Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penjajahan/kolonialisme pada masa lalu oleh Belanda kepada Indonesia


tidak hanya menyisakaan kepahitan dan kesengsaraan, banyak sekali peninggalan-
peninggalan yang diwariskan oleh belanda kepada Indonesia, baik itu teknologi,
sistem pemerintahan, ataupun hukum itu sendiri. Salah satu produk terkenal dari
Belanda kepada Indonesia adalah diwariskannya KUHPer (Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata) dan juga KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

Pada intinya, keduanya adalah sama yaitu mengenai hukum, tetapi


perbedaan sesungguhnya adalah bahwasannya kitab undang-undang hukum perdata
mengatur hukum yang bersifat privat/keperdataan. Sedangkan kitab undang-
undang hukum pidana mengatur hukum yang sifatnya adalah public. Meskipun
dalam wadah yang sama, tetapi tetap saja selalu ada perbedaan. Beda lumbung,
beda jenis ikannya. Meskipun sama-sama dibawah hukum nasional, tetap saja ada
perbedaan yang cukup signifikan. Salah satunya adalah mengenai perbedaan
konsep perkawinan.

Menurut Hukum Perkawinan dalam Islam, Perkawinan ialah aqad antara


calon laki istri memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syari’at.
Yangdimaksud dengan aqad ialah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya
dan kabul dari pihak calon suami atau wakilnya.1

Perkawinan adalah ikatan, ikatan dalam arti nyata atau tidak nyata antara
pria dengan wanita sebagai suami istri untuk tujuan membentuk keluarga, jadi
perkawinan bukan hanya sekedar bertujuan untuk memenuhi hawa nafsu, tetapi
percampuran hidup bersama sebagai suami istri yang berbentuk keluarga atau
rumah tangga yang tetap walaupun perkawinan tidak sah itu adalah perkawinan
yaitu perkawinan yang tidak sah.
1
1
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: Hidakarya Agung. 1956,
hlm. 1

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah Perbandingan Hukum mengenai Perkawinan menurut
KUHPer dan Undang-Undang?
2. Apa sajakah Perbandingan Hukum mengenai Perkawinan menurut
agama-agama yang ada di Indonesia?
3. Apa sajakah Perbedaan Hukum Perkawinan antara Negara Indonesia
dengan Negara lain?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat Mengetahui Perbandingan Hukum mengenai Perkawinan
menurut KUHPer dan Undang-Undang
2. Dapat Mengetahui Perbandingan Hukum mengenai Perkawinan
menurut agama-agama yang ada di Indonesia
3. Dapat Mengetahui Perbedaan Hukum Perkawinan antara Negara
Indonesia dengan Negara lain

3
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkawinan dari Berbagai Aspek

Menurut bahasa, nikah (kawin) berarti penggabungan dan percampuran.


Nikah berarti akad dalam arti yang sebenarnya dan berarti hubungan badan dalam
arti metafora.2 Perkawinan sendiri memiliki arti yaitu “Suatu persekutuan/perikatan
antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui saholeh UU/peraturan negara
yang bertujuan untuk menyelenggarakan kesatuan hidup yang abadi.”

“Perkawinan ialah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang
perempuan untuk waktu yang lama. UU memandang perkawinan hanya dari
hubungan keperdataan.” Pengertian diatas berdasarkan Pasal 26 KUHPer atau yang
sering kita sebut dengan Hukum BW (Burgerlijk Wetboek). Konsep perkawinan
dalam Hukum BW hanya dipandang dari segi keperdataan saja, artinya undang-
undang melihat perkawinan itu sah dan syarat-syaratnya menurut undang-undang
dipenuhi. Disini yang diperhatikan semata-mata hanya faktor yuridis (Pasal 26).

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan


bahwa, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki – laki dan seorang
wanita sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yangbahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”3

Sedikit berbeda, namun dengan spirit yang sama dengan Undang-Undang


RI No. 1 tahun 1974, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2, perkawinan
dirumuskan dengan pengertian sebagai berikut, “Perkawinan menurut Hukum

2
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga Panduan Membangun Keluarga Sakinah Sesuai
Syariat, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2001, hlm.29
3
Muhammad Amin Suma, Kawin Beda Agama di Indonesia, Tangerang: Lentera Hati.
2015, hlm. 180

4
Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan
untuk menaati perintah Allah dan melaksanakan ibadah.”4

B. Perbandingan Hukum BW dan Undang-Undang mengenai


Perkawinan
1. Akibat Perkawinan Menurut Hukum BW dan Undang-Undang

KUHPer/Hukum BW Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974


Akibat perkawinan terhadap diri pribadi (hak Akibat perkawinan terhadap diri pribadi (hak
dan kewajiban suami dan istri) dan kewajiban suami dan istri)
 Suami dan istri harus setia dan tolong-  Suami istri kewajiban yang luhur untuk
menolong (Pasal 103 KUHPer) menegakkan rumah tangga yang menjadi
 Suami dan istri wajib memelihara dan sendi dasar dari susuan masyarakat
mendidik anaknya (Pasal 104 KUHPer)  Hak dan kewajiban istri adalah seimbang
 Setiap suami adalah kepala keluarga dalam dengan hak dan kedudukan suami dalam
persatuan suami-istri (Pasal 105 ayat 1 kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup
KUHPer) bersama dalam masyarakat
 Suami wajib memberi bantuan kepada istrinya  Masing-masing pihak berhak untuk
(Pasal 105 ayat 2 KUHPer) melakukan perbuatan hukum
 Setiap suami harus mengurus harta kekayaan  Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah
milik pribadi istrinya (Pasal 105 ayat 3 ibu rumah tangga
KUHPer)  Suami-istri harus mempunyai tempat
 Setiap suami berhak mengurus harta kekayaan kediaman yang tetap dan rumah tempat
bersama (Pasal 105 ayat 4 KUHPer) kediaman ini ditentukan secara bersama-sama
 Suami tidak diperbolehkan  Suami-istri wajib saling cinta-mencintai,
memindahtangankan atau membebani harta hormat-menghormati, setia dan memberi
kekayaan tak bergerak milik istrinya, tanpa bantuan lahir batin yang satu kepada yanglain
persetujuan si istri (Pasal 105 ayat 5 KUHPer)  Suami-istri melindungi istrinya dan
 Setiap istri harus tunduk dan patuh kepada memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuan

4
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Pressindo. 1992

5
suaminya (Pasal 106 ayat 1 KUHPer)
Akibat perkawinan terhadap harta benda suami Akibat perkawinan terhadap harta benda suami
istri istri
Harta campuran bulat dalam pasal 119KUHPer, Menurut Pasal 35 UU No. 1 tahun 1974, yaitu:
harta benda yang diperoleh sepanjang
 Harta bersama dalah harta benda yang
perkawinan menjadi harta bersama meliputi
diperoleh sepanjang perkawinan
seluruh harta perkawinan, yaitu:
 Harta bawaan adalah harta yang dibawa
 Harta yang sudah ada pada waktu perkawinan
masuk dalam suatu perkawinan.
 Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan
Akibat perkawinan terhadap anak keturunan Akibat perkawinan terhadap anak keturunan
 Pada pasal 250 KUHPer, tiap-tiap anak yang  Anak sah menurut Pasal 42 UU No. 1 tahun
dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang 1974, adalah anak yang dilahirkan dalam atau
perkawinan, memperoleh si suami sebagai sebagai akibat dari perkawinan yang sah.
bapaknya (tentang anak sah). Kekuasaan Kekuasaan tunggak yang ada pada masing-
kolektif yang dipegang oleh Ayah masing pihak ayah dan ibu
Akibat perkawinan yang lain Akibat perkawinan yang lain
 Mengenai hubungan darah, anak terhadap  Menurut UU No. 1 tahun 1974, setiap anak
ayahnya, menurut KUHPer seorang anak luar secara otomatis mempunyai hubungan darah
kawin baru mempunyai hubungan darah dengan ibunya
dengan ayahnya kalau sang ayah
mengakuinya secara sah

2. Larangan Perkawinan Menurut Hukum BW dan Undang-Undang

KUHPer/Hukum BW Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974


Mereka yang bertalian keluarga dalam garis Berhubungan darah dalam garis keturunan ke
keturunan lurus ke atas dan kebawah atau dalam bawah ataupun keatas
garis keturunan menyimpang, yaitu antara
saudara laki-laki dan sudara perempuan
(Pasal 30 KUHPer)
Ipar laki-laki dan ipar perempuan,paman atau Berhubungan darah dalam garis keturunan
paman orangtua dana anank perempuan saudara menyimpang, yaitu antara saudara, antara

6
atau cucu perempuan saudara, atau antara bibi seorang dengan saudara orangtua dan antara
atau bibi orangtua dan akan laki-laki atau cucu seorang dengan saudara neneknya
laki-laki saudara (Pasal 31 KUHPer)
Kawan pezinahnya setelah diyatakan salah Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri,
karena berzinah oleh putusan hakim (Pasal 32 menantu dan ibu/bapak tiri
KUHPer)
Mereka yang memperbaruhi perkawinan Berhubungan susuan, yaitu orangtua susuan,
setelah pembubaran perkawinan terakhir jika anak susuan, saudara susuan, dan bibi/paman
belum lewat waktu 1 tahun (Pasal 33 KUHPer) susuan

C. Perbandingan Hukum Perkawinan menurut Agama-Agama di Negara


Indonesia

1. Perkawinan menurut Agama Hindu


Dalam sebuah buku karangan Max Muller yang berjudul “The law of
Manuals” mengatakan perkawinan menurut istilah Hindu yang lazim disebut
WIWAHA, dalam perkawinan itu diatur secara khusus. Dalam Kitab Undang-
Undang Agama Hindu yang dikenal dengan nama “Manawa Drama Satwa” yang
sama kedudukannya dengan kitab Weda sebagai sumber hukum yang mengatur
hubungan antar manusia. Perkawinan dalam Agama Hindu pada hakikatnya adalah
sakral dan hanya sah kalau dilakukan menurut Agama Hindu itu sendiri.

Dalam kitab Weda bab IX hal 4 mengatakan” Hendaknya orang tua


mengawinkan anak perempuannya pada waktunya, karena mereka yang tidak
mengawinkan anak perempuannya pada waktunya maka berdosalah ia, karena
dipersalahkan sebagai pembunuh. Selain itu tujuan dari pada perkawinan menurut
Agama Hindu tersebut adalah untuk menolong membebaskan arwah nenek moyang
atau orang tuanya dari kawah neraka yang disebut dengan “put”.

2. Perkawinan menurut Agama Buddha


Dalam pandangan Agama Budha, perkawinan adalah suatu pilihan dan
bukan merupakan kewajiban, artinya seseorang dalam menjalani kehidupan ini
boleh memilih hidup berumah tangga atau hidup sendiri, hidup sendiri dapat

7
menjadi pertapa di vihara sebagai bhikshu, sesungguhnya dalam Agama Budha
hidup berumah tangga ataupun tidak adalah sama saja.

Masalah yang terpenting disini adalah kualitas kehidupannya, namun


apabila seseorang berniat untuk berumah tangga maka hendaklah ia mencintai dan
setia pada pasangan yang telah di pilihnya, melaksanakan tugas dan kewajibannya
dengan sebaik-baiknya, orang yang seperti ini sama dengan pertapa tetapi hidup
dalam rumah tangga sikap ini pula yang dipuji oleh Agama Budha, mencari dan
membina pasangan hidup itu suatu tujuan hidup manusia salah satunya adalah
tentang adanya pencapaian kebahagiaan di dunia dengan demikian pasti ada cara
untuk mencapai kebahagiaan dalam hidup rumah tangga, serta adapula petunjuk
dan cara untuk mendapatkan pasangan hidup yang sesuai serta membina hubungan
baik, mempertahankan komunikasi setelah menjadi suami isteri.

Dalam kitab Agama Budha yaitu “Anguttara Nikaya” menjelaskan bahwa


ada minimal empat sikap hidup yang dapat dipergunakan untuk mencari pasangan
hidup sekaligus membina hubungan sebagai suami isteri yang harmonis, yaitu:
a. Kerelaan (dana), dalam kitab “Samyutta Nikaya” disebutkan bahwa
sesuai benih yang di tabur demikian pula buah yang akan di petik,
pembuat kebajikan akan memperoleh kebahagiaan, apabila kita ingin
dicintai orang maka mulailah untuk mencintainya
b. Ucapan yang baik, di dunia ini siapapun pasti akan suka mendengar
tutur kata yang baik, termasuk pula dengan pasangan hidup kata-kata
yang baik inilah yang akan menjadi daya tarik yang kuat dalam
menjalankan keharmonisan dalam rumah tangga
c. Melakukan hal yang bermanfaat. Dalam melakukan hal-hal yang seperti
ini akan menambah keharmonisan dalam rumah tangga, tingkah laku
hendaknya diperhatikan untuk membahagiakan orang yang dicintainya.
d. Batin yang seimbang, kerelaan ungkapan dengan kata yang halus, dan
tingkah laku yang bermanfaat untuk orang yang dicintai, hendaknya
tidak menimbulkan kesombongan

8
3. Perkawinan menurut Agama Kristen dan Katholik
Perkawinan menurut Agama Kristen mempunyai dua pengertian, yaitu:
a. Perjanjian lama. Perkawinan diartikan sebagai gambaran dan tiruan
bimbingan Tuhan suami isteri membangkitkan menampakan
menghadiahkan cinta kasih Tuhan dalam hidup cinta mereka.
b. Perjanjian baru. Perkawinan seorang Kristen diartikan sebagai suatu
ikatan cinta kasih tetap dan taat yang menggambarkan, melahirkan
dan mewujudkan hubungan cinta kristus dengan gerejanya.
Sedangkan menurut Agama Katolik perkawinan itu adalah:
a. Menjadi tuntutan daging atau tuntutan sex supaya jangan berdosa
dianjurkan lebih baik kawin.
b. Orang yang telah bertekad dan dibantu dengan Rahmat Tuhan dan
dengan tujuan secara total mengabdikan dirinya kepada Tuhan dan
Kerajaan Allah, orang yang mau hidup perawan atau tidak kawin itu
merupakan suatu karunia istimewa dan terpuji (istilah gereja).

Dalam pandangan Agama Katolik, kawin atau tidak kawin itu tergantung
dari pada keputusan pribadi dengan motof-motif yang wajar. sedangkan menurut
Agama Kristen (bukan Katolik) pernikahan itu atas perintah Allah yang menjadikan
langit dan bumi dan yang telah menjadikan laki-laki dan perempuan. dan ini
diperkuat dalam Kitab Kejadian 218 dan juga ayat 21 sampai 24 yang dinyatakan
”tidak sebaik manusia itu seorang-orangnya bahwa aku hendak memperbuat akan
pria seorang penolong yang sejodoh dengan dia.

Yesus sendiri yang menyebut diri mempelai jamaatnya yang menghadiri


telah menjunjung tinggi pernikahan dan telah menunjukan karunianya bahwa
senantiasa ia akan menolong orang yang menikah, Allah telah menjadikan pria
dan perempuan yang saling berbeda yang akan membentuk persekutuan yang kuat
dan benar di dunia ini.

4. Perkawinan menurut Agama Islam


Perkawinan merupakan sunnah Nabi SAW. Setiap umat Islam pengikut
Nabi Muhammad SAW harus melakukan perkawinan, selain mengikuti sunah Nabi,
perkawinan juga merupakan kehendak kemanusiaan, kebutuhan rohani dan

9
jasmani, perkawinan disyariatkan supaya manusia mempunyai keturunan dan
keluarga yang sah menuju kehidupan yang bahagia didunia dan akhirat dibawah
naungan cinta ILLAHI.

Perkawinan dalam Islam menjadi keharusan untuk mentaati perintah Allah


SWT dan perintah Nabi SAW dalam kitab suci Al-Quran surat An-Nisa ayat 3
menyebutkan:

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalahlebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.”

Seseorang yang hendak melakukan pernikahan harus memenuhi


persyaratan-persyaratan tertentu, seperti dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974
dan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

D. Perbandingan Perkawinan antara Negara Indonesia dengan Negara


Malaysia
Perbandingan antara Negara Indonesia dengan Negara Malaysia mengenai
perkawinan tampak pada beberapa persoalan, yaitu:
1. Karena Malaysia adalah Negara Federal, maka di setiap wilayah dalam
Negara Malaysia (dalam hal ini adalah Negara bagian) terdapat
perbedaan dalam hal prosedur untuk mengajukan perkawinan dan
perceraian.

2. Selain itu terdapat perbedaan dari segi umur pada Laki-laki yang ingin
menikah.
3. Malaysia tidak mencantumkan atau memasukkan Perjanjian perkawinan
dalam Hukum perkawinannya.
4. Meskipun Malaysia adalah bekas jajahan Inggris, tetapi dalam hal
penindakan penyimpangan Poligami dan pasangan yang berbuat Zina,
Malaysia menerapkan konsep Hukum yang lebih tegas.

10
Hal ini bisa dilihat dari sistem hukum Malaysia dan Indonesia yang berbeda,
karena Malaysia merupakan Negara bekas jajahan Inggris sedangkan Indonesia
merupakan Negara bekas jajahan Belanda. Jika dilihat dari hukum yang dibawa
oleh kedua Negara penjajah tersebut maka kita juga bisa melihat bahwa Inggris
merupakan Negara yang menganut sistem hukum Anglo saxon, yangberarti Inggris
lebih memakai Yurisprudensi untuk mengambil suatu tindakanhukum. Sedangkan
Belanda merupakan Negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental, yang
berarti bahwa Belanda lebih memakai Undang-Undang untuk mengambil suatu
tindakan hukum.

Selain itu, bentuk negara, sistem pemerintahan dan sumber hukum dari
kedua negara ini berbeda sehingga dalam pengaturan hukum dan penerapan
hukumnya pun juga berbeda.

Prosedur perkawinan di Negara Malaysia adalah Permohonan kebenaran


menikah di Wilayah Persekutuan dengan cara:
1. Formulir permohonan kebenaran menikah "Formulir 1" berlaku bagi
semua pemohon yang tinggal di Wilayah Persekutuan saja atau untuk
pemohon yang berdomisili di Wilayah Persekutuan tetapi tinggal di luar
Wilayah Persekutuan.
2. Formulir permohonan harus di isi dengan lengkap dalam dua salinan
dengan menggunakan tinta hitam atau biru dan disahkan oleh Penolong
Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju 'bagi daerah masing- masing.
3. Menghapus kata salah atau ditindih adalah tidak sah.
4. Pemohon dan wali harus hadir di depan Penolong Pendaftar Perkawinan,
Perceraian dan Ruju 'daerah ketika menandatangani formulir tersebut
untuk tujuan verifikasi.
5. Asisten Pendaftar Perkawinan, Perceraian dan Ruju 'daerah harus
memastikan formulir aplikasi di isi dengan lengkap dan dokumen-
dokumen berhubungan dengan disertakan sebelum menandatangani
formulir itu beserta dengan cop jabatan Penolong Pendaftar Perkawinan,
Perceraian dan Ruju' daerah.

11
E. Perbandingan Perkawinan antara Negara Indonesia dengan Negara
Singapura
Negara Singapura mengatur hukum perkawinan dalam dua peraturan, yakni
Women’s Charter dan Administration of Muslim Law Act. Women’s Charter
berlaku sejak tahun 1961 yang berisikan mengenai hukum keluarga secara
keseluruhan yang mengatur warga Negara Singapura non-muslim, sementara
Administration of Muslim Law Act diberlakukan sejak tahun 1966 yang mengatur
mengenai hukum keluarga bagi warga negara yang beragama Muslim. Selain hal
tersebut, perbedaan paling mendasar yaitu sistem hukum yang dianut oleh
Indonesia adalah Civil Law dan Singapura menganut sistem hukum Common
Law, sehingga norma hukum perkawinan yang diatur pun berbeda.

Dalam Women’s Charter disebutkan bahwa: “The matrimonial law of


Singapore categorizes marriages contracted in Singapore into two categories: civil
marriages and Muslim marriages. The Registry of Marriage (ROM) administers
civil marriages in accordance to the Women's Charter, while the Registry ofMuslim
Marriages (ROMM) administers Muslim marriages in accordance to the
Administration of Muslim Law Act (AMLA). All marriages performed in
Singapore must be registered with the relevant registry in order to be legally valid.”

Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974


dijelaskan bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

F. Problematika Perkawinan Sejenis


Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan bahwa pasangan sejenis
di seluruh negeri kini memiliki hak untuk menikah. Putusan yang diambil dengan
perbandingan suara lima setuju berbanding empat menolak ini berarti penikahan
sejenis akan sah secara hukum secara nasional di seluruh negara bagian di Amerika
Serikat. Dalam putusannya, Mahkamah Agung menyatakan pernikahan merupakan
hak mendasar setiap pasangan, dan hal itu tak bisa dikecualikan dari pasangan
berjenis kelamin sama.

12
Maka putusan ini dianggap sebagai putusan monumental dalam sejarah di
negeri ini. Sebelum adanya putusan ini, pernikahan sejenis sah untuk dilakukan di
37 negara bagian (dari total 50 negara bagian) yang ada di Amerika Serikat. Namun
putusan ini tidak menjelaskan kapan izin menikah akan dikeluarkan di negara-
negara bagian yang tadinya melarang pernikahan pasangan sejenis.

Dari sisi agama Islam, perkawinan antara sesama jenis secara tegas dilarang.
Hal ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an surah Al-A’raaf ayat 80-84:

13
Yang artinya: “Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya).
(ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan
perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (didunia
ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan
nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum
yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah
mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; Sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri." Kemudian Kami
selamatkan Dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; Dia Termasuk orang-
orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan
(batu); Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.”

Selain itu, mengenai perkawinan sejenis ini, beberapa tokoh juga


memberikan pendapatnya. Di dalam artikel hukumonline yang berjudul “Menilik
Kontroversi Perkawinan Sejenis”, Ketua Komisi Fatwa MUI, K.H Ma'ruf Amin
dengan tegas menyatakan bahwa pernikahan sejenis adalah haram.

Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan di


Indonesia perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan karena menurut hukum,
perkawinan adalah antara seorang pria dan seorang wanita.Pada sisi lain, hukum
agama Islam secara tegas melarang perkawinan sesama jenis.

14
KESIMPULAN

1. Perbandingan antara Hukum BW dan Undang-Undang mengenai


Perkawinan terdapat pada Pasal 26 KUHPerdata dan pada Pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974

2. Perbandingan hukum mengenai perkawinan antara agama-agama di


Negara Indonesia terdapat pada peraturan-peraturan dalam kitab masing
masing agama, yaitu:
a. Islam : Kitab Suci Al-Qur’an
b. Buddha : Kitab Agama Anguttara Nikaya
c. Hindu : Kitab Wedha
d. Kristen dan Katolik : Kitab Kejadian dan Perjanjian Lama

3. Perbandingan hukum perkawinan antara Negara Indonesia, Negara


Malaysia, dan Negara Singapura terdapat pada sistem hukum yang
dianut negara masing-masing, yaitu:
a. Negara Indonesia : Sistem Hukum Civil Law
b. Negara Malaysia : Sistem Hukum Common Law
c. Negara Singapura : Sistem Hukum Common Law
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: Hidakarya


Agung. 1956

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.


2006

Suma, Muhammad Amin, Kawin Beda Agama di Indonesia, Tangerang:


Lentera Hati. 2015

Ayyub, Syaikh Hasan, Fikih Keluarga Panduan Membangun Keluarga


Sakinah Sesuai Syariat, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2001

DOKUMEN

. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Yogyakarta: Redaksi


Aksara Sukses. 2013

. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 1 Tahun 1974


tentang Perkawinan

Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi


Hukum Islam

perbandingan-perkawinan-BW-dg-UUP.pdf

INTERNET

http://herlindahpertir.lecturer.ub.ac.id/

http://en.wikipedia.org/wiki/Women’s_Charter_Singapore

https://iputusoviawan.wordpress.com/2012/04/07/perkawinan-menurut-
hukum-bw-dan-undang-undang/

http://vivahukum.blogspot.co.id/2014/07/perbedaan-konsep-kuhper-vs-
hukum-islam.html

16
http://kang-zems.blogspot.co.id/search/label/Makalah/PERBANDINGAN-
PERKAWINAN-DI-INDONESIA/

http://jilbabkujiwaku.blogspot.co.id/2011/02/perbandingan-hukum-
perkawinan-di.html/

http://ibuarisanngerumpihukum.blogspot.co.id/CIVIL_LAW_and_stuffs.
_PERBANDINGAN_HUKUM_KELUARGA_INDONESIA-
SINGAPORE.htm

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol15652/menilik-kontroversi-
perkawinan-sejenis/

http://Hukum_Perkawinan_Sesama_Jenis_di_Indonesia-
hukumonline.com.htm/

16

Anda mungkin juga menyukai