Anda di halaman 1dari 10

TUGAS ASUHAN KESEHATAN MENTAL MENGGUNAKAN EPDS

UNTUK MEMENUHI TUGAS KULIAH PERINATAL MENTAL HEALTH


Dosen Pembimbing: Jehanara, S.ST, M.Keb

Disusun oleh:
FITHRI NUR RAHMA P3.73.24.1.18.020

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
PRODI D4 KEBIDANAN
JAKARTA
2021
Identitas Pasien Tanggal Pengkajian : 10/10/2021
Nama : Ny. N
Umur : 27 th
Pasien : P1A0 Nifas 5 bulan
Persalinan : 2 Mei 2021

Skor EPDS yang didapatkan adalah 9

Menurut John Cox (1987) dan Newman (1995) skor minimal kemungkinan depresi
ialah 12. Namun beberapa referensi menunjukkan cut-off lebih rendah yaitu 10.1,2 Untuk
saat ini Ibu memiliki skor skrinning EPDS sebesar 9 yang berarti belum termasuk
kemungkinan depresi. Apabila Bidan memakai referensi skor 10 sebagai kemungkinan
depresi, skor 9 merupakan skor yang terbilang cukup tinggi. Karena itu perlunya
pengulangan skrinning untuk hasil yang lebih akurat.2

Dengan skor 9 Ibu telah memiliki beberapa gejala Postnatal Depression. Asuhan yang
diberikan dapat berupa asuhan-asuhan yang dapat mengurangi gejala Postnatal
Depression. Terapi musik bermanfaat untuk menurunkan gejala depresi postpartum.
Oleh karena itu, diperlukan adanya deteksi kejadian depresi postpartum di pelayanan
kesehatan, yang mana terapi musik dapat menjadi salah satu pilihan terapi komplementer
dalam asuhan keperawatan maternitas yang diberikan kepada ibu pasca melahirkan. 3

Dalam hal ini kita juga perlu memahami gejala-gejala dari Postnatal Depression. Adapun
gejala-gejala dari Postnatal Depression ini dapat dilihat dari perilaku ibu sebagai berikut:
merasa sedih hampir setiap hari, minat dan rasa senang menurun, tidak pernah tertawa,
berat badan makin berkurang , tidak bisa berfikir dan konsentrasi, hampir setiap hari tidak
bisa tidur, resah, gelisah, menyalahkan diri sendiri, merasa berdosa, rasa tidak berguna,
buah pikiran tentang kematian, punya gagasan ingin bunuh diri.4
Dukungan sosial memiliki peranan yang penting bagi individu untuk mengatasi stress dan
tekanan dalam kehidupannya. Kejadian Postnatal Depression dapat disebabkan oleh
meningkatnya jumlah keluarga inti.5

Berdasarkan sebuah hasil studi literatur, aktivitas fisik berupa olahraga dengan
intensitas sedang atau olahraga aerobik seperti joging, berenang, yoga yang dilakukan
secara teratur sejak kehamilan dapat menjadi terapi potensial dalam memperbaiki
gejala Postnatal Depression dengan menekan kadar kortisol dan meningkatkan
serotonin. In aktivitas atau rendahnya aktivitas fisik berkaitan dengan kejadian Postnatal
Depression. Oleh karena itu, olahraga intensitas sedang sangat dianjurkan bagi ibu
hamil. Penelitian mengenai perbandingan intensitas olahraga terhadap gejala depresi
serta kadar serotonin dan kortisol masih perlu dilakukan untuk mendapatkan dosis
olahraga yang tepat untuk mengurangi gejala depresi yang lebih baik.6

Tatalaksana dalam perawatan Postnatal Depression bervariasi tergantung dengan


tingkat keparahan dari gejalanya, termasuk kemampuannya untuk merawat dan
berinteraksi dengan bayu yang baru lahir. Jika baru terjadi gejala ringan atau sedang
maka dapat dikelola dalam perawatan primer terdekat namun lebih baik jika langsung
dirujuk ke bagian psikiatrik untuk mencegah komplikasi yang lebih parah, terutama ketika
ibu sudah memiliki pikiran untuk mencelakai atau membahayakan diri sendiri dan orang
lain. Namun dalam melakukan perawatan Postnatal Depression dapat terjadi beberapa
kendala bagi sebagian orang, seperti masalah keuangan, transportasi, dan penitipan
anak. Untuk wanita dengan gejala ringan, intervensi psikososial yang dapat diberikan
contohnya ialah meningkatkan dukungan, seperti dukungan dari teman sebaya dan
konseling yang dilakukan oleh praktisi kesehatan yang professional. Intervensi tersebut
merupakan lini pertama dalam perawatan depresi postpartum.7

Secara umum, dalam penatalaksanaan ibu dengan Postnatal Depression diberikan


dengan farmakologis, psikoterapi, hormonal therapy, dan prophylactic treatment.
A. farmakologis: Pasien yang telah didiagnosis dengan gangguan depresi
postpartum, diberikan pengobatan dengan antidepressant. Pemberian selective
serotonin reuptake inhibitor (SSRIs) seharusnya diberikan pada karena golongan
obat tersebut mempunyai resiko efek toksik yang rendah. SSRis bisa membantu
pasien yang tidak mempunyai respon bagus terhadap tricyclic antidepressant,
golongan antidepressant lainnya dan cenderung ditoleransi lebih baik dengan
dosis yang rendah
B. psikoterapi: Pada studi yang melibatkan 120 ibu melahirkan, interpersonal
psikoterapi, dengan pengobatan 12 sesi yang terfokus pada perubahan peran dan
pentingnya suatu hubungan sangat efektif untuk meredakan gejala depresi dan
meningkatkan fungsi psikososial. Sebuah grup berdasarkan intervensi pada
psikoterapi interpersonal diberikan selama kehamilan mencegah terjadinya
depresi postpartum. Bagaimanapun, psikoterapi sebagai tambahan
dikombinasikan dengan fluoxetine tidak meningkatkan pengobatan daripada
dengan fluoxetine saja
C. hormonal therapy: Estradiol telah dievaluasi sebagai pengobatan untuk depresi
postpartum. Pada studi yang membandingkan transdermal estradiol dengan
plasebo, grup yang diobati dengan estradiol mempunyai penurunan skor depresi
yang signifikan selama bulan pertama.
D. prophylactic treatment: Pasien yang mengalami riwayat depresi setelah
kehamilannya dapat beresiko menjadi depresi postparrtum setelah melahirkan.
Terapi preventif setelah melahirkan harus dipertimbangkan pada pasien dengan
riwayat depresi sebelumnya. Obat yang direspon pasien sebelumnya dengan
selective-serotonin-reuptake (SSRIs) inhibitor adalah pilihan rasional, tricyclic
antidepressant (TCAs) tidak dapat melindungi sebagaimana dibandingkan dengan
plasebo. Minimal, penanganan depresi postpartum termasuk pengawasan untuk
terjadinya kekambuhan, dengan sebuah rencana intervensi cepat jika ada
indikasi.8
Asuhan yang diberikan:
1. Melakukan informed consent kepada Ibu serta menjelaskan manfaat pengkajian
hari ini.
2. Melakukan skrinning kepada Ibu menggunakan media EPDS.
3. Menjelaskan kepada ibu hasil yang di dapatkan serta menjelaskan apa saja yang
perlu diwaspadai.
4. Memberikan dukungan serta KIE kepada Ibu dalam menghadapi masa menyusui
6 bulan ASI Eksklusif.
5. Memberi tahu Ibu apabila terdapat gejala-gejala dari Postnatal Depression dapat
menghubungi atau datang ke pelayanan kesehatan terdekat.
6. Melakukan dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Cox, J.L., Holden, J.M., and Sagovsky R. Perinatal Mental Health: A Guide to the
EPDS. The Jerusalem Talmud,First order: Zeraim, Tractate Berakhot. 2013. 39–
155 p.
2. Newman L. Perinatal Mental Health Summit. Vol. 26, British Journal of Midwifery.
2018. 703 p.
3. Yahayu Y. STUDI TERAPI MUSIK DALAM MENURUNKAN GEJALA DEPRESI
POSTPARTUM LITERATURE REVIEW. Univ Sari Mulia Banjarmasin. 2021;
4. Suryati S. the Baby Blues and Postnatal Depression. J Kesehat Masy Andalas.
2008;2(2):191.
5. Desiana W, Tarsikah T. Screening of Post Partum Depression on the Seventh Day
Puerperium. Indones Midwifery Heal Sci J. 2021;5(2):198.
6. Sofiyanti S. Aktivitas Fisik Menurunkan Gejala Depresi Postpartum : Literatur
Review. 2021;13(1):254–61. Available from:
https://juriskes.com/index.php/jrk/article/view/1917
7. Sari RA. Literature Review: Depresi Postpartum. J Kesehat. 2020;11(1):167.
8. Esha Pradnyana, Wayan Westa NR. DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA DEPRESI
POSTPARTUM PADA PRIMIPARA. :1–16.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai