TUGAS 1
Pasal 6
1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini
cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu
menyatakan kehendaknya.
4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu
untuk menyatakan kehendaknya maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara
atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan, lurus ke atas
selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang dalam ayat (2), (3) dan (4),
pasal ini atau salah seorang atau. di antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka
Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang melangsungkan perkawinan
atas permintaan orang tersebut memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-
orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal berlaku sepanjang hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak
menentukan lain.
Syarat regulatif
Untuk syarat regulatif, pernikahan di Indonesia harus memenuhi sejumlah persyaratan
yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Undang-Undang Nomor 16 Tahim 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Adapun syarat-syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Perkawinan hanya diizinkan apabila kedua calon pengantin sudah mencapai umur 19
tahun;
2. Dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan;
3. Pria hanya boleh menikah satu kali. Boleh lebih dari itu, apabila memiliki kondisi tertentu
(istri sakit/cacat yang tidak bisa sembuh, istri tidak dapat memenuhi kewajibannya, atau
istri tidak bisa memiliki keturunan) dan dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan;
4. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai;
5. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus
mendapat izin orangtua/wali;
6. Tidak berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;
7. Tidak berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara,
antara seorang dengan saudara orangtua dan antara seorang dengan saudara neneknya
8. Tidak berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu/bapak tiri;
9. Tidak berhubungan susuan, yaitu orangtua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan
bibi/paman susuan;
10. Tidak berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri,
dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;
11. Tidak mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku,
dilarang kawin.
2 . Subjek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung
(dapat memiliki) hak dan kewajiban. Dalam kamus Ilmu Hukum disebut juga ”orang” atau
”pendukung hak dan kewajiban.” Subjek hukum memiliki kewenangan bertindak menurut
tata cara yang ditentukan atau dibenarkan hukum.
Subjek hukum yang dikenal dalam ilmu hukum adalah manusia dan badan hukum. Dikutip
dari Cekricek.id, berikut ulasannya.
1. Manusia
Manusia (natuurlijk persoon) menurut hukum, adalah setiap orang yang mempunyai
kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya, orang
sebagai subjek hukum dimulai sejak ia lahir dan berakhir setelah meninggal dunia.
Terhadap hal tersebut, terdapat pengecualian, yaitu menurut Pasal 2 KUH Perdata, bahwa
bayi yang masih dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan menjadi subjek hukum,
apabila kepentingannya menghendaki (dalam hal pembagian warisan).
Apabila bayi tersebut lahir dalam keadaan meninggal dunia, menurut hukum ia dianggap
tidak pernah ada, sehingga ia bukan subjek hukum (tidak menerima pembagian warisan).
Akan tetapi ada golongan manusia yang dianggap tidak cakap bertindak atau melakukan
perbuatan hukum, disebut personae miserabile yang mengakibatkan mereka tidak dapat
melaksanakan sendiri hak-hak dan kewajibannya, harus diwakili oleh orang tertentu yang
ditunjuk, yaitu oleh wali atau pengampu (kuratornya).
a. Anak yang masih di bawah umur atau belum dewasa (belum berusia 21 tahun), dan
belum kawin/nikah.
Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, terdapat berbagai ketentuan usia
minimal seseorang untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau memperoleh hak, yaitu:
Pasal 330 KUH Perdata menentukan bahwa untuk melakukan perbuatan hukum di bidang
harta benda, usia 21 tahun atau telah menikah (kawin) atau pernah kawin/nikah.
Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan bahwa untuk dapat
melangsungkan perkawinan, usia 19 tahun bagi pria dan usia 16 tahun bagi wanita. Pada
Pasal 6 ayat (1) disebutkan bahwa yang belum berusia 21 tahun harus mendapat izin dari
orang tua atau walinya untuk melakukan perkawinan.
Pasal 45 KUH Pidana, belum dapat dipidana seseorang yang belum berusia 16 tahun. Hakim
berdasarkan Pasal 46 KUH Pidana dapat menjatuhkan hukuman dengan tiga kemungkinan,
yaitu mengembalikan kepada orang tua si anak, memasukkan dalam pemeliharaan anak
negara, atau menjatuhkan pidana tetapi dikurangi sepertiga dari ancaman maksimal
pidana yang dilanggar dan dipenjara pada penjara khusus anak-anak.
Pasal 28 UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), hak seseorang untuk
memilih adalah usia 17 tahun atau sudah/pernah kawin pada waktu pendaftaran pemilih.
Pasal 2 ayat (1) butir d PP No. 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi
menyebutkan bahwa usia untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah :
SIM C dan SIM D pada usia 16 tahun;
SIM A pada usia 17 tahun;
SIM B1 dan SIM B2 pada usia 20 tahun;
Pasal 33 Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1977 tentang Kependudukan, usia 17 tahun
atau sudah/pernah nikah/kawin, wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).
b. Orang dewasa yang berada di bawah pengampuan (curatele), disebabkan oleh. Sakit
ingatan: gila, orang dungu, penyakit suka mencuri (kleptomania), khususnya penyakit.
Pemabuk dan pemboros (ketidakcakapannya khusus dalam peralihan hak di bidang harta
kekayaan). Istri yang tunduk pada Pasal 110 KUH Perdata. Ketentuan ini dianulir oleh Surat
Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 1963, bahwa setiap istri sudah dianggap
cakap melakukan perbuatan hukum. Status istri yang ditempatkan di bawah pengampuan
berdasarkan penetapan hakim yang disebut kurandus.
2. Badan Hukum
Badan Hukum (rechts persoon), suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum
dan mempunyai tujuan tertentu. Badan hukum terbagi atas dua macam, yaitu:
Badan hukum privat, seperti perseroan terbatas (PT), firma, CV, badan koperasi,
yayasan, PT (Persero) – BUMN/D dan sebagainya
Badan hukum publik, seperti negara, pemerintah daerah, desa, Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB).
Keberadaan suatu badan hukum, berdasarkan teori hukum ditentukan oleh empat teori
yang menjadi syarat suatu badan hukum (sehingga dapat dikelompokkan/digolongkan)
sebagai subjek hukum, yaitu:
Teori fictie, yaitu badan hukum dianggap sama dengan manusia (orang) sebagai subjek
hukum, dan hukum juga memberi hak dan kewajiban.
Teori kekayaan bertujuan, yaitu harta kekayaan dari suatu badan hukum mempunyai
tujuan tertentu, dan harus terpisah dari harta kekayaan para pengurus atau anggotanya.
Teori pemilikan bersama, yaitu semua harta kekayaan badan hukum menjadi milik bersama
para pengurus atau anggotanya.
Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum, dan dapat
menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Menurut terminologi (istilah) ilmu hukum,
objek hukum disebut pula ”benda atau barang,” sedangkan ”benda atau barang” menurut
hukum adalah segala barang dan hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis, dan
dibedakan atas sebagai berikut.
3 . Menurut Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman
Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, pengertian dispensasi kawin atau dispensasi
nikah adalah pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami isteri yang belum
berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan. Mengutip dari situs Pengadilan Agama
Pulang Pisau, dispensasi nikah artinya upaya bagi mereka yang ingin menikah namun
belum mencukupi batas usia untuk menikah yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
sehingga orang tua bagi anak yang belum cukup umurnya tersebut bisa mengajukan
dispensasi nikah ke Pengadilan Agama melalui proses persidangan terlebih dahulu agar
mendapatkan izin dispensasi perkawinan.
Sebagaimana yang dimaksud dengan pengertiannya, tujuan dispensasi nikah adalah untuk
memberikan kelonggaran hukum bagi mereka yang tidak memenuhi syarat sah pernikahan
atau perkawinan secara hukum positif. Maka dari itu undang-undang memberikan
kewenangan kepada pengadilan untuk memberikan dispensasi nikah.
Sementara terkait dasar hukum pemberian dispensasi nikah adalah diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung (MA) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan
Dispensasi Kawin. Dalam Pasal 6 Peraturan Ma No. 5 Tahun 2019 ini disebutkan bahwa
pihak yang berhak mengajukan permohonan dispensasi nikah adalah orang tua atau wali.
Menerapkan asas sebagaimana dimaksud Pasal 2, yaitu asas kepentingan terbaik bagi anak,
asas hak hidup dan tumbuh kembang anak, asas penghargaan atas pendapat anak, asas
penghargaan harkat dan martabat manusia, asas non diskriminasi, kesetaraan gender, asas
persamaan di depan hukum, asas keadilan, asas kemanfaatan dan asas kepastian hukum
Menjamin pelaksanaan sistem peradilan yang melindungi hak anak Meningkatkan
tanggung jawab orang tua dalam rangka pencegahan perkawinan anak Mengidentifikasi
ada atau tidaknya paksaan yang melatarbelakangi pengajuan permohonan dispensasi
kawin Mewujudkan standardisasi proses mengadili permohonan dispensasi kawin di
pengadilan.
Aturan pemberian dispensasi nikah adalah diajukan oleh orang tua atau wali dengan wajib
mendengarkan pendapat kedua belah pihak calon mempelai. Hal ini tentunya dengan
memperhatikan syarat-syarat atau persyaratan dispensasi nikah sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangannya.
BUMD
Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Perusahaan Daerah Angkutan Kota (AKDP dan AKAP)
5 .