Anda di halaman 1dari 12

Referat Gangguan Jiwa dan Perilaku yang Berhubungan dengan

Masa Nifas

Dokter Pembimbing :

Dr. Lenny Irawati Yohosua Sp. KJ

Disusun Oleh:

NI PUTU ANASTASIA DIANA YANTI

112019249

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT JIWA


RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 15 MARET 2020 – 17 APRIL 2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan dan persalinan merupakan proses alamiah dan normal yang dialami oleh
setiap wanita. Dalam proses kehamilan dan persalinan ini setiap wanita mengalami perubahan-
perubahan baik fisik maupun psikologis sehingga wanita perlu mempersiapkan diri sebelum
memasuki tahapan ini, wanita yang kurang siap akan mengalami gangguan kejiwaan pasca nifas.

Pada masa postpartum ini terjadi pula perubahan-perubahan psikologis sebagai akibat
perubahan fisik yang terjadi dan hal ini normal terjadi. Apabila ibu dapat memahami dan
menyesuaikan diri dengan beberapa perubahan baik fisik maupun psikologis, maka ibu tidak
mengalami ketakutan, kekhawatiran atau kecemasan. Sebaliknya ketika ibu baru ini terlalu takut,
khawatir, dan cemas dengan perubahan yang terjadi dalam dirinya maka ibu bisa mengalami
ganguan-gangguan psikologis. Terdapat tiga jenis gangguan psikologis terkait dengan afek atau
mood ibu pasca melahirkan yaitu postpartum blues, depresi postpartum, dan psikosis postpartum.

Lebih dari 50% perempuan yang mengalami depresi postpartum tidak tahu bagaimana
dan kemana mencari bantuan untuk mengatasi kondisi yang dialami. Berdasarkan laporan World
Health Organization (WHO) diperkirakan wanita melahirkan yang mengalami depresi
postpartum ringan berkisar 10 per 1000 kelahiran hidup dan depresi postpartum sedang atau
berat berkisar 30 sampai 200 per 1000 kelahiran hidup. Beberapa penelitian juga mengemukakan
bahwa depresi postpartum bervariasi di setiap daerah penelitian. Hasil penelitian O’Hara dan
Swain menemukan kejadian depresi postpartum di Belanda sekitar 2%-10%, di Amerika Serikat
8%-26%, di Kanada 50%-70% dan sekitar 13% wanita primipara mengalami depresi postpartum
pada periode tahun pertama pasca melahirkan. Untuk di Indonesia sendiri dari hasil penelitian
yang dilakukan di RSUP Cipto Mangunkusumo mencatat 33% ibu setelah melahirkan
mengalami depresi postpartum, di RSUD Serang mencatat 30% ibu setelah melahirkan
mengalami depresi postpartum dan di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta diperoleh hasil bahwa
angka kejadian depresi postpartum ringan hingga sedang adalah 37,6%.1 Maka dari itu, penting
bagi dokter umum untuk mengetahui lebih dalam mengenai tanda dan gejala gangguan jiwa post
partum serta penatalaksanaannya yang sesuai dan adekuat.

2
1.2 Tujuan Umum

Mengetahui lebih mendalam mengenai gangguan jiwa pasca nifas.

1.3 Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan tentang definisi gangguan jiwa pasca nifas, seperti baby blues,
postpartum depresi dan psikosis postpartum.
b. Mendeskripsikan secara umum tentang epidemiologi dan etiologi terjadinya gangguan
jiwa pasca nifas.
c. Mendeskripsikan gejala klinis yang menyertai penderita gangguan jiwa pasca nifas.
d. Mendekripsikan kriteria diagnostik gangguan jiwa pasca nifas.
e. Mendeskripsikan terkait tatalaksana secara farmakologis dan non-farmakologis pada
gangguan jiwa pasca nifas.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Baby Blues/ Postpartum Blues

Adalah suasana hati yang dirasakan oleh wanita setelah melahirkan yang berlangsung
selama 3-6 hari dalam 14 hari pertama pasca melahirkan, dimana perasaan ini berkaitan dengan
bayinya.1 Ini merupakan sindrom gangguan mental ringan dan sering disepelekan dan sering
dianggap efek samping keletihan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak tertangani sebagaimana
mestinya. Gejala postpartum blues mengarah pada keadaan yang sulit untuk dijelaskan, ada
perasaan sedih, mudah tersinggung, kelelahan dan susah tidur. Menurut American Psychiatric
Association gejala postpartum blues terlihat secara psikologis antara lain a) perasaan cemas,
khawatir berlebihan, sedih, murung, dan sering menangis tanpa sebab yang jelas; b) seringkali
merasa kelelahan dan sakit kepala/ migren; c) perasaan tidak mampu, misalnya mengurus si
kecil; dan d) adanya perasaan putus asa.2

2.1.1 Etiologi / factor resiko

Baby blues disebabkan oleh banyak hal yaitu dari factor biologi dan bisa dari factor
emosional.untuk factor biologi bisa dari factor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen,
progesterone, prolactin dan estrol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun
secara bermakna setelah melahirkan. Ternyata estrogen memiliki efek supresi terhadap aktivasi
enzim monoamine oksidase, yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktivasi, baik
noradrenalin maupun serotonin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi.

Kedua adalah factor demografik yaitu umur dan paritas. Dan yang ketiga adalah
pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan, kesulitan yang dialami ibu selama
kehamilannya akan ikut memperburuk kondisi ibu pasca persalinan. Keempat adalah latar
belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan,
kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan jiwa sebelumnya, status social ekonomi
serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga, dan teman). Kelima
adalah kelelahan fisik, kelelahan fisik karena aktivitas mengasuh bayi, menyusui, memandikan,

4
mengganti popok, dan menimang sepanjang hari bahkan tak jarang di malam buta sangatlah
menguras tenaga.2,3

2.1.2 Epidemologi

Postpartum Blues atau yang sering disebut Baby Blues Syndrome merupakan periode
emosional stress yang terjadi pada 80% ibu setelah melahirkan. Di Asia sendiri cukup tinggi dan
bervariasi antara 26 - 85%. Kejadian Postpartum Blues di Indonesia yaitu 50% - 70% dan hal ini
dapat berlanjut menjadi Postpartum Depression dengan jumlah bervariasi dari 5% hingga lebih
dari 25% setelah ibu melahirkan.2

2.1.3 Komplikasi

Baby Blues Syndrome merupakan sindrom gangguan mood ringan yang sering tidak
dipedulikan oleh ibu pascsa melahirkan, keluarganya atau petugas kesehatan yang pada akhirnya
Baby Blues Syndrome dapat berkembang menjadi depresi bahkan psikosis yang dapat berdampak
buruk yaitu ibu mengalami masalah hubungan perkawaninan bahkan dengan keluarganya dan
tumbuh kembang anaknya.

Pengaruh negative akibat baby blues pada ibu yaitu mengalami gangguan aktifitas sehari-
hari, mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang lain( keluarga atau teman), resiko
penggunaan zat berbahaya seperti rokok alcohol, narkotika. Gangguan psikotik yang lebih berat
dan yang terberat dapat melakukan suicide/bunuh diri.

Pengaruh baby blues pada bayi adalah bayi akan sering menangis dalam jangka waktu
yang lama, mengalami masalah tidur dan gangguan tumbuh kembang anak.4

2.1.4 Terapi

Postpartum blues atau baby blues merupakan sindrom gangguan mood yang ringan dan
dapat hilang dengan sendirinya. Tidak perlu pemberian pengobatan secara farmakologis dan
hanya memerlukan edukasi dan dukungan psikososial. Pasien yang didiagnosis oleh postpartum
blues harus dievaluasi secara hati-hati untuk melihat apakah terdapat kriteria diagnostic depresi
postpartum tidak terpenuhi seperti gejala tidak bertahan lebih dari dua minggu.

5
Pasien juga harus tetap diskrining dengan hati-hati untuk mencari ide bunuh diri,
paranoid atau ide membunuh bayinya sendiri. Selain itu bantuan anggota keluraga dirumah bisa
mengupayakan membantu pasien mendapatkan tidur yang cukup.5

2.2 Postpartum depression

Depresi postpartum merupakan gangguan kejiwaan yang timbul beberapa hari atau pada
minggu pertama setelah melahirkan. Gangguan kejiwaan berupa gangguan suasana hati yang
labil, kesedihan, dysphoria dan kebingungan dengan diri sendiri. Pasien akan mengalami gejala
affektive selama periode postpartum, 4 sampai 6 minggu setelah melahirkan. Menurut
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi keempat (DSM-IV), sebuah
depresi dipertimbangkan sebagai postpartum jika dimulai selama empat minggu setelah
kelahiran.

Penegakan diagnosis suatu depresi postpartum dapat ditegakkan melalui gejala-gejala


klinis yang tampak seperti mood yang tertekan, hilangnya ketertarikan atau senang dalam
beraktivitas, gangguan nafsu makan, gangguan tidur, agitasi fisik atau pelambatan psikomotor,
lemah, merasa tidak berguna, susah konsentrasi, keinginan untuk bunuh diri. Untuk menegakkan
diagnosis tersebut selain dari riwayat serta penampakan gejala, dapat ditunjang melalui test
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS).

Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) adalah kuesioner yang berisi 10 item
pertanyaan yang memiliki nilai 1-3, dengan skor total maksimal 30 poin. Jika mendapatkan poin
10 atau lebih dan memiliki pikiran untuk membahayakan diri sendiri maupun bayinya maka
diperlukan wawancara lebih lanjut dengan psikiater untuk melihat gejala menentukan diagnosis.
Jika mendapatkan poin 5-9 dengan gejala depresi tanpa ide bunuh diri harus dievaluasi kembali
2-4 minggu setelah tes dilakukan.6,7

2.2.1 Epidemologi

Angka prevalensi kejadian deresi postpartum secara global mencapai hingga 10- 15%.
Angka kejadian depresi postpartum di Asia cukup tinggi dan bervariasi antara antara 26-85%.
Sedangkan di Indonesia angka kejadian tersebut antara 50-70% dari wanita pasca persalinan.8

6
2.2.2 Etiologi dan factor resiko

Terdapat beberapa factor terjadinya postpartum depression yaitu, factor biologi berupa
perubahan kadar hormonal seperti estrogen prolactin, estriol, dan progresteron yang terlalu
terlalu rendah. Estrogen memiliki efek supresi terhadap aktivitas suatu enzim otak , yaitu enzim
monoamine oksidase yang bekerja menginaktivasi, baik serotin maupun noredrenalin yang
berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi. Factor demografik berupa umur dan paritas.
Umur yang terlalu muda atau ibu primipara (melahirkan anak pertama) dikatakan dapat menjadi
faktor penyebab terjadinya postpartum depression, karena ketidaksiapan menerima peran
barunya sebagai seorang ibu. Pada usia< 20 tahun secara fisik dan mental belum siap, emosi dan
kejiwaannya masih labil, cenderung kurang memiliki kesabaran. Mereka merasa kehilangan
masa muda, merasa kehilangan karir dan harus meluangkan waktu untuk merawat bayi.pada usia
>35 tahunkemampuan fisik mulai menurun sehingga ibu mudah lelah dan rentan depresi.

Factor pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan yaitu Kesulitan-kesulitan


yang dialami ibu selama kehamilan atau saat persalinan akan memperburuk kondisi ibu pasca
melahirkan. Sedangkan pada persalinan, hal-hal yang tidak menyenangkan yang dapat
menimbulkan stress bagi ibu mencakup lamanya persalinan serta intervensi medis yang
digunakan selama proses persalinan, seperti ibu yang melahirkan dengan cara operasi caesar
(sectio caesarea) akan dapat menimbulkan perasaan takut terhadap peralatan operasi dan jarum.

Factor latar belakang dan psikososial Latar belakang psikososial wanita yang
bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan,
riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, status sosial ekonomi, serta keadekuatan dukungan
sosial dari lingkungannya (suami, keluarga, dan teman). Factor resiko akibat kelelahan fisik
karena aktivitas mengasuh bayi, menyusui, memandikan, mengganti popok, dan menimang
sepanjang hari bahkan tak jarang di malam buta sangatlah menguras tenaga. Apalagi jika tidak
adabantuan dari suami atau anggota keluarga yang lain.8,9

2.2.3 Terapi

Pasien yang telah didiagnosis dengan gangguan depresi postpartum, diberikan


pengobatan dengan antidepresan. Pemberian selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs)
seharusnya diberikan karena golongan obat tersebut mempunyai resiko efek toksik yang rendah.

7
Golongan obat lainnya yang digunakan pada pasien depresi postpartum adalah tricyclic
antidepressant (TCAs). Cara kerja obat golongan untuk menurunkan gejala depresi tidak
diketahui tetapi jenis obat ini dapat menghalangi re-uptake berbagi neurotransmiter termasuk
serotonin dan norepinephrine pada membran neuronal.

Untuk terapi farmakologis dapat diberikan diberikan sertraline. Untuk ibu depresi
postpartum yang sedang menyusui biasanya diberikan pengobatan dengan dosis 50 mg setiap
harinya selama 1 minggu. Setelah itu, di evaluasi kembali dan dilihat efek samping dari obat
tersebut. Jika masih ada keinginan untuk membahayakan diri sendiri dan orang lain, maka
ditambahkan dosis sesuai dengan kebutuhan (misalnya ditambah 50mg setiap 2 minggu dengan
dosis harian maksimal 200 mg hingga tercapainya remisi dengan sempurna. Terapi farmakologi
umumnya dilanjutkan 6 hingga 12 bulan setelah remisi sempurna untuk mengurangi risiko
kekambuhan. Jika gejala-gejala masih berulang dan terus mengalami kekambuhan maka
disarankan untuk berkonsultasi kembali dengan psikiater dan mendapatkan perawatan intensif
kembali.10

Tabel 1. Perbedaan baby blues dengan postpartum depresi10

8
2.3 Psikosis postpartum

Psikosis pascapartum/ psikosis nifas adalah kelainan yang terjadi pada wanita yang baru
saja melahirkan bayi. Psikosis pasca melahirkan adalah keadaan darurat psikiatri. Sidrom ini
sering ditandai dengan depresi, delusi dan pikiran ibu untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya.
Terdapat hubungan yang erat antara psikosis postpartum dan gangguan mood, terutama
gangguan bipolar dan gangguan depresi mayor. Wanita yang paling beresiko tinggi adalah yang
memiliki riwayat gangguan bipolar atau episode psikosis postpartum sebelumnya. Psikosis
postpartum memilki onset yang dramatis, secepatnya terjadi pada 48-72 jam pertama postpartum,
atau pada umumnya terjadi sekitar 2 minggu pertama postpartum. Kondisinya berupa episode
manik atau campuran dengan gejala seperti keletihan dan insomnia, mudah tersinggung, mood
yang sangat mudah berubah, dan perilaku yang tidak teratur. Ibu dapat mengalami delusi yang
berhubungan dengan anaknya (seperti anaknya diculik atau sekarat, anaknya setan atau Tuhan)
atau mungkin mengalami halusinasi pendengaran yang menyuruhnya untuk melindungi dirinya
dari sang anak.

Gejala psikosis pasca persalinan seringkali dapat dimulai dalam beberapa hari setelah
melahirkan. Ciri khasnya penderita mulai mengeluh kelelahan, susah tidur dan gelisah,
ketidakstabilan emosional, kecurigaan, kebingungan, ketidaksesuaian, pernyataan irasional dan
kekawatiran obsesif tentang kesehatan dan kesejahtraan bayi. Terdapat halusinasi auditorik untuk
membunuh bayi atau dirinya sendiri.sekitar 5 % pasien bunuh diri dan 4% melakukan
pembunuhan pada bayinya.10,11

2.3.1 Epidemologi

Insiden psikosis pascapartum sekitar 1 sampai 2 per 1000 kelahiran dan sekitar 50 sampai
60% ibu mengalami depresi postpartum saat memiliki anak pertama, dan sekitar 50% ibu yang
mengalami postpartum tersebut memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mood.10

2.3.2 Terapi

Anti psikotik yang dapat digunakan untuk pasien psikosis postpartum adalah Olanzapine
dan Quetiapine menurut penelitian bisa digunakan untuk ibu menyusui. Chlorpromazine,

9
Haloperidol, Risperidon dan Zuclopenthixol bisa diberikan pada ibu menyusui dengan
pengawasan dokter.12

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Terdapat tiga jenis gangguan psikologis terkait dengan afek atau mood ibu pasca
melahirkan yaitu postpartum blues, depresi postpartum, dan psikosis postpartum. Factor resiko
dari gangguan ini adalah factor biologi maupun factor demografik atau psikososial. Terapi yang
dapat diberikan adalah terapi farmakologis seperti antidepresan atau antipsikotik dan terapi
psikososial.

11
Daftar pustaka

1. Angraini A I. Faktor-faktor yang berhubungan dengan depresi postpartum di praktik


mandiri bidan misni herawati, husniyati dan soraya. Jurnal Kebidanan.2019;8(2):94-104.
2. Ningrum P S. Faktor-faktor psikosis yang mempengaruhi postpartum blues. Jurnal Ilmiah
Psikologi.2017;4(2):205-18.
3. Jayasima M A, Deliana M S, Mabruri I M. Postpartum blues syndrome pada kelahiran
anak pertama. Jurnal Unnes.2014;3(1):1-4.
4. Kurniawati M. Postpartum depression pada ibu ditinjau dari cara melahirkan dan faktor
demografi [skripsi]. Fakultas Psikologi Universitas Negeri Semarang; 2019.
5. Balaram K, Marwaha R. Postpartum blues [internet]. NCBI. 2021 [cited 21 March 2021].
Available from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
6. Widiyanti S, Fairus M. Hubungan dukungan suami dengan kejadian depresi postpartum
pada ibu nifas. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai.2014;7(1):11-8
7. Pradnyana E, Westa W, Ratep N. Diagnosis dan tata laksana depresi postpartum pada
primipara. Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah.2013:1-16.
8. Sari A R. Depresi postpartum.Jurnal Kesehatan.2020;11(1):167-74.
9. Sumantri A R, Budiyani K. Dukungan suami dan depresi pasca melahirkan.
InSight.2015;17(1):30-8.
10. Kaplan & Sadock. Synopsis Of Psychiatry: Behavioral Scienes/Cinical/Psychiatri-
Elevent Edition.2015.
11. Machmudah. Gangguan psikologis pada ibu postpartum; postpartum blues. Jurnal
Keperawatan Maternitas.2015;3(2):118-25.
12. Wardani D N. Antipsikotik dan menyusui pada psikotik post partum.Journal of Nutrition
and Health.2019;7(2):19-22.

12

Anda mungkin juga menyukai