Anda di halaman 1dari 25

Hukum Keluarga

(AL-AHWAL AL-SYAKHSIYAH)
By. M. Refi Malikul Adil S.H., M.H
Topik Materi
• Asas-asas dan prinsip hukum perkawinan yang ada
dalam penjelasan UU No. 1 /1974
• Syarat-syarat perkawinan (pasal 6 sd 12 UU No1
/1974)•
• Pencatatan Perkawinan (pasal 2 UU No1 /1974);
• Ketentuan hukum poligami (pasal 3 sd 5 UU
No1 /1974);
• Perjanjian perkawinan (pasal 29 UU No1 /1974);
Asas-asas hukum perkawinan
1. Asas Sukarela;
2. Asas Sesuai Hukum Agama;
3. Asas Partisipasi Keluarga;
4. Asas Pencatatan;
5. Asas Monogami terbuka;
6. Asas Mempersulit Perceraian;
7. Asas Perlindungan Terhadap Perempuan
Asas sukarela
Maksudnya ialah bahwa perkawinan harus
didasarkan pada persetujuan kedua belah pihak
(calon suami dan calon isteri).
Bagaimana dengan pernikahan paksa yang sudah menjadi bagian dari adat?
Asas sesuai dengan hukum agama
Undang-undang Perkawinan menghormati dan
menempatkan kedudukan agama pada
kedudukan yang sangat mulia. Hal ini dibuktikan
dengan keabsahan suatu perkawinan manakala
telah dilakukan menurut hukum agama dan
kepercayaannya. Dengan kata lain tidak ada
perkawinan yang sah dimata hukum manakala
tidak sesuai dengan hukum agamanya masing-
masing.
Asas partisipasi keluarga
Meskipun akad perkawinan merupakan
perbuatan hukum dua individu, namun
perkawinan merupakan peristiwa penting yang
sangat erat hubungannya dengan orang lain
khususnya keluarga.
Asas Pencatatan
Menurut muhammad amin suma, semua undang-
undang perkawinan islam di dunia islam
mengamanatkan arti penting dari pencatatan
perkawinan. Selain berfungsi sebagai tertib administrasi
dan tuntutan kehidupan medern, pencatatan peristiwa
perkawinan memiliki nilai politis yakni perlindungan
hukum oleh negara kepada setiap warga negara.
UUPerkawinan mengamanatkan pada setiap perkawinan
untuk dicatatkan sebagai bentuk pencatatan peristiwa
hukum layaknya seperti peristiwa kelahiran maupun
kematian.
Apakah pencatatan perkawinan menjadi
sarat sah nya perkawinan?
UUPerkawinan
Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaan itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Akar masalah
Pasal 2 merupakan hasil kompromi yang menyisakan persoalan. Sebelum menjadi
formula seperti yang tercantum dalam UUPerkawinan, RUUPerkawinan pasal 2
berbunyi:
Pasal 2
(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan di hadapan pegawai pencatatan
perkawinan, dicatatkan dalam daftar pencatatan perkawinan oleh pegawai
tersebut, dan dilangsungkan menurut ketentuan undang-undang ini dan/atau
ketentuan hukum perkawinan pihak-pihak yang melakukan perkawinan,
sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini;
(2) Pencatatan perkawinan dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat negara
yang diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Sah perkawinan: (1) dilakukan dihadapan pencatat perkawinan, (2) dicatat oleh
pegawai pencatat perkawinan dalam daftar pencatatan perkawinan, (3)
dilangsungkan menurut hukum perkawinan atau hukum perkawinan pihak-pihak
yang melakukan perkawinan sepanjang tidak bertentangan dengan UUP
Persoalan muncul ketika dipertanyakan
hubungan hukum antara ayat (1) dan ayat (2)
apakah merupakan satu kesatuan dua pasal
tersebut berdiri sendiri.

Bagaimana pendapat saudara?


Asas Monogami Terbuka
Undang-undang Perkawinan menganut prinsip
bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan,
seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri
dan seorang wanita hanya boleh memiliki
seorang suami. Namun, apabila dikehendaki
oleh yang bersangkutan, pengadilan atas
permohonan yang bersangkutan dapat
mengizinkan seorang suami beristri lebih dari
seorang setelah terpenuhinya beberapa syarat.
Agar pemberian izin poligami oleh Pengadilan Agama tidak
bertentangan dengan asas monogami, maka pemberian izin
poligami oleh Pengadilan berpedoman sebagai beriku:
1. Permohonan poligami bersifat kontentius dengan mendudukkan
isteri sebagai Termohon;
2. Memenuhi Alasa izin poligami
3. Memenuhi Persyaratan izin poligami yang diatur dalam pasal 5
ayat (1) bersifat komulatif; ((a) adanya persetujuan dari
isteri/isteri-isteri), (b) adanya kepastian bahwa suami mampu
menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak
mereka, (c) adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil
terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka;
4. Harta bersama;
Alasan poligami dalam pasal 4 ayat (2)
UUPerkawinan
• (a) isteri tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai isteri, (b) isteri
mendapat cacat badan atau penyakit yang
tidak dapat disembuhkan, (c) isteri tidak dapat
melahirkan keturunan
• bersifat fakultatif
Persyaratan izin poligami yang diatur dalam
pasal 5 ayat (1)
(a) adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri),
(b) adanya kepastian bahwa suami mampu
menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-
isteri dan anak-anak mereka, (c) adanya
jaminan bahwa suami akan berlaku adil
terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
(b) Bersifat kumulatif
Asas Mempersulit Perceraian
UUPerkawinan memposisikan perceraian sebagai
pintu darurat yang tidak boleh dipergunakan kecuali
dalam keadaan keritis. Oleh karenanya meskipun
UUPerkawinan membuka lembaga perceraian, tetapi
harus ada alasan-alasan tertentu yang bersifat
limitatif serta harus dilakukan didepan sidang
pengadilan, setelah pengadilan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.
Lantar apa saja alasan-alasan yang dibenarkan untuk
mengajukan perceraian?
Alasan-alasan perceraian yang dibenarkan
hukum
a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan;
b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlangsung;
d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
pihak yang lain;
e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f) Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Dalam KHI :
g) Suami melanggar talik talak;
h) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam
rumah
Asastangga
mempersulit perceraian tidak berarti harus memperpanjang persidangan atau
dengan menghambat jalannya persidangan melainkan dengan memenuhi aturan daripada
perceraian itu sendiri- Dirbinganis Peradilan Agama Dr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag., M. Ag.
Asas Hak dan Kedudukan Secara Seimbang
antara Suami dan Isteri
Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang
dengan hak dan kedudukan suami baik dalam
kehidupan rumah-tangga maupun dalam
pergaulan masyarakat, sehingga dengan
demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat
dirundingkan dan diputuskan bersama oleh
suami-isteri.
Syarat- syarat Perkawinan
UUPerkawinan (Pasal 6 sd 12)
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai