Anda di halaman 1dari 4

MATERI VIDEO PEMBELAJARAN HUKUM PERDATA

PERTEMUAN V : (Sub-CPMK 3) Menelaah dan Menggunakan landasan hukum keluarga baik dari
peraturan perundang-undangan maupun kitab fikih (turats) (C4, P5)

Instruksi pembelajaran: Ketepatan dalam menyebutkan definisi, dasar hukum, azas-azas, unsur-
unsur dan syarat-syarat perkawinan
Selanjutnya Kemampuan dalam menjelaskan sahnya sebuah pekawinan dan menjelaskan tentang
akta perkawinan
A. PENGERTIAN PERKAWINAN
Tidak satupun pasal yang ada di KUHPerdata memberikan pengertian perkawinan, karena
KUHPerdata memandang perkawinan sebagai sebuah “perjanjian perdata” yang tidak ada
kaitannya dengan agama, untuk hal ini dapat dilihat pada pasal 8, 26, dan 27 KUHPerdata.

Pengertian perkawinan dapat dilihat dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam
UU tersebut, perkawinan diartikan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), dikatakan bahwa perkawinan menurut
hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

B. DASAR HUKUM PERKAWINAN


1. Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
2. Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan.
3. Undang-Undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan
4. Undang-Undang nomor 32 tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang nomor
22 tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk di Seluruh Daerah Luar Jawa dan
Madura
5. Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 1990 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
nomor 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.
6. Pasal 1-170 Instruksi Presiden nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia.
7. Ketentuan perkawinan dalam Buku I KUHPerdata tidak berlaku lagi sepanjang telah diatur
dalam UU No. 1 Tahun 1974.
C. AZAS-AZAS PERKAWINAN DALAM UU NO. 1/1974
1. Azas tujuan perkawinan

Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk itu suami isteri
perlu saling membantu dan melengkapi, agar mereka dapat mengembangkan kepribadiannya
membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil.

2. Azas sahnya perkawinan

Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaannya; disamping itu setiap perkawinan harus
dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan adalah
sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang,
misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan atau akte resmi
yang keluarkan oleh pejabat yang berwenang.

3. Azas monogami

Undang-undang ini menganut azas monogami. Namun apabila dikehendaki oleh yang
bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang
suami dapat beristeri lebih dari seorang. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan
lebih dari seorang isteri, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu
dan diputuskan oleh Pengadilan.

4. Azas batas minimum usia seseorang hendak melakukan perkawinan

Undang-undang ini menganut prinsip, bahwa calon suami-isteri itu harus telah matang jiwa
raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, supaya dapat mewujudkan tujuan
perkawinan secara baik tanpa berakhir kepada perceraian, kemudian mendapatkan keturunan
yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami-isteri yang
masih dibawah umur.

5. Azas perceraian dipersulit

Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera,
maka Undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian. Untuk
memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan didepan
Sidang Pengadilan.

6. Azas Hak dan kedudukan suami isteri seimbang (Proporsional)

Hak dan kedudukan suami isteri adalah seimbang baik dalam kehidupan rumahtangga maupun
dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat
dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami-isteri. (Azas tidak ada persatuan harta
kekayaan)

D. UNSUR-UNSUR PERKAWINAN DALAM UU NO. 1/1974


1. Unsur Keagamaan (Pasal 1, Pasal 2 Pasal 8 Huruf f, Pasal 51 Ayat (3))
Pasal 1: ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 2: (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8 Huruf F: Perkawinan dilarang antara dua orang yang: (F) mempunyai hubungan yang
oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.
Pasal 51 ayat 3: Wali wajib mengurus anak yang dibawah penguasaannya dan harta
bendanya sebaik-baiknya, dengan menghormati agama dan kepercayaan anak itu.
2. Unsur Biologis (Pasal 4): Poligami diizinkan jika isteri: a. isteri tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai isteri; b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan; c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
3. Unsur Sosiologis (Pasal 7 UU No. 1/1974 “diubah” pasal 1 UU No. 16/2019): batas usia
4. Unsur Yuridis (Pasal 2): Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

E. SYARAT-SYARAT PERKAWINAN UU No. 1 Tahun 1974


Syarat Materil Umum
1. Pasal 3 (Monogami terbuka)
2. Pasal 6 Ayat (1) (persetujuan kedua calon mempelai)
3. Pasal 7 Ayat (1) (batas Usia)
4. Pasal 9 (poligami mendapatkan izin pengadilan)
5. Pasal 11 (Masa Iddah)

Syarat Materil Khusus


1. Pasal 6 Ayat (2-5) (izin untuk melangsungkan perkawinan)
2. Pasal 8 (perkawinan dilarang 6 huruf)
3. Pasal 9 (dilarang kawin jika masih terikat perkawinan)
4. Pasal 10 (cerai kawin 2 kali)
Syarat Formil
1. Pasal 2 (dilakukan sesuai agama dan tercatat oleh negara) UU No. 1 Tahun 1974
2. Bab II (Pencatatan Perkawinan)
3. Bab III (Tatacara Perkawinan) Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang
pelaksanaan UU No, 1/1974 tentang perkawinan

F. SAHNYA PERKAWINAN
Perkawinan adalah sah bilamana:

1. Dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan orang yang akan
melakukan perkawinan.

 Bagi yang beragama Islam, perkawinan dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan
syarat perkawinan
 Rukun adalah unsur pokok, syarat merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbutan
hukum.
 Jika salah satu rukun nikah tidak terpenuhi, maka tidak terjadi suatu perkawinan

2. Perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku

G. AKTA PERKAWINAN
Akta perkawinan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil atau Kantor Urusan Agama setelah seorang pria dan seorang wanita
melangsungkan perkawinan secara sah.

Dasar hukum akta perkawinan:

1. Pasal 11 dan 12 PP No. 9 Tahun 1975

2. Pasal 100-101 KUHPerdata

3. Pasal 7 Ayat (2) KHI

4. Pasal 1 dan Pasal 2 UU No. 32 Tahun 1954

5. Pasal 36 UU No. 24 Tahun 2013

Anda mungkin juga menyukai