Anda di halaman 1dari 3

TUGAS TUTORIAL II

KODE DAN NAMA MATA KULIAH : MODUL HKUM4203/ HUKUM PIDANA


POKOK BAHASAN : ALASAN PENGHAPUSAN PIDANA, ALASAN PENGHAPUSAN
PENUNTUTAN DAN PELAKSANAAN PIDANA, PERCOBAAN,
PENYERTAAN DAN PEMBANTUAN, DAN PERBARENGAN DAN
PENGULANGAN PERBUATAN PIDANA

NAMA/NIM : BONAFENTURA IBO/043660321

1. a. Disini bisa kita lihat 6 asas Hukum Pidana

 Asas Legalitas
Asas legalitas menjelaskan bahwa seseorang tidak bisa dikenakan sanksi pidana selama tindak kejahatan yang
dilakukannya tidak ada di dalam KUHP sebagaimana tertulis di pasal 1 ayat 1 : “Tidak ada suatu perbuatan yang
dapat dipidana (dihukum) apabila perbuatan tersebut tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan
sebelumnya/terlebih dahulu, jadi harus ada aturan yang mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan
perbuatan”.

 Asas Nasional Aktif (Asas Personalitas)


Asas ini membahas KUHP terhadap orang Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar Indonesia. Namun,
hukum ini bergantung pada perjanjian bilateral antar negara yang mengizinkan untuk mengadili tindak pidana
tersebut sesuai asal negaranya.
Hal ini tertulis di dalam Pasal 5 KUHP:
1. Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi warga Negara Indonesia yang
melakukan di luar Indonesia:

 Satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua, dan dalam pasal-pasal
160,161,240,279,450, dan 451;

 Suatu perbuatan terhadap suatu yang dipandang sebagai kejahatan menurut ketentuan pidana dalam
undang-undang negeri, tempat perbuatan itu dilakukan.

2. Penuntutan terhadap suatu perbuatan yang dimaksudkan pada huruf b boleh juga dilakukan, jika
tersangka baru menjadi warga negara Indonesia setelah melakukan perbuatan itu.

 Asas Nasional Pasif (Asas Perlindungan)


Asas ini memberlakukan KUHP terhadap WNI maupun WNA yang melakukan tindak pidana di luar Indonesia
selama perbuatan itu melanggar kepentingan negara Indonesia.
Hal ini tertulis dalam Pasal 4 KUHP :
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar
Indonesia:
1. Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan 131.
2. suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank,
ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia.
3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu
daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga,
yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut,
atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak
dipalsu;

4. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan
laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf
j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf I, m, n, dan o tentang
kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.

 Asas Universalitas
Asas universalitas berkaitan dengan kemanusiaan, dalam arti si pelaku tindak pidana ini akan dikenakan pidana
yang berlaku dengan di mana ia berhenti. Sebagai contoh, tindak pidana terorisme yang melibatkan semua
negara.

 Asas Tidak Ada hukuman tanpa Kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld)
Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan atau Asas Kesalahan berarti seseorang dengan perbuatan yang menentang
hukum pidana yang berlaku tidak bisa dipidana karena ketiadaan kesalahan di dalam perbuatannya itu.

Asas ini tertuang di dalam pasal 6 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman berikut:
Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut
undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah
bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.

Jadi, di dalam hukum pidana, siapa pun yang bersalah akan diadili dengan mengacu pada keenam asas hukum
pidana di atas.

Dalam konsep dan teori peraturan perundang-undangan, norma kaedah hukum tertulis berupa rangkaian kata
pembentuk kalimat dalam suatu pasal ataupun ayat, baik undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan
presiden, peaturan menteri, dsb.

b. Pada dasarnya peraturan perundang-undangan berlaku untuk masa yang akan datang, yang berarti untuk
menentukan seseorang bersalah harus ada undang-undangnya terlebih dahulu. Hal ini berlaku bagi peraturan-
peraturan Hukum Pidana.

Asas “Nullum delictum, nulla poena, sine praevia lege poenali”, merupakan asas dalam Hukum Pidana yang
berasal dari bahasa latin, asas ini juga terkadang disebut secara singkat dengan “Nulla poena, sine lege”, asas
tersebut lebih kita kenal dengan asas legalitas.

Larangan untuk menggunakan analogi untuk suatu perbuatan menjadi suatu tindak pidana, sebagaimana yang
telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Analogi adalah mencocokan atau memperluas berlakunya suatu
peraturan untuk suatu perbuatan yang tidak diatur dalam peraturan tersebut.
Hal diatas dapat dikatakan sebagai analogi peraturan dan hal tersebut tidak diperbolehkan. Namun untuk
penafsiran diperbolehkan. Berikut diantaranya macam-macam penafsiran hokum.

 Penafsiran menurut tata bahasa (grammaticaal), penafsiran sesuai dengan kata yang ada di KBBI.
Contohnya kata “merampas”, maka kata “merampas” sesuai dengan yang terdapat dalam KBBI.
 Penafsiran secara sistematis (systematisch), jadi aturan-aturan hukum pidana dapat dikaitkan dengan
aturan-aturan hukum yang lain. Contohnya umur dalam KUHP tidak ada, maka kita dapat melihat di
aturan lain.
 Penafsiran menurut sejarah terbentuknya peraturan (historisch), yang berarti penafsiran suatu kata
atau kalimat itu didasarkan pada sejarah pembuatannya. Contohnya dalam KUHP terdapat kata “kapal”,
maka kata “kapal” akan dimaknai dengan kapal laut ataupun pesawat.
 Penafsiran otentik yang terdapat dalam bab IX buku I KUHP.

2. a. Berkaitan dengan masalah “kesengajaan” didalam wacana ilmu pengetahuan hukum pidana (doktrin) dikenal
adanya dua teori tentang kesengajaan, yaitu:
 Teori “Kehendak” (wilstheorie)
Kehendak membuat suatu tindakan dan kehendak menimbulkan suatu akibat dari tindakan itu. Akibat
dikehendaki apabila akibat itu yang menjadi maksud dari tindakan tersebut.

 Teori “Pengetahuan/Membayangkan” (voorstelling-theorie).


Sengaja berarti membayangkan akan akibat timbulnya akibat perbuatannya; orang tak bisa menghendaki
akibat, melainkan hanya dapat membayangkannya. Teori ini menitikberatkan pada apa yang diketahui atau
dibayangkan oleh sipelaku ialah apa yang akan terjadi pada waktu ia akan berbuat (Frank).

b. Berdasar Pasal 1 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 2009 disebutkan bahwa, “Penerbangan adalah satu kesatuan sistem
yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi
penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum
lainnya.”
Dari pengertian itu disebutkan mengenai pemanfaatan pesawat udara serta keselamatan dan keamanan.
Tanggung jawab awak pesawat ada diatur dalam Pasal 359 - 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
berbunyi:

Pasal 359 KUHP:

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

Pasal 360 ayat (1) KUHP:

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

Pasal 360 ayat (2) KUHP:

“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebahkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga
timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana
denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.”
Jadi kesimpulannya, pilot maskapai penerbangan tersebut dapat di kenakan sanksi pidana sebagaimana yang
tertulis dalam Pasal 359 - 361 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

c. Menurut Pasal 359 KUHP:


“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
Dapat dikatakan bahwa pilot melakukan tindak pidana dalam insiden tersebut.

Anda mungkin juga menyukai