Disusun Oleh:
Anggota Kelompok SGD 5
Tutor:
dr. Aulia Mahdaniyati, S.Ked
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Skenario
1.2. LBM 3
“Mawar Yang Malang”
Mawar 21 tahun dibawa keluarganya ke Puskesmas dengan keluhan selalu
murung sejak 3 minggu terakhir. Pasien juga mudah menangis tanpa sebab
yang jelas dan beberapa kali bercerita pada keluarganya tentang dirinya yang
merasa tidak berharga dan tidak ingin hidup lagi. Diketahui bahwa 1 bulan
sebelumnya pasien baru saja melahirkan anak perempuannya di luar nikah.
Keluarga merasa malu karena ayah bayi melarikan diri tidak bertanggung
jawab. Setelah melahirkan, mawar tanpa pendiam, sering melamun dan
menangis. Pasien juga tidak mau mengurus bayinya. Makan dan minum harus
diingatkan, waktu luang digunakan untuk melamun. Pada pemeriksaan
didapatkan keadaan umum dan tanda vital dalam batas normal. Selain itu
didapatkan orientasi tempat dan waktu baik, psikomotor hipoaktif, tidak
didapatkan adanya waham dan halusinasi.
Deskripsi masalah
Pada diskusi yang dilakukan kelompok SGD 5, dari kasus yang ada
diskenario LBM 3 yang berjudul “Mawar yang malang” kami membahas
mulai dari keluhan keluhan yang dirasakan tatik yang berusia 21 tahun yang
ada di scenario kali ini, dan untuk diskusi yang kami lakukan lebih mengarah
kepada pembahasan pembahasan dari keluhan utama yang dialami, dan hasil
anamnesis yang didapatkan yang nantinya itu menjadi landasan bagi kami
bisa menegakkan diagnosis kerja pada pasien sehingga pasien bisa
mendapatkan penatalaksanaan yang sesuai dengan penyakit yang dideritanya.
BAB II
PEMBAHASAN
Adapun identifikasi masalah yang kami dapatkan pada diskusi kali ini
yaitu :
1. Apa kemungkinan penyakit yang dialami?
2. Penegakan Diagnosis
Berdasarkan pembahasan dari keluhan yang dialami oleh pasien
pada scenario lbm kali ini yaitu dengan keluhan selalu murung sejak 3
minggu terakhir. Pasien juga mudah menangis tanpa sebab yang jelas
dan beberapa kali bercerita pada keluarganya tentang dirinya yang
merasa tidak berharga dan tidak ingin hidup lagi. Diketahui bahwa 1
bulan sebelumnya pasien baru saja melahirkan anak perempuannya di
luar nikah. Keluarga merasa malu karena ayah bayi melarikan diri tidak
bertanggung jawab. Setelah melahirkan, mawar tanpa pendiam, sering
melamun dan menangis. Pasien juga tidak mau mengurus bayinya.
Makan dan minum harus diingatkan, waktu luang digunakan untuk
melamun. Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum dan tanda vital
dalam batas normal. Selain itu didapatkan orientasi tempat dan waktu
baik, psikomotor hipoaktif, tidak didapatkan adanya waham dan
halusinasi.
Dari keluhan pasien diatas dan hasil anamnesis yang didapati,
kelompok kami memutuskan untuk mengambil diagnosis kerja pada
pasien adalah Postpartum Depresi, yang mana hal ini didasari dari
kolerasi manifestasinya yang sesuai dengan yang ada pada pasien pada
scenario kali ini, selain itu dari onset keluhan yang dialami oleh pasien
ini sendiri yang sudah terjadi 2 bulan pasca pasien melahirkan sehingga
sesuai dengan onset dari postpartum depresi, dan menggugurkan
diagnosis bandingnya yaitu baby blues syndrome, dikarenakan onset
dari baby blues syndrome yang terjadi beberapa hari setelah melahirkan
dan menetap paling lama 2 minggu, dan untuk psikotik postpartum kami
juga menggugurkannya karena pada scenario kali ini didapatkan bahwa
pasien tidak ada mengalami halusinasi maupun waham.
Diagnosis Multiaksial
Aksis I Diagnosis utama pasien F.53.0 Postpartum
depresi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang kelompok SGD kami lakukan , kami
menetapkan bahwa diagnosis kerja pada mawar usia 21 tahun pada
skenario tersebut mengalami adalah Postpartum depresi, yang mana hal
ini didasari dari kolerasi manifestasinya yang sesuai dengan yang ada
pada pasien pada scenario kali ini, serta onset keluhan yang dirasakan
oleh pasien dan hasil anamnesis yang ada pada scenario.
Pentingnya dilakukan diagnosis dini depresi postpartum adalah
untuk mencegah maupun memperparah gejala yang ditimbulkan.
Banyak instrumen yang dapat digunakan untuk skrining dalam
penegakan diagnosis depresi postpartum, salah satunya yang paling
efektif yaitu instrument EDPS. Ibu dengan depresi postpartum perlu
mendapatkan penatalaksanaan secara luas dan maksimal dari berbagai
pihak, meliputi keluarga, orang terdekat, dan tenaga kesehatan dari
multidisiplin ilmu. Dalam penanganannya, dapat diberikan terapi
nonfarmakologis seperti terapi psikologis dan perubahan perilaku
sehari-hari dan juga terapi farmakologis seperti obat golongan tricyclc
antidepressant (TCAs) yang sebelumnya dikonsulkan ke dokter.
Depresi postpartum merupakan istilah yang digunakan pada pasien
yang mengalami berbagai gangguan emosional yang timbul setelah
melahirkan, khususnya pada gangguan depresi spesifik yang terjadi
pada 10%-15% wanita pada tahun pertama setelah melahirkan. Pasien
akan mengalami gejala affektive selama periode postpartum, 4 sampai
6 minggu setelah melahirkan. Susah berinteraksi dengan perawat dalam
keadaan stres dan bayi meningkatkan resiko pendekatan yang tidak
aman dan terjadinya masalah kognitiv dan sifat pada anak. Penurunan
cepat tingkat reproduksi hormon yang terjadi setelah melahirkan
dipercaya dapat berkembang menjadi depresi pada wanita dengan
depresi postpartum. Walaupun penyebab depresi ini cenderung pada
tingkat penurunan hormon, beberapa faktor mungkin menjadi
peridisposisi pada penderita. Kejadian stress dalam hidup, riwayat
depresi sebelumnya, dan riwayat keluarga yang mengalami gangguan
mood, semua dikenal sebagai prediktor depresi mayor pada wanita.
Kriteria yang digunakan dalam menegakkan diagnosis berdasarkan pada
riwayat dan gejala-gejala yang tampak mengikuti Diagnostic And
Statisctical Manual of Mental Disorders, edisi keempat (DSM-IV).
Secara umum, dalam menatalaksanaan ibu dengan depresi
postpartum diberikan dengan farmakologis, psikoterapi, hormonal
replacement therapy, dan profilaksis treatment. Pasien yang telah
didiagnosis menderita gejala depresi postpartum, diberikan pengobatan
dengan pemberian obat antidepressant. Menyusui tidak hanya untuk
mengurangi stress untuk ibu, namun juga menguragi tingkat stress pada
bayi ketika ibunya mengalami depresi. Menyusui melindungi suasana
hati ibu dengan mengurangi tingkat stress. Ketika tingkat stress rendah,
respon inflamasi ibu tidak aktif dan akan mengurangi resiko depresi.
Pemberian psikoterapi yang berfokus pada interpersonal terapi. sangat
efektif untuk meredakan gejala depresi dan meningkatkan fungsi
psikososial.
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, Martha Raile. 2017. Nursing theorists and Their Work, 8th edition.
Indonesia : ELSEVIER (Singapore) Pte Ltd.
Bergink, V., Natalie R., Katherine L.W. 2016. Postpartum Psychosis:
Madness, Mania, dan Melancholia in Motherhood. Journal : American Journal of
Psychiatry.
Cranford, K., Joanna Gedzi and Victoria Su. 2018. 2. Postpartum Psychosis
in a Young VA Patient Diagnosis, Implications, and Treatment Recommendations.
Vol.1, Feb. 2018.
Dazzan, P., M ontserrat F., and Wi l l i am D. 2018. 5. Do Defective Immune
System-Mediated Myelination Processes Increase Postpartum Psychosis Risk.
Holford, N., Sue C., Jessi ca Heron and Ian Jones. 2018. The Impact of
Postpartum Psychosis on Partners. Vol.1, Oct 2018.
Nasri ,Z., Arief W., Endang W.G. 2017. Determinants Factors of Postpartum
Depression in East Lombok. Vol.1, Mar.2017.
Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri. Jakarta : EGC.
Setiati, E., Sumarni D.W dan Sri S. 2017. Social support and medication
obedience with recurrence of schizophrenia patients in Purworejo. Journal of
Community Medicine and Public Health. Vol. 33 Nomor 6 Halaman 305-310.
Kusuma, P. D. (2017). Karakteristik Penyebab Terjadinya Depresi
Postpartum pada Primipara dan Multipara. Jurnal Keperawatan Notokusumo, 5(1),
36-45.
Diniyah, K. (2017). Gambaran depresi postpartum di rskia sadewa. Media
Ilmu Kesehatan, 6(2), 162-167.
Guze, S. B. (2014). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
4th ed. (DSM-IV). American Journal of Psychiatry.