Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan
psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar
kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui
tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan
kehidupan selanjutnya.Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan
adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik
antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial
cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai
reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa
yang berat.Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas
dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah
melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil
menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri
dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma
yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blues.
Seorang ibu setelah melahirkan mengalami banyak tantangan yang bersumber
dari keharusan untuk menyesuaikan diri dengan proses perawatan bayi, sekaligus
kebutuhan ibu untuk memulihkan kondisi fisiknya. Proses perawatan bayi juga
memengaruhi kewajiban seorang ibu dalam peran lain seperti dalam keluarga,
pernikahan, kehidupan sosial, dan peker- jaan. Proses penyesuaian besar ini terutama
dirasakan pada ibu yang baru pertama kali mengalami kelahiran dan ibu-ibu yang
mengalami kelahiran dengan anak kembar . Banyaknya tantangan ibu setelah melahirkan
ini menuntut proses adaptasi yang besar sehingga berisiko mencetus gangguan depresi
setelah melahirkan postpartum depression atau PPD.
Postpartum depression (PPD) adalah salah satu jenis depresi yang dialami setelah
proses persalinan dengan onset pada satu bulan pertama setelah melahirkan, yaitu pada
minggu ke-2 hingga ke-6 dan terjadi pada 13% ibu-ibu setelah melahirkan.Diagnosis

1
PPD dalam Diasnostic Statistical Manual (DSM) tidak dipisahkan dengan diagnosis
depresi mayor. PPD dianggap sebagai bagian dari episode berulang dari depresi mayor
dengan karakteristik onset setelah melahir- kan sehingga penanganannya tidak berbeda
dengan gangguan depresi mayor. Penegakan diagnosis gangguan depresi ini memerlukan
waktu sekurang-sekurangnya dua minggu. PPD biasanya diawali dengan sindroma
gangguan afek ringan yaitu postpartum blues (baby blues syndrome). Apabila PPD tidak
tertangani dengan baik, maka gejalanya dapat berkembang menjadi gejala gangguan yang
lebih serius yaitu postpartum psychosis.
Gejala PPD meliputi kondisi mood yang tertekan atau sedih, kehilangan minat
hampir di semua aktivitas, penurunan berat badan yang signifikan, insomnia atau
hypersomnia, agitasi atau retardasi psikomotor, kelelahan atau kehilangan tenaga,
perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang amat sangat, kesulitan dalam berfikir
atau berkon- sentrasi, dan pikiran tentang kematian yang berulang (APA, 1994). Gejala
minimal yang harus muncul adalah munculnya mood tertekan/sedih atau berkurangnya
minat dalam hampir segala hal termasuk aktivitas yang dilakukan sehari-hari (APA,
2000). Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa atau PPDGJ-III
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003; Maslim, 2001) pun dijelaskan bahwa
ada tiga gejala utama yang harus muncul pada gangguan depresi, yakni afek depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan
menurunnya aktivitas. Di Indonesia, prevalensi PPD menunjukkan angka yang cukup
tinggi, yakni berkisar antara 50-70% pada tahun 2009 (Ratna dalam Kurniasari & Astuti,
2015) dan 20,5% pada tahun 2016 di Kota Denpasar (Dira & Wahyuni, 2016).
PPD membawa efek serius bagi kesehatan, kualitas hubungan ibu dan anak serta
kesehatan mental anak ke depannya. Ibu yang mengalami PPD akan menunjuk- kan
penurunan minat dan ketertarikan terhadap anak bayinya. PPD juga berkaitan dengan
perilaku dalam pengasuhan yang buruk (seperti permu- suhan, penolakan, kurangnya
sensitivitas dan kehangatan), interaksi ibu-anak yang kurang baik, kesulitan dalam
pengasuhan, dan persepsi yang buruk terhadap anak. Kondisi ini akan mengakibatkan
anak mengalami permasalahan dalam pemben- tukan kelekatan dan bonding dengan ibu
sehingga cenderung mengembangkan insecure attachment. Anak dari ibu yang

2
mengalami PPD juga cenderung menga- lami hambatan sepanjang perkembangan- nya
seperti permasalahan perilaku, perkembangan kognitif, maupun sosial- emosi seperti
temperamen (Newland & Parade, 2016; Beck, 1998; Beck, 1996). Ancaman terkait
tindak bunuh diri dan kekerasan pada anak juga merupakan hal serius yang perlu
diwaspadai dalam permasalahan ibu-ibu dengan PPD. Seorang ibu yang putus asa
berisiko mengakhiri hidupnya dan atau anaknya (Bick, Mac Arthur, Knowles, & Winter,
2001). Kondisi ini menunjukkan bahwa PPD merupakan permasalahan kesehatan mental
keluarga serius dalam jangka panjang dan terkait dengan isu kesela- matan ibu-anak.
Pengembangan alat deteksi dini PPD merupakan salah satu hal yang dapat
dilakukan sebagai usaha preventif mencegah munculnya permasalahan kesejahteraan
mental akibat PPD. Hingga saat ini, setidaknya ada dua instrumen yang dapat digunakan
untuk mengukur PPD yakni, aplikasi post partum

B. Tujuan
Aplikasi inovasi untuk mendeteksi depresi post partum

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak
nyaman setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun
dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi
perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh
Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
Perubahan tersebut merupakan perubahan psikologi yang normal terjadi pada
seorang ibu yang baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi perubahan psikologi
yang abnormal. Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga kategori yaitu
postpartum blues atau kesedihan pascapartum, depresi pascapartum nonpsikosis, dan
psikosis pascapartum.
Postpartum blues dapat terjadi sejak hari pertama pascapersalinan atau pada saat
fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan
berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan. Postpartum
blues merupakan gangguan suasana hati pascapersalinan yang bisa berdampak pada
perkembangan anak karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa
membuat bayi tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas,
pemurung dan mudah sakit. Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester
keempat kehamilan yang bila tidak segera diatasi bisa berlanjut pada depresi pascapartum
yang biasanya terjadi pada bulan pertama setelah persalinan. Saat ini postpartum blues
yang sering juga disebut maternity blues atau baby blues diketahui sebagai suatu sindrom
gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan.

B. Etiologi
1. Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah:
Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin
dan estriol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara bermakna
setelah melahirkan, ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine

4
oksidase. Yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi baik noradrenalin maupun
serotonin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi
2. Faktor demografik yaitu umur dan paritas
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan
4. Takut kehilangan bayi, bayi sakit ( kuning, dll )
5. Takut untuk memulai hubungan suami istri ( ML ), anak akan terganggu
6. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti; tingkat
pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan
sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami,
keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami,
keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan
rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu
menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak
membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami,
problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung.

 Individu yang beresiko

1) Ibu yang pernah mengalami gangguan kecemasaan termasuk depresi sebelum


hamil
2) Kejadian-kejadian sebagai stressor yang terjadi pada ibu hamil, seperti kehilangan
suaminya.
3) Kondisi bayi yang cacat, atau memerlukan perawatan khusus pasca melahirkan
yang tidak pernah dibayangkan oleh sang ibu sebelumnya.
4) Melahirkan di bawah usia 20 tahun.
5) Tidak adanya perencanaan kehamilan atau kehamilan yang tidak diharapkan
6) Ketergantungan pada alkohol atau narkoba
7) Kurangnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga, suami, dan teman
8) Kurangnya komunikasi, perhatian, dan kasih sayang dari suami, atau pacar, atau
orang yang bersangkutan dengan sang ibu.
9) Mempunyai permasalahan keuangan menyangkut biaya, dan perawatan bayi.
10) Kurangnya kasih sayang dimasa kanak-kanak

5
11) Adanya keinginan untuk bunuh diri pada masa sebelum kehamilan.

C. Patofisiologi
Para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka
terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan
yang menekan. Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal,
bikimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan
peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter.
Beberapa dugaan kemunculan ini disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam dan
luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan
bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak di
kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis
(penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi
ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar, penggunaan tang, tusuk punggung,
episiotomi dan sebagainya.
Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat
dianggap pemicu depresi ini. Diperikiran sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan
gejala-gejala awal kemunculan depresi post partum blues, walau demikian gejala tersebut
dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi dan dukungan keluarga yang tepat.
Faktor biologis yang paling banyak terlibat adalah factor hormonal. Perubahan
kadar hormone pada wanita memegang peran penting ; perubahan suasana hati biasa
terjadi sesaaat sebelum menstruasi sesaat sebelum menstruasi (ketegangan pramenstruasi)
dan setelah persalinan (depresi post partum). Perubahan hormone serupa biasa terjadi
pada wanita pemakai pil KB yang mengalami depresi.
Kelainan fungsi tiroid yang sering terjadi pada wanita, juga merupakan factor
factor yang berperan dalam terjadinya depresi. Depresi juga bias terjadi karena atau
bersamaan dengan sejumlah penyakit atau kelainan fisik. Kelainan fisik bias
menyebabkan terjadinya depresi secara ; langsung, misalnya ketika penyakit tiroid
menyebabkan berubahnya kadar hormone. Yang bias menyebabkan terjadinya depresi
tidak langsung, misalnya ketika penyakit atritis rematoid menyebabkan nyeri dan cacat,
yang bias menyebabkan depresi.

6
Ada pula kelainan fisik menyebabkan depresi secara langsung dan tidak langsung.
Misalnya AIDS; secara langsung menyebabkan depresi jika virus penyebabnya merusak
otak; secara tidak langsung menyebabkan depresi jika menimbulkan dampak negative
terhadap kehidupan penderitanya
Secara umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah
melahirkan. Clydde (Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum yang umum adalah
depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional. Gangguan mood
selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi
pada wanita baik primipara maupun multipara. Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin
diklasifikasikan dalam gangguan mood dan onset gejala adalah dalam 4 minggu
pascapersalinan. ada 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity
blues, postpartum depression dan postpartum psychosis (Ling dan Duff, 2001).
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt
(Regina dkk, 2001), depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari
dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan
libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Masih menurut Pitt
(Regina dkk, 2001) tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem
yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung
sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity
blues. Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau
melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif mempunyai
tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi postpartum.
Menurut Duffet-Smith (1995), depresi pascasalin bisa berkaitan dengan terjadinya
akumulasi stres. Ada stres yang tidak dapat dihindari, seperti operasi. Depresi adalah
pengalaman yang negatif ketika semua persoalan tamapak tidak terpecahkan. Persoalan
juga tidak akan terpecahkan dengan berpikir lebih positif, tetapi sikap itu akan membuat
depresi lebih dapat dikendalikan.
Monks dkk (1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem psikis
sesudah melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat
berlangsung berbulan – bulan. Sloane dan Bennedict (1997) menyatakan bahwa depresi
postpartum biasanya terjadi pada 4 hari pertama masa setelah melahirkan dan

7
berlangsung terus 1 – 2 minggu.Llewellyn–Jones (1994), menyatakan bahwa wanita yang
didiagnosa secara klinis pada masa postpartum mengalami depresi dalam 3 bulan pertama
setelah melahirkan. Wanita yang menderita depresi postpartum adalah mereka yang
secara sosial dan emosional merasa terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian
hidupnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah
gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa
setelah melahirkan dan berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan bahkan sampai satu
tahun

D. Manifestasi Klinis
Gejala – gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang
ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan.
Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya, yaitu :
1. sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia
2. tidak sabar
3. Penakut
4. tidak mau makan
5. tidak mau bicara
6. sakit kepala sering berganti mood
7. mudah tersinggung ( iritabilitas)
8. merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan
9. tidak bergairah
10. tidak percaya diri
11. khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati
12. tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan
13. merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja  dilahirkan
14. merasa tidak menyayangi bayinya
15. insomnia yang berlebihan.
Gejala – gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan
menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih

8
berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum
depression.

E. Pemeriksaaan Penunjang Post Partum Blues


Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan
pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan
beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu.
Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas
yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari
pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan,
kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-
partum blues

F. Pencegahan Post Partum Blues


a. Persiapan diri yang baik, artinya persiapan diri yang baik padasaat kehamilan

sangat diperlukan sehingga saat kelahiran memiliki kepercayaan diri yang baik dan

mengurangi terjadinya resiko depresi post partum. Kegiatan yang dapat ibu lakukan

adalah dengan membaca artikel atau buku yang ada kaitannyadengan kelahiran,

mengikuti kelas prenatal, bergabung dengan kelompok senam hamil. Ibu dapat

memperoleh banyak informasi yang diperlukan sehingga pada saat kelahiran ibu sudah

siap dalam hal traumatis yang mungkin mengejutkan dapat dihindari

b. Olahraga dan nutrisi yang cukup, dengan olahraga dapat menjaga kondisi dan

stamina sehingga dapat membuat kedaan emosi juga lebih baik. Nutrisi yang baik, baik

asupan makanan maupun minum sangat penting pada periode post partum. Usahakan

mendapatkan keseimbangan dari kedua hal ini.

Support mental dan lingkungan sekitar, support mental sangat diperlukan pada

9
periode post partum. Dukungan ini tidak hanya dari suami tapi dari keluarga, teman dan

lingkungan sekitar. Jika ingi bercerita ungkapkan perasaan emosi dan perubahan hidup

yang dialami kepada orang yang dipercaya dapat menjadi penggemar yang baik. Ibu post

partum harus punya keyakinan bahwa lingkungan akan mendukung dan selalu siap

membantu jika mengalami kesulitan. Hal tersebut akan membuat ibu merasa lebih baik

dan mengurangi resiko terjadinya depresi post partum

c. Ungkapkan apa yang dirasakan, ibu post partum jangan memendam perasaan

sendiri. Jika mempunyai masalah harus segera dibicarakan baik dengan suami maupun

teman terdekat. Petugas kesehatan dapat membantu ibu untuk mengungkapkan perasaan

dan emosi ibu agar lebih nyaman.

d. Mencari informasi tentang depresi post partum, informasi tentang depresi post

partum yang kita berikan akan sangabermanfaat sehingga ibu mengetahui faktor – faktor

pemicu sehingga dapat mengantisipikasi atau mencari bantuan jika menghadapi kondisi

tersebut. Ibu juga harus mempelajari keadaan dirinyasehingga ketika sdar terhadap

kondisi ini akan mendapat bantuan secepatnya. Bergabung dengan orang yang pernah

mengalami depresi post partum dapat membantuibu memperoleh informasi terhadap

gejala dan hal nyata yang dialami.

e. Menghindari perubahan hidup yang drastis, maksudnya perubahan hidup yang

drastis sesudah kelahiran aka berpengaruh terhadap emosional ibu sehingga sebisa

mungkin sebaiknya dihindari misalnya pindah kerja, pindah kerumah yang baru.

Hiduplah dengan wajarseperti sebelum melahirkan

10
f. Melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah,

merawat tanaman dan pekerjaan rumah tangga lainnya yang dapat membantu melupakan

gejolak emosi yang timbul pada periode post partum. Saat kondisi ibu masih labil bisa

dilampiaskan dengan melakukan pekerjaan rumah tangga. Ibu dapat meminta dukungan

dari keluarga dan lingkungan meski mempunyai pembantu rumah tangga ibu dapat

melakukan aktivitas tersebut.

G. Penanganan

Post partum blues atau gangguan mental pasca salin seringkali terabaikan dan

tidak di tangani dengan baik. Banyak ibu yang berjuang sendiri dalam beberapa saat

melahirkan.mereka merasakan ada satu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar

– benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter

dan sumber – sumber lainnya. Penanganan gangguan mental pascca salin pada prinsipnya

tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen – momen lainnya. Para

ibu yang mengalami post partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya.

Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya.para ibu ini

membutuhkan pertolongan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus

dipenuhi.

Cara mengatasinya antara lain : komunikasikan segala permasalahan atau hal lain

yang ingin diungkapkan, bicarakan rasa cemas yang dialami, sikap tulus ikhlas dalam

menerima aktivitas dan peran baru setelah melahirkan, bersikap fleksibel dan tidal terlau

perfeksionis dalam mengurus bayi dan rumah tangga, belajar tenang dan menarik nafas

panjang dan meditasi, kebutuhan istirahat yang cukup, tidurlah ketika bayi sedang tidur,

11
berolahraga ringan, bergabung dengan kelompok ibu - ibu baru, dukungan tenaga

kesehatan, dukungan suami, keluarga teman sesama ibu, konsultasikan kepada dokter

atau orang yang profesional agar dapat meminimalisir faktor resiko lainnya dan

melakukan pengawasan.

Hal – hal yang disarankan pada ibu adalah sebagai berikut : minta bantuan suami

atau keluarga jika ibu ingin istirahat, beritahu suami tentang apa yangdirasakan oleh ibu,

buang rasa cemas dan khawatir akan kemampuan merawat bayi, meluangkan waktu dan

cari hiburan untuk diri sendiri, biasanya ibu merasakan kesedihan karena kebebasan,

otonomi, interaksi sosial, kurang kemandirian.

H. Penatalaksanaan
Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang
sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya.
Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang
harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran
dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat
perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan
melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues
dilakukan dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan
dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
a. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
b. Dapat memahami dirinya
c. Dapat mendukung tindakan konstruktif.
d. Dengan cara peningkatan support mental

12
4. Dengan cara peningkatan support mental

Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan keluarga


diantaranya :

1) Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah
seperti : membantu mengurus bayinya, memasak, menyiapkan susu dll.
2) Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi kesibukan
merawat bayi
3) Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih perhatian terhadap
istrinya
4) Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir
5) Memperbanyak dukungan dari suami
6) Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan
7) Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja melahirkan
8) Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu
9) mengganti suasana, dengan bersosialisasi
10) Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya

Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat dilakukan
pada diri klien sendiri, diantaranya dengan cara :
a) Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
b) Tidurlah ketika bayi tidur
c) Berolahraga ringan
d) Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
e) Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi
f) Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan
g) Bersikap fleksibel
h) Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x
i) Bergabung dengan kelompok ibu

13
I. Inovasi Aplikasi
Terdapat aplikasi inovasi yang mampu
digunakan untuk mengsreening sendiri ibu
nifas dengan meng install aplikasi di HP
Android, yaitu aplikasi depresi post partum

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Postpartum blues yaitu suatu perasaan bercampur aduk


2. Banyak penyebab terjadinya postpartum blues yaitu
3. Orang dikatakan mengalami postpartum blues jika mengalami gejala – gejala sebagai
berikut
4. Penderita postpartum dapat dideteksi melalui skrinning yaitu dengan kuisioner yang
berupa pertanyaan tentang rasa cemas
5. Penanganan pada post partum blues ini bermacam – macam caranya
6. Inovasi terbaru untuk mendeteksi bisa menggunakan aplikasi depresi post partum

B. Saran
Dengan pembuatan aplikasi ini diharapkan ibu nifas mampu mendeteksi dini
dirinya tentang depresi post partum

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar: Keperawatan Maternitas edisi-4. Jakarta: EGC.
Diposting oleh Agus Sutiono dalam Postpartum Blues. 2008. Tags: Konsep Dasar dan Askep
Postpartum Blues. http://agussutionopathy.blogspot.com/2008/05/bab-i-tinjauan-pustaka-konsep-
dasar.html. diakses tanggal 09 januari 2011.
Diposting Oleh zietraelmart dalam Postpartum Blues. 2008. Tags: Ilmu Jiwa
Kebidanan.http://zietraelmart.multiply.com/journal/item/8/POST_PARTUM_BLUES. diakses
tanggal 09 januari 2011.

15
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made,
Jakarta : EGC.
   

16

Anda mungkin juga menyukai