Anda di halaman 1dari 10

PERTEMUAN KE 3

PERBANDINGAN PERKAWINAN MENURUT BW DENGAN UNDANG-UNDANG


PERKAWINAN

TUJUAN PERKULIAHAN:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang syarat perkawinan menurut BW dan UU

Perkwinan.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pencegahan dan akibat pencegahan perkawinan

menurut BW dan UU Perkawinan.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pembatalan dan akibat pembatalan perkawinan

menurut BW dan KUHPerdata

URAIAN MATERI:

● SUB TOPIK 1 [Syarat Sahnya Perkawinan Menurut BW]

(1) syarat materiil

(2) syarat formil

(1) syarat materiil

Syarat materiil yaitu syarat yang berkaitan dengan inti

atau pokok dalam melangsungkan perkawinan. Syarat

materiil ini dibagi dua macam yaitu:


a) Syarat materiil mutlak, merupakan syarat yang berkaitan dengan pribadi seseorang yang

harus diindahkan untuk melangsungkan perkawinan pada umumnya. Syarat itu meliputi:

1. Monogami, bahwa seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang wanita

hanya boleh mempunyai seorang suami (Pasal 27 BW);

2. Persetujuan antara suami-istri (Pasal 28 KUH Perdata);

3. Terpenuhinya batas umur minimal. Bagi laki-laki minimal berumur 18 tahun dan wanita

berumur 15 tahun (Pasal 29 KUH Perdata);

4. Seorang wanita yang pernah kawin dan hendak kawin lagi harus mengindahkan waktu

300 hari setelah perkawinan terdahulu dibubarkan (Pasal 34 KUH Perdata);

5. Harus ada izin sementara dari orang tuanya atau walinya bagi anak-anak yang belum

dewasa dan belum pernah kawin (Pasal 34 sampai dengan pasal 49 KUH Perdata).

b) Syarat materiil relative, ketentuan yang merupakan larangan bagi seseorang untuk kawin

dengan orang tertentu. Larangan itu meliputi:

1. Larangan kawin dengan orang yang sangat dekat dalam kekeluargaan sedarah dan

karena perkawinan;

2. Larangan kawin karena zina;

3. Larangan kawin untuk memperbarui perkawinan setelah adanya perceraian, jika belum

lewat waktu satu tahun.

(2). Syarat Formil

Syarat ini mengandung Tata Cara Perkawinan, baik sebelum maupun setelah perkawinan.

Misalnya sebelum perkawinan dilangsungkan , maka kedua mempelai harus memberikan


Pemberitahuan tentang kehendak kawin kepada pegawai catatan sipil, yaitu pegawai yang

nantinya akan melangsungkan pernikahan.

● SUB TOPIK 2 [Syarat Sahnya Perkawinan Menurut UU Nomor 1 Tahun


1974 Diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 ]

Ada dua syarat untuk dapat melangsungkan perkawinan, yaitu

1. syarat intern

2. syarat ekstern.

1. Syarat intern yaitu syarat yang menyangkut pihak yang akan melaksanakan perkawinan.

Syarat-syarat intern meliputi:

a. Persetujuan kedua belah pihak;

b. Izin dari kedua orang tua apabila belum mencapai umur 21 tahun;

c. Pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun pengecualiannya yaitu ada dispensasi dari

pengadilan atau camat atau bupati;

d. Kedua belah pihak tidak dalam keadaan kawin

e. Wanita yang kawin untuk kedua kalinya harus lewat masa tunggu (iddah). Bagi wanita

yang putus perkawinannya karena perceraian, masa iddahnya 90 hari dan karena

kematian 130 hari.

2. Syarat ekstern yaitu syarat yang berkaitan dengan formalitas-formalitas dalam pelaksanaan

perkawinan.

Syarat-syarat itu meliputi:


a. Harus mengajukan laporan ke Pegawai Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk;

b. Pengumuman, yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat, yang memuat:

❖ Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon mempelai dan

dari orang tua calon. Disamping itu disebutkan juga nama istri atau suami yang

terdahulu;

❖ Hari, tanggal, jam. Dan tempat perkawinan dilangsungkan.

Kekurangan Pasal 26 KUHPerdata tidak memperhatikan beberapa hal seperti :

1. Unsur Agama, UU tidak mencampurkan upacara-upacara perkawinan menurut

peraturan UU tidak memperhatikan larangan-larangan untuk kawin seperti ditentukan

peraturan agama. Cerai tidak dimungkinkan meskipun dalam hukum agama katolik,

tidak ada istilah perceraian.

2. Segi Biologis, UU tidak memperhatikan faktor-faktor biologis seperti kemandulan

3. Segi motif, UU tidak mempedulikan motif yang mendorong para pihak untuk

melangsungkan perkawinan

Suatu perkawinan mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia dikarenakan :

⮚ Dalam suatu perkawinan yang sah selanjutnya akan menghalalkan hubungan atau

pergaulan hidup manusia sebagai suami istri. Hal itu adalah sesuai dengan kedudukan

manusia sebagai mahluk yang memiliki derajat dan kehormatan.

⮚ Adanya amanah dari Tuhan mengenai anak-anak yang dilahirkan. Anak-anak yang telah

dilahirkan hendaknya dijaga dan dirawat agar sehat jasmani dan rohani demi

kelangsungan hidup keluarga secara baik-baik dan terus menerus.


⮚ Terbentuknya hubungan rumah tangga yang tentram dan damai dalam suatu rumah

tangga yang tentram dan damai diliputi rasa kasih sayang selanjutnya akan menciptakan

kehidupan masyarakat yang tertib dan teratur.

⮚ Perkawinan merupakan suatu bentuk perbuatan ibadah. Perkawinan merupakan salah

satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya, karena

dengan perkawinan dapat mengurangi perbuatan maksiat penglihatan, memelihara diri

dari perzinahan.

● SUB TOPIK 3 [Pencegahan dan Pembatalan Perkawinan Menurut


KUHPerdata ]

Pengertian pencegahan adalah usaha untuk menghindari adanya suatu perkawinan yang

bertentangan dengan ketentuan UU yang berlaku. Pencegahan dilakukan sebelum perkawinan

berlangsung disebabkan karena adanya syarat-syarat perkawinan yang belum dipenuhi.

Para Pihak yang dapat mencegah perkawinan :

1. Suami atau istri atau anak-anak dari mempelai, pasal 60 KUHPerdata

2. Ayah atau ibu, pasal 61 KUHPerdata

3. Kakek nenek atau wali, pasal 63 KUHPerdata

4. Bekas suami calon mempelai

5. Jaksa, pasal 65 KUHPerdata


Tata-Tata Cara Pencegahan Perkawinan

1. Pencegahan harus mendapat putusan dari pengadilan negeri setempat, pasal 66

KUHPerdata.

2. Pegawai catatan sipil dilarang menyelenggarakan perkawinan, pasal 70 KUHPerdata

● SUB TOPIK 4 [Pengertian Pencegahan Perkawinan Menurut UU No. 1


Tahun 1974]

Pengertian mencegah atau menghalang-halangi perkawinan adalah suatu usaha untuk

menghindari adanya suatu perkawinan yang bertentangan dari UU, pasal 13 sampai 21 UU No.

1 tahun 1974. Para pihak yang dapat mencegah perkawinan, diatur dalam ketentuan pasal 14

UU Perkawinan:

(1) Yang dapat mencegah perkawinan adalah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke

atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu dari salah seorang calon

mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.

(2) Mereka yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah berlangsungnya

perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di bawah pengampuan,

sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi

calon mempelai yang lain, yang mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti yang

tersebut dalam ayat (1) pasal ini.

Cara dan Prosedur Pencegahan Perkawinan

Lihat ketentuan pasal 17 UU Perkawinan :


1) Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan dalam daerah hukum dimana

perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada pegawai pencatat

perkawinan.

2) Kepada calon-calon mempelai diberi tahukan mengenai permohonan pencegahan

perkawinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai pencatat perkawinan.

Akibat Hukum Pencegahan Perkawinan Menurut Ketentuan UU Perkawinan

Pasal 20 UU perkawinan menentukan bahwa pegawai pencatat perkawinan tidak boleh

membantu atau melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari

ketentuan pasal 7 ayat 1, pasal 8,9, 10, dan 12 UU perkawinan.

Pasal 7

(1) Perkawinan hanya diizinkan bila piha pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan

pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.

Pasal 8 Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

a. berhubungan darah dalan garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas;

b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara

seorang dengan seorang saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;

c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;

d. berhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman susuan;

e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam

hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;

f. yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau praturan lain yang berlaku

dilarang kawin.
● SUB TOPIK 5 [Pembatalan Perkawinan Menurut KUHPerdata ]

1. Pengertian Pembatalan perkawinan adalah tindakan pengadilan yang berupa keputusan

yang menyatakan perkawinan tidak sah, sehingga perkawinan tersebut tidak pernah

dianggap ada.

2. Pembatalan perkawinan tersebut lebih tepat dikatakan sebagai dapat dibatalkan karena

ada syarat-syarat yang tidak dapat dipenuhi

Di dalam KUHPerdata dalam Pasal 85 menganut Pengertian, Bahwa Perkawinan yang telah

Dilangsungkan menurut tata cara UU adalah sah meskipun didalamnya terdapat cacat, tetapi

tetap dalam kemungkinan dapat dituntut pembatalannya oleh orang-orang yang diberi hak untuk

itu.

Alasan-alasan untuk Pembatalan Perkawianan :

1. Adanya bigami

2. Tidak ada persetujuan bebas (pasal 27 & 28 KUHPerdata)

3. Ketidakcakapan untuk memberikan persetujuan, pasal 88 KUHPerdata.

4. Belum tercapainya usia, yang ditentukan oleh uu (pasal 89 KUHperdata

5. Pelanggaran terhadap larangan perkawinan (pasal 30, 31, 32, 33 KUHPerdata)

Akibat Pembatalan perkawinan

1. Akibat hukum pembatalan perkawinan terdapat dalam pasal 28 UU Perkawinan dan Pasal

95 – 98 KUHPerdata
2. Perkawinan itu dianggap tidak pernah ada, anak-anak yang lahir dalam perkawinan itu

dianggap tidak sah, dan tidak ada harta campuran.

3. Konsekuensi demikian itu dianggap tidak wajar, karena akan menimbulkan ketidakadilan.

Dengan demikian itikad baik dari suami-istri tersebut menjadi kunci agar akibat dari

perkawinan tersebut tetap mempunyai akibat hukum sampai pada saat keputusan hakim

yang berkaitan dengan pembatalan perkawinan tersebut. Sehingga anak-anak yang

dilahirkan pada perkawinan tersebut tetap mempunyai kedudukan sebagai anak yang sah,

tapi setelah pembatalan maka perkawinan yang dibatalkan tidak lagi berakibat

hukum-hukum yang baru. Itikad yang dimaksud disini, para pihak tersebut suami-istri

tersebut tidak mengetahui adanya cacat dalam perkawinannya.

● SUB TOPIK 6 [Pembatalan Perkawinan Menurut UU No. 1 tahun 1974]

1. Pembatalan perkawinan adalah tindakan pengadilan berupa keputusan hakim yang

menyatakan bahwa perkawinan tidak sah, sehingga perkawinannya dianggap tidak pernah

ada.

2. Pasal 22 UU perkawinan menyatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila para

pihak tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan.

3. Orang yang berhak mengajukan pembatalan, lihat pasal 27 UU perkawinan.

4. Pembatalan dapat dimintakan oleh kejaksaan pasal 26 UU perkawinan

Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan

Pembatalan tersebut mengakibatkan seolah-olah tidak terjadi perkawinan antara mereka yang

perkawinannya dibatalkan.
Pasal 28 UU perkawinan menentukan bahwa pembatalan perkawinan tersebut tidaklah berlaku

surut pada :

1. anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut

2. Suami-istri yang beritikad baik

3. Orang ketiga lainnya sepanjang mereka memperoleh hak dengan itikad baik, sebelum

keputusan pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

UJI PEMAHAMAN MATERI

1. Jelaskan tentang Syarat perkawinan menurut KUHPerdata !

2. Jelaskan tentang Syarat perkawinan menurut UU Perkawinan !

3. Jelaskan tentang Jelaskan tentang pencegahan dan akibat pencegahan perkawinan

menurut KUHPerdata !

4. Jelaskan tentang pencegahan dan akibat pencegahan perkawinan menurut UU

Perkawinan!

5. Jelaskan tentang pembatalan dan akibat pembatalan perkawinan menurut KUHPerdata!

6. Jelaskan tentang pembatalan dan akibat pembatalan perkawinan menurut UU

Perkawinan!

Anda mungkin juga menyukai