A. LATAR BELAKANG
Perkawinan sebagai perbuatan hukum yang mana merupakan suatu perbuatan
yang mengandung hak dan kewajiban bagi individu-individu yang melakukannya.
Seorang pria dengan seorang wanita setelah melakukan perkawinan akan menimbulkan
akibat akibat hukum yaitu antara lain mengenai hubungan hukum antara suami istri dan
mengenai harta benda perkawinan serta penghasilan mereka.
Perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan setiap manusia.
Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita akan menimbulkan
akibat lahir maupun batin antara mereka, terhadap masyarakat dan juga hubungannya
dengan harta kekayaan yang diperoleh di antara mereka baik sebelum, selama maupun
sesudah perkawinan berlangsung.
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Salah satu akibat hukum dari
perkawinan adalah terciptanya harta benda perkawinan yang terbagi menjadi harta asal
atau harta bawaan, yaitu harta yang dipunyai oleh masing-masing suami isteri sebelum
perkawinan. Harta bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan,
tidak termasuk hadiah atau warisan, maksudnya adalah harta yang didapat atas usaha
mereka atau sendiri-sendiri selama masa ikatan perkawinan. Konsep harta bersama
merupakan harta kekayaan yang dapat ditinjau dari segi ekonomi dan segi hukum.
Tinjauan dari segi ekonomi menitikberatkan pada nilai kegunaan, sebaliknya tinjauan
dari segi hukum menitikberatkan pada aturan hukum yang mengatur.
Perkawinan menimbulkan akibat hukum antara kedua pasangan suami istri.
Apabila terjadi suatu perceraian permasalahan yang timbul adalah anak dan harta.
Namun dalam hal ini, penulis membatasi meneliti tentang masalah harta. Sebagaimana
disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan mengatur
harta kekayaan, pada Bab VII dalam judul harta benda dalam perkawinan. Pasal 35 ayat
(1) berbunyi, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Selanjutnya ayat (2) menjelaskan, harta bawaan dari masingmasing suami dan istri dan
harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Jadi terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat
terhadap hubungan-hubungan keperdataan seperti hak dan kewajiban suami istri, harta
bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua tetapi juga menyangkut
hubungan-hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan
ketetanggaan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Perbandingan Perkawinan Menurut KUHP dengan Hukum Adat?
2. Apa Saja Dasar Hukum Tentang Perkawinan Menurut KUHP dan Hukum Adat?
BAB II
PEMBAHASAN
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Didalam Bab ke empat Pasal 26 KUH Perdata di sebutkan bahwa Undang-Undang
memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata jadi sah atau tidaknya suatu
perkawinan menurut hukum perdata. Perkawinan menurut KUH Perdata adalah
perbuatan hukum dari seseorang laki-laki dan seorang perempuan yang dilangsungkan
menurut cara-cara sebagai mana ditentukan dalam Undang-Undang dengan maksud
untuk hidup bersama.
Perkawinan harus dilangsungkan dihadapan Pegawai Pencatatan Sipil (burgelijke
stand) dan memenuhi beberapa persyaratan seperti batas umur maupun kesepakatan
bersama antara para pihak. Dalam KUH Perdata, syarat untuk melangsungkan
perkawinan dibagi menjadi dua macam adalah : (1) syarat materiil dan (2) syarat formil.
Menurut hukum adat di Indonesia perkawinan bukan saja merupakan perikatan
perdata tapi juga merupakan perkawinan adat dan sekaligus merupakan perikatan
kekerabatan dan ketetanggan.
Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat adat, sebab perkawinan bukan hanya menyangkut kedua mempelai, tetapi
juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga mereka masing-
masing.
Tujuan perkawinan bagi masyarakat hukum adat yang bersifat kekerabatan adalah
untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis kebapakan, keibuan
atau keibuan-bapakan.
Perkawinan dalam hukum adat sangat dipengaruhi oleh sifat dari pada susunan
kekeluargaan.