NIM : D10121762
UU No. 1 Tahun 1974 tentang hokum perkawinan di perbaharui menjadi UU No. 16 Tahun
2019. Pasal 7 Ayat 1 tentang batas umur perkawinan Pria dan Wanita dapat masing-masing 19
Tahun jika di dalam UU No. 1 Tahun 1974 dimana batas umur perkawinan Pria 19 Tahun dan
Wanita 16 Tahun, untuk menikah di bawah umur 19 tahun harus mengajukan Dispensi ke
Pengadilan. Pernikahan menurut hokum tidak boleh lebih dari 2x dengan pasangan yang sama
namun menurut Ajaran Agama Islam pernikahanan di bolehkan sampai 3x dan menurut Ajaran
Agama Kristen tidak boleh menikah lagi dan hanya Tuhan yang dapat memisahkan. Pernikahan
ke atas adalah orang tua, nenek, kakek dan pernikahan ke bawah adalah anak, cucu, cicit.
e. PP No. 45/1990 ttg Perubahan dan Tambahan PP No. 10/1983 disempurnakan dengan PP
No 45/1990 ttg Izin Perkawinan dan Perceraian bagi ASN.
f. Instruksi Presiden No. 1 Th 1991 ttg KHI di Indonesia (Pasal 1-170 KHI).
Definisi
Perkawinan mnrt UUP Pasal 1: ikatan lahir batin antara seorang pria dg seorang wanita
sbg suami istri dg tujuan membentuk keluarga (rt) yg bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Prof. Subekti, SH> pertalian yg sah antara seorang lelaki & seorang pr untuk waktu yg
lama.
Prof. Mr Paul Scholten> hub. Hk antara seorang pria dg seorang wanita untuk hidup
bersama dg kekal, yg diakui oleh negara.
Prof. Dr. R. Wirjino Prodjodikoro, SH> suatu hidup bersama dari seorang laki2 &
seorang pr, yg memenuhi syarat2 yg termasuk dlm peraturan Hk perkawinan.
Prof. Soediman Kartohadiprodjo, SH> suatu hub. Antara orang wanita & pria yg bersifat
abadi.
K. Wantjik Saleh, SH> ikatan lahir-batin antara seorang pria dg seorang wanita sbg
suami istri.
Disimpulkan
Perkawinan : suatu ikatan lahir & batin antara seorang pria dg seorang wanita untuk
membentuk suatu keluarga dalam jangka waktu yg lama.
Bentuk-bentuk Perkawinan
2. Poligami : perkawinan antara seorang pria dh lebih dr satu wanita ataupun sebaliknya. Yg
dibedakan lagi menjadi 2 yaitu Poligini dan Poliandri seperti orang eskimo, orang
Markesas di Oceania, orang Philipina di Pulau Palawan dan sebagainya.
1. Eksogami : perkawinan antara pria dan wanita yg berlainan suku dan ras.
2. Endogami : perkawinan antara pria dan wanita yg berasal dr suku dan ras yg sama.
3. Homogami : perkawinan antara pria dan wanita dari lapisan sosial yg sama.
4. Heterogami : perkawinan antara pria dan wanita dari lapisan sosial yg berlainan.
Cross Cousin : Perkawinan antara saudara sepupu, yakni anak saudara laki-laki ibu (anak
paman) atau anak dr saudara pr ayah. Ex: daerah Batak (Pariban) dll.
Parallel Cousin : Perkawinan antara anak-anak dari ayah mereka bersaudara atau Ibu
mereka bersaudara.
Eleutherogami : seseorang bebas untuk memilih jodohnya dlm perkawinan, baik itu dr klen
sendiri maupun dr klen lainnya.
a. Pasal 3 (1)= pada asasnya dlm suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
b. Pasal 3 (2)= Pengadilan dpt memberi izin kpd seorang suami untuk beristri lebih dr
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yg bersangkutan.
c. Pengadilan hanya memberi izin kpd seorang suami yg akan beristri lebih dr seorang
apabila:
2. adanya kepastian bhw suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri &
anak-anak mereka.
3. adanya jaminan bhw suami akan berlaku adil terhadap istri-istri & anak-anak mereka.
1. Suami wajib memberi jaminan hidup yg sama kpd semua istri & anaknya.
2. istri yg kedua & seterusnya tdk mempunyai hak atas harta bersama yg telah ada sblm
perkawinan dg istri kedua atau berikutnya itu terjadi.
3. Semua istri mempunyai hak yg sama atas harta bersama yg terjadi sejak perkawinannya
masing2.
• Pasal 40 PP No. 9/1975: apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dr
seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan scr tertulis kpd Pengadilan.
3. Ada tdknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup istri-istri & anak-anak
dg memperlihatkan:
4. Ada tdknya jaminan bhw suami akan berlaku adil terhadap istri-istrinya & anak-anak mereka
dg pernyataan atau janji dr suami yg dibuat dlm bentuk yg ditetapkan untuk itu.
* Pasal 44 PP ini: Pegawai Pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang
suami yg akan beristri lebih dr seorang sebelum adanya izin Pengadilan.
• Pasal 6:
b. Untuk melangsungkan perkawinan, seorang yg blm mencapai umur 21 th hrs mendpt izin
kedua ortu.
Pasal 7: usia pria dan wanita telah 19 th, jika ada penyimpangan dpt meminta dispensasi
Pengadilan.
Larangan Perkawinan
• Pasal 8:
d. Berhubungan susuan.
e. Berhubungan saudara dg istri dlm hal seorang suami beristri lebih dr seorang.
f. Mempunyai hubungan yg oleh agamanya atau peraturan lain yg berlaku, dilarang kawin.
• Pasal 10: apabila suami & istri yg telah cerai kawin lagi satu dg yg lain & bercerai lagi
untuk kedua kalinya, mk di antara mrk tdk boleh dilangsungkan perkawinan lagi.
Perjanjian Perkawinan
• Pasal 29:
a. Pada waktu /sblm perkawinan dilangsungkan kedua pihak atas persetujuan bersama dpt
mengadakan perjanjian tertulis yg disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan stlh mana
isinya berlaku juga terhdp pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Putusan MK
No. 69/PUU-XIII/2015 : “atau selama dalam ikatan perkawinan”
b. Perjanjian tsbt tdk dpt disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama &
kesusilaan.
c. Perjanjian tsbt berlaku sejak perkawinan dilangsungkan dan setelah perjanjian disahkan.
Selama perkawinan berlangsung, perjanjian tsbt tdk dpt diubah, kecuali bila dari kedua belah
pihak ada persetujuan untuk mengubah & perubahan tdk merugikan pihak ketiga.
a. Pasal 2: Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil bagi non muslim.
b. Pemberitahuan perkawinan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sblm perkawinan
dilangsungkan, pengecualian dr ini diberikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala
Daerah (3).
c. Penelitian oleh pegawai pencatat (6). Pasal 7: jika terdapat kekurangan berkas segera
diberitahukan kpd calon mempelai/ortu/kpd wakilnya.
e. Tata cara perkawinan, Pasal 10: perkawinan dilaksanakan di hadapan pegawai pencatat &
dihadiri oleh 2 orang saksi. Dg penandatangannan akta perkawinan, mk perkawinan tlh
tercatat scr resmi (11). Akta perkawinan dibuat 2 rangkap: disimpan oleh Pegawai
pencatat & Panitera Pengadilan dlm wilayah Kantor Pencatatn Perkawinan itu berada.
Kepada suami & istri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan (Pasal 13).
Pencegahan Perkawinan
a. Pasal 13: perkawinan dpt dicegah apabila ada pihak yg tdk memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
1. Para keluarga dlm garis keturunan lurus ke atas dan bawah dr salah seorang calon
mempelai.
6. Pihak-pihak yg berkepentingan.
1. Usia pria & wanita dlm perkawinan belum terpenuhi (Pasal 7 (1)).
7. Pasal 17: diajukan kpd Pengadilan dlm daerah hukum dimana perkawinan akan
dilangsungkan.
9. Pasal 19: perkawinan tdk dpt dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut.
10. c. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan. Penolakan harus disertai
surat keterangan tertulis & disebutkan alasan-alasan penolakanya.
Pembatalan Perkawinan
a. Pasal 22: perkawinan dpt dibatalkan apabila para pihak tdk memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan. Dpt diajukan oleh (pasal 23):
1. Para keluarga dlm garis keturunan lurus ke atas dr suami atau istri.
4. Pejabat yg ditunjuk dlm Pasal 16 UU ini & setiap orang yg mempunyai kepentingan
hukum scr langsung terhadap perkawinan tsbt, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
6. Pasal 26: hak untuk membatalkan oleh suami atau istri berdasarkan alasan (perkawinan
dilangsungkan di muka P3 yg tdk berwenang, wali nikah yg tdk sah atau tanpa dihadiri 2
saksi) tsbt gugur jika mereka tlh hidup bersama sbg suami istri & dpt memperlihatkan
akte perkawinan yg dibuat P3 yg tdk berwenang & perkawinan harus diperbaharui supaya
sah.
• Pasal 27: seorang suami atau istri dpt mengajukan permohonan pembatalan perkawinan
apabila:
2. Pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau
istri.
Haknya gugur jika dlm jangka 6 bulan stlh ancaman berhenti atau yg bersalah sangka itu
menyadari keadaanya itu masih tetap hidup sbg suami istri & tdk mempergunakan haknya untuk
mengajukan permohonan pembatalan.
Pasal 28 UUP: batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai
kekuatan hukum yg tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
2. Suami atau istri yg bertindak dg iktikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila
pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yg lebih dahulu.
3. Orang ketiga lainnya, sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik sblm
keputusan ttg pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 37 PP 9/1975: batalnya suatu perkawinan hanya dpt diputuskan oleh Pengadilan.
Pencegahan Perkawinan
a. Pasal 13: perkawinan dpt dicegah apabila ada pihak yg tdk memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
1. Para keluarga dlm garis keturunan lurus ke atas dan bawah dr salah seorang calon
mempelai.
6. Pihak-pihak yg berkepentingan.
• Pasal 16 (1): seorang pejabat yg ditunjuk berkewajiban mencegah berlangsungnya
perkawinan apabila:
1. Usia pria & wanita dlm perkawinan belum terpenuhi (Pasal 7 (1)).
7. Pasal 17: diajukan kpd Pengadilan dlm daerah hukum dimana perkawinan akan
dilangsungkan.
9. Pasal 19: perkawinan tdk dpt dilangsungkan apabila pencegahan belum dicabut.
10. c. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan. Penolakan harus disertai
surat keterangan tertulis & disebutkan alasan-alasan penolakanya.
Pembatalan Perkawinan
a. Pasal 22: perkawinan dpt dibatalkan apabila para pihak tdk memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan. Dpt diajukan oleh (pasal 23):
1. Para keluarga dlm garis keturunan lurus ke atas dr suami atau istri.
4. Pejabat yg ditunjuk dlm Pasal 16 UU ini & setiap orang yg mempunyai kepentingan
hukum scr langsung terhadap perkawinan tsbt, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
• Pasal 27: seorang suami atau istri dpt mengajukan permohonan pembatalan perkawinan
apabila:
2. Pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau
istri.
Haknya gugur jika dlm jangka 6 bulan stlh ancaman berhenti atau yg bersalah sangka itu
menyadari keadaanya itu masih tetap hidup sbg suami istri & tdk mempergunakan haknya untuk
mengajukan permohonan pembatalan.
Pasal 28 UUP: batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai
kekuatan hukum yg tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
2. Suami atau istri yg bertindak dg iktikad baik, kecuali terhadap harta bersama, bila
pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yg lebih dahulu.
3. Orang ketiga lainnya, sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan iktikad baik sblm
keputusan ttg pembatalan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 37 PP 9/1975: batalnya suatu perkawinan hanya dpt diputuskan oleh Pengadilan.
a. suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang
menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
b. Hak & kedudukan istri adalah seimbang dg hak & kedudukan suami dalam kehidupan
rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
c. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
d. Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga.
e. Suami-istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap dan rumah tempat kediaman
ini ditentukan secara bersama-sama.
f. f. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi
bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
g. g. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
1. Marjinalisasi
2. Subordinasi
3. Stereotif
4. Kekerasan (Violence)
• Pasal 35: harta bawaan dari masing-masing suami & istri dan harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing
sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
• Pasal 29: apabila mau menyimpang dari prinsip harta benda perkawinan ini, maka dibuat
perjanjian kawin sebelum perkawinan.
• Pasal 37: bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut
hukumnya masing-masing.
Putusnya Perkawinan
1. kematian.
2. Perceraian.
Perceraian Perkawinan
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi,dsb yang sukar
disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak
lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
pihak lain.
5. Salah satu pihak medapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami /istri.
6. Antara suami & istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya.
2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak itu.
3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.