DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH
PSSK’19 A
The Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) dikembangkan pada tahun1987 untuk
skrining wanita postpartum di rawat jalan. pengaturan rumah mengunjungi, atau pada
pemeriksaan postpartum 6-8 minggu. ini telah digunakandi antara banyak populasi, Skala sejak
itu telah divalidasi, dan bukti dari sejumlah studi penelitian telah mengkonfirmasi alat untuk
menjadi handal dan sensitif dalam mendeteksi depresi. EPDS terdiri dari 10 pertanyaan dan
biasanya dapat diselesaikan dalamwaktu kurang dari 5 menit. Studi validasi telah digunakan
berbagai nilai ambang batas dalam menentukan perempuan positif dan membutuhkan rujukan.
,cut-off skor berkisar 9-13 poin. Seorang wanita mencetak 9 atau lebih poin atau menunjukkan
setiap keinginan bunuh diri – yaitu, ia skor 1 atau lebih tinggi pada pertanyaan 10 harus dirujuk
segera untuk ditindaklanjuti.
EPDS skor tidak harus mengesampingkan penilaian klinis, Sebuah penilaian klinis yang
cermat harus dilakukan untuk memastikan diagnosa. Skala menunjukkan bagaimana ibu telah
dirasakan selama minggu sebelumnnya. Dalam kasus yang meragukan hal itu mungkin berguna
untuk mengulang alat setelah 2 minggu. Skala tidak akan mendeteksi ibu dengan neurosis
kecemasan, fobia, atau gangguan kepribadian.
Keuntungan EPDS
Kekurangan EPDS
Pada tanggal 15 juni 2021 dilakukan Skrining EPDS pada ibu Nur (postpartum) dengan
hasil pengisisn kuesioner, Ny.N Mendapatkan nilai skor 7 tanpa adanya pikiran untuk bunuh diri,
untuk ibu yang mendaptkan nilai skor antara 5 dan 9 tanpa adanya pikiran bunuh diri sebaiknya
dilakukan evaluasi ulang setelah 2 minggu kemudia uantuk memnetkan apakah kemungkinan
depresi mengalami perburukan atau membaik. selain itu ada Langkah-langkah pencegahan dasar
untuk setiap wanita (Palmer & Baugh, 2009; Gilbert & Harmon, 2003):
Kemudia ada beberapa Perawatan yang perlu dilakukan oleh ibu postpartum jika muncul gejala
PPD (Gilbert & Harmon, 2003; Nurchasanah,2009; Kassel, 2010):
1. PPD adalah suatu gangguan psikologis, ibu harus jujur dengan diri sendiri dan orang-
orang yang peduli disekitarnya tentang perasaan ibu setelah melahirkan. Lakukan
komunikasi dengan suami, keluarga atau teman dan tenaga kesehatan tentang
kemungkinan terjadinya serta cara menanganinya jika terjadi.
2. Jika ibu memiliki sedikit nafsu makan, makan makanan bergizi sedikit tapi sering;
suplemen gizi berguna untuk menjaga energi ibu.
3. Lakukan latihan rutin harian, seperti berjalan-jalan menggendong bayi di luar ruangan;
latihan membantu memperbaiki mood.
4. Lakukan komunikasi dengan suami tentang pembagian tugas rumah tangga dan
pengasuhan bayi.
5. Cari orang yang bisa membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga jika
memungkinkan.
6. Jangan bekerja berlebihan, beristirahat secukupnya dan cobalah untuk tidur ketika bayi
tidur siang; Kelelahan dapat meningkatkan depresi.
7. Dapatkan sebanyak mungkin sinar matahari pagi, berjalan-jalan keluar dan bertemu
dengan tetangga/ teman.
8. Hindari kafein, penggunaan alkohol atau zat lainnya untuk merasa lebih baik (self-
medicating).
9. Lakukan pertemuan dengan kelompok ibu untuk saling bertukar pengalaman dan tips
dalam merawat bayi.
10. Luangkan waktu untuk relaksasi dan lakukan aktivitas yang menyenangkan seperti ke
salon untuk perawatan diri, berendam air hangat, membaca buku, menonton TV,
mendengarkan musik, berkebun dan lain- lain
Berdasarkan lembar Kuesioner EPDS didapat riwayat pendidikan Ny,N yaitu sekolah dasar
(SD). Maka pasien kemungkinan kurangnya pengetahuan dan informasi, Perawat maternitas
dapat berperan sebagai educator, conselor, caregiver/provider, researcher dan advocate salah
satu tindakannya seperti Pemberian edukasi Kesehatan seperti Manajemen Perawatan Ibu Nifas
dan Bayi
Pendidikan Kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku
masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan juga merupakan suatu usaha
atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan kelompok atau masyarakat dalam
meningkatkan kemampuan/perilakunya untuk mencapai kesehatan secara optimal (Notoatmodjo,
2007; Sumijatun, Suliswati, Payapo, Maruhawa & Sumartini, 2006).
1. Promosi kesehatan pada aspek promotif, dengan sasaran kelompok orang sehat. Derajat
kesehatan adalah dinamis, sehingga orang yang sehat tetap perlu ditingkatkan dan dibina
kesehatannya.
2. Promosi kesehatan pada aspek pencegahan dan penyembuhan, ada tiga upaya :
1) Pencegahan tingkat pertama (primary prevention), dengan sasaran kelompok
masyarakat risiko tinggi (contohnya : ibu hamil dan ibu postpartum/ menyusui) agar
tidak jatuh sakit.
2) Pencegahan tingkat ke-dua (secondery prevention) dengan sasaran penderita
penyakit kronis. Tujuannya agar pasien mampu mencegah penyakit bertambah
parah.
3) Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) dengan sasaran pasien yang baru
sembuh (recovery). Tujuannya agar segera pulih kembali kesehatannya atau
meminimalkan cacat (rehabilitasi).