Prodi Hukum
A. PERKAWINAN
a) Konsep dan Definisi Perkawinan
Konsep Perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan no 1 Tahun 1974 yaitu:
1. Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Untuk laki-laki minimal sudah berusia minimal 19 tahun, dan untuk perempuan harus
sudah berusia minimal 16 tahun
3. Jika menikah dibawah 21 tahun harus disertai ijin kedua atau salah satu orang tua atau
yang ditunjuk sebagai wali
Kegunaan
Seperti halnya dengan Angka Perkawinan Kasar, Angka Perkawinan Umum dipergunakan
untuk memperhitungkan proporsi penduduk kawin. Namun disini, pembaginya adalah
penduduk 15 tahun keatas dimana penduduk bersangkutan lebih berisiko kawin. Penduduk
berumur kurang dari 15 tahun tidak diikutseratakan sebagai pembagi karena umumnya
mereka tidak beresiko kawin. Sehingga Angka Perkawinan Umum menunjukkan informasi
yang lebih realitas.
Cara Menghitung
Jumlah penduduk yang berstatus kawin dalam satu tahun tertentu dibagi dengan jumlah
penduduk berumur 15+ tahun pada pertengahan tahun tertentu serta dikalikan dengan 1000.
M
Mu = × 1000
P 15
Cara Menghitung
Jumlah penduduk yang berstatus kawin pada kelompok umur”i” dengan jenis kelamin”s”
dibagikan dengan jumlah penduduk pada kelompok umur “i” dengan jenis kelamin “s”
dikalikan dengan 1000
M is
m si = s × 1000
Pi
B. PERCERAIAN
a) Pengertian Perceraian
Perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan yang diatur dalam UUP
yang ditempatkan pada Bab VIII dimana Pasal 38 menentukan:“Perkawinan dapat putus
karena: a. Kematian; b. Perceraian; dan c. Atas keputusan pengadilan”.
Putusnya perkawinan karena perceraian bukanlah suatu hal yang mutlak terjadi karena dapat
diatasi agar tidak terjadi perceraian. Penjelasan umum dari UUP menyebutkan
bahwa:“Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan
sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya
perceraian”.
Untuk memberikan pengertian yang lebih bulat lagi, perlu pula dikemukakan pengertian
Perkawinan menurut Pasal 1 UUP, sebagai bahan perbandingan, yakni:“Perkawinan ialah
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”.
Dengan melihat perumusan Pasal tersebut, akan bertambah lagi pemahaman mengenai
perceraian, yang memiliki makna yang saling bertentangan, yaitu perceraian merupakan suatu
pengecualian terhadap prinsip perkawinan yang kekal yang diakui oleh semua agama.47 Dari
uraian di atas, dapat diidentifikasikan beberapa hal mengenai perceraian, yakni :
a. Perceraian adalah salah satu peristiwa yang menyebabkan putusnya perkawinan;
b. Perceraian memiliki akibat-akibat hukum tertentu bagi masing-masing pihak;
c. Perceraian merupakan pengecualian terhadap prinsip perkawinan yang kekal yang diakui
oleh semua agama.
Perceraian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti perihal berceraiantara suami
isteri, yang kata “bercerai” itu sendiri artinya “menjatuhkan talak atau memutuskan hubungan
sebagai suami isteri.” Menurut KUH Perdata Pasal 207 perceraian merupakan penghapusan
perkawinan dengan putusan hakim, atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu
berdasarkan alasan-alasan yang tersebut dalam undang-undang. Sementara pengertian
perceraian tidak dijumpai sama sekali dalam UUP begitu pula di dalam penjelasan serta
peraturan pelaksananya.
Meskipun tidak terdapat suatu pengertian yang otentik tentang perceraian,tidak berarti bahwa
masalah perceraian ini tidak diatur sama sekali di dalam UUP.
Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, pengaturan masalah perceraian mendudukitempat
terbesar. Hal ini lebih jelas lagi apabila kita melihat peraturan-peraturan pelaksananya. Dalam
UUP mengenai masalah perceraian ini, diperjelas pengaturannya pada Bab VIII yang
mengatur tentang Putusnya Perkawinan serta Akibatnya. Pasal 38 menentukan bahwa :
“Perkawinan dapat putus karena : a. Kematian; b. Perceraian; dan c. Atas keputusan
pengadilan”.
Beberapa sarjana juga memberikan rumusan atau defenisi dari perceraian, antara lain :
a. Menurut Subekti sebagai berikut : “Perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan
putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.”
b. Menurut R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin sebagai berikut :”Perceraian
berlainan dengan pemutusan perkawinan sesudah perpisahan meja dan tempat tidur yang
didalamnya tidak terdapat perselisihan bahkan ada kehendak baik dari suami maupun dari
isteri untuk pemutusan perkawinan. Perceraian selalu berdasar pada perselisihan antara
suami dan isteri.”
c. Menurut P.N.H. Simanjuntak sebagai berikut :“Perceraian adalah pengakhiran suatu
perkawinan karena sesuatu sebab dengan keputusan hakim atas tuntutan dari salah satu
pihak atau kedua belah pihak dalam perkawinan.”
Pasal 14 sampai dengan pasal 36 PP Nomor 9 Tahun 1975, pasal 199 KUH Perdata.
Pasal 113 sampai dengan pasal 128 Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam.
c) Alasan-alasan Perceraian
Dalam pasal 39 UU No 1 Tahun 1974 dan pasal 110 komplikasi hukum islam disebutkan
tentang alasan-alasan yang diajukan oleh suami atau istri untuk menjatuhkan talak atau
gugatan perceraian ke pengadilan. Alasan-alasan itu adalah sebagai berikut :
1. . Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya
yang sulit disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-berturut tanpa izin pihak
lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak
lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami istri.
6. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan
akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7. Suami melanggar Ta’lik Talak.
8. Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam rumah tangga
e) Ukuran-ukuran Perceraian
Ukuran perceraian dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Angka Perceraian Kasar
Definisi
Angka Perceraian Kasar menunjukkan persentase penduduk berstatus cerai terhadap jumlah
penduduk keseluruhan pada pertengahan suatu tahun untuk suatu tahun tertentu.
Kegunaan
Perceraian mempunyai implikasi demografis sekaligus implikasi sosiologis.Imlikasi
demografi adalah mengurangi fertilitas sedangkan implikasi sosiologis lebih kepada status
cerai terhadap perempuan dan anak-anak mereka.
Cara Menghitung
Angka perceraian kasar dihitung dengan menghitung kasus perceraian yang terjadi dalam
suatu kurun waktu tertentu dengan jumlah paenduduk pada pertengahan tahun dalam suatu
wilayah tertentu.
C
Rumus : c= x 1000
p
Keterangan :
c = Angka perceraian kasar
C = Jumlah perceraian yang terjadi dalam satu tahun.
p = Jumlah penduduk pada pertengahan tahun yang sama.
Angka perceraian menunjukkan jumlah perceraian yang terjadi per seribu penduduk pada
suatu tahun tertentu. Sebagai contoh yaitu menghitung angka perceraian kasar di Swedia
tahun 1960. Jumlah perceraian di Swedia pada tahun 1960 adalah 8.958 orang dengan
jumlah penduduk pada pertengahan tahun sebesar 7.485.615 maka angka perceraian kasar de
8.958
Swedia tahun 1960 adalah x 1000 = 1,2
7.485.615
C
c 15+ = x 1.000
p 15+¿ ¿
c 15+ = Angka Perceraian Umum
C = Perceraian yang terjadi dalam satu tahun
P 15+ = Jumlah penduduk 15 tahun keatas pada pertengahan tahun.
Alternatif Pemecahan :
Perkawinan
1. Menambah masa lajang.
2. Meningkatkan masa pendidikan.
Peceraian :
1. Konsultasi Keluarga.
2. Pendalaman agama.