Anda di halaman 1dari 12

KEPERAWATAN MATERNITAS

MAKALAH IBU NIFAS

DENGAN BABY BLUES SYNDROME

DOSEN PEMBIMBING

ESTI NURJANAH., S. Kep., Ns., M. Kes

OLEH

ETI HERAWATI
NUR ANISAH

TITI DWI C

SEPTIADI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CIREBON

2022

A. Konsep Dasar Teori

1. Gambaran Umum

Masa nifas (puerperium) dimulai sejak kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan saat sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira selama 6 minggu. Pengawasan dan asuhan post partum masa
nifas sangat diperlukan yang tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis,
melaksanakan sekrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun bayinya. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian
immunisasi pada saat bayi sehat, memberikan pelayanan KB. Reaksi emosional yang biasanya muncul pada perempuan di
masa nifas pasca melahirkan yaitu:
a. ‘Maternity Blues’ atau ‘Post Partum Blues’ atau ‘Blues’
b. Psikois pasca persalinan
c. Depresi pasca persalinan.
2. Fase –Fase Perubahan Psikologis
Seorang ibu yang berada pada periode pascapartum mengalami banyak perubahan baik perubahan fisik maupun psikologi.
Perubahan psikologi pascapartum pada seorang ibu yang baru melahirkan terbagi dalam tiga fase:
a. taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya sendiri, banyak bertanya dan bercerita tentang pengalamannya
selama persalinan yang berlangsung 1 sampai 2 hari.
b. taking hold dimana pada fase ini ibu mulai fokus dengan bayinya yang berlangsung 4 sampai 5 minggu.

c. fase letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya adalah perluasan dari dirinya, mulai fokus kembali pada
pasangannya dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain.

3. Definisi

Monks dkk (1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti
labilitas afek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan – bulan.
Sloane dan Bennedict (1997) menyatakan bahwa depresi postpartum biasanya terjadi pada 4 hari pertama masa
setelah melahirkan dan berlangsung terus 1 – 2 minggu.
Llewellyn–Jones (1994), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara klinis pada masa postpartum mengalami
depresi dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan.Wanita yang menderita depresi postpartum adalah mereka yang secara
sosial dan emosional merasa terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah gangguan emosional pasca persalinan
yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan
bahkan sampai satu tahun.

4. Etiologi

Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut :
a. Faktor konstitusional.
Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil
sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada
wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada
dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia
akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
b. Faktor fisik.
Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan
bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis
setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat
berpengaruh pada keseimbangan.Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan
merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.

c. Faktor psikologis.
Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak
bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan pentingnya
cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak..
d. Faktor sosial. Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering
menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.

5. Patofisiologi

Para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional
serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menekan. Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan
hormonal, bikimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua
dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter.
Beberapa dugaan kemunculan ini disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen
dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi
perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-
alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar,
penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan sebagainya.
Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu depresi ini. Diperikiran
sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan depresi post partum blues, walau demikian
gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi dan dukungan keluarga yang tepat.
Faktor biologis yang paling banyak terlibat adalah factor hormonal. Perubahan kadar hormone pada wanita memegang
peran penting ; perubahan suasana hati biasa terjadi sesaaat sebelum menstruasi sesaat sebelum menstruasi (ketegangan
pramenstruasi) dan setelah persalinan (depresi post partum). Perubahan hormone serupa biasa terjadi pada wanita pemakai
pil KB yang mengalami depresi.
Kelainan fungsi tiroid yang sering terjadi pada wanita, juga merupakan factor factor yang berperan dalam terjadinya
depresi. Depresi juga bias terjadi karena atau bersamaan dengan sejumlah penyakit atau kelainan fisik. Kelainan fisik bias
menyebabkan terjadinya depresi secara ; langsung, misalnya ketika penyakit tiroid menyebabkan berubahnya kadar
hormone. Yang bias menyebabkan terjadinya depresi tidak langsung, misalnya ketika penyakit atritis rematoid
menyebabkan nyeri dan cacat, yang bias menyebabkan depresi.
Ada pula kelainan fisik menyebabkan depresi secara langsung dan tidak langsung. Misalnya AIDS; secara langsung
menyebabkan depresi jika virus penyebabnya merusak otak; secara tidak langsung menyebabkan depresi jika menimbulkan
dampak negative terhadap kehidupan penderitanya
Secara umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah melahirkan. Clydde (Regina dkk, 2001),
bentuk gangguan postpartum yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional.
Gangguan mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik
primipara maupun multipara. Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin diklasifikasikan dalam gangguan mood dan onset
gejala adalah dalam 4 minggu pascapersalinan. ada 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah maternity blues,
postpartum depression dan postpartum psychosis (Ling dan Duff, 2001).

6. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada
hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya, yaitu :
a. Sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia,
b. Tidak sabar,
c. Penakut,
d. Tidak mau makan,
e. Tidak mau bicara,
f. Sakit kepala sering berganti mood,
g. Mudah tersinggung ( iritabilitas),
h. Merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan,
i. Tidak bergairah,
j. Tidak percaya diri,
k. Khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati,
l. Tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan,
m. Merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja dilahirkan,
n. Merasa tidak menyayangi bayinya,
o. Insomnia yang berlebihan.
Gejala – gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam
sampai beberapa hari. Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum
depression.

7. Pemeriksaan Diagnostik

Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan.
Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression
Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan
depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan
bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues .Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh)
pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih
satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu.Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan
rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua
belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues .EPDS juga
telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia.EPDS dapat
dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu
kemudian.
8. Penatalaksanaan

Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada
momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu
ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga
kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan
seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis.
Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin
sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan
perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau
konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan
mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli
psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan
bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses
kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur
ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi
bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru.
Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan
medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-
harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan
psikologis secara bersama-sama,  dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues yaitu :
Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka
kesembuhannya dengan cara :
a. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
b. Dapat memahami dirinya

c. Dapat mendukung tindakan konstruktif.

d. Dengan cara peningkatan support mental

Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan keluarga diantaranya :
a. Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah seperti : membantu mengurus
bayinya, memasak, menyiapkan susu dll.
b. Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi kesibukan merawat bayi

c. Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih perhatian terhadap istrinya

d. Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir

e. Memperbanyak dukungan dari suami

f. Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan

g. Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja melahirkan

h. Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu

i. mengganti suasana, dengan bersosialisasi

j. Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya

Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat dilakukan pada diri klien sendiri, diantaranya dengan
cara :
a. Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
b. Tidurlah ketika bayi tidur

c. Berolahraga ringan

d. Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu

e. Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi

f. Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan

g. Bersikap fleksibel

h. Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x

i. Bergabung dengan kelompok ibu

9. Pencegahan Post Partum Blues

Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko Postpartum Blues yaitu:

a. Pelajari diri sendiri


Pelajari dan mencari informasi mengenai Postpartum Blues, sehingga Anda sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka
Anda akan segera mendapatkan bantuan secepatnya.
b. Tidur dan makan yang cukup
Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya
penting selama periode postpartum dan kehamilan.
c. Olahraga
Olahraga adalah kunci untuk mengurangi postpartum. Lakukan peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari,
sehingga membuat Anda merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan dalam diri Anda.
d. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah
melahirkan. Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan
postpartum yang diderita.
e. Beritahukan perasaan
Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan yang Anda inginkan dan butuhkan demi kenyamanan Anda
sendiri. Jika memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera beritahukan pada pasangan atau orang
terdekat.
f. Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan
Dukungan dari keluarga atau orang yang Anda cintai selama melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan atau 
orangtua Anda, atau siapa saja yang bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri Anda, bahwa mereka akan selalu
berada di sisi Anda setiap mengalami kesulitan.
g. Persiapkan diri dengan baik
Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan.
h. Senam Hamil
Kelas senam hamil akan sangat membantu Anda dalam mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, sehingga nantinya
Anda tak akan terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika Anda tahu apa yang diinginkan, pengalaman traumatis saat
melahirkan akan dapat dihindari.
i. Lakukan pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu Anda melupakan golakan perasaan yang terjadi selama periode
postpartum. Kondisi Anda yang belum stabil, bisa Anda curahkan dengan memasak atau membersihkan rumah. Mintalah
dukungan dari keluarga dan lingkungan Anda, meski pembantu rumah tangga Anda telah melakukan segalanya.
j. Dukungan emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu Anda dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar.
Ceritakan kepada mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan Anda, hingga Anda merasa lebih baik setelahnya.
k. Dukungan kelompok Postpartum Blues
Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan merasakan hal yang sama dengan Anda. Carilah
informasi mengenai adanya kelompok Postpartum Blues yang bisa Anda ikuti, sehingga Anda tidak merasa sendirian
menghadapi persoalan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, Heather.2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

Morhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). America : Mosby

Mc Closkey Dochterman, Joanne. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). America :


Mosby

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C.Geissler ( 2000 ), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Bobak, Lowdermilk, Jensen. ( 2004 ). Buku Ajar : Keperawatan maternitas edisi - 4. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai