Anda di halaman 1dari 5

TUGAS REGULER PERKULIAHAN SEMESTER GANJIL T.A.

2021
Nama : Sukmawati
NIM : 1193040079
Kelas : PMH 5 B
Mata Kuliah : Hukum Perkawinan Di Indonesia
Dosen : Drs. Aliyudin, M. Ag

Jawablah pertanyaan di bawah ini!

1. Jelaskan pengertian khitbah secara bahasa maupun istilah para ulama


Khitbah secara etimologi (bahasa) berarti permintaan atau peminangan. Sedangkan
menurut istilah, khitbah didefinisikan dengan beberapa pengertian oleh para
ulama,antara lain:
Sayyid Sabiq, mengartikan bahwa khitbah adalah memintanya untuk dapat dikawini
dengan perantaraan yang dikenal baik di antara manusia.
Abu Zahrah, mendefinisikan khitbah dengan permintaan seorang laki-laki kepada
wali atau seorang perempuan dengan maksud untuk mengawini perempuan itu.
Zakaria al-Anshari, mengatakan bahwa khitbah adalah permintaan pelamar untuk
menikah kepada pihak tunangan.
Para ulama fikih, medefinisikan khitbah sebagai keinginan pihak laki-laki kepada
perempuan tertentu untuk mengawininya dan pihak perempuan menyebarluaskan
pertunangan tersebut.
Dari beberapa pengertian khitbah tersebut, disimpulkan bahwa khitbah adalah
permintaan yang mengandung akad (perjanjian) dari seorang laki-laki terhadap
seorang perempuan untuk melangsungkan akad nikah, baik secara langsung maupun
melalui walinya, dengan cara-cara yang sudah umum berlaku dalam masyarakat
setempat.
Khitbah adalah prosesi lamaran di mana pihak keluarga calon mempelai laki-laki
mengunjungi kediaman calon mempelai perempuan. Dalam pertemuan tersebut,
pihak mempelai laki-laki akan mengutarakan permintaannya untuk mengajak sang
mempelai perempuan berumah tangga.

2. Jelaskan pengertian peminangan menurut Hukum Perkawinan Islam berikut syarat-


syarat wanita yang dipinang
Peminangan berasal dari kata Pinang dengan kata kerja meminang. Persamaan kata
meminang adalah melamar, dalam bahasa Arab disebut dengan khitbah. Secara
bahasa meminang berarti meminta wanita untuk dijadikan istri, baik bagi diri sendiri
maupun bagi orang lain. Menurut Wahbah zuhailiy (1997), khitbah adalah
pernyataan keinginan dari seorang
lelaki untuk menikah dengan seorang wanita, kemudian pihak wanita memberitakan
hal tersebut kepada walinya. Hal ini dapat disampaikan secara langsung ataupun
melalui keluarga lelaki tersebut. Apabila wanita yang di khitbah dan keluarganya
sepakat, maka sang lelaki dan wanita yang dipinang telah terikat dan implikasi
hukum dari adanya khitbah yang telah terjadi.
Menurut hukum perkawinan Islam Beberapa pendapat ulama tentang hukum
khitbah antara lain: Pertama, Menurut ibnu Rusyd (2005) mayoritas ulama’
mengatakan bahwa peminangan hukumnya mubah. Kedua, menurut Syafi’iyyah
bahwapeminangan itu hukumnya sunnah, hal ini bersandarkan kepada Rasulullah
saw meminang Aisyah Binti Abu Bakr, Al bukhari (2001). Ketiga, menurut Daud zahiri
(1997) bahwa khitbah hukumnya wajib. Berdasarkan pendapat ulama tersebut dapat
diambil simpulan bahwasanya dasar hukum yang kuat tentang khitbah adalah
mubah (boleh), karena di dalam Alqur’an tidak di jelaskan secara terperinci
mengenai dasar hukumtentang khitbah, dan yang melakukan khitbah adalah
merupakan anjuran dan langkah yang baik dalam tahapan menuju kepada jenjang
pernikahan.

syarat-syarat wanita yang boleh dipinang:


Pertama, Wanita yang akan dipinang harus layak untuk dinikahi dan halal menurut
syara'. Karena itu tidak sah meminang wanita berikut ini:in
a) Wanita yang tidak halal dinikahi secara syara' karena ada hubungan
darah atau karena hubungan sepersusuan.
b) WanitaWanita yang sudah bersuami atau masih ada ikatan pernikahan
dengan laki-laki lain.
c) WanitaWanita yang masih dalam keadaan iddah talak raj'ii, karena meskipun
wanita tersebut sudah dicerai tidak menghilangkan pengaruh-pengaruh
pernikahan, maka dalam hal ini si wanita tersebut masih dihukumi sebagai
isteri.
Kedua, Si wanita belum dipinang oleh orang lain
Seorang laki-laki dilarang meminang seorang wanita yang sudah dipinang oleh orang
lain, dengan dua alasan:
Karena berdasar kepada sabda Nabi SAW yang menyatakan :
‫رواه احمد‬ . ُ‫الخاطِ ب‬ َ ‫الخا طِ بُ َق ْبلَ ُه اَ ْو َيأْ َذ َن لَ ُه‬ َ ‫ك‬ َ ‫طبُ لرَّ ُج ُل َعلَى خ ِْط َب ٍة اَ ِخ ْي ِه َح َّتى َي ْت ُر‬ ُ ‫الَ َي ْخ‬
"Janganlah seorang laki-laki meminang pinangan saudaranya, kecuali jika peminang
terdahulu telah meninggalkannya atau mendapat izinnya. (H.R. Ahmad dan Bukhari
dari Ibn Umar).
Dan Sabdanya pula:
‫ رواه احمد‬.‫طبُ َعلَى خ ِْط َب ٍة اَ ِخ ْي ِه َح َّتى َي َد َر‬ ُ ‫اع َعلَى َبي َْع اَ ِخ ْي ِه َوالَ َي ْخ‬ ِ ‫اَلم ُْؤمشنُ اَ ُخ ْو الم ُْؤمِنُ َفالَ َي ِح ُّل ل ِْلم ُْؤم‬
َ ‫ِن اَنْ َي ْب َت‬
‫و مسلم‬
"Orang-orang mukmin adalah saudara orang mukmin, sebab itu tidak halal seorang
mukmin membeli barang yang telah dibeli saudaranya, dan tidak pula meminang
atas pinangan saudaranya, kecuali jika telah dibiarkannya".

Karena dalam peminangan yang dilakukan oleh peminang yang kedua ini berarti
merampas hak orang lain yang pada gilirannya akan mendatangkan pertengkaran
hebat antara dua keluarga. Padahal Islam sangat menganjurkan untuk saling
memelihara persaudaraan di kalangan umatnya dan melarang bermusuh-musuhan.

Jumhur ulama berpendapat bahwa meminang perempuan yang


telah dipinang laki-laki lain adalah haram, karena dalam hadits disebutkan dengan
kata "tidak halal", yang berarti haram. Dan dalam hadits latin digunakan kata
"dilarang", dan larangan ini adalah larangan haram. Sedangkan menurut al Khatabi
bahwa larangan di sini adalah untuk adab sopan santun semata, bukan laiahgan
haram.

Diantara syarat-syarat peminangan antara lain:


1) Syarat mustahsinah.
Syarat merupakan anjuran pada laki-laki yang hendak meminang agar meneliti
wanita yang akan dipinangnya melangsungkan peminangan. Syarat ini tidak wajib di
penuhi, hanya bersifat anjuran dan baik untuk dilaksanakan,syarat-syarat tersebut
adalah:
a) Wanita yang dipinang hendaknya sekufu atau sejajar dengan laki-laki yang
meminang.
b) MeminangMeminang wanita yang memiliki sifat kasih sayang dan peranak.
c) MeminangMeminang wanita yang jauh hubungan kekerabatannya dengan
lelaki yang meminang.
2) Syarat lazimah.
Syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan dilakukan. syarat-syarat tersebut
antara lain:
a) Tidak berada dalam ikatan perkawinan sekalipun telah lama ditinggalkan oleh
suaminya Amir syarifuddin (2006).
b) Tidak diharamkan untuk menikah secara syara’. Baik keharaman mu’abbad
(selamanya) seperti saudara kandung, bibi, maupun mu’aqqat (sementara)
seperti saudara ipar.
c) TidakTidak sedang dalam masa iddah. Mayoritas ulama sepakat atas
keharaman meminang atau berjanji untuk menikah kepada wanita yang
sedang dalam masa iddah karena kematian suaminya. Allah swt berfirman
dalam surat Albaqarah 2: 235
“dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran
atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.
Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada
itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia,
kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf.
d) Tidak berada dalam pinangan orang lain. Haram kukumnya meminang wanita
yang berada dalam pinangan orang lain. Hal ini dapat merusak ikatan antar
kedua belah pihak keluarga dan merusak Ukhuwwah Islamiyah.

3. Jelaskan beberapa ayat al Qur’an maupun hadits yang berkaitan dengan larangan
khitbah
Tidak boleh berada dalam pinangan orang lain
Dalam kondisi ini terlarang meminang sebagaimana beberapa hadis dari Rasulullah
SAW. Di antaranya yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. Bersabda :
‫طبُ َعلَى خ ِْط َب ِة أَ ِخ ْي ِه َواَل َتسْ أ َ ُل ال َمرْ أَةُ َطاَل َق أ ُ ْخ ِت َها لِ َت ْك َفأ َ َما فِي إِ َنا ِئ َها‬
ُ ‫َواَل َي ِب ْي ُع الرَّ ُج ُل َعلَى َبيْع أَ ِخ ْي ِه َواَل َي ْخ‬
ِ

Artinya : “Laki-laki tidak boleh menjual jualan saudaranya dan tidak boleh meminang
pinangan saudaranya. Perempuan tidak boleh minta talak kepada saudara
perempuannya agar ia menuang apa-apa yang ada dalam bejananya (mengalihkan
kekayaan). (HR. Al-Bukhari).
Rasulullah melarang meminang wanita yang telah terpinang, karena ia disibukkan
dengan hak peminang pertama. Oleh karena itu, jika terjadi peminangan kedua
berarti sama dengan menyalakan api permusuhan dan kebencian antara dua
peminang. Maka, Islam mengharamkan jualan seorang laki-laki atas jualan
saudaranya dan mengharamkan pinangan atas pinangan saudaranya. Larangan ini
dimaksudkan agar tidak menyakiti penjual pertama yang menyebabkan terciptanya
lingkungan benci dan dendam atar sesama manusia.

4. Jelaskan masalah khitbah terhadap wanita yang sedang dalam keadaan iddah
Berdasarkan ketentuan syara' bahwa seorang laki-laki dilarang meminang
seorang wanita yang masih dalam iddah talak raj'i, sebagaimana firman Allah SWT
mengatakan:
‫الَ ُج َنا َح َعلَ ْي ُك ْم فِ ْي َما َعرَّ ضْ ُت ْم ِب ِه مِنْ خ ِْط َب ِة ال َّن َسآ ِء‬.
"Tidaklah kamu berdosa meminang wanita (yang dalam keadaan iddah) itu dengan
kata-kata sindiran.
Pada ayat sebelumnya disebutkan iddah perempuan karena kematian suami,
lamanya empat bulan sepuluh hari. Adapun perempuan yang dalam masa iddah
talak ba'in menurut mazhab Syafi'i boleh juga dipinang dengan kata sindiran karena
diqiyaskan kepada wanita yang ada dalam keadaan iddah karena kematian, sebab
keduanya sama-sama tidak dapat diruju'.

Akibat hukumnya:
Pada prinsipnya apabila peminangan telah dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap
seorang wanita, belum menimbulkan akibat hukum. Kompilasi menegaskan: "(1)
Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan
hubungan peminangan. (2) Kebebasan memutuskan hubungan peminangan
dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan
setempat, sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai" (Ps. 13 KHI).
Namun apabila dikaitkan dengan hak meminang orang lain, maka peminangan-
meskipun lebih bernuansa untuk kepentingan sopan-santun yang dilakukan kepada
seorang wanita, menutup hak peminangan orang lain. Sehingga pihak peminang
pertama memutuskan hubungannya, atau ada indikasi lain yang menunjukkan
pemutusan hubungan. Karena peminangan prinsipnya belum berakibat hukum,
maka di antara mereka yang telah bertunangan, tetap dilarang untuk berkhalwat
(bersepi- sepi berdua), sampai dengan mereka melangsungkan akad perkawinan.
Kecuali apabila disertai oleh mahram, maka bersepi-sepi tadi dibolehkan. Adanya
mahram dapat menghindarkan mereka terjadinya maksiat Riwayat Sabir,
menyatakan Nabi Saw. bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka janganlah mereka bersepi-sepi dengan perempuan yang tidak disertai
mahramnya, karena pihak ketiganya adalah setan".9 Tidak jelas penyebabnya,
tampaknya ada anggapan sebagian masyarakat seakan-akan apabila mereka sudah
bertunangan, ibaratnya sudah ada jaminan mereka menjadi suami istri. Oleh karena
itu, hal ini patut mendapat perhatian semua pihak. Karena bukan mustahil, karena
longgarnya norma-norma etika sebagian masyarakat, terlebih yang telah
bertunangan, akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari, apabila mereka
terjebak ke dalam perzperzinaan.
5. Jelaskan pengertian dan kedudukan mahar dalam perkawinan
Istilah mahar digunakan dalam hadis 'Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Empat
kecuali al-Nasai sebagai berikut:
Rasulullah Saw. bersabda: 'Apabila seorang perempuan menikah tanpa izin walinya
maka nikahnya batal, apabila si suami telah menggaulinya, maka bagi dia berhak
menerima mahar sekadar menghalalkan farjinya. Apabila walinya enggan
(menikahkan) maka wali hakim (pemerintah) yang menjadi wali bagi perempuan
yang (dianggap) tidak memiliki wali." (Riwayat Imam Empat kecuali Al-Nasa'i)"
Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita,
baik berbentuk barang, uang, atau jasa yang tidak bertentangan dengan kukum Islam
(Ps. 1 huruf d KHI). Hukumnya wajib, yang menurut kesepakatan para ulama
merupakan salah satu syarat sahnya nikah." Referensinya adalah perintah Allah
seperti pada ayat tersebut di atas. Kompilasi Hukum Islam di bdonesia
merumuskannya pada Pasal 30 yang berbunyi: "Calon mempelai pria wajib
membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk, dan jenisnya
disepakati oleh kedua belah pihak". Penentuan besarnya mahar adasarkan atas
kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam (Ps. 31 KHI), atau
dalam bahasa agama, disebut dengan patut (ma’ruf).
Tidak ada ketentuan hukum yang disepakati Ulama tentang batas leaksimal
pemberian mahar, demikian juga batasan minimalnya." Yang jelas, meskipun sedikit,
pemberian mahar tersebut wajib ditunaikan. Dasarnya adalah Hadis Sahl ibn Sa'ad
yang disepakati kesahihannya.
Kedudukan mahar pernikahan
Mahar adalah wajib dibayar suami kepada istrinya. Namun setelah pasti ketentuan
pembayarannya, tidak tertutup kemungkinan bagi pasangan suami istri yang saling
mencintai dan meridhoi dan menjadi pasangan yang mesra dalam sebuah rumah
tangga untuk menghadiahkan kembali mahar itu kepada suaminya demi kepentingan
dan kesenangan bersama, sebab harta itu telah menjadi hartanya. Tentang hukum
memberikan mahar adalah wajib, sesuai firman Allah SWT dalam Q.S. an-Nisa ayat
47.
‫ار َه<ا أَ ْو‬ َ
ِ ‫ِس وُ جُوهً<ا َف َن ُر َّد َه<ا َعلَ ٰى أ ْد َب‬َ ‫ْ<ل أَنْ َن ْطم‬ َ ‫ِين أُو ُتوا ْال ِك َت‬
َ ‫اب آ ِم ُنوا ِب َم<ا َن َّز ْل َن<ا م‬
ِ ‫ُص< ِّد ًقا لِ َم<ا َم َع ُك ْم مِنْ َقب‬ َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّذ‬
‫ان أَمْ ُر هَّللا ِ َم ْفعُواًل‬
َ ‫ت ۚ َو َك‬ َ ْ
َ ‫َنل َع َن ُه ْم َك َما لَ َع َّنا أصْ َح‬
ِ ‫اب ال َّس ْب‬
“Berikanlah maskawin kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan”. (QS. an-Nisa ayat
47)

Anda mungkin juga menyukai