Anda di halaman 1dari 5

Materi Sosialisasi Pernikahan Dini

Pengertian Perkawinan

Indonesia mengatur kaidah-kaidah hukum dalam bidang perkawinan dalam suatu


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU Perkawinan).
Adapun pengertian perkawinan, diatur dalam Pasal 1 UU Perkawinan, bahwa
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Lebih lanjut dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebaran
Kompilasi Hukum Islam, diterangkan pengertian perkawinan pada Pasal 2 dan Pasal
3 KHI bahwa: Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah dengan tujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawadda, dan rahmah.

Syarat Sahnya Perkawinan

Pada Pasal 2 UU Perkawinan, menerangkan bahwa perkawinan adalah sah ketika


dilakukan berdasarkan hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, yang
mana perkawinna tersebut harus dicatatkan sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang berlaku. Berikut penggolongan syarat- sahnya perkawinan

1. Syarat materiil, pengaturan mengenai syarat materiil perkawinan ada pada Pasal 6
sampai Pasal 11 UU Perkawinan. Syarat materiil ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu:

a. Materiil absolut, yakni syarat yang tidak membedakan dengan siapa seseorang
akan melangsungkan perkawinan, yang meliputi:

1) Batas minimal umur seseorang dapat melangsungkan perkawinan adalah


bagi pria dan wanita adalah sama, yakni sudah mencapai umur 19 tahun (UU
No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU no. 1 Tahun 1974). Perihal
adanya pengingkaran terhadap pasal ini, maka orangtua calon mempelai dapat
mengajukan dispensasi kawin ke Pengadilan dengan menyertakan alasan dan
bukti yang cukup.

2) Perkawinan harus didasarkan atas perjanjian atau persetujuan kedua calon


mempelai (asas kesukarelaan para pihak).

3) Seseorang yang hendak melangsungkan perkawinan yang belum mencapai


umur dua puluh satu tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya.

4) Ketika salah seorang dari kedua orang tuanya telah meninggal dunia atau
dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang
dimaksud Ayat (2) cukup diperoleh dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya. Orang tua yang kedua-duanya telah meninggal dunia atau
dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh
dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan
darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan
dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

b. Materiil relatif, syarat ini dimuat dalam Pasal 8 sampai Pasal 11 UU


Perkawinan, yang memuat mengenai larangan perkawinan bagi orang-orang
tertentu, yaitu:

1) Larangan perkawinan bagi orang yang mempunyai hubungan keluarga,


sebab darah dan perkawinan.

2) Larangan perkawinan bagi orang yang sedang terikat dengan perkawinan


lain.

3) Larangan kawin bagi suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu
dengan yang lainnya untuk kedua kalinya, sepanjang hukum masingmasing
agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan
lain.

4) Larangan kawin bagi seorang wanita yang perkawinannnya putus sebelum


habis masa tunggu.

2. Syarat formil, mengenai syarat formil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, yang meliputi:

1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahu


kehendaknya kepada Pegawai Pencatat di tempat perkawinan akan
dilangsungkan sekurang-kurangnya sepuluh hari kerja sebelum perkawinan itu
dilangsungkan; Pemberitahuan dilakukan secara tertulis maupun lisan oleh
mempelai, atau orangtua, atau wakilnya .

2) Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh dihitung sejak Pegawai


Pencatat memberikan pengumuman kehendak perrkawinan, dan dilangsungkan
berdasarkan hukum agama dan kepercayaan maing-masing, serta dilakukan di
hadapan Pegawai Pencatan dengan dihadiri dua orang saksi.

Pernikahan Dini

adalah perkawinan yang dilakukan sebelum para calon mempelai berumur 19 tahun,
sebagaimana syarat umur yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan.

Akibat Hukum dari adanya perkawinan.

Akibat Hukum yang ditimbulkan dari adanya perkawinan adalah timbulnya harta para
pihak, timbulnya hak dan kewajiban suami istri, dan timbulnya hubungan hukum
orangtua dan anak

 timbulnya hk dan kewajiban suami istri.


a. Suami istri memikul tanggung jawab yang luhur untuk menegakan rumah tangga
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. b. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
c. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
d. Suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga.
e. Suami istri menentukan tempat kediaman mereka.
f. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, saling setia, dan
bantuan lahir batin satu sama lain.
g. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan
kemampuannya.
h. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya.

* timbulnya hubungan orangtua dan anak

a) Kedudukan anak

Pada Pasal 42 UU Perkawinan jo Pasal 99 KHI, menerangkan bahwa anak sah adalah anak
yang lahir dari pekawinan yang sah. Berlanjut dalam Pasal 43 UU Perkawinan jo Pasal 100
KHI, menerangkan mengenai kedudukan anak luar kawin, bahwa anak luar kawin hanya
mempunyai hubungan perdata dan nasab hanya kepada ibunya dan keluarga ibu. Pada pasal
186 KHI, bahwa anak luar kawin hanya dapat mewaris dengan ibunya dan keluarga ibunya.

b) Hak dan kewajiban antara orangtua dan anak

a. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai anakanak
tersebut kawin dan dapat berdiri sendiri.

b. Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendaknya yang baik. Anak yang
dewasa wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis keturunan ke atas sesuai
kemampuannya, apabila memerlukan bantuan anaknya.
c) Kekuasaan orangtua

a. Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin ada di bawah
kekuasaan orang tua.

b. Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hukum si anak baik di dalam maupun di
luar pengadilan.

c. Orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap
yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin.

Anda mungkin juga menyukai