Disusun Oleh :
Hanan Elbar
NIT. 21303881 / Kelas F
Dosen Pengampu :
Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang Bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
1. Perkawinan sebagai ikatan lahir btin antara seorang pria dan seorang wanita.
2. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dari kekal
berdasarkan Ketuhanan yang maha esa.
3. Perkawinan harus didasarkan pada agama dan kepercayaan masing-masing.
Definisi perkawinan dalam hukum perdata tidak secara tegas diatur, perkawinan hanya
mengatur tentang hubungan perdata Pasal 26, perkawinan menganut sistim monogami Pasal
27 dan hubungan saling tolong menolong dan setia Pasal 103. olehnya dalam hukum perdata
perkawinan harus dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, mengandung azas monogami dan
perkawinan harus kekal dan abadi.
Pasal 66
Untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan berdasarkan atas
Undang-undang ini, maka dengan berlakunya Undang-undang ini ketentuan ketentuan yang
diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (burgelijk Wetboek), Ordinansi
Perkawinan Indonesia Kristen (Huwelijk Ordanantie Christen Indonesia 1933 No.74, Peraturan
Perkawinan Campuran (Regeling op gemeng de Huwelijken S.1898 No. 158), dan Peraturan-
peraturan lain yang mengatur tentang perkawinan sejauh telah diatur dalam Undang-undang
ini, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 67
Sebab menurut hukum perdata perkawinan adalah peraturan hukum yang mengatur perubahan-
perubahan hukum serta akibat-akibatnya antara dua pihak, yaitu seorang laki-laki dan seoang
perempuan dengan maksud hidup Bersama untuk waktu yang lama.
Bahwa hukum perkawinan tidak masuk dalam hukum perjanjian namun masuk dalam hukum
keluarga
Akibat dari Sebuah Perkawinan melahirkan hak dan kewajiban yang berlaku terhadap suami
isteri yang meliputi hubungan suami isteri, tanggung jawab sebagai orang tua dan menyangkut
harta kekayaan
1. Menimbulkan kewajiban kepada suami isteri untuk saling setia, tolong menolong, bantu
membantu, dan apabila dilanggar dapat menimbulkan pisah temat tidur, dan dapat
mengajukan cerai. Psl 103
2. Suami isteri wajib tinggal Bersama dalam arti suami harus menerima isteri, isteri tidak
harus ikut ditempat suami kalua keadaannya tidak memungkinkan dan suami harus
memenuhi kebutuhan isteri. Psl 104
a. Suami adalah kepala rumah tangga, sehingga isteri bila akan melakukan perbuatan
hukum harus izin atau diwakli suami.
b. Isteri harus patuh kepada suami, harus ikut kewarganegaraan suami, dan tunduk pada
hukum privat dan public suami. Psl 106.
c. Suami bertugas mengurus harta kekayaan Bersama, Sebagian besar kekayaan isteri,
menetukan tempat tinggal, menentukan persoalan kekuasaan orang tua.
d. Suami wajib memberikan segala sesuatu yang diperlukan isteri serta memberikan
nafkah sesuai kemampuanya. Psl. 107.
Pengertian Perjanjian :
Menyebutkan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kesepakatan untuk menimbulkan akibat hukum kedua pihak itu sepakat untuk
menetukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban, yang mengikat mereka untuk ditaati
dan dijelaskan.
• Soebekti :
Bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa seorang berjanji kepada orang lain atau lebih saling
berjanji untk melaksanakan sesuatu. (Hukum Perjanjian : Hal. 1)
Kesepakatan yang menimbulkan akibat hukum karena para pihak bersepakat untuk
melaksanakan hak dan kewajiban yang mereka buat dan sepakati dimana apabila dilanggar
akan berdampak akibat hukum bagi yang melanggarnya berupa sanksi yang mereka sepakati.
Pasal 1313 : suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu oraang atau lebih.
Pasal 1338 : Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan persetujuan tidak dapat ditarik Kembali
selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alas an-alas an yang ditentukan oleh
undang-undang. Dan persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Pasal 1320 : Supaya terjadi persetujuan yang sah perlu dipenuhi empat syarat :
1. Azas kebebasan berkontrak yakni dapat melakukan perjanjian apa saja sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan yang berlaku, kesusilaan dan
ketertiban umum. Psl 1337
2. Azas Konsesualisme artinya perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak.
Psl. 1320.
3. Azas kekuatan mengikat atau azas pacta suntservanda adalah isi nyang diperjanjikan
mengikat para pihak sebagai undang-undang.
4. Azas kepribadian yaitu untuk menetukan personalia dalam perjanjian sebagai sumber
perikatan.
5. Azas kepercayaan atau vertrouwensabeginsel artinya seseorang yang mengadakan
perjanjian dan menimbulkan perikatan dengan orang lain anatar pihak ada
kepercayaan bahwa akan saling memenuhi prestasi.
6. Azas itikad baik atau toegoeder trouw dalam melaksanakan perikatan didasari dengan
itikad baik.
Perjanjian Kawin
Pada umunya perjanjian kawin ini dibuat karena hal-hal sebagai berikut :
• Apabila terdapat sejumlah harta kekayaan yang lebih besar pada salah satu pihak
daripada pihak lainnya.
• Kedua belah pihak masing-masing membawa masukan (aanbrengst) yang cukup besar.
• Masing-masing mempunyai usaha sendiri-sendiri sehingga jika salah satu pihak jatuh
pailit, yang lain tidak tersangkut.
• Atas utang piutang yang dibuat sebelum kawin, masing-masing akan bertanggung
jawab.
• Sesungguhnya perjanjian kawin ada saatnya dibuat untuk mengadakan penyimpangan
hukum tehadap harta benda dalam perkawinan terutama Pasal 1338 KUH Pdt.
Berdasarkan Pasal 119 KUH Pdt akibat perkawinan terjadi penyatuan harta benda sepanjang
tidak diperjanjikan lain, hal pengecualian ini diatur dalam Pasal 140 ayat (3) yang pada
prisipnya bahwa mereka dapat melakukan perjanjian yang bermaksud mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan perolehan harta antara suami isteri untuk memasukan mana yang diperoleh
dapat dijadikan sebagai harta Bersama dan mana yang tidak boleh dijadikan harta Bersama.
Perjanjian Pra Nikah ini berlaku setelah dilakukan perkawinan, jika tidak ada perkawinan maka
perjanjian yang dibuat juga dianggap batal atau tidak pernah ada hal ini diatur dalam Pasal 154
KUH Pdt.
a. Di buat sebelum dilakukan Perkawinan oleh kedua calon suami dan isteri ; Lihat
Pasal 147 KUH Pdt.
b. Perjanjian dimaksud dibuat secara tertulis, menurut subekti bahwa akta yang
dibuat dibawah tangan ini dianggap alat bukti sempurna bila diakui oleh para
pihak menyangkut kebenaran surat dan tanda tangan namun menurut Nurnazly
Sutarno bahwa walaupun kesempurnaan akta dibawah tangan ini diakui oleh
para pihak namun tidak diakui oleh khalayak ramai maka dianggap tidak
sempurna olehnya itu sebaiknya perjanjian itu dibuat dihadapan pejabat yang
berwenang.(Pasao 1785 KUH Pdt)
c. Tidak boleh melanggar unsur Kesusilaan dan ketertiban umum. (Pasal 139
KUH Pdt Jo Pasal 2 UU No. 1 tahun 1974)
d. Bahwa Perjanjian kawin tidak boleh dirubah sampai kapanpun (selama suami
dan isteri terikat Perkawinan) dan pemberlakuannya sejak dibuat dan ditanda
tangani oleh para pihak (Suami isteri)
Menurut Abdul Kadir, syarat yang harus dipenuhi dalam Perjanjian Perkawinan adalah
sebagai berikut :
Putusnya Perkawinan
• Putusnya perkawinan adalah berpisahnya hubungan suami isteri yang terikat dalam
perkawinan yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak bisa dielakan,
a. Karena kematian ;
b. Perceraian
• Menurut KUH Pdt Putusnya Perkawinan yang diatur pada Pasal 199, 200, -206b, 207-
232a, dan 233-249 :
(2) Karena tidak hadirnya salah seorang suami-isteri selama 10 Tahun diikuti dengan
perkawinan baru sesudah itu suami atau isterinya sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dalam bagian kelima bab delapan belas.
(3) Krena Putusan hakim setelah adanya perpisahan meja dan nttempat tidur dan
pendaftaran putusnya perkawinan itu dalam register catatan sipil sesuai dengan
ketentuan-ketentuan bagian ke dua bab. Ini.
(4) Karena perceraian sesuai dengan ketentuan–ketentuan dalam bagian ketiga bab ini.
• Putusnya Perkawinan karena kematian adalah terputusnya hubungan suami isteri dalam
suatu perkawinan karena salah satunya suami atau isteri karena ketentuan alam harus
meninggalkan dunia, sehingga perkawinan tidak dapat dilanjutkan, dimana akibat
terjadinya peristiwa ini meninggalkan harta warisan yang diperoleh karena hasil
perkawinan atau juga karena bawaan, sebab dari peristiwa kematian ini akan membuka
proses waris kepada ahli waris. Harta warisan adalah benda yang ditinggalkan oleh
orang yang meninggal dunia yang menjadi hak ahli waris.
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, peadat, penjudi dan lain sebaginya
yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan lainnya selam dua tahun berturut-turut tanpa alasan
yang sah atau diluar hal lain yang lain diluar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapatb hukuman lima tahun penjara atau lebih berat selama
perkawinan.
4. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.
5. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiyayaan yang berat sehingga
membahayakan jiwa pihak lain.
6. Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan lagi akan hidup rukun dalam rumah tangga.
Bahwa putusnya sebuah perkawinan kepada suami dan isteri yang bercerai tersebut akan
diberikan akta percearain yang akan menjadi bukti putusnya hubungan perkawinan dari suami
isteri, berdasarkan akta tersebut selanjutnya didaftarkan pada kantor Catatan Sipil.