Anda di halaman 1dari 3

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pencegahan perkawinan!

Pencegahan atau stuiting adalah suatu usaha yang digunakan untuk menghindari
terjadinya perkawinan yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang. 1
Mengenai pencegahan perkawinan diatur dalam Pasal 13 – Pasal 21 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan).

Suatu perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-
syarat untuk melangsungkan perkawinan. Pihak-pihak yang dapat mencegah
perkawinan adalah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah,
saudara, wali nikah, wali, pengampu dari salah seorang calon mempelai. Mereka juga
dapat mencegah berlangsungnya perkawinan apabila salah satu calon mempelai
berada di bawah pengampuan, sehingga dengan adanya perkawinan, akan
menimbulkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lainnya.

UU Perkawinan juga memberi kesempatan kepada istri atau suami dari salah satu
calon mempelai yang masih terikat perkawinan dengan salah satu calon mempelai
untuk mencegah berlangsungnya perkawinan, tentunya dengan memperhatikan
adanya izin untuk berpoligami. Selain itu pihak yang dapat mencegah perkawinan
adalah pejabat yang ditunjuk, dalam hal:

Pihak pria belum mancapai umur 19 tahun dan/atau pihak wanita belum mencapai
umur 16 tahun.
Terdapat larangan perkawinan (baca artikel Syarat-Syarat Sahnya Suatu Perkawinan).
salah satu atau kedua calon mempelai masih terikat perkawinan dengan orang lain.
Kedua calon mempelai dahulu merupakan suami dan istri yang telah cerai, kemudian
kawin lagi, lalu bercerai untuk kedua kalinya.
Tidak dipenuhinya tata cara pelaksanaan perkawinan.

2. Kemukakan tujuan pencegahan perkawinan pembatalan perkawinan!


Tujuan pencegahan perkawinan adalah untuk menghindari suatu perkawinan yang
dilarang hukum agamanya dan kepercayaannya serta perundang-undangan yang
berlaku. Pencegahan perkawinan dapat dilakukan apabila ada pihak yang tidak
memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Selain itu pencegahan
perkawinan dapat pula dilakukan apabila salah seorang dari calon mempelai berada
dibawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata.

3. mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai lainnya.Jelaskan pihak-pihak yang


berwenang melakukan pencegahan perkawinan dan kemukakan prosedur dan tata
cara pencegahan perkawinan tsb.
Yang berwenang melakukan pencegahan perkawinan diantaranya keluarga dalam
garis keturunan kebawah, saudara, wali, wali pengampu dari seorang mempelai dan
pihak-pihak yang berkepentingan.

Tata Cara Pencegahan Perkawinan


Tata cara melakukan pencegahan perkawinan adalah sebagi berikut:
Permohonan pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dimana
perkawinan akan dilangsungkan.
Mengenai permohonan pencegahan perkawinan disampaikan kepada para calon
mempelai oleh pegawai pencata perkawinan.
Permohonan pencegahan perkawinan dapat dicabut kembali melalui Putusan
Pengadilan, atau oleh pihak yang mengajukan permohonan.
Perkawinan tidak dapat diselenggarakan selama permohonan pencegahan
perkawinan belum dicabut dan sejauh syarat-syarat perkawinan seperti yang diatur
dalam UU No. 1 Tahun 1974 tidak terpenuhi. Penolakan untuk diselenggarannya
perkawinan disampaikan secara tertulis kepada para pihak oleh pegawai pencatat
perkawinan.

Kedua calon mempelai dapat mengajukan keberatan terhadap penolakan tersebut


dengan mengajukan permohonan ke Pengadilan setempat agar menetapkan
perkawinan tersebut dapat dilangsungkan atau tidak dilangsungkan
4. Jelaskan macam-macam perkawinan yang dapat dibatalkan!
yang dapat membuat perkawinan batal atau dapat dibatalkan, yaitu antara lain:
1. Perkawinan batal apabilla
a. suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah
karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu diantaranya itu
dalam iddah talak raj'i.
b. seseorang menikahi bekas istrinya yang telah di li'annya
c. seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya,
kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian
bercerai lagi ba'da al dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya.
d. perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah
semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan
menurut pasal 8 Undang-undang No. 1 tahun 1974 yaitu :
1. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah atau keatas
2. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu dengan saudara
orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya
3. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri

4. berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan saudara


sesusuan dan bibi atau paman sesusuan.
e. istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau
istri-istrinya.
2. Perkawinan dapat dibatalkan apabila:
a. seorang suami melakukan poligami tanpa izin dari Pengadilan Agama;
b. perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria
lain yang mafqud;
c. perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain;
d. perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974;
e. perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak
berhak;
f. perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

5. Jelaskan pihak-pihak yang dapat melakukan pembatalan perkawinan” dan


bagaimana status anak yang lahir dari pasangan kawin yang telah dibatalkan.
Jelaskan berikut dasar hukumnya
Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan serta Perlindungan terhadap Hak Anak
Dalam Pasal 28 ayat (1) UU Perkawinan disebutkan bahwa akibat hukum batalnya
suatu perkawinan dimulai setelah putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum
yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.

Jika akibat dari adanya perkawinan yang dibatalkan berupa batal demi hukum,
artinya perkawinan dianggap tidak pernah ada, namun demikian keputusan tersebut
tidak berlaku surut terhadap:
perkawinan yang batal karena salah satu suami atau istri murtad;
anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Terhadap mereka tidak ada
perubahan status, dalam arti ia tetap memiliki bapak dan ibunya walaupun bapak
ibunya tersebut dibatalkan perkawinannya. Selanjutnya, mengenai kepada siapa
anak-anak itu ikut, hal ini tergantung putusan pengadilan, tetapi biasanya anak yang
masih di bawah umur akan ditetapkan mengikuti ibunya;
pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan beriktikad baik,
sebelum keputusan pembatalan perkawinan berkekutan hukum yang tetap;
Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak
dengan orang tuanya.
dapat ditegaskan bahwa bagi anak-anak yang lahir dari perkawinan yang dibatalkan
tersebut tetap berkedudukan sebagai anak sah.

Dengan demikian, anak tetap menjadi tanggung jawab kedua belah pihak, suami dan
istri. Kedua orang tua tetap berkewajiban mendidik dan memelihara anak tersebut
berdasarkan kepentingan si anak.

Terhadap anak perempuan, maka ayah kandung berhak pula menjadi wali nikah.
Dalam hal terjadi kewarisan, maka anak masih memiliki hak waris dari kedua orang
tuanya, serta memiliki hubungan kekeluargaan pula dari kedua pihak orang tuanya.

Anda mungkin juga menyukai