4. Asas Perkawinan
- Monogami🡪Monogami Terbuka (ada syarat-syarat) Psl 3 (2), 4 dan 5 UUP, Psl 55-
59KHI)_persetujuan dan Ijin
- Persetujuan (6 ayat (1) UUP, 16 KHI), kesukarelaan, kebebasan memilih
- Kemitraan suami-istri (31 dan 34 UUP)
Apakah sama ?
- Akibat hukum
- Bebas memutuskan
- Calon suami
- Calon istri
- Wali nikah
- Saksi Ijab Kabul
-
1. Calon Suami & Calon Istri
- Umur (Psl 7 UUP, 15 (1) KHI) Junto Psl 7 (1) UU 16/2019
- Ijin perkawinan (Psl 6 (2-5) UUP, 15 (2) KHI)
- Persetujuan calon mempelai (Psl 6 (1) UUP, 16 KHI)
- Tidak terdapat halangan larangan perkawinan sebagaimana maksud Psl 8 UUP, 39-44 KHI)
2. Wali Nikah
- Syaratnya🡪 Laki-laki 🡪 Muslim, aqil dan baliq (Psl 20 KHI)
- Wali nikah terdiri: (1) Wali nasab ( Psl 21-22 KHI) (2) Wali hakim ( Psl 23 KHI)
- Calon mempelai laki-laki wajib membayar mahar kepada calon mempelai perempuan
- Mahar diberikan secara langsung dan tunai (terutang—jika disepakati calon istri kepada
calon mempelai perempuan dan menjadi hak pribadinya
- Penentuan mahar berdasar asas kesederhanaan dan kemudahan
- Jumlah, bentuk, dan jenisnya atas kesepakatan kedua belah pihak
- Mahar bukan merupakan rukun, sehingga kelalaian menyebutkan jenis dan jumlah mahar
pada waktu akad nikah tidak menyebabkan batalnya perkawinan
- Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
- Perkawinan dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
- tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Keluarga: Suami-Istri-Anak
1. Hak dan Kedudukan Suami & Istri (Pasal 30-34 UUP, 77-84 KHI)
- Hak dan kedudukan suami-istri seimbang-sama, sehingga masing2 berhak melakukan
perbuatan hukum (Psl 31 (1) dan (2) UUP, Psl 79 (2),(3)
- Suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga
2. Kewajiban Suami & Istri
- Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah
tangga sesuai dengan kemampuannya (Psl 34 (1) UUP, 80 (2) KHI)
- Kewajiban istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam batas-batas yang
dibenarkan oleh hukum Islam (Psl 83 (1) KHI)
- Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya (34 (2) UUP, 84 (2) KHI)
4. Kedudukan Anak
- Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah
(Pasal 42 UUP)
- Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya
dan keluarga ibunya (Pasal 43 ayat 1 UUP)
3. Harta Bawaan
- Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri serta harta yang diperoleh masing-masing
(baik hadiah, warisan) menjadi penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak
menentukan lain (Psl 35 (2) UUP),
- Sehingga masing-masing berhak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai
harta bendanya (Psl 36 (2) UUP)
1. Kematian
- Salah satu pihak (suami/istri) meninggal
- Menimbulkan pembagian harta waris
2. Perceraian
- Perceraian terjadi karena:
A. Talak 🡪 permohonan dari suami
B. Cerai gugat 🡪 gugatan dari istri
- Perceraian hanya dapat dilakukan di depan PA setelah upaya perdamaian tidak tercapai.
- Alasan Perceraian (Pasal 19 PP 9/1975, 116 KHI)
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dsb yang sukar
untuk disembuhkan
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ijin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak
lain
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagai suami/istri
6. Antara suami-istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga
7. Suami melanggar ta’lik-talak
8. Peralihan agama🡪 menyebabkan ketidakrukunan dlm rumah tangga
- Salah satu atau keduanya masih terikat dalam perkawinan dengan orang lain
- Perkawinan dimuka pegawai yang tidak berwenang, apabila suami-istri hidup bersama dan
dapat menunjukkan akta pekawinan maka perkawinan dapat diperbarui
- Wali nikah yang tidak sah/tidak berwenang
- Tidak dihadiri 2 orang saksi
- Perkawinan dilakukan di bawah ancaman
Perkawinan Campuran
HUKUM WARIS
- Pewarisan/Kewarisan
Pewarisan adalah proses pemindahan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal
baik yang berupa benda berwujud maupun yang berupa hak kebendaan, kepada
keluarganya yang dinyatakan berhak menurut hukum (Ahmad Azhar Basyir)
Jadi,
- Kewarisan baru terjadi setelah pewaris meninggal dunia
- Harta Peninggalan
- Yang tergolong ahli waris adalah keluarga yakni yang berhubungan dengan pewaris dengan
jalan perkawinan (suami atau istri) atau dengan adanya hubungan darah
Asas-Asas Kawarisan
1. Asas Ijbari🡪 peralihan harta terjadi dengan sendirinya Ketika terjadi suatu kematian tanpa
digantungkan pada kehendak pewaris maupun ahli waris
2. Asas Bilateral🡪 hak / bagian waris dari kedua belah pihak (dari kerabat keturunan laki-laki
maupun perempuan)
3. Asas Individual🡪harta warisan dapat dibagi/dimiliki untuk perseorangan
4. Asas Keadilan berimbang🡪 sesuai dengan tanggung jawab laki-laki >< perempuan
5. Asas bahwa kewarisan ada jika ada kematian
Unsur Pewarisan
Contoh:
- Pada tahun 1990, Fuad menikah dengan Fatimah dengan tanpa perjanjian kawin. Dalam
perkawinan tersebut harta bawaan dari Fuad sebesar Rp 50.000.000,- sedangkan harta
bawaan dari Fatimah sebesar Rp 40.000.000,-
- Selama perkawinan keluarga (Fuad dan Fatimah) memperoleh harta yaitu dalam bentuk
tabungan di Bank sebesar Rp 200.000.000,- sebidang tanah seluas 8.000 m2, dua buah
rumah masing-masing senilai Rp 150.000.000,- dan Rp 200.000.000,- serta memiliki
kendaraan berupa mobil Toyota Innova senilai Rp 250.000.000,- Dalam lawatannya ke
Malaysia, Fuad sering mengalami sakit-sakitan. tidak lama kemudian yaitu tepatnya pada
tahun 2019, Fuad meninggal dunia. Berapa harta warisan Fuad ?
Harta Bersama
- Tabungan = 200.000.000
- 2 Rumah = 150.000.000
200.000.000
- Mobil = 250.000.000 = 800.000.000
- Tanah = 8000 m2
Harta Warisan Fuad = harta Bawaan + (harta bersama/2)
= 50.000.000 + (400.000.000) + (4000 m2)
= 450.000.000 + 4000 m2
AHLI WARIS
Ahli waris harus masih hidup pada waktu pewaris meninggal dunia (M. Daud Ali; 2000, 277)
Ada tiga syarat untuk menjadi ahli waris (psl 171 c KHI)
1. Orang yang mempunyai hubungan darah (anak lk/pr, ayah,ibu) atau hubungan
perkawinan (janda/duda) dengan pewaris (psl 174 KHI)
2. Beragama islam (yurisprudensi no.51K/AG/1999> wasiat wajibah
3. Tidak berhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris (psl 173 KHI)
Dihukum, karena:
1. Dzawil Furud > ahli waris yang bagiannya telah ditentukan didalam syariat
A. Ayah) B.Ibu ) C. Anak perempuan) D. Janda/duda
2. Ashobah > ahli waris yang mendapatkan sisa harta warisan setelah diperhitungkan bagian
ahli waris dzawil furud
a.Anak lk,/ anak pr Bersama anak lk, b. cucu lk/ cucu pr Bersama cucu lk, c.ayah, d.kakek,
e.saudara lk kandung atau saudara pr seayah Bersama saudara lk lk seayah, dst….
a.ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris, b.bagiannya tidak boleh melibihi dari
bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Catatan:
- Gambar 2: Dalam kasus ayah sebagai ashobah, bagian ibu mendapat 1/3 dari sisa ternyata
bagian Ayah 2 kali bagian Ibu => 2:1
- Dari gambar 1 dan gambar 2, perbedaan hanya pada jenis anak yang dimiliki pewaris.
Gambar 1, ternyata bagian anak laki-laki 13/24, dan Gambar 2 ternyata anak perempuan ½
atau 12/24. Apabila bagian anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dalam kasus
tersebut adalah 13/24 : 12/24. Jadi, perbandingannya cenderung 1:1
Kesimpulan
1. Pewaris mempunyai anak laki-laki, maka kedudukan ayah bukan sebagai ashobah. Dalam hal
ini ayah mendapat 1/6 bagian dan bagian ibu juga sama yaitu 1/6 bagian.
2. Pewaris tidak mempunyai anak laki-laki, maka kedudukan ayah sebagai ashobah. Sedangkan
ibu 1/3 dari sisa setelah dikurangi ahli waris Dzawil Furud lain.
Saudara Seibu (pasal 181 KHI)
Bagiannya:
- Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat
digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173. Bagian ahli waris
pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
- Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya
pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua
angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.
- Anak angkat dapat memperoleh harta warisan dari orang tua angkatnya dengan cara wasiat
- Jika anak angkat tidak menerima wasiat, maka diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya
1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya
- Demikian pula sebaliknya “orang tua angkatnya”
- Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan
ibunya dan keluarga dari pihak ibunya
- Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan
setelah masing-masing menyadari bagiannya
- Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali atau ahli warisnya tidak diketahui ada
atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan
penguasaannya kepada Baitul Mal untuk kepentingan Agama Islam dan kesejahteraan
umum.
Warisan yang dipertahankan kesatuannya oleh Ahli waris (Pasal 189 KHI)
- Ahli waris yang menginginkan supaya dipertahankan kesatuan harta warisan (lahan
pertanian yang luasnya kurang dari 2 hektar), maka lahan pertanian tersebut dimanfaatkan
untuk kepentingan bersama para ahli waris.
- Apabila tidak dimungkinkan karena di antara para ahli waris ada yang memerlukan uang,
maka lahan tersebut dapat dimiliki oleh seorang atau lebih ahli waris yang dengan cara
membayar harganya kepada ahli waris yang berhak sesuai dengan bagiannya masing-
masing.
Wasiat
1. Telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan
dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
2. Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
3. Wasiat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.
4. Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang
saksi, atau dihadapan Notaris.
5. Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan kecuali apabila
semua ahli waris menyetujui (Pasal 201 KHI)
6. Wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris
7. Wasiat harus menyebutkan dengan tegas dan jelas siapa atau lembaga apa yang ditunjuk
akan menerima harta benda yang diwasiatkan.
Pasal 201 KHI “Apabila wasiat melebihi 1/3 dari warisan, sedangkan ahli waris tidak menyetujuinya
maka hanya dilaksanakan sampai batas 1/3 harta warisan”
karena:
a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat kepada
pewasiat;
b. dipersalahkan secara memfitrnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah
melakukan sesuatu kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman
yang lebih berat;
c. dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau
mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;
d. dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dari
pewasiat.
2. Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:
a. tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum
meninggalnya pewasiat;
b. mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya;
c. mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak
sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.
d. Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah.