Anda di halaman 1dari 6

Nama :Sindi Siti Rohani (11910122774)

Kelas :SLTP/SLTA 4 C

Resume fiqih :khitbah (meminang)

A. Pengertian Khitbah

Kata khitbah adalah Bahasa arab standar yang terpakai pergaulan sehari-
hari,terdapat dalam firman assla dan terdapat pula dalil ucapan nabi serta
di syari’atkan dalam suatu perkawinan yang waktu pelaksanaannya di
adakan sebelum berlangsungnya akad nikah.Keadaan ini pun sudah
membudaya di tengah masyarakat dan di laksanakan sesuai tradisi
masyarakat setempat.jadi khitbah artinya adalah peminang yaitu melamar
untuk mengatakan permintaan atau ajakan mengikat perjodohan dari
seorang laki-laki dengan seorang perempuan calon istrinya.Ada pun
pengertian lainnya

Khitbah adalah prosesi lamaran di mana pihak keluarga calon mempelai


laki-laki mengunjungi kediaman calon mempelai perempuan. Dalam
pertemuan tersebut, pihak mempelai laki-laki akan mengutarakan
permintaannya untuk mengajak sang mempelai perempuan berumah
tangga.

Permintaan atau pernyataan tersebut bisa disampaikan langsung oleh sang


mempelai laki-laki, tapi juga bisa dengan perantara pihak lain yang
dipercayai sesuai dengan ketentuan agama. Khitbah sendiri harus
dijawab “Ya” atau “Tidak”. Jika sang mempelai perempuan mengiyakan,
maka dirinya disebut sebagai makhthubah, atau perempuan yang telah
resmi dilamar. Dengan demikian, dia tidak diperkenankan untuk menerima
lamaran dari laki-laki lain.Hokum meminang adalah boleh (mudah)

B.Syarat-syarat
Syarat-syarat meminang ada dua macam, yaitu:
1. Syarat mustahsinah,

Syarat mustahsinah adalah syarat yang merupakan anjuran pada laki-laki


yang hendak meminang agar meneliti wanita yang akan dipinangnya
sebelum melangsungkan peminangan. Syarat mustahsinah tidak wajib
untuk dipenuhi, hanya bersifat anjuran dan baik untuk dilaksanakan.
Sehingga tanpa adanya syarat ini, hukum peminangan tetap sah. Syarat-
syarat mustahsinah tersebut adalah:

a. Wanita yang dipinang hendaknya sekufu atau sejajar dengan laki-laki


yang meminang. Misalnya sama tingkat keilmuannya, status sosial, dan
kekayaan.
b. Meminang wanita yang memiliki sifat kasih sayang dan peranak.
c. Meminang wanita yang jauh hubungan kekerabatannya dengan lelaki
yang meminang. Dalam hal ini sayyidina ‘Umar bin Khattab mengatakan
bahwa perkawinan antara seorang lelaki dan wanita yang dekat hubungan
darahnya akan melemahkan jasmani dan rohani keturunannya.

d. Mengetahui keadaan jasmani, akhlak, dan keadaan-keadaan lainnya


yang dimiliki oleh wanita yang akan dipinang.

2. Syarat lazimah

Syarat lazimah ialah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan


dilakukan. Sah tidaknya peminangan tergantung pada adanya syarat-syarat
lazimah. Syarat-syarat tersebut adalah:

a. Tidak berada dalam ikatan perkawinan sekalipun telah lama


ditinggalkan oleh suaminya.

b. Tidak diharamkan untuk menikah secara syara’. Baik keharaman itu


disebabkan oleh mahram mu’abbad, seperti saudari kandung dan bibi,
maupun mahram mu’aqqat (mahram sementara) seperti saudari ipar.
Adapun penjelasan tentang wanita-wanita yang haram dinikahi terdapat
dalam firman Allah surat an-Nisa’ ayat 22-23.

c. Tidak sedang dalam masa iddah. Ulama sepakat atas keharaman


meminang atau berjanji untuk menikah secara jelas (sarih) kepada wanita
yang sedang dalam masa iddah, baik iddah karena kematian suami
maupun iddah karena terjadi talaq raj’iy maupun ba’in. Allah SWT.
berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 235:

C. Melihat Pinangan

Ketentuan hukum melihat antara laki-laki dan perempuan sudah diatur


dalam Al Qur’an dimana dijelaskan bahwa haram bagi seorang laki-laki
yang sudah baligh, berakal, kehendak sendiri melihat perempuan lain
walaupun laki-laki tersebut sudah sangat tua dan melihatnya itu tanpa
syahwat atau tidak adanya fitnah karena melihat bisa menyebabkan fitnah
dan membangkitkan syahwat ketentuan ini sudah di atur dalam Al Qur’an
dalam surat An Nur:

‫قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم و يحفظوا فروجهم ذلك أزكى لكم إن هللا خبير بما يصنعون‬

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka


menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengatahui apa
yang mereka perbuat. (Qs:24:30)[2]

Dari keterangan ayat di atas bisa diketahui bahwa melihat itu dilarang oleh
Islam meskipun demikian itu masih bersifat umum sebab masih ada
ketentuan dalam fiqh yang mengecualikan yaitu dibolehkannya melihat
perempuan lain karena darurat atau hajad. Oleh karena itu dalam hal
peminangan diperbolehkan melihat pada wanita yang akan dipinang sesuai
dengan hadis’

‫تطاع‬mm‫إن اس‬mm‫رأة ف‬mm‫عن جابر بن عبد هللا قال قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم اذا خطب احدكم ام‬
)‫ان ينظر منها الى ما يدعوه الى نكاحها فليفعل (رواه احمد و ابو داود‬
Dari Jabir: aku pernah mendengar Nabi bersabda: Apabila salah satu
diantara kamu meminang seorang perempuan kemudian ia mampu untuk
melihat sebagian dari apa yang bisa mendorongnya untuk menikahinya
maka kerjakanlah.

Kebolehan melihat dalam meminang hanya dikhususkan kepada wajah


dan dua telapak tangan, karena dua anggota tubuh ini diharapkan dapat
mengisyaratkan kepada bagian tubuh lainnya. Disunnahkan melihat wajah
wanita yang akan dipinang dan boleh melihat apaapa yang dapat
mendorongnya untuk menikahi wanita itu. Rasulullah SAW bersabda:
Hadits Tentang Peminangan (Kajian Penafsiran Tematik Hadist Nabi)
Forum Ilmiah Volume 14 Nomor 3, September 2017 263 Artinya:
“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika
ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya
maka lakukanlah!” (Hadits Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (III/334,
360), Abu Dawud (No. 2082) dan alHakim (II/165)).

D.Meminang pinangan orang lain

Meminang wanita yang telah dipinang orang lain hukumnya haram jika
jelas pinangan pertama diterima, kecuali jika peminangan pertama
mengizinkan. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW Melarang
seseorang melamar wanita pinangan saudaranya, sebelum peminangan
pertama ditolak atau mengizinkan. Jika sudah jelas ditolak atau sudah ada
izin dari peminang pertama, baru dia boleh meminangnya (HR, alBukhari,
Muslim, dan Ahmad). Jika ada isyarat peminang pertama akan diterima,
menurut asy-Syafi‟I dalam qaul jadid, orang lain tidak haram
meminangnya, sebab penerimaan itu belum tegas. Sama halnya jika wanita
yang dipinang itu hanya diam (Wahbah Zuhaili, 2012). Namun, bila
seseorang pria meminang wanita yang sudah dipinang orang lain dalam
kondisi yang tidak diperbolehkan, lalu wanita itu jadi menikah dengan
peminang kedua, akad nikahnya tetap sah. Sebab, larangan itu
dilakukannya sebelum akad, sehingga tidak merusak akad (Wahbah
Zuhaili, 2012). Dalam menghubungkan hadist di atas terdapat beberapa
hadist tentang memilih pasangan dalam peminangan yaitu: ُ „ُّ Artinya:
“Dunia adalah hiasan, dan sebaik-baik hiasan dunia adalah wanita
Sholehah” (Al-Hadist Riwayat Muslim)

E. Meminang perempuan yang sedang dalam masa iddah

Meminang wanita yang sedang „iddah dengan terang-terangan (tashrih)


secara mutlak hukumnya tidak halal, baik „iddah itu karena akibat talak
ba‟in, raj‟i, fasakh, rafa, suaminya wafat, maupun „iddah dari tindakan
syubhat. Hal ini berdasarkan mafhum mukhalafah dari firman Allah SWT.
Dan tidak ada dosa bagi kalian meminang perempuanperempuan itu
dengan sindiran (QS. AlBaqarah : 235). Menurut riwayat Ibnu Athiyah,
para ulama telah berijma‟ dalam masalah ini. Rasulullah SAW pernah
menemui Ummu Salamah, yang saat itu sedang menjanda karena
suaminya, Abu Salamah, meninggal dunia. Beliau berkata, “Sungguh
engkau mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah SAW dan orang yang
terbaik di antara kaumku. ”Kalimat yang diucapkan Rasulullah SAW ini
merupakan lamaran beliau kepadanya.” (HR. Daruqutni, tt). Kesimpulan
dari beberapa pendapat yang ada adalah bahwa meminang secara terang-
terangan kepada perempuan yang sedang menjalani masa iddah adalah
haram, sedangkan pinangan yang dilakukan dengan sindiran boleh
dilakukan kepada perempuan yang sedang menjalani masa iddah karena
ditinggal suami dan talak bain, tapi haram ditujukan kepada perempuan
yang menjalani masa iddah talak raj‟i (Syayid Sabiq, 2011).

F. Berkhalwat dengan tunangan


wanita yang telah  dipinang  atau dilamar tetap merupakan  orang 
asing  (bukan  mahram) bagi si   pelamar sehingga terselenggara
perkawinan  (akad nikah) dengannya. Tidak boleh si wanita diajak hidup 
serumah  (rumah  tangga) kecuali  setelah  dilaksanakan akad nikah yang
benar menurut syara’, dan rukun asasi dalam akad ini ialah ijab dan kabul.
Ijab dan kabul adalah lafal-lafal (ucapan-ucapan) tertentu yang sudah
dikenal dalam adat dan syara’.

Selama akad nikah dengan ijab dan Kabul ini belum terlaksana,
maka perkawinan  itu belum terwujud dan belum terjadi, baik menurut
adat, syara’, maupun undang-undang. Wanita tunangannya tetap sebagai
orang asing bagi si peminang (pelamar)  yang  tidak  halal  bagi  mereka 
untuk berduaan dan bepergian berduaan tanpa disertai salah seorang
mahramnya seperti ayahnya atau saudara laki-lakinya.

Anda mungkin juga menyukai