TUJUAN PERKULIAHAN:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang syarat perkawinan menurut BW dan UU
Perkwinan.
URAIAN MATERI:
harus diindahkan untuk melangsungkan perkawinan pada umumnya. Syarat itu meliputi:
1. Monogami, bahwa seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang wanita
3. Terpenuhinya batas umur minimal. Bagi laki-laki minimal berumur 18 tahun dan wanita
4. Seorang wanita yang pernah kawin dan hendak kawin lagi harus mengindahkan waktu
5. Harus ada izin sementara dari orang tuanya atau walinya bagi anak-anak yang belum
dewasa dan belum pernah kawin (Pasal 34 sampai dengan pasal 49 KUH Perdata).
b) Syarat materiil relative, ketentuan yang merupakan larangan bagi seseorang untuk kawin
1. Larangan kawin dengan orang yang sangat dekat dalam kekeluargaan sedarah dan
karena perkawinan;
3. Larangan kawin untuk memperbarui perkawinan setelah adanya perceraian, jika belum
Syarat ini mengandung Tata Cara Perkawinan, baik sebelum maupun setelah perkawinan.
1. syarat intern
2. syarat ekstern.
1. Syarat intern yaitu syarat yang menyangkut pihak yang akan melaksanakan perkawinan.
b. Izin dari kedua orang tua apabila belum mencapai umur 21 tahun;
c. Pria berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun pengecualiannya yaitu ada dispensasi dari
e. Wanita yang kawin untuk kedua kalinya harus lewat masa tunggu (iddah). Bagi wanita
yang putus perkawinannya karena perceraian, masa iddahnya 90 hari dan karena
2. Syarat ekstern yaitu syarat yang berkaitan dengan formalitas-formalitas dalam pelaksanaan
perkawinan.
❖ Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon mempelai dan
dari orang tua calon. Disamping itu disebutkan juga nama istri atau suami yang
terdahulu;
peraturan agama. Cerai tidak dimungkinkan meskipun dalam hukum agama katolik,
3. Segi motif, UU tidak mempedulikan motif yang mendorong para pihak untuk
melangsungkan perkawinan
Suatu perkawinan mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia dikarenakan :
⮚ Dalam suatu perkawinan yang sah selanjutnya akan menghalalkan hubungan atau
pergaulan hidup manusia sebagai suami istri. Hal itu adalah sesuai dengan kedudukan
⮚ Adanya amanah dari Tuhan mengenai anak-anak yang dilahirkan. Anak-anak yang telah
dilahirkan hendaknya dijaga dan dirawat agar sehat jasmani dan rohani demi
tangga yang tentram dan damai diliputi rasa kasih sayang selanjutnya akan menciptakan
satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya, karena
dari perzinahan.
Pengertian pencegahan adalah usaha untuk menghindari adanya suatu perkawinan yang
KUHPerdata.
menghindari adanya suatu perkawinan yang bertentangan dari UU, pasal 13 sampai 21 UU No.
1 tahun 1974. Para pihak yang dapat mencegah perkawinan, diatur dalam ketentuan pasal 14
UU Perkawinan:
(1) Yang dapat mencegah perkawinan adalah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke
atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu dari salah seorang calon
(2) Mereka yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah berlangsungnya
perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di bawah pengampuan,
calon mempelai yang lain, yang mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti yang
perkawinan.
perkawinan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini oleh pegawai pencatat perkawinan.
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya diizinkan bila piha pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan
b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara
seorang dengan seorang saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;
c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;
e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam
f. yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau praturan lain yang berlaku
dilarang kawin.
● SUB TOPIK 5 [Pembatalan Perkawinan Menurut KUHPerdata ]
yang menyatakan perkawinan tidak sah, sehingga perkawinan tersebut tidak pernah
dianggap ada.
2. Pembatalan perkawinan tersebut lebih tepat dikatakan sebagai dapat dibatalkan karena
Di dalam KUHPerdata dalam Pasal 85 menganut Pengertian, Bahwa Perkawinan yang telah
Dilangsungkan menurut tata cara UU adalah sah meskipun didalamnya terdapat cacat, tetapi
tetap dalam kemungkinan dapat dituntut pembatalannya oleh orang-orang yang diberi hak untuk
itu.
1. Adanya bigami
1. Akibat hukum pembatalan perkawinan terdapat dalam pasal 28 UU Perkawinan dan Pasal
95 – 98 KUHPerdata
2. Perkawinan itu dianggap tidak pernah ada, anak-anak yang lahir dalam perkawinan itu
3. Konsekuensi demikian itu dianggap tidak wajar, karena akan menimbulkan ketidakadilan.
Dengan demikian itikad baik dari suami-istri tersebut menjadi kunci agar akibat dari
perkawinan tersebut tetap mempunyai akibat hukum sampai pada saat keputusan hakim
dilahirkan pada perkawinan tersebut tetap mempunyai kedudukan sebagai anak yang sah,
tapi setelah pembatalan maka perkawinan yang dibatalkan tidak lagi berakibat
hukum-hukum yang baru. Itikad yang dimaksud disini, para pihak tersebut suami-istri
menyatakan bahwa perkawinan tidak sah, sehingga perkawinannya dianggap tidak pernah
ada.
Pembatalan tersebut mengakibatkan seolah-olah tidak terjadi perkawinan antara mereka yang
perkawinannya dibatalkan.
Pasal 28 UU perkawinan menentukan bahwa pembatalan perkawinan tersebut tidaklah berlaku
surut pada :
3. Orang ketiga lainnya sepanjang mereka memperoleh hak dengan itikad baik, sebelum
menurut KUHPerdata !
Perkawinan!
Perkawinan!