Anda di halaman 1dari 22

DAPUS: https://www.scribd.

com/doc/73744068/Askep-Post-Partum-Blues

Postpartum Blues dan Deprei postpartum


A. PENGERTIAN
Post partum blues merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti
kemunculan kecemasan, labilitas perasaan dan depresi pada ibu. Biasanya terjadi
secara teori terjadi pada minggu ke empat. Ibu ibu yang baru melahirkan biasanya
diharapkan untuk merasa sangat gembira setelah melahirkan. Tetapi karena
perubahan hormonal yang besar waktu melahirkan dan tantangan untuk merawat
bayi, sekitar dua per tiga wanita merasa ssedih. Kira-kira 10 sampai 15 %
menderita depresi klinis. Dan sekitar 1 dari 1000 menjadi depresi berat sehingga
perlu masuk rumah sakit demi keselamatannya dan keselamatan bayi mereka.
Post partum blues disebut juga depresi pasca melahirkan. Menurut Ann
Dunnewold, seorang ahli jiwa di Dallas, 10-20 % perempuan yang baru
melahirkan mengalami depresi. Yang muncul dalam beragam bentuk bias berupa
kesedihan mendalam, seringa menangis, insomnia atau tidur tidak nyenyak,
mudah tersinggung, kehilangan minat terhadap bayi, kurang berminat terhadap
kegiatan rutin sehari-hari. Bias juga berupa perasaan ketakutan, hilangnya nafsu
makan, lesu atau bahkan tidur yang berlebih. Kondisi nii bias berlangsung hingga
tiga sampai enam bulan, bahkan terkadang sampai delapan bulan. Sayangnya,
sangat banyak ibu tidak menyadarinya, demikian juga dengan mereka yang ada di
sekitanrnya, termasuk suaminya. Kondisi yang lebih ringan, disebut baby blues,
yang dialami oleh sekitar 80 % dari perempuan yang baru melahirkan. Pada
kondisi ini, perempuan tersebut mengalami tanda tanda sebagaimana pada depresi
pasca melahirkan, hanya saja dalam intensitas yang lebih ringan dana dalaam
rentang waktu yang lebih pendek, paling lama enam minggu. Ia masih bias tidur
nyenyak kalau dijauhkan dari kewajiban mengurus bayinya. Berbeda dengan
perempuan yang terkena depresi pasca melahirkan, yang tetap saja tidak bias tidur
apalagi bergembira sekalipun telah ada tenga yang membantu merawat bayinya.
Clydde (Regina dkk, 2001) bentuk gangguan depresi postpartum yang umum
adalah depresi, mudah marah, mudah frustasi dan mudah emosional.

Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan


yang paling sering terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara. Menurut
DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifukasikan dalam 3 tahap, yaitu :
a. Baby blues
Merupakan bentuk yang paling ringan dan berlangsung hanya beberapa
hari saja. Gejalanya berupa perasaan sedih, uring0uringan, dan khawatir
tanpa alasan yang jelas. Tahapan baby blues ini hanya berlangsung
beberapa hari saja. Pelan-pelan si ibu dapat pulih kembali dan mulai bisa
menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya.
b. Depresi postpartum
Bentuk yang satu ini lumayan agak berat tingkat keparahannya yang
memebdekannya adalah ibu tidak bisa tidur atau sulit untuk tidur. Dapat
terjadi dua minggu sampai setahun setelah melahirkan.
c. Psychosis postpartum
Jenis ini adalah yang paling parah. Ibu dapat megalami halusinasi,
memiliki keinginan untuk bunuh diri. Tidak saja psikis si ibu yang
nantinya jadi tergantung secara keseluruhan.

B. TANDA DAN GEJALA


Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum
diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain:
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena
estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu
suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin
yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan,
kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya,
sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami,
keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah
suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan
membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu
mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau
timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau
mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem
dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung.
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Namun ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa Post partum blues
tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi.
Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua
dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain
para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka
terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa
kehidupan yang menakan. Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari
postpartum blues ini disebabkan oleh beberapa factor dari dalam dan luar
individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan
bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan
anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi
medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat
memicu depresi postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar,
penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan sebagainya. Perubahan hormon
dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara
langsung post partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa
simtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum
blues bila memenuhi kriteria gejala yang ada. Kekurangan hormon tyroid yang
ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa (fatigue)
ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues mempunyai jumlah
kadar tyroid yang sangat rendah. Skrining untuk mendeteksi gangguan
mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin
dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan
sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan
kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan
perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya
berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta
mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini
terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4
(empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai
dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus
dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit.
Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas)
memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis
kejadian post-partum blues . EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa
negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat
dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan
dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.

D. PENATALAKSANAAN MEDIS
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan
tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang berjuang sendiri dalam beberapa
saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun
mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila
mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya Untuk minta
pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur
lebih banyak, tidak gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri
dan mulai merasa gembira menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda
dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang
mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya.
Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu
ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang
harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka
membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira
mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga,
mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-
hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep
mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat
diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor
yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para
wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera
memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan
merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang
memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat
diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat
tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang
mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya. Post-partum
blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas
panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus
dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi,
membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel,
bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang
mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik.
Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman
secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin
pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan
penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis
secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga
dan juga teman dekatnya.

E. INTERVENSI KEPERAWATAN

Intervensi dapat dilakukan dengan cara kolaboratif :

1) Untuk mengatasinya, perawat dapat menganjurkan ibu untuk tidur cukup,


tidak dibebani banyak pikiran, misalnya karena ASI tidak keluar, banyak
bergerak dan beraktifitas seperti senam masa nifas, jalan pagi, menyapu
rumah dan lainnya. Sehingga proses sirkulasi darah menjadi baik. Oleh
dokter, biasanya ibu akan diberi vitamin C dosis tinggi, obat obatan penenang
dan juga menambah darah.
2) Buat lingkungan yang nyaman dengan cara milieu therapy
3) Bidan hendaknya membantu memenuhi kebutuhan personal hygiene
4) Batasi interaksi dengan orang lain kecuali yang membuatnya merasa nyaman
dan tenang
5) Kolaborasi dengan perawat maternitas dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
6) Libatkan suami atau orang terdekat dalam implementasi asuhan kebidanan
7) Dukung untuk melakukan ibadah atau kolaborasi psikoreligius terapi sesuai
keyakinannya.
8) Ciptakan suasana yang menyenangkan dengan music, bacaan, tontonan yang
membuatnya terhibur
9) Wanita yang baru menjadi ibu sebaiknya didorong untuk membicarakan
perasaan serta ketakutannya.
10) Bersosialisasi dengan kelompok dukungan dan teman, ikut berperan dalam
membantu kesembuhannya. Mereka juga dianjurkan mengkonsumsi makanan
sehat guna memperbaiki suasana hatinya. Kafein sebaiknya dihindari karena
bias memicu kecemasan dan mengganngu suasana hati.

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA POSPARTUM BLUES
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical

record dan lain-lain


2. Dampak pengalaman melahirkan

Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses

kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam

upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya

mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak

mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi

medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari

yang diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang

tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan
sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan

sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.

3. Citra diri ibu

Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas

ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa

nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua.

Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya.

Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual

setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua

baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan

seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan

mengganggu penyembuhan jaringan perineum.

4. Interaksi Orang tua Bayi

Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi

interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran

anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah

menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya

berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi

orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan

atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan

anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat

segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir

dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.


5. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif

Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua

terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan

mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua

menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena

kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan

bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui

ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan

bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa

tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua

tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan

kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi bayi ini cenderung

akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat

anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian,

dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu

membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi,

seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk

dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk

menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.

6. Struktur dan fungsi keluarga

Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah

melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap

perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan


pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat

membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji

kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan

membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut

sebelum keluar dari rumah sakit.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, pembesaran jaringan atau

distensi efek-efek hormonal


2) Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan,

pengalaman sebelumnya, tingkat dukungan, karaktristik payudara


3) Resiko tinggib terhadap cedera berhubungan dengan biokimia efek anastesi,

profil darah abnormal


4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan,
penurunan hemoglobin, prosedur invasive, pecah ketuban, malnutrisi
5) Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek hormonal, trauma
mekanis, edema jaringan, efek anastesiditandai dengan distensi kandung
kemih
6) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
penurunan masukan atau penggantian tidak adekuat kehilangan cairan

berlebih
7) Kontipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, efek progesteron,
dehidrasi, nyeri perical ditandai dengan perubahan bising usus, feses kurang
dari biasanya.
8) Kurang pengetahuan atau kebutuhan belajar mengenai perawatan diri dan

bayi berhubungan dengan kurang pemahaman, salah intervensi, tidak tau

sumber-sumber
9) Keterbatasan gerak dan aktifitas berhubungan dengan nyeri luka jahitan
perineum.

C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Rencana tindakan Rasional


Tujuan/kreteria Intervensi
Keperawatan
hasil
1 Nyeri akut Setelah diberikan - Kaji ulang skala - Mengidentifikasi

berhubungan asuhan keperawatan nyeri kebutuhan dan


- Anjurkan ibu agar
dengan trauma selama 3 x 24 jam intervensi yang tepat
menggunakan - Untuk mengalihkan
mekanis, diharapkan nyeri ibu
tekhnik relaksasi dan perhatian dan rasa
pembesaran berkurang dengan
distraksi rasa nyeri nyeri yang dirasakan
jaringan atau menunjukkan skla - Motivasi untuk - Memperlancar

distensi efek-efek nyeri 0-1, ibu mobilisasi sesuai pengeluaran lochea,

hormonal mengatakan nyerinya indikasi mempercepat


- Berikan kompres
berkurang atau involusi, dan
hangat
hilang, tidak merasa Celegasi pemberian mengurangi nyeri

nyeri saat mobilisasi analgetik secara bertahap


- Meningkatkan
dan TTV dalam batas
sirkulasi pada
normal
perineum
-Melonggarkan

sistem saraf perifer

sehingga rasa nyeri

berkurang.
2 Ketidak efektifan Setelah diberikan - Kaji ulang tingkat - Membantu dalam

menyusui asuhan keperawatan pengetahuan dan mengidentifikasi


berhubungan selama 2 x 24 jam pengalaman ibu kebutuhan saat ini

dengan tingkat diharapkan ibu dapat tentang menyusui agar memberikan

pengetahuan, mencapai kepuasan sebelumnya intervensi yang tepat.


- Demonstrasikan dan - Posisi yang tepat
pengalaman menyusui dengan ibu
tinjau ulang teknik biasanya mencegah
sebelumnya, mengungkapakan
menyusui luka atau pecah
tingkat dukungan, proses situasi - Anjurkan ibu
puting yang dapat
karaktristik menyusui, bayi mengeringkan puting
merusak dan
payudara mendapat air susu setelah menyusui
mengganggu
ibu yang cukup - Agar kelembaban

pada patudara tetap

dalam batas normal


3 Resiko tinggi Setelah diberikan - Tinjau ulang kadar - Dapat mengetahui

terhadap cedera asuhan keperawatan hemoglobin serta kesengjangan kondisi

berhubungan selama 2 x 24 jam kehilangan darah ibu dan intervensi

dengan biokimia diharapkan cedera sewaktu melahirkan, yang cepat dan tepat
- Meningkatkan
efek anastesi, pada ibu tidak terjadi observasi dan catat
sirkulasi dan aliran
profil darah dengan menunjukkan tanda anemia
- Anjurkan mobilisasi darah ke ekstremitas
abnormal ibu dapat
dan latihan dini bawah
mendemonstrasikan - Bahaya eklamsi ada
secara bertahap
prilaku unsur untuk - Kaji ada diatas 72 jam post

menurunkan faktor hiperfleksia sakit partum sehingga

resiko, melindungi kepala atau gangguan dapat diketahui dan

harga diri bebas dari penglihatan diintraksikan


komplikasi
4 Resiko tinggi Setelah diberikan - Kaji lochea - Untuk dapat

terhadap infeksi asuhan keperawatan kontraksi uterus, dan mendeteksi tanda

berhubungan selama 2 x 24 jam kondisi jahitan infeksi lebih dini dan

dengan trauma diharapkan infeksi episiotomi mengintervensi


- Sarankan pada ibu
jaringan, pada ibu tidak terjadi dengan tepat
agar mengganti - Pembalut yang
penurunan ditandai dengan ibu
pembalut tiap 4 jam lembab dan banyak
hemoglobin, dapat - Pantau tanda-tanda
darah merupakan
prosedur invasive, mendemonstrasikan vital
- Lakukan rendam media yang menjadi
pecah ketuban, teknik untuk
bokong tempat
malnutrisi menurunkan resiko - Sarankan ibu
perkembangbiakan
infeksi, dan tidak membersihkan perine
kuman.
terdapat tanda-tanda al dari depan ke - Peningkatan suhu

infeksi belakang. lebih dari 38 C

menandakan infeksi
- Untuk

memperlancar

sirkulasi ke perineum

dan mengurangi

edema
- Membantu

mencegah

kontaminasi rektal

melalui vagina
5 Perubahan Setelah diberikan - Kaji dan catat - Mengetahui balance

eliminasi urin asuhan keperawatan cairan masuk dan cairan pasien

berhubungan selama 2 x 24 jam keluar tiap 24 jam sehingga diintervensi


Anjurkan berkemih
dengan efek diharapkan ibu tidak dengan tepat
6-8 jam post partum - Melatih otot-otot
hormonal, trauma mengalami gangguan - Berikan teknik
perkemihan
mekanis, edema eliminasi/ buang air merangsang Agar kencing yang

jaringan, efek kecil ditandai dengan berkemih seperti tidak dapat keluar,

anastesiditandai Ibu dapat berkemih rendam duduk, aliran bisa dikeluarkan

dengan distensi sendiri dalam 6 8 air keran sehingga tidak ada


- Kolaborasi
kandung kemih jam post pasrtum, retensi
pemasangan kateter - Mengurangi distensi
tidak merasa sakit
kandung kemih
saat buang air kecil,

jumlah urine 1,5 2

liter/hari
6 Resiko tinggi Setelah diberikan - Ajarkan ibu agar - Memberi

terhadap asuhan keperawatan massage sendiri rangsangan pada

kekurangan selama 2 x 24 jam fundus uteri uterus agar


- Pertahankan cairan
volume cairan ibu diharapkan tidak berkontraksi kuat dan
peroral 1,5-2
berhubungan kekurangan volume mengontrol
liter/hari
dengan penurunan cairan ditandai - Observasi perdarahan.
- Mencegah
masukan atau dengan cairan masuk perubahan
terjadinya dehidrasi
penggantian tidak dan keluar seimbang, suhu,nadi,tekanan - Peningkatan suhu

adekuat hemoglobin dalam darah dapat memperhebat


kehilangan cairan batas normal (12,0 - Periksa ulang kadar dehidrasi
- Penurunan
berlebih sampai 16,0 gr/dl) hemoglobin
hemoglobin tidak

boleh melebihi 2

gram% /100dl
7 Kontipasi Setelah diberikan - Anjurkan pasien - Membantu

berhubungan asuhan keperawatan untuk melakukan meningkatkan

dengan penurunan selama 2 x 24 jam ambulasi sesuai prestaltik

tonus otot, efek diharapkan toleransi dan gastrointestinal


- Makanan seperti
progesteron, konstipasi tidak meningkatkan secara
buah dan sayuran
dehidrasi, nyeri terjadi pada ibu progresif
- Pertahankan diet membantu
perical ditandai ditandai dengan ibu
reguler dengan meningkatkan
dengan perubahan dapat buang air besar
kudapan diantara pristaltik usus
bising usus, feses maksimal hari ketiga - Mengurangi rasa
makanan, tingkatan
kurang dari post partum, feces nyeri
makan buah dan - Untuk mencegah
biasanya lembek
sayuran dan stres perineal
- Anjurkan ibu BAB

pada Wc duduk
Kolaborasi

pemberian laksantia

supositoria
8 Kurang Setelah diberikan - Berikan informasi - Membantu

pengetahuan atau asuhan keperawatan tentang perwatan dini mencegah infeksi,

kebutuhan belajar selama 2 x 24 jam (perawatan perineal) mempercepat


mengenai diharapkan perubahan fisiologi, penyembuhan dan

perawatan diri dan pengetahuan ibu lochea, perubahan berperan pada

bayi berhubungan tentang perawatan peran, istirahat, adaptasi yang positif

dengan kurang dini dan bayi keluarga berencana dari perubahan fisik
- Berikan informasi
pemahaman, salah bertambah, dengan dan mental
tentang perawatan - Menambah
intervensi, tidak kreteria ibu dapat
bayi yaitu perawatan pengetahuan ibu
tau sumber- mengungkapkan
tali pusat, ari, tentang perawatan
sumber kebutuhan ibu pada
memandikan dan bayi
masa post partum - Memperjelas
imunisasi
dan dapat melakukan - Sarankan agar pemahaman ibu

aktivitas yang perlu mendemonstrasikan tentang apa yang

dilakukan dan apa yang sudah sudah dipelajari

alasannya seperti diperlajari

perawatan bayi,

menyusui, perawatan

perineum
9 Hambatan Setelah diberikan -
Anjurkan mobilisasi - Meningkatkan

immobilitas fisik asuhan keperawatan dan latihan dini sirkulasi dan aliran

berhubungan selama 2 x 24 jam secara bertahap darah ke ekstremitas


- KIE perawatan luka
dengan nyeri luka diharapkan gerak dan bawah
jahitan perinium - Mempercepat
jahitan perineum aktifitas
kesembuhan luka
terkoordinasi dengan
sehingga
kreteria :
sudah tidak nyeri memudahkan gerak

pada luka jahitan aktivitas

pada saat duduk skla

2, luka jahitan

perinium sudah tidak

sakit atau nyeri

berkurang skala 2

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Evaluasi
No. Dx. Kep. Implementasi
(Secara Keseluruhan)

1. 1. Nyeri akut 1. Mengkaji skala nyeri pasien DS:


berhubungan dengan
2. Mengajarkan pasiem teknik Tanggapan yang
trauma mekanis,
distraksi dan relaksasi diuangkapkan klien
pembesaran jaringan
ketika nyeri muncul setelah dilakukan
atau distensi efek-efek
implementasi atau
hormonal 3. Memotivasi pasien untuk
tindakan asuhan
mobilisasi sesuai indikasi
keperawatan yang
4. Memberikan kompres berhubungan dengan
hangat gangguan postpartum
blues :
5. Mengkaji ulang skala nyeri
pasien
2. 2. Ketidakefektifan 1. Mengkaji tingkat - Pengalaman saat
menyusui berhubungan pengetahuan dan melahirkan
dengan tingkat pengalaman pasien tentang
- Pengetahuan
pengetahuan, menyusui sebelumnya
seputar
pengalaman
2. Mendemstrasikan dan melahirkan
sebelumnya, tingkat
meninjau ulang teknik
dukungan, - Keadaan
menyusui
karakteristik payudara keluarga dan
3. Menganjurkan pasien lingkungan
untuk mengeringkan sekitar

- Kebiasaan
sehari-hari
sebelum
3. 3. Risiko tinggi 1. Meninjau ulang kadar
melahirkan
terhadap cedera hemoglobin serta
berhubungan dengan kehilangan darah sewaktu - Hubungan antara

biokimia efek anastesi, melahirkan ibu dan bayi

profil darah abnormal


2. Mengobservasi dan
mencatat tanda anemia DO :

3. Menganjurkan mobilisasi Kondisi fisik pasien


dan latihan dini secara setelah dilakukan
bertahap implementasi

4. Mengkaji sakit kepala dan keperawatan yang


gangguan penglihatan berhubungan dengan
4. 4. Risiko tinggi infeksi 1. Mengkaji kontraksi uterus, gangguan postpartum
berhubungan dengan dan kondisi jahitan blues :
trauma jaringan, episiotomy
penurunan
2. Menyarankan pasien agar
hemoglobin, prosedur
mengganti pembalut setiap
invasive, pecah
4 jam
ketuban, malnutrisi
3. Memantau tanda-tanva vital
pasien

4. Menyarankan ibu
membersihkan perineal
dari depan ke belakang

5. 5. Perubahan eliminasi 1. Mengkaji dan catat cairan


urine berhubungan masuk dan keluar setiap 24
dengan efek hormonal, jam
trauma mekanik,
2. Menganjurkan berkemih 6-
edema jaringan, efek
8 jam postpartum
anastesi ditandai
dengan distensi 3. Memberikan teknik
kandung kemih merangsang berkemih
seperti rendam duduk,
alirkan air keran

4. Melakukan kolaborasi
pemasangan kateter
6. 6. Risiko tinggi 1. Mengajarkan pasien
terhadap kekurangan massage sendiri fundus
volume cairan uteri
berhubungan dengan
2. Mempertahankan cairan
penurunan masukan
peroral 1,5-2 liter/hari
atau penggantian tidak
adekuat kehilangan 3. Mengobservasi perubahan
cairan berlebih suhu, nadi, tekanan darah

4. Memeriksa ulang kadar


hemoglobin

7. 7. Konstipasi 1. Menganjurkan pasien untuk


berhubungan dengan melakukan ambulasi
penurunan tonus otot, sesuai sesuai toleransi dan
efek progesterone, meningkatkan secara
dehidrasi, nyeri perical progresif
ditandai dengan
2. Mempertahankan diet diet
perubahan bising usus,
regular dengan kudapan
feses kurang dari
diantara makanan,
biasanya
meningkatkan makan buah
dan sayur

3. Menganjurkan pasien BAB


pada WC duduk

4. Melakukan kolaborasi
pemberian laktasia
supositoria
8. 8. Kurang pengetahuan 1. Memberikan informasi - Kondisi luka
atau kebutuhan belajar tentang perawatan diri postpartum
mengenai perawtan (perawatan perinal),
- Jumlah cairan
diri dan bayi perubahan peran, istirahat,
masuk dan
berhubungan dengan keluarga berencana
cairan keluar
kurang pemahaman,
2. Memberikan informasi
salah intervensi, tidak - Kondisi fisik
tentang perawatan bayi
tahu sumber-sumber setelah
yaitu perawatan tali pusat,
mengubah posisi
ari, memandikan dan
tubuh
imunisasi
- Perubahan skala
3. Menyarankan agar
nyeri
mendemonstrasikan apa
yang sudah dipelajari - Tekanan Darah :
(mmHg)

- Nadi : (x/menit)

- Suhu : (C)

- RR : (x/menit)

9. 9. Hambatan 1. Menganjurkan mobilisasi


immobilitas fisik dan latihan diri secara
berhubungan dengan bertahap
nyeri luka jahitan
2. Memberikan KIE
perineum
perawatan luka jahitan
perineum

E. EVALUASI
Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil akhir yang
ditetapkan yaitu meliputi ; kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan dipertahankan.
Ibu dan keluarga akan mengembangkan koping yang efektif. Setiap anggota
keluarga akan melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Perawat
dapat yakin bahwa perawatan berlangsung efektif jika kesejahteraan fisik ibu dan
bayi dapat dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat mengatasi masalahnya
secara efektif, dan setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan
dan perkembangan yang sehat.

Anda mungkin juga menyukai