Pengertian Perkawinan
Lebih lanjut dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebaran
Kompilasi Hukum Islam, diterangkan pengertian perkawinan pada Pasal 2 dan Pasal
3 KHI bahwa: Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah dengan tujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawadda, dan rahmah.
1. Syarat materiil, pengaturan mengenai syarat materiil perkawinan ada pada Pasal 6
sampai Pasal 11 UU Perkawinan. Syarat materiil ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
a. Materiil absolut, yakni syarat yang tidak membedakan dengan siapa seseorang
akan melangsungkan perkawinan, yang meliputi:
4) Ketika salah seorang dari kedua orang tuanya telah meninggal dunia atau
dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang
dimaksud Ayat (2) cukup diperoleh dari orang tua yang mampu menyatakan
kehendaknya. Orang tua yang kedua-duanya telah meninggal dunia atau
dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh
dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan
darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan
dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
3) Larangan kawin bagi suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu
dengan yang lainnya untuk kedua kalinya, sepanjang hukum masingmasing
agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan
lain.
2. Syarat formil, mengenai syarat formil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, yang meliputi:
Pernikahan Dini
adalah perkawinan yang dilakukan sebelum para calon mempelai berumur 19 tahun,
sebagaimana syarat umur yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan.
Akibat Hukum yang ditimbulkan dari adanya perkawinan adalah timbulnya harta para
pihak, timbulnya hak dan kewajiban suami istri, dan timbulnya hubungan hukum
orangtua dan anak
a) Kedudukan anak
Pada Pasal 42 UU Perkawinan jo Pasal 99 KHI, menerangkan bahwa anak sah adalah anak
yang lahir dari pekawinan yang sah. Berlanjut dalam Pasal 43 UU Perkawinan jo Pasal 100
KHI, menerangkan mengenai kedudukan anak luar kawin, bahwa anak luar kawin hanya
mempunyai hubungan perdata dan nasab hanya kepada ibunya dan keluarga ibu. Pada pasal
186 KHI, bahwa anak luar kawin hanya dapat mewaris dengan ibunya dan keluarga ibunya.
a. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai anakanak
tersebut kawin dan dapat berdiri sendiri.
b. Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendaknya yang baik. Anak yang
dewasa wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis keturunan ke atas sesuai
kemampuannya, apabila memerlukan bantuan anaknya.
c) Kekuasaan orangtua
a. Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin ada di bawah
kekuasaan orang tua.
b. Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hukum si anak baik di dalam maupun di
luar pengadilan.
c. Orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap
yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin.