2021
Nama : Sukmawati
NIM : 1193040079
Kelas : PMH 5 B
Mata Kuliah : Hukum Perkawinan Di Indonesia
Dosen : Drs. Aliyudin, M. Ag
Karena dalam peminangan yang dilakukan oleh peminang yang kedua ini berarti
merampas hak orang lain yang pada gilirannya akan mendatangkan pertengkaran
hebat antara dua keluarga. Padahal Islam sangat menganjurkan untuk saling
memelihara persaudaraan di kalangan umatnya dan melarang bermusuh-musuhan.
3. Jelaskan beberapa ayat al Qur’an maupun hadits yang berkaitan dengan larangan
khitbah
Tidak boleh berada dalam pinangan orang lain
Dalam kondisi ini terlarang meminang sebagaimana beberapa hadis dari Rasulullah
SAW. Di antaranya yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. Bersabda :
طبُ َعلَى خ ِْط َب ِة أَ ِخ ْي ِه َواَل َتسْ أ َ ُل ال َمرْ أَةُ َطاَل َق أ ُ ْخ ِت َها لِ َت ْك َفأ َ َما فِي إِ َنا ِئ َها
ُ َواَل َي ِب ْي ُع الرَّ ُج ُل َعلَى َبيْع أَ ِخ ْي ِه َواَل َي ْخ
ِ
Artinya : “Laki-laki tidak boleh menjual jualan saudaranya dan tidak boleh meminang
pinangan saudaranya. Perempuan tidak boleh minta talak kepada saudara
perempuannya agar ia menuang apa-apa yang ada dalam bejananya (mengalihkan
kekayaan). (HR. Al-Bukhari).
Rasulullah melarang meminang wanita yang telah terpinang, karena ia disibukkan
dengan hak peminang pertama. Oleh karena itu, jika terjadi peminangan kedua
berarti sama dengan menyalakan api permusuhan dan kebencian antara dua
peminang. Maka, Islam mengharamkan jualan seorang laki-laki atas jualan
saudaranya dan mengharamkan pinangan atas pinangan saudaranya. Larangan ini
dimaksudkan agar tidak menyakiti penjual pertama yang menyebabkan terciptanya
lingkungan benci dan dendam atar sesama manusia.
4. Jelaskan masalah khitbah terhadap wanita yang sedang dalam keadaan iddah
Berdasarkan ketentuan syara' bahwa seorang laki-laki dilarang meminang
seorang wanita yang masih dalam iddah talak raj'i, sebagaimana firman Allah SWT
mengatakan:
الَ ُج َنا َح َعلَ ْي ُك ْم فِ ْي َما َعرَّ ضْ ُت ْم ِب ِه مِنْ خ ِْط َب ِة ال َّن َسآ ِء.
"Tidaklah kamu berdosa meminang wanita (yang dalam keadaan iddah) itu dengan
kata-kata sindiran.
Pada ayat sebelumnya disebutkan iddah perempuan karena kematian suami,
lamanya empat bulan sepuluh hari. Adapun perempuan yang dalam masa iddah
talak ba'in menurut mazhab Syafi'i boleh juga dipinang dengan kata sindiran karena
diqiyaskan kepada wanita yang ada dalam keadaan iddah karena kematian, sebab
keduanya sama-sama tidak dapat diruju'.
Akibat hukumnya:
Pada prinsipnya apabila peminangan telah dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap
seorang wanita, belum menimbulkan akibat hukum. Kompilasi menegaskan: "(1)
Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan
hubungan peminangan. (2) Kebebasan memutuskan hubungan peminangan
dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan
setempat, sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai" (Ps. 13 KHI).
Namun apabila dikaitkan dengan hak meminang orang lain, maka peminangan-
meskipun lebih bernuansa untuk kepentingan sopan-santun yang dilakukan kepada
seorang wanita, menutup hak peminangan orang lain. Sehingga pihak peminang
pertama memutuskan hubungannya, atau ada indikasi lain yang menunjukkan
pemutusan hubungan. Karena peminangan prinsipnya belum berakibat hukum,
maka di antara mereka yang telah bertunangan, tetap dilarang untuk berkhalwat
(bersepi- sepi berdua), sampai dengan mereka melangsungkan akad perkawinan.
Kecuali apabila disertai oleh mahram, maka bersepi-sepi tadi dibolehkan. Adanya
mahram dapat menghindarkan mereka terjadinya maksiat Riwayat Sabir,
menyatakan Nabi Saw. bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka janganlah mereka bersepi-sepi dengan perempuan yang tidak disertai
mahramnya, karena pihak ketiganya adalah setan".9 Tidak jelas penyebabnya,
tampaknya ada anggapan sebagian masyarakat seakan-akan apabila mereka sudah
bertunangan, ibaratnya sudah ada jaminan mereka menjadi suami istri. Oleh karena
itu, hal ini patut mendapat perhatian semua pihak. Karena bukan mustahil, karena
longgarnya norma-norma etika sebagian masyarakat, terlebih yang telah
bertunangan, akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari, apabila mereka
terjebak ke dalam perzperzinaan.
5. Jelaskan pengertian dan kedudukan mahar dalam perkawinan
Istilah mahar digunakan dalam hadis 'Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Empat
kecuali al-Nasai sebagai berikut:
Rasulullah Saw. bersabda: 'Apabila seorang perempuan menikah tanpa izin walinya
maka nikahnya batal, apabila si suami telah menggaulinya, maka bagi dia berhak
menerima mahar sekadar menghalalkan farjinya. Apabila walinya enggan
(menikahkan) maka wali hakim (pemerintah) yang menjadi wali bagi perempuan
yang (dianggap) tidak memiliki wali." (Riwayat Imam Empat kecuali Al-Nasa'i)"
Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita,
baik berbentuk barang, uang, atau jasa yang tidak bertentangan dengan kukum Islam
(Ps. 1 huruf d KHI). Hukumnya wajib, yang menurut kesepakatan para ulama
merupakan salah satu syarat sahnya nikah." Referensinya adalah perintah Allah
seperti pada ayat tersebut di atas. Kompilasi Hukum Islam di bdonesia
merumuskannya pada Pasal 30 yang berbunyi: "Calon mempelai pria wajib
membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk, dan jenisnya
disepakati oleh kedua belah pihak". Penentuan besarnya mahar adasarkan atas
kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam (Ps. 31 KHI), atau
dalam bahasa agama, disebut dengan patut (ma’ruf).
Tidak ada ketentuan hukum yang disepakati Ulama tentang batas leaksimal
pemberian mahar, demikian juga batasan minimalnya." Yang jelas, meskipun sedikit,
pemberian mahar tersebut wajib ditunaikan. Dasarnya adalah Hadis Sahl ibn Sa'ad
yang disepakati kesahihannya.
Kedudukan mahar pernikahan
Mahar adalah wajib dibayar suami kepada istrinya. Namun setelah pasti ketentuan
pembayarannya, tidak tertutup kemungkinan bagi pasangan suami istri yang saling
mencintai dan meridhoi dan menjadi pasangan yang mesra dalam sebuah rumah
tangga untuk menghadiahkan kembali mahar itu kepada suaminya demi kepentingan
dan kesenangan bersama, sebab harta itu telah menjadi hartanya. Tentang hukum
memberikan mahar adalah wajib, sesuai firman Allah SWT dalam Q.S. an-Nisa ayat
47.
ار َه<ا أَ ْو َ
ِ ِس وُ جُوهً<ا َف َن ُر َّد َه<ا َعلَ ٰى أ ْد َبَ ْ<ل أَنْ َن ْطم َ ِين أُو ُتوا ْال ِك َت
َ اب آ ِم ُنوا ِب َم<ا َن َّز ْل َن<ا م
ِ ُص< ِّد ًقا لِ َم<ا َم َع ُك ْم مِنْ َقب َ َيا أَ ُّي َها الَّذ
ان أَمْ ُر هَّللا ِ َم ْفعُواًل
َ ت ۚ َو َك َ ْ
َ َنل َع َن ُه ْم َك َما لَ َع َّنا أصْ َح
ِ اب ال َّس ْب
“Berikanlah maskawin kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan”. (QS. an-Nisa ayat
47)