
c) Fase deselerasi, pembukaan yang semula cepat menjadi lambat
kembali dan dalam waktu 2 jam pembukaan bertambah dari 9 cm
menjadi pembukaan lengkap.

14
(Kurva Friedman)

2.3 Pengkajian pada Persalinan Kala I


Pada pengkajian ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat
dan lengkap dari sumber-sumber yang berkaitan dengan kondisi klien pada
saat mulainya fase persalinan yang sesungguhnya sampai pembukaan
lengkap atau disebut kala I guna memperoleh data dasar menurut Yulizawati
dkk (2019) adalah sebagai berikut:
a. Anamnese,
b. Pemeriksaan Fisik,
c. Pemeriksaan Khusus, dan
d. Pemeriksaan Penunjang

Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik, dan hasil
pemeriksaan sebelumnya, diantaranya:

a. Mengidentifikasi identitas ibu dan suami


(Nama, Umur, Suku, Agama, Status Pernikahan, Pendidikan Terakhir,
Pekerjaan, dan Alamat)
b. Keluhan yang dialami dan dirasakan oleh ibu saat itu
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

15
d. Riwayat reproduksi
(Menarche, Lama Haid, Siklus Haid, dan Dismenorhe)
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat kontrasepsi
(Metode Kontrasepsi, Efek Samping, dan Alasan Penghentian)
g. Pola kebutuhan sehari-hari
(Nutrisi, Eliminasi, dan Personal Hygiene)
h. Data psikososial, spiritual, dan ekonomi
i. Pemeriksaan Khusus
(USG dan Rontgen)
j. Pemeriksaan penunjang
(Darah dan Urin)
k. Pemeriksaan fisik
1) Penampilan dan emosional ibu
2) Pengukuran fisik
(Tinggi Badan, Berat Badan, dan LILA)
3) Tanda-tanda vital
(Tekanan Darah, Pernapasan, Nadi, dan Suhu Tubuh)
4) Pemeriksaan kepala, wajah, dan leher
(Rambut, Wajah, Mulut, dan Leher)
5) Pemeriksaan dada dan abdomen
(Payudara dan Perut)
6) Pemeriksaan genitalia
(Vagina)
7) Pemeriksaan tungkai
(Tangan dan Kaki)

2.4 Pemantauan Kesejahteraan Janin


Menurut Faradisa (2017), faktor utama yang menyebabkan tingginya
angka mortalitas perinatal di negara berkembang adalah trauma persalinan
dan penyakit infeksi. Adapun salah satu upaya yang dilakukan untuk
menurunkan angka kematian perinatal yang disebabkan oleh hipoksia janin

16
dalam rahim antara lain dengan melakukan pemantauan kesejateraan janin
dalam rahim. Ada beberapa variabel yang dijadikan parameter untuk
mengetahui kesejahteraan janin yaitu :

1. Gerakan napas
2. Gerakan Janin
3. Tonus Janin
4. Denyut Jantung Janin
5. Volume air ketuban

Variabel Biofisik Normal Abnormal


Gerakan Nafas Terdapat 1 atau lebih Tidak terdapat 1 atau
gerakan nafas, lamanya > lebih gerakan nafas,
30 detik lamanya > 30 detik
Gerakan Janin Terdapat 3 atau lebih Terdapat < 3 gerakan
gerakan tubuh atau tubuh atau ekstremitas
ektremitas
Tonus Janin Terdapat 1 atau lebih Terdapat gerakan
gerakan episode ekstensi ekstensi yang pasif
dan fleksi yang aktif dari diikuti gerakan fleksi
ekstremitas parsial, atau ekstremitas
tetap dalam ekstensi, dan
tidak ada gerakan -
gerakan janin
Denyut Jantung Janin Terdapat 2 atau lebih Terdapat < 2 akselerasi
akselerasi denyut jantung denyut jantung janin atau
janin > 15 dpm, lamanya akselerasi < 15 dpm
> 15 detik yang
menyertai gerakan janin
Volume Air Ketuban Terdapat 1 atau lebih Tidak terdapat kantung
kantung amnion yang amnion yang
diameternya 2cm atau diameternya < 2 cm.
lebih

17
Pemantauan kesejahteraan janin (PKJ) merupakan hal penting dalam
pengawasan janin saat asuhan antenatal dan pada saat persalinan (Ramdhani
dkk, 2017). Kesejahteraan janin menggambarkan kecukupan oksigenasi dan
pertumbuhan janin yang baik, kesehatan ibu, dan volume cairan amnion
yang cukup (Endjun dan Affandi, 2013). Menurut WHO tahun 2018
mengatakan bahwa WHO tidak merekomendasikan pemakaian
Kardiotokografi rutin untuk penilaian kesejahteraan janin saat masuk
persalinan pada wanita hamil yang sehat, keadaan presentasi normal dan
dalam persalinan spontan. WHO merekomendasikan penggunaan perangkat
ultrasonografi Doppler atau janin pinard stetoskop untuk penilaian
kesejahteraan janin saat masuk persalinan. (WHO, 2018)

1) Teknologi Pemantauan Kesejahteraan Janin di Indonesia


Menurut Faradisa (2016), dalam rangka untuk meningkatkan akses
dan jangkauan layanan kesehatan ibu dan neonatal yang berkualitas
maka digunakan beberapa teknologi untuk pemantauan kesejahteraan
janin. Teknologi pemantauan kesejahteraan janin dibagi menjadi dua
metode invasive dan non invasive yaitu :
A. Internal Electronic Fetal Monitoring
Pemeriksaan denyut jantung janin ini dilakukan langsung dari
kulit kepala janin. Merupakan tindakan invasive dengan cara
memecahkan kulit ketuban. Hasilnya berupa grafik gambar EKG
(elektrokardiografi) berupa gelombang P, QRS, dan T. Dari grafik
ini dapat dilhat kondisi denyut jantung janin normal atau abnormal.

18
B. Internal Electronic Contraction Monitoring
Merupakan tindakan invasive dengan cara memecahkan kulit
ketuban.Pemeriksaan tekanan intra uterin langsung didalam
ketuban. Teknologi ini digunakan apabila dokter tidak mendapatkan
bacaan yang baik dari pemeriksaan eksternal electronic monitoring
biasa dikenal dengan Non Stress Test. Dokter akan memasang
elektroda kebagian tubuh bayi yang paling dekat dengan pembukaan
serviks biasanya adalah kepala bayi. Dokter juga menyisipkan
kateter tekanan kedalam rahim untuk memantau kontraksi
C. Non Stress Test
Pemeriksaan Non Stress Test (NST). NST adalah cara
pemeriksaan janin dengan menggunakan kardiotokografi (CTG).
Merupakan tindakan non-invasif. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
melihat interaksi antara perubahan denyut jantung dengan gerakan
janin. Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik pada saat kehamilan
maupun persalinan.

Pengertian Kardiotokografi

Kardiotokografi (KTG) adalah separngkat alat elektronik yang dapat


digunakan dalam memantau kesejahteraan janin melalui penilaian denyut
jantung janin (DJJ), kontraksi uterus, dan gerakan janin dalam waktu
bersamaan (Endjun dan Affandi, 2013). Kardiotokografi atau
tokodinamometer kurang efektif dipakai pada ibu bersalin dengan obesitas
(indeks massa tubuh atau IMT>35) (Bainuan, 2018). Kardiotokografi
(KTG) merupakan peralatan elektronik yang dapat dipergunakan untuk
mengidentifikasi janin yang mempunyai risiko mengalami hipoksia dan
kematian intrauterin atau mengalami kerusakan neurologik, sehingga dapat
dilakukan tindakan koreksi segera untuk memperbaiki nasib neonatus
tersebut.

19
Indikasi Pemeriksaan Kardiotokografi

Beberapa keadaan dibawah ini memerlukan pemantauan dengan


kardiotokografi (KTG) karena berkaitan dengan meningkatnya morbiditas
dan mortalitas perinatal, misalnya pertumbuhan janin terhambat (PJT),
gerakan janin berkurang, kehamilan post-term (≥ 42 minggu),
preeklampsia/hipertensi kronik, diabetes mellitus prakehamilan, DM yang
memerlukan terapi insulin, ketuban pecah pada kehamilan preterm, dan
suspek solusio plasentae. Identifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi
insufisiensi uteroplasenta mutlak dilakukan karena hal ini berkaitan dengan
tatalaksana yang harus dilakukan. Kegagalan dalam mengenal adanya faktor
risiko, dapat berakibat fatal.

Syarat Pemeriksaan Kardiotokografi

1. Janin hidup dengan usia kehamilan ≥ 28 minggu.


2. Ada persetujuan tindak medik dari pasien (secara lisan).
3. Denyut jantung janin (DJJ) dan tinggi fundus uteri diketahui.
4. Peralatan dalam keadaan baik dan siap pakai.
5. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG
terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.

D. Auskultasi
Untuk teknologi auskultasi digunakan untuk pemeriksaan frekuensi
denyut jantung janin bisa menggunakan stetoskop manual ataupun
stetoskop digital. Stetoskop manual ada 2 tipe yang biasa digunakan untuk
pemeriksaan janin yaitu stetoskop pinard dan fetoscope [6], sedangkan
untuk stetoskop digital akan menghasilkan yang dinamakan fPCG. Hal ini
akan dijelaskan seperti dibawah ini.
a) Menggunakan stetoskop Pinard/ Laennec atau monoaural
Stetoskop yang dirancang khusus untuk dapat mendengarkan detak
jantung janin secara manual oleh pemeriksa dapat digunakan pada usia
kehamilan 17-22 minggu. Tata cara pemeriksaan:

20
1. Tempat mendengarkan harus tenang, agar tidak mendapat gangguan
dari suara lain.
2. Pemeriksaan ini sebagai lanjutan dari pemeriksaan palpasi.
3. Mencari daerah atau tempat dimana kita akan mendengarkan biasanya
merupakan punggung bayi. Setelah daerah ditemukan, stetoskop
pinard di pakai bagian yang berlubang luas ditempatkan ke atas
tempat atau daerah dimana kita akan mendengarkan. Sedangkan
bagian yang luasnya sempit ditempatkan pada telinga kita, letakkan
tegak lurus
4. Kepala pemeriksa dimiringkan, perhatian dipusatkan pada denyut
jantung janin. Bila terdengar suatu detak, maka untuk memastikan
apakah yang terdengar itu denyut jantung janin, detak ini harus
disesuai dengan detak nadi ibu. Bila detakkan itu sama dengan nadi
ibu, yang terdengar bukan jantung janin, tetapi detak aorta
abdominalis dari ibu.
5. Setelah nyata bahwa yang terdengar itu betul-betul denyut jantung
janin maka dihitung untuk mengetahui teraturnya dan
frekuensinyadenyut jantung janin itu
b) Stetoskop Janin Fetoscope
Stetoskop yang dirancang khusus untuk dapat mendengarkan detak
jantung janin secara manual oleh pemeriksa dapat digunakan pada usia
kehamilan > 28 . Cara pemeriksaan menggunakan fetoscope:
1. Baringkan Ibu hamil dengan posisi telentang
2. Lakukan pemeriksaan Leopold untuk mencari posisi punggung janin
3. Letakkan stetoskop pada daerah sekitar punggung janin
4. Hitung total detak jantung janin
c) Stetoskop Digital
Pemeriksaan menggunakan stetoskop digital prosedurenya sama
dengan menggunakan stetoskop konvensional tetapi hasil dari
pemeriksaannya dapat dilihat pada layar komputer yang disebut dengan
fetalphonocardiogram (fPCG). Alat ini menarik karena benar-benar pasif
(tidak ada energi yang ditransmisikan kejanin) dan biaya rendah, sehingga

21
dapat dilakukan dalam jangka panjang dan sering. fPCG adalah rekaman
akustik detak janin jantung, yang dihasilkan oleh kegiatan mekanik berbagai
struktur jantung janin, dengan cara meletakkan stetoskop digital pada
permukaan perut ibu dan alat ini mulai banyak digunakan pada tahun 1990
an . Dari hasil pemeriksaan ini didapatkan sebuah gambar sinyal dimana
dari gambar sinyal ini dapat diketahui lebih detail tentang keadaan jantung
janin.
Fetal doppler adalah sebuah alat medis akustik untuk memeriksa
suara dalam tubuh dan sering digunakan untuk mendengar suara jantung.
fetal doppler menggunakan media suara untuk memantau denyut jantung
janin. Perhitungan rata-rata detak janin dilakukan secara manual dengan
menghitung suara yang keluar dari speaker selama satu menit. (Arif, 2012).
E. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) adalah suatu alat dalam dunia kedokteran
yang memanfaatkan gelombang ultrasonik, yaitu gelombang suara yang
memiliki frekuensi yang tinggi (250 kHz 2000 kHz) yang kemudian
hasilnya ditampilkan dalam layar monitor Pemantauan menggunakan USG
ini dapat dilakukan pada kehamilan 12 minggu. Tetapi pemantauan
menggunakan USG ini disarankan untuk tidak dilakukan seringkali.
(Faradisa, 2016).

2.5 Pemeriksaan Kebidanan pada Persalinan Kala I


A. Pemeriksaan Obstetri Kala I
1. Pemeriksaan fisik umum
a. Kesan umum (nampak sakit berat, sedang), anemia konjungtiva,
ikterus, kesadaran, komunikasi personal.
b. Tinggi dan berat badan.
c. Tekanan darah, nadi, frekuensi pernafasan, suhu tubuh.
d. Pemeriksaan fisik lain yang dipandang perlu.
2. Pemeriksaan khusus obstetri
a. Inspeksi:
1) Chloasma gravidarum.

22
2) Keadaan kelenjar thyroid.
3) Dinding abdomen (varises, jaringan parut, gerakan janin).
4) Keadaan vulva dan perineum.
b. Palpasi
Maksud untuk melakukan palpasi adalah untuk:
- Memperkirakan adanya kehamilan.
- Memperkirakan usia kehamilan.
- Presentasi - posisi dan taksiran berat badan janin.
- Mengikuti proses penurunan kepala pada persalinan.
- Mencari penyulit kehamilan atau persalinan.

1) Palpasi Abdomen
Pada Kehamilan Teknik:
a) Jelaskan maksud dan tujuan serta cara pemeriksaan
palpasi yang akan saudara lakukan pada ibu.
b) Ibu dipersilahkan berbaring telentang dengan sendi lutut
semi fleksi untuk mengurangi kontraksi otot dinding
abdomen.
c) Leopold I s/d III, pemeriksa melakukan pemeriksaan
dengan berdiri disamping kanan ibu dengan menghadap
kearah muka ibu; pada pemeriksaan Leopold IV,
pemeriksa berbalik arah sehingga menghadap kearah kaki
ibu.
2) Vaginal Toucher pada Kasus Obstetri Indikasi vaginal
toucher pada kasus kehamilan atau persalinan:
a) Sebagai bagian dalam menegakkan diagnosa kehamilan
muda.
b) Pada primigravida dengan usia kehamilan lebih dari 37
minggu digunakan untuk melakukan evaluasi kapasitas
panggul (pelvimetri klinik) dan menentukan apakah ada
kelainan pada jalan lahir yang diperkirakan akan dapat
mengganggu jalannya proses persalinan pervaginam.

23
c) Pada saat masuk kamar bersalin dilakukan untuk
menentukan fase persalinan dan diagnosa letak janin.
d) Pada saat inpartu digunakan untuk menilai apakah
kemajuan proses persalinan sesuai dengan yang
diharapkan.
e) Pada saat ketuban pecah digunakan untuk menentukan
ada tidaknya prolapsus bagian kecil janin atau talipusat.
f) Pada saat inpartu, ibu nampak ingin meneran dan
digunakan untuk memastikan apakah fase persalinan
sudah masuk pada persalinan kala II.
Teknik Vaginal toucher pada pemeriksaan kehamilan dan
persalinan:
1. Didahului dengan melakukan inspeksi pada organ
genitalia eksterna.
2. Tahap berikutnya, pemeriksaan inspekulo untuk
melihat keadaan jalan lahir.
3. Labia minora disisihkan kekiri dan kanan dengan ibu
jari dan jari telunjuk tangan kiri dari sisi kranial untuk
memaparkan vestibulum.
4. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dalam posisi
lurus dan rapat dimasukkan kearah belakang - atas
vagina dan melakukan palpasi pada servik.
 Menentukan dilatasi (cm) dan pendataran servik
(prosentase).
 Menentukan keadaan selaput ketuban masih utuh
atau sudah pecah, bila sudah pecah tentukan
warna, bau, jumlah air ketuban yang mengalir
keluar
 Menentukan presentasi (bagian terendah) dan
posisi (berdasarkan denominator) serta derajat
penurunan janin berdasarkan stasion.

24
 Menentukan apakah terdapat bagian-bagian kecil
janin lain atau talipusat yang berada disamping
bagian terendah janin (presentasi rangkap –
compound presentation).

3) Auskultasi
- Auskultasi detik jantung janin dengan menggunakan
fetoskop de Lee
- Detik jantung janin terdengar paling keras didaerah
punggung janin.
- DJJ dihitung selama 5 detik dilakukan 3 kali berurutan
selang 5 detik sebanyak 3 kali
- Hasil pemeriksaan detik jantung janin 10 – 12 – 10 berarti
frekuensi detik jantung janin 32 x 4 = 128 kali per menit.
- Frekuensi detik jantung janin normal 120 – 160 kali per
menit.

2.6 Patograf
Sebagian besar penyebab kematian dapat dicegah dengan penanganan
yang akurat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan dalam menolong
persalinan, seperti penggunaan partograf dalam persalinan yaitu alat bantu
untuk membuat keputusan klinik, memantau, mengevaluasi dan
menatalaksana persalinan. Partograf dapat digunakan untuk mendeteksi dini
masalah dan penyulit dalam persalinan sehingga dapat sesegera mungkin
menatalaksana masalah tersebut atau merujuk ibu dalam kondisi optimal
(Mobiliu, 2012).

Patograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu


persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik. Untuk
mencegah partus lama, melalui asuhan persalinan normal mengandalkan
penggunaan partograf untuk memantau kondisi ibu dan janin serta kemajuan
proses persalinan sehingga penolong persalinan (bidan, perawat, dokter

25
umum atau spesialis obstetri) dapat membuat keputusan klinik sebagai
upaya pengenalan adanya gangguan proses persalinan atau komplikasi dini
agar dapat memberikan tindakan yang paling tepat dan memadai (Mobiliu,
2012).

Partograf dapat digunakan untuk mendeteksi dini masalah dan penyulit


dalam persalinan seperti partus lama, perdarahan dan gawat janin, sehingga
dapat sesegera mungkin mengambil tindakan atau merujuk ibu dalam
kondisi optimal. Menurut WHO (1994) partograf merupakan suatu cara
yang tepat untuk memantau keadaan ibu dan janin selama dalam persalinan.
Partograf standar WHO dapat membedakan dengan jelas perlu atau tidaknya
intervensi dalam persalinan. Juga dapat dengan jelas membedakan
persalinan normal dan abnormal dan mengidentifikasi wanita yang
membutuhkan intervensi (Toemandoek dkk. 2015).

Partograf adalah alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi,


anamnesis, dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalinan, dan sangat penting
khususnya untuk membuat keputusan klinik selama kala I persalinan
(Sulfiani, 2017).

1. Tujuan
Tujuan utama penggunaan partograf adalah mengamati dan
mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam dan menentukan normal
atau tidakanya persalinan serta mendeteksi dini persalinan lama sehingga
bidan dapat membuat deteksi mengenai kemungkinan persalinan lama.
Partograf dapat di gunakan untuk semua ibu selama fase aktif kala I
persalinan ; selama persalinan dan kelahiran di semua tempat seperti
rumah, puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit dll (Sulfiani, 2017).
Menurut JNPK-KR 2007 Tujuan utama dari penggunaan partograf
adalah untuk:
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.

26
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal.
Dengan demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan
terjadinya partus lama.
c. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi
bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa
yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan
klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu
dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medic ibu bersalin dan
bayi baru lahir.

Alasan pentingnya partograf di gunakan dalam persalinan adalah sebaga


berikut:

a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan
merupakan elemen penting dari asuhan persalinan. Partograf harus
digunakan untuk semua persalinan, baik normal maupun patologis.
Partograf ini sangat membantu pertolongan persalinan dalam
memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik, baik
persalinan dengan penyuit maupun tidak disertai dengan penyakit.
b. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskemas,
klinik bidan mandiri, maupun rumah sakit.
c. Secara rutin semua penolong persalinan yang memberikan asuhan
persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayi (spesialis obgyn,
didan, dokter umum, residen, maupun mahasiswa kedokteran
(JNPK-KR. 2007).
2. Manfaat penggunaan partograf
Adapun manfaat penngunaan partograf diantara lain sebagi berikut:
a. Merupakan alat yang efektif untuk mengetahui kemajuan
persalianan dan mengidentifikasi kapan intervensi diperlukan.
b. Mempengaruhi keputusan klinis dan berhubungan dengan luaran
persaliann yang lebih baik.
c. Mengurangi kejadian persalianan lama, ruptura uteri, persalinana
macet yang memerlukan augmentasi oksitosin , mengurangi angka
operasi sesar, angka kejadian stillbirth dan perdarahan post partum.

27
Merupakan alat yang dapat digunakan sebagai komunikasi saat
melakukan rujukan (Mustika dan Dewi, 2017).
3. Cara mengisi partograf dalam persalinan
a. Halaman Depan Partograf

28
Halaman Depan Partograf mencantumkan bahwa observasi
yang dimulai pada fase aktif persalinan; dan menyediakan lajur dan
kolom untuk mencatat hasil- hasil pemeriksaan selama fase aktif
persalinan, termasuk :

1. Infomasi tentang Ibu:


a. Nama, Umur;
b. Gravida. Para. Abortus (keguguran); Nomor catatan
medik/nomor Puskesmas;
c. Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah: tanggal dan
waktu penolomg persalinan mulai merawat ibu).
2. Waktu pecahnya selaput ketuban.
1) Kondisi janin:
a. DJJ(denyut jantung janin).
b. Warna dan adanya air ketuban;
c. Penyusupan (molase) kepala janin.
2) Kemajuan Persalinan:
a. Pembukaan serviks; Penurunan bagian terbawah janin atau
presentasi janin;
b. Garis waspada dan garis bertindak.
3) Jam dan Waktu:
a. Waktu mulainya fase aktif persalinan
b. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
4) Kontraksi uterus
a. Frekuensi dan lamanya.
5) Obat-obatan dan Cairan yang diberikan:
a. Oksitoxin
b. obat-obatan lainnya dan cairan I.V. yang diberikan.
6) Kondisi Ibu:
a. Nadi. tekanan darah. dan temperatur tubuh;
b. Urin (volume. aeron. anu protein).

29
c. Asuhan, Pengamatan, dan Keputusan Klinik lainnya (dicacat
dalam kolom tersedia di sisi partograf atau di catatan
kemajuan persalinan).
b. Cara Pengisian Halaman Depan Partograf
Menurut JNPK-KR 2007, cara pengisisan halaman depan partograf
adalah sebagi berikut :
1) Informasi Tentang Ibu
Lengkapi bagian awal atas partograf secara teliti pada saat
memulai asuhan persalinan. waktu kedatangan (tertulis sebagai:
“jam" pada partognf) dan perhatikan kemungkinan ibu datang
dalam fase laten persalinan. Catat waktu terjadinya pecah
ketuban.
2) Kesehatan dan Kenyamanan janin
Kolom, lajur. dan skala angka pada partograf adalah untuk
pencatatan denyut jantung janin (DJJ), air ketuban, dan
penyusupan tulang kepala janin.
a) Denyut Jantung Janin
Dengan menggunakan metode seperti yang diuraikan pada
bagian Pemeriksaan Fisik, nilai dan catat denyut jantung
janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada ianda-tanda
gawat janin). Setiap kotak pada bagian ini, menunjukkan
waktu 30 menit. Sekala angka di sebelah kolom paling kiri
menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda titik
pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ.
Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya
dengan garis yang tidak terputus.\
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf di antara garis
tebal angka 180 dan 100. Akan tetapi, penolong harus sudah
waspada bila DJJ di Bawah 120 atau di atas 160. Catat
tindakan-tindakan yang dilakukan pada ruang yang tersedia
di salah satu dari kedua sisi partograf.

30
b) Warna dan Adanya air ketuban
Nilai air ketuban setip kali dilakukan pemeriksaan dalam
dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat
temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ.
Gunakan lambang-lambang berikut:
U: ketuban utuh (belum pecah).
J: ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih.
M: ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
mekomium
D: ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
darah.
K: ketuban sudah pecah dan sudah tidak ada air ketuban
("kering")
Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukan
gawat janin. Jika terdapat mekonium, pantau DJJsecara
seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin (denyut
jantung janin < 100 atau > 180 kali permenit). Ibu segera
dirujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai. Akan tetapi, jika
terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat yang
memiliki asuhan kegawatdaruratan obsetrik dan bayi baru
lahir.
c. Molase (Penyusupan Tulang Kepala janin)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa
jauh kepala bayi dapat menyesuaikankan diri dengan bagian
keras panggul ibu. Tulang kepala yang saling menyusup atau
tumpang tindih, menunjukan kemungkinan adanya
disproporai tulang panggul (Cephalo Pelvis Disproportion -
CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar-benar
terjadi jika tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat
dipisahkan. Apabila ada dugaan disproporsi tulang panggul,
penting sekali untuk tetap memantau kondisi janin dan
kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal

31
yang sesuai dan rujuk ibu dengan tanda-tanda disproporsi
tulang panggul ke fasilitas kesehatan yang memadai.
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai
penyusupan kepala janin. Catat temuan di kotak yang sesuai
di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang
berikut
0: tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan
mudah dapat dipalpasi.
1: tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi
masih dapat dipisahkan.
3: tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan.
3) Kemajuan Parsalinan
Kolom dan lajur kedua partograf adalah untuk pencatatan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom
paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Tiap angka
mempunyai lajur dan kotak yang lain pada lajur di atasnya,
menunjukkan penambahan dilatasi sebesar 1 cm skala angka 1-
5 juga menunjukkan seberapa jauh Penurunan janin. Tiap kotak
di bagian ini menyatakan waktu 30 menit.
a) Pembukaan Serviks
Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian
Pemeriksaan Fisik. nilai dan catat pembukaan serviks setiap
4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda
penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat
pada partograf hasil temuan setiap pemeriksaan. Tanda "X"
harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur
besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuan-
temuan dari pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama
kali selama masa fase aktif persalinan di garis waspada.

32
Hubungkan tanda "X" dari setiap pemeriksaan dengan
garis utuh.
b) Penurunan Bagian terbawah atau Presentasi janin
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam (setiap 4 jam),
atau lebih sering jika ada tanda-tanda penyulit, nilai dan
catat turunnya bagian terbawah atau presentasi janin. Pada
persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks umumnya
diikuti dengan turunnya bagian terbawah/presentasi janin
baru terjadi setelah pembukaan serviks sebesar 7 cm.
Penurunan kepala janin diukur secara palpasi bimanual.
Penurunan kepala janin diukur seberapa jauh dari tepi
simfisis pubis. Dibagi menjadi 5 kategori dengan simbol
5/5 sampai 0/5. Simbol 5/5 menyatakan bahwa bagian
kepala janin belum memasuki tepi atas simfisis pubis;
sedangkan simbol 0/5 menyatakan bahwa bagian kepala
janin sudah tidak dapat lagi di palpasi di atas simfisi pubis.
Kata-kata "Turunnya Kepala" dari garis terputus dari 0-5,
tertera disisi yang sama dengan angka pembukaan serviks.
Diberikan tanda (o) pada garis waktu yang sesuai. Sebagai
conroh, jika kepala bisa di palpasi 4/5, tuliskan tanda (o) di
nomor 4. Hubungkan tanda (o) dari setiap pemeriksaan
dengan garis terputus.
c) Garis Waspada dan Garis Bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm
dan berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap
diharapkan terjjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam.
Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di
garis waspada. Jika pembuka, serviks mengarah ke sebelah
kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per
jam). maka harus dipertimbangkan pula adanya tindakan
intervensi yang diperlukan misalnya: amniotomi, infus
oksitosin atau persiapan-persiapan rujukan (ke rumah sakit

33
atau puskesmas) yang mampu menangani penyulit
kegawatdaruratan obstetrik Garis bertindak tertera sejajar
dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur
ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada di sebelah
kanan garis bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan
persalinan harus dilakukan.
4) Jam dan Waktu
a) Waktu Mulainya Fase Aktif Parsalinan
bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan
penurunan) tertera kotak-kotak diberi angka 1-16. Setiap
kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif
persalinan.
b) Waktu Aktual Saat Pemeriksaan Dilakukan
Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif,
tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat
pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam
penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh
menit pada lajur kotak di atasnya atau lajur kontraksi di
bawahnya. Saat Ibu masuk dalam fase aktif persalinan,
catatkan pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian
catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang
sesuai. Sebagia contoh, jika pemeriksaan dalam menunjukan
ibu mengalami pembukaan 6 cm pada pukul 15.00 tuliskan
tanda "X"di garis waspada yang sesuai dengan angka 6 yang
tertera disisi luar kolom paling kiri dan catat waktu yang
sesuai pada kotak waktu di bawahnya ( kotak ketiga dari
kiri).
5) Kontraksi uterus
Dibawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur kotak
dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" disebelah luar kolom
paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30

34
menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan
lamanya kontraksi dalam satuan detik.
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10
menit dengan mengisi angka pada kontak yang sesuai. Sebagai
contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam waktu satu kali 10
menit isi 3 kotak.
Nyatakan lamanya kontraksi dengan:

Berikan titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan


kontaksi yang lamanya kurang dari 20 detik.

Berikan garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan


kontraksi yang lamanya 20-40 detik.

Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang


lamanya lebih dari 40 detik.

35
Dalam waktu 30 menit pertama terjadi dua
kontraksi dalam 10 menit dan lamanya
kurang dari 20 detik.

Dalam waktu 30 menit kelima terjadi tiga


kontrasi dalam waktu 10 menit dan lamanya
menjadi 20-40 detik.

Dalam waktu 30 menit ketujuh terjadi lima


kontraksi dalam 10 menit dan lamanya lebih
dari 40 detik.

INGAT !!

1. Periksa frekuensi dan lama kontraksi uterus setiap jam selama fase laten dan ssetiap 30
menit selama fase aktif.
2. Nilai fekuesnidan lama kontraksi yang terjadi dalam 10 menit observasi.
3. Catat lamanya kontraksi menggunakan lambing yang sesuai

< 20 detik 20-40 detik > 40 detik


4. Catat temuan-temuan dikotak yang sesuai dengan waktu penilaian

36
6) Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur
kotak untuk mencatat oksitosin, obat-obatan lainnya dan cairan
IV
a) Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan
sertiap 30 menit jumlah unit oksitosin.
b) Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semuua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau
cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.
7) Kondisi Ibu (kesehatan dan kenyamanan ibu)
Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan
kesehatan dan kenyamanan ibu.
a) Nadi, tekanan darahdan suhu tubuh.
Angka disebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan
nadi dan tekanan darah ibu.
1. Nilai dancatat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif
persalinan (lebih seringjika di duga adanya penyulit).
Beritanda (o) pada kolom waktu yang sesuai.
2. Nilai dan catat tekanand arah ibu setiap 4 jam sekali
selama fase aktif persalinan (lebih sering jika di duga
adanya penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada
kolom waktu yang sesuai.
3. Nilai dan catat suhu tubuh ibu (lebih sering jika terjadi
peningkatan mendadak atau di duga adanya infeksi) setiap
2 jam dan catat suhu tubuh dalam kotak yang sesuai.
b) Volume urin, urin protein dan aseton.
ukur dan catat jumlah produksi urin ibu setidaknya setiap 2
jam (setiap kali ibu berkemih). Jika memungkinkan setiap
kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan adanya aseton dan
protein unrin dalam urin tersebut.
8) Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya.

37
Catat semua asuhan lainnya, hasil pengamatan dan keputusan
klinik disisi luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah
tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan
waktu saat membuat catatan persalinan.
Asuhan, pengamatan dan/atau keputusan klinik mencakup:
a. Jumlah cairan per oral yang diberikan.
b. Keluhan sakit kepala atau pengelihatan (pandangan) kabur
c. Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (obgyn,
bidan dan dokter umum).
d. Upaya rujukan.

Ingat!!
1. Fase laten persalinan di definisikan sebagai pembukaan serviks kurang dari 4 cm.
Biasanya fase laten berlangsung tidak lebih dari 8 jam.
2. Dokumentasikan asuhan, pengamatan dan pemeriksaan selama fase laten persalinan
pada catatan kemajuan persalinan yang dibuat secara terpisah atau kartu KMS.
3. Fase. Aktif persalinan di definisikan sebagai pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm.
Biasanya pembukaan serviks selama fase aktif sedikitnya 1 cm/jam.
4. Jika ibu datang pada saat fase aktif persalinan, langsung catatkan pembukaan serviks
pada garis waspada.
5. Pada persalinan tanpa penyulit, catatkan pembukaan serviks umumnya tidak aka.
Melewati garis waspada.

d. Halaman Belakang Partograf


Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat
hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran bayi,
serta tindakan-tindakan yang dilakukan sejak kala I hingga kala IV
dan bayi baru lahir. Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai
catatan persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan kepada
ibu selama masa nifas (terutama pada kala IV persalinan) untuk
memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya penyulit
dan membuat keputusan klinik yang sesuai. Dokumentasi ini sangat
penting, terutama untuk membuat keputusan klinik (misalnya,
pencegahan perdarahan pada kala IV persalinan). Selain itu, catatan
persalinan (lengkap dan benar) dapat digunakan di untuk

38
menilai/memantau sejauh mana pelaksanaan asuhan persalinan yang
aman dan bersih telah dilakukan.

Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut:


1) Data atau informasi umum

39
2) Kala I
3) Kala II
4) Kala III
5) Bayi baru lahir
6) Kala IV
e. Cara Pengisian Halaman Belakang Partograf
Berbeda dengan pengisian halaman depan ( harus segera diisi di
setiap pemeriksaan), pengisian data di lembar belakang partograf baru
dilengkapi setelah seluruh proses persalinan selesai informasi yang
dicatatkan di halaman belakang partograf akan meliputi unsur-unsur
berikut:
1) Data dasar
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan,
alamat tempat persalinan, catatan dan alasan merujuk, tempat
merujuk dan pendamping pada saat merujuk. Isikan data pada
masing-masing tempat yang telah disediakan, atau dengan cara
memberi tanda ✓ pada samping jawaban yang sesuai. Untuk
pertanyaan no. 5, lingkari jawaban yang sesuai dan untuk pertanyaan
No. 8 jawaban bisa lebih dari satu.
Data dasar yang perlu di penuhi adalah berikut:

40
2) Kala I
Kala I terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf
saat melewati garis waspada, masalah-masalah lain yang timbul,
penatalaksanaan nya, dan hasil penatalaksanaan tersebut. Untuk
pertanyaan no. 9, lingkari jawaban yang sesuai. Pertanyaan
lainnya hanya diisi jika terdapat masalah lainnya dalam
persalinan.

Pertanyaan pada kala satu adalah sebagai berikut:

3) Kala II
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat
janin, distosia bahu, masalah lain, penatalaksanaan masalah dan
hasilnya. Beri tanda ✓ pada kota di samping jawaban yang
sesuai. Biak pertanyaan no. 13, jika jawabannya "ya", tulis
indikasinya. Untuk no.15 dan 16 jika jawabannya "ya", isi jenis
tindakan yang dilakukan. Khusus pada no. 15 tambahkan ruang
baru untuk menekankan upaya deteksi dini terhadap gangguan
kondisi kesehatan janin, atau tidak dapat dievaluasi. Bagian ini
dapat menjadi pelengkap bagi informasi pada kotak "ya"
maupun "tidak" untuk pertanyaan no. 15. Jawaban untuk
pertanyaan no. 14, mungkin lebih dari satu. Untuk 'masalah lain'
pada no. 17 harus dijelaskan jenis masalah yang terjadi.

41
Pertanyaan-petanyaan pada kala II adalah sebagai berikut:

4) Kala III
Data untuk kala III terdiri dari lamanya kala III, pemberian
oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, rangsangan pada
fundus, kelengkapan plasenta saat dilahirkan, retensio plasenta
yang > 30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah pendarahan,
masalah lain, penatalaksanaan dan hasilnya. Ini jawaban pada
tempat yang disediakan dan diberi tanda ✓ pada kotak
disamping jawaban yang sesuai. Untuk no. 25, 26 dan 28 lingkari
jawaban yang benar.

42
Informasi untuk kala III adalah sebagai berikut:

5) Bayi baru lahir


Informasi yang perlu di peroleh dari bagian bayi baru lahir
adalah berat dan panjang badan, jenis kelamin, penilaian bayi
baru lahir, pemberian ASI, masalah laindan hasilnya. Isi
jawaban pada tempat yang disediakan serta beri tanda ✓ pada
kotak disamping jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan no. 36
dan 37, Lingkari jawaban yang sesuai. Untuk nomor 38, jawaban
mungkin lebih dari satu.

43
Informasi penting dari bayi baru lahir adalah sebagai berikut:

6) Kala IV
Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, temperatur,
tinggi fundus, kontraksi uterus, kandung kemih dan pendarahan.
Pemantauan pada kala IV ini sangat penting terutama untuk
menilai deteksi dini resiko atau kesiapan penolong
mengantisipasi komplikasi pendarahan pasca persalinan.
Pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit dalam 1 jam
pertama setelah melahirkan, dan setiap 30 menit pada satu jam
berikutnya. isikan hasil pemeriksaan pada kolom atau ruang
yang sesuai. Bila timbul masalah selam kala IV, tuliskan jenis
dan cara menangani masalah tersebut pada bagian Malasah kala
IV dan bagian berikutnya. Bagian yang digelapkan tidak usah
diisi.

Catatkan semua hasil temuan selama persalinan kala empat di


bagian ini:

44
2.7 Manajemen Kebidanan Kala I Persalinan
1. Langkah I:
Pengkajian Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi
yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien, untuk memperoleh data dengan cara:
- Anamnese
- Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan Khusus
- Pemeriksaan Penunjang
Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik, dan hasil
pemeriksaan sebelumnya.
a. Mengidentifikasi identitas ibu dan suami (Nama, Umur, Suku,
Agama, Status Pernikahan, Pendidikan Terakhir, Pekerjaan , Alamat)
b. Keluhan yang dialami dan dirasakan oleh ibu
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
d. Riwayat reproduksi (Menarche, Lama Haid, Siklus Haid,
Dismenorhe)
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat kontrasepsi (Metode Kontrasepsi, Efek Samping, Alasan
Penghentian)
g. Pola kebutuhan sehari-hari (Nutrisi, Eliminasi, Personal Hygiene)
h. Data psikososial, spiritual dan ekonomi
i. Pemeriksaan Khusus (USG, Rontgen)
j. Pemeriksaan penunjang (Darah dan Urin)
k. Pemeriksaan fisik

45
1) Penampilan dan emosional ibu
2) Pengukuran fisik (Tinggi Badan, Berat Badan, LILA)
3) Tanda-tanda vital (Tekanan Darah, Pernapasan, Nadi, dan Suhu)
4) Pemeriksaan kepala, wajah, dan leher (Rambut, Wajah, Mulut,
Leher)
5) Pemeriksaan dada dan abdomen (Payudara dan Perut)
6) Pemeriksaan genitalia (Vagina)
7) Pemeriksaan tungkai (Tangan dan Kaki).

2. Langkah II:
Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan Pada langkah ini
identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi
yang akurat atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang
sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan
diagnose dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah
keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefenisikan seperti
diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering
berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi
oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Diagnosa kebidanan adalah
diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan
memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.
Dalam mengidentifikasi diagnosa/masalah harus berdasarkan data
dasar yang meliputi data subjektif (informasi yang didapat dari pasien)
dan data objektif (data yang didapat dari hasil pemeriksaan oleh petugas
kesehatan).

3. Langkah III:
Antisipasi Diagnosa/Masalah Potensial Pada langkah ini
mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial berdasarkan diagnosa
atau masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Pada langkah ini
bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak

46
hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga
merumuskan tindakan antisipasi agar diagnosa atau masalah potensial
tidak terjadi.

4. Langkah IV:
Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera Mengidentifikasi
perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk dikonsultasikan
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai
dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari
proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi, penatalaksanaan bukan hanya
selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal saja tetapi juga
selama wanita tersebut bersama bidan terusmenerus. Pada penjelasan
diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus
sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi kliennya.
Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengantisipasi diagnosa/ masalah potensial pada langkah sebelumnya,
bidan juga harus merumuskan tindakan emergency/segera untuk segera
ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk
tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau
yang bersifat rujukan.

5. Langkah V:
Merencana Asuhan Secara Menyeluruh Pada langkah ini
direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan oleh
langkahlangkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah
teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang
tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak
hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau
dari masalah yang berkaitan tetapi juga dari krangka pedoman antisipasi
terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi
berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu

47
merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial
ekonomi-kultural atau masalah psikologi. Setiap rencana asuhan
haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar
dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan
rencana tersebut. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan
menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan
pengetahuan dan teori yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang
apa yang akan dilakukan klien.

6. Langkah VI:
Implementasi Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh
seperti yang telah diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara
aman dan efisien. Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya
oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap
bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi
dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang
mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan
asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap
terlaksananyarencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.
Pelaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta
meningkatkan mutu dan asuhan klien.

7. Langkah VII:
Evaluasi Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari
asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasidi dalam diagnosa dan masalah. Rencana
tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam
pelaksanaannya. Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya
merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang
mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena

48
proses penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan
dua langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik .

A. Partograf
Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase aktif
persalinan. Tujuan utama penggunanan partograf:
1. Mencatat hasil observasi dan menilai kemajuan persalinan
2. Mendeteksi apakah persalinan berjalan normal atau terdapat
penyimpangan, dengan demikian dapat melakukan deteksi dini
setiap kemungkinan terjadinya partus lama

Parograf harus digunakan:


1. Untuk semua ibu dalam kala I fase aktif (fase laten tidak dicatat
di partograf tetapi di tempat terpisah seperti di KMS ibu hamil
atau rekam medik)
2. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (spesialis
obgyn, bidan, dokter umum, residen swasta, rumah sakit, dll)
3. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan
asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran.

Kondisi ibu dan bayi yang dicatat dalam partograf:


1. DJJ tiap 30 menit
2. Frekuensi dan durasi kontraksi tiap 30 menit
3. Nadi tiap 30 menit
4. Pembukaan serviks tiap 4 jam
5. Penurunan bagian terbawah janin tiap 4 jam
6. Tekanan darah dan temperatur tubuh tiap 4 jam
7. Urin, aseton dan protein tiap 2-4 jam.

Partograf tidak boleh dipergunakan pada kasus:


1. Wanita pendek, tinggi kurang dari 145 cm
2. Perdarahan antepartum

49
3. Preeklamsi – eklamsi
4. Persalinan prematur
5. Bekas sectio sesarea
6. Kehamilan ganda
7. Kelainan letak janin
8. Fetal distress
9. Dugaan distosia karena panggul sempit
10. Kehamilan dengan hidramnion
11. Ketuban pecah dini
12. Persalinan dengan induksi

8. Langkah VIII: Pendokumentasian Persalinan Kala I


Hal-hal yang perlu di dokumentasikan:
Pendokumentasian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil temuan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
A. Anamnesis
1. Nama, umur dan alamat
2. Gravida dan para
3. HPHT
4. Tapsiran persalinan
5. Alergi obat-obatan
6. Riwayat kehamilan, sekarang dan sebelumnya
7. Riwayat medis lainnya.
8. Masalah medis saat ini, dll.
B. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan abdomen
- Menentukan TFU
- Memantau kontraksi uterus
- Memantau DJJ
- Memantau presentasi
- Memantau penurunan bagian terbawah janin
2. Pemeriksaan dalam

50
- Menilai cairan vagina
- Memeriksa genetalia externa
- Menilai penurunan janin
- Menilai penyusupan tulang kepala
- Menilai kepala janin apakah sesuai dengan diameter jalan lahir
- Jangan melakukan pemeriksaan dalam jika ada perdarahan
pervaginam.

Fungsi pendokumentasian

1. Menciptakan catatan permanen tentang asuhan yang diberikan


kepada pasien
2. Menmungkinkan berbagi informasi diantara para pemberi
asuhan
3. Memfasilitasi pemberi asuhan yang berkesinambungan
4. Memungkinkan evaluasi dari asuhan yang diberikan
5. Memberikan data untuk catatan nasional, penelitian, dan
statistik mortalitas/ morbiditas
6. Meningkatkkan pemberian asuhan yang lebih aman dan
bermutu tinggi kepada Pasien (Yulizawati dkk, 2019).

51
BAB III

Simpulan dan Saran

3.1 Simpulan
Kala I persalinan disebut juga sebagai stadium pendataran dan
dilatasi serviks (Sarwono, 2010). Dimulainya kala I persalinan yaitu sejak
terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga mencapai
pembukaan lengkap (10 cm) (Kurniarum, 2016). Kala I persalinan selesai
ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm) sehingga
memungkinkan kepala janin lewat (Sarwono, 2010).
Pada fase Kala I dalam persalinan ini bidan harus melakukan asuhan
kebidanan secara komprehensif agar tujuan persalinan, yaitu Memberikan
asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai
pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek
sayang ibu dan sayang bayi (Kemenkes RI, 2016), tercapai. Dimulai sejak
fase laten sampai dengan pembukaan lengkap. Dengan begitu bidan dapat
menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi
bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya terintegrasi dan lengkap
dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan
kualitas pelayanan tetap terjaga (bkpsdm.tangerangkota.go.id, 2018).

3.2 Saran
Pada proses persalinan Kala I, sebagai calon bidan, kita harus
memahami semua proses nya dimulai dari mengenali fisiologis sampai
dengan asuhan kebidanan yang seharusnya dilakukan.

52
DAFTAR PUSTAKA

Adrian. Kevin. 2018. Anatomi Panggul Menentukan Cara Melahirkan.

Arif, Andi Renianti. “Penentuan Kenormalan Denyut Jantung Janin Pada


Pemeriksaan Ultrasonografi (Usg) Dan Fetal Doppler.” (2012)

Aty, Yoani. 2015. Pengkajian.

Bainuan, Lina Darmayanti, Et Al. "Sensitivitas, Spesifisitas Dan Akurasi


Pengukuran Kontraksi Uterus Kala I Fase Aktif Ibu Bersalin Menggunakan
Tokodinamometer." Majalah Kedokteran Bandung 50.1 (2018): 29-35.

Cunningham, F., Leveno, K., Bloom, S., Spong, C. Y., & Dashe, J. 2014. Williams
Obstetrics.

Endjun, Judi Januadi, And Biran Affandi. "Kardiotokografi (Ktg)." (2013).

Faradisa, Irmalia Suryani, Tri Arief Sardjono, And Mauridhi Hery Purnomo.
"Teknologi Pemantauan Kesejahteraan Janin Di Indonesia." Prosiding
Seniati (2017): B32-1.

Herry Rosyati, Sst, Mkm. 2017. Asuhan Kebidanan Persalinan.

Jnpk-Kr. 2007. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal.

Kurniarum, A., 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir.
Kemenkes R.I.

Marshall, J. E., & Raynor, M. D. 2014. Myles' Textbook For Midwives E-Book.
Elsevier Health Sciences.

Mobiliu. Suwarly. 2012. Hubungan Pengetahuan Bidan Dengan Penerapan


Penggunaan Partograf Di Ruang Kebidanan Rsud Toto Kabila Kabupaten Bone
Bolango.

Mustika. Dian Nintyasari Dan Dewi Puspitaningrum. 2017. Pemeriksaan Kadar


Hemoglobin Dan Urine Pada Ibu Hamil Di Laboratorium Kesehatan Terpadu
Unimus.

53
Sarwono, P. 2018. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono, P., 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Pt Bina Pustaka Sarwno


Prawirohardjo.

Sulfiani. 2017. Manajemen Asuhan Kebidanan Intranatal Care Pada Ny “F” Gestasi
38– 40 Minggu Dengan Asuhan Persalinan Normal Di Puskesmas Jumpandang
Baru Makassar Tanggal 16 S/D 17 Mei 2017.

Toemandoek. Jacqueline P; Freddy Wagey Dan Maria Loho. 2015. Pengetahuan


Dan Sikap Bidan Mengenai Penggunaan Partograf Dalam Persalinan Di Puskesmas
Poned Kota Manado.

Wahidah, N. J., 2017. Modul Pengantar Asuhan Kebidanan Persalinan.

World Health Organization. Who Recommendations On Intrapartum Care For A


Positive Childbirth Experience. World Health Organization, 2018.

Yulizawati,. Aldina Ayunda,. Lusiana El,. Dan Feni Andriani. 2019. Buku Ajar
Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Sidoarjo: Indomedia Pustaka.

54

Anda mungkin juga menyukai