Anda di halaman 1dari 13

HUKUM PERORANGAN, TENTANG PERKAWINAN, AKIBAT HUKUM

PERKAWINAN DAN HAK KEWAJIBAN SUAMI ISTRI

KELOMPOK 4
NADYA SULASTRI 221025019
NUR FATIMAH 221025022
HUKUM PERORANGAN

Hukum perorangan merupakan keseluruhan kaidah hukum yang mengatur tentang subjek
hukum dan wewenangnya, kecakapannya, domisili dan catatan sipil. Wewenang, yakni hak
dan kekuasaan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum. Pada dasarnya semua orang
mempunyai hak, namun tidak semua orang mempunyai kewenangan hukum (hak dan
kewajiban).
Kiranya tidak berlebihan kalau hukum perorangan ini dianggap sebagai bidang dan
sistematika hukum perdata yang paling penting, karena ketentuan hukum perorangan akan
menjadi dasar bagi ketentuan bidang dan sistematika hukum perdata lainnya.
HUKUM PERKAWINAN

Pengertian Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang


Perkawinan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, memberikan devinisi tentang
perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-isteri
dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia, baik lahir maupun batin berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, dalam kepustakaan perkawinan ialah akad yang menghalalkan
pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang antara keduanya bukan muhrim.
Syarat Sahnya Perkawinan Menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Syarat-syarat yang harus dipenuhi tersebut dibagi menjadi syarat materiil dan syarat formil
Antara lain sebagai berikut:
a. Syarat Materil
Syarat materiil adalah syarat yang menyangkut pribadi para pihak yang akan
melangsungkan perkawinan dan izin-izin yang harus diberikan oleh pihak ketiga dalam hal-
hal yang ditentukan oleh Undang-Undang:
syarat materil dibagi menjadi 2, antara lain:
1. Syarat materil Absolut
2. Syarat materil Relatif
b. Syarat formil
Syarat formil adalah syarat yang berhubungan dengan tata cara atau formalitas yang harus
dipenuhi sebelum proses perkawinan:
1. Pemberitahuan / aangifte tentang kehendak kawin kepada pegawai catatan sipil, yaitu pegawai
yang nantinya akan melangsungkan pernikahan.
2. Pengumuman
Ketentuan syarat formil tersebut hanya berlaku bagi golongan Eropa saja yakni mulai dari
Pasal 50 sampai dengan Pasal 70 KUHPerdata
selain harus memenuhi persyaratan untuk sahnya suatu perkawinan, mereka juga harus
memperhatikan beberapa larangan-larangan dalam melangsungkan perkawinan, diantaranya:
a. Ada hubungan darah dalam garis keturunan ke bawah atau ke atas;
b. Ada hubungan darah dalam garis keturunan menyamping;
c. Ada hubungan darah semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau bapak tiri
d. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang untuk
kawin.
AKIBAT HUKUM PERKAWINAN
1. Akibat Hukum Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan
Akibat hukum perkawinan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan mengenai
perkawinan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Adanya hubungan suami-istri;
b. Hubungan orang tua dengan anak
c. Hubungan harta kekayaan.
Akibat Hukum Perkawinan
1. Akibat Hukum Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan
Akibat hukum perkawinan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan mengenai
perkawinan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Adanya hubungan suami istri
b. Hubungan orang tua dengan anak
c. Hubungan harta kekayaan
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI
ISTRI
1. Kewajiban-Kewajiban dalam Hubungan Suami-Istri
kewajiban suami terhadap istri antara lain:
a. Suami wajib memberikan nafkah lahir kepada istri
b. Menggauli istri secara makruf
c. Memimpin keluarga dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang
d. Membantu istri dalam tugas sehari hari
e. Menjaga martabat dan kehormatan istrinya
2. Kewajiban istri terhadap suami antara lain:

a. Istri wajib patuh dan taat kepada suami


b. Memelihara dan menjaga kehormatan diri dan keluarga serta harta benda suami.
c. Mengurus dan mengatur rumah tangga dengan baik sesuai dengan fungsinya.
d. Memelihara dan mendidik anak terutama pendidikan agama
e. Berhias untuk suami.
f. Bersikap rida dan syukur pada suami.
g. Menciptakan suasana rumah tangga menyenangkan dan penuh ketenteraman.
Pernikahan Dini di Kalangan Remaja

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan hanya diizinkan bila pihak
pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.
Namun, sejak tanggal 16 September 2019, DPR telah mengesahkan revisi terhadap undang-undang tersebut.
Berdasarkan revisi tersebut, batas usia menikah baik pria maupun wanita adalah 19 tahun. Namun, pada
kenyataannya, ada begitu banyak anak di bawah usia 19 tahun yang melakukan pernikahan dini. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, terdapat 34 ribu permohonan dispensasi
kawin yang terhitung dari bulan Januari-Juni tahun 2020. Dari total tersebut 97% dikabulkan dan 60% yang
mengajukan adalah anak di bawah 18 tahun.

Pernikahan dini dapat dipicu dari dalam diri maupun dari lingkungan sekitar seseorang. Berdasarkan Ari (2014),
berikut beberapa alasan maraknya pernikahan dini di tengah-tengah masyarakat saat ini.

1. Faktor Ekonomi
2. Faktor Pendidikan
3. Faktor Orang Tua
4. Faktor media massa dan internet
5. Faktor hamil diluar NIKAH
Dampak pernikahan Dini
Pernikahan dini berarti bahwa pasangan yang melakukan pernikahan belum memenuhi standar
dan belum mencapai batas usia untuk masuk ke dalam kehidupan berumah tangga. Oleh sebab itu,
pernikahan dini dapat menimbulkan beberapa dampak. Beberapa dampak secara psikologis yaitu:
1. Gangguan Mental
2. Kecanduan
3. Tekanan sosial
Sekian yang bisa saya sampaikan, saya pamit undur diri karena kalo
maju dia nggak peka, terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai