Anda di halaman 1dari 8

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : Ardiansyah Iqbal Hakim




Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 042784119


Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4203 / Hukum Pidana


Kode/Nama UPBJJ : UPBJJ MEDAN


Masa Ujian : 2021/22.1 (2021.2)












KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS TERBUKA


1a. 4 poin tersebut merupakan ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia serta terlampir pada pasal 4
KUHP dan merupakan Asas lain yang memungkinkan diberlakukannya hukum pidana nasional
terhadap perbuatan pidana yang terjadi di luar wilayah negara.
Maknanya, yaitu :
1. Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108 dan 131;
• Kejahatan pada pasal 104, yaitu : membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau
meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling
lama dua puluh tahun.
• Kejahatan pada pasal 106, yaitu : seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan
musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah negara, diancam dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
• Kejahatan pada pasal 107, yaitu : menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
• Kejahatan pada pasal 108, yaitu 1 bersalah karena pemberontakan, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun:
1. orang yang melawan Pemerintah Indonesia dengan senjata;
2. orang yang dengan maksud melawan Pemerintah Indonesia menyerbu bersama-
sama atau menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan Pemerintahan
dengan senjata.
• Kejahatan pada pasal 131, yaitu : Tiap-tiap perbuatan penyerangan terhadap diri
Presiden atau Wakil Presiden, yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang
lebih berat, diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
1. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara
atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh
pemerintah Indonesia; artinya yaitu : Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk
melindungi kepentingan Negara Republik Indonesia terhadap setiap orang di luar
Indonesia yang melakukan kejahatan terhadap mata uang RI. Dalam teori hukum pidana,
ketentuan di atas disebut sebagai asas perlindungan. Asas perlindungan mengandung
arti bahwa, “setiap negara dianggap mempunyai wewenang untuk memutuskan
tindakan mana yang membahayakan keamanan nya atau keuangannya”.
2. Pemalsuan Surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan suatu daerah atau
bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda deviden atau tanda
bunga yang mengikuti surat atau sertifikat itu, menggunakan surat surat tersebut di atas,
yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak palsu; artinya yaitu : pemalsuan
uang adalah berupa penyerangan terhadap kepentingan hukum atas kepercayaan
terhadap uang sebagai alat pembayaran yang sah. Sebagai alat pembayaran,
kepercayaan terhadap uang harus dijamin.
3. Salah satu kejahatan yang disebut dalam pasal pasal 438,444 sampai dengan 446
tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada
kekuasaan bajak laut dan pasal 479 J tentang penguasaan pesawat udara secara
melawan hukum, pasal 479 l, m, n dan o tentang kejahatan yang mengancam
keselamatan penerbangan sipil; maknanya, yaitu :
• Pasal 438, 444 - 446 berisi mengenai kejahatan tentang perampokan di laut
• Pasal 447 mengenai penyerahan alat playar kepada perampok laut
• Pasal 479 J tentang penguasaan udara secara melawan hukum
• Pasal 479 l,m,n dan o tengang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan
sipil.


1b. Dikatakan melindungi kepentingan nasional empat KUHAP ini memberlakukan perundang
undangan pidana Indonesia bagi setiap orang yang diluar lain negara Indonesia melakukan
perbuatan perbuatan yang merugikan kepentingan nasional, yaitu:
1. kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan terhadap martabat atau
kehormatan Presiden RI dan wakil presiden RI (pasal 4 ke-1)
2. kejahatan mengenai pemalsuan suatu mata uang atau uang kertas Indonesia atau segel
atau materai dan merek yang digunakan oleh pemerintah Indonesia (pasal 4 ke-2)
3. kejahatan mengenai pemalsuan Surat-surat hutang atau sertifikat-sertifikat utang yang
dikeluarkan oleh negara Indonesia atau bagian bagian (pasal 4 ke-3)
4. kejahatan mengenai pembajakan kapal laut Indonesia dan pembajakan pesawat udara
Indonesia (pasal 4 ke-4).

2a. Dalam perspektif hukum pidana yang menjadi perhatian adalah perbuatan perbuatan yang
bersifat melawan hukum saja, perbuatan perbuatan inilah yang dilarang dan diancam dengan
pidana.
Langemeyer mengatakan untuk melarang perbuatan yang tidak bersifat melawan hukum, yang
tidak dipandang keliru, itu tidak masuk akal. Mengenai ukuran daripada keliru atau tidak nya
suatu perbuatan tersebut ada dua pendapat yaitu:
1. Yang pertama ialah apabila perbuatan telah mencocoki larangan undang undang maka di
situ ada kekeliruan. letak perbuatan melawan hukum nya sudah ternyata, dari sifat
melanggarnya ketentuan undang undang kecuali jika termasuk perkecualian yang telah
ditentukan oleh undang-undang pula. Dalam pendapat pertama ini melawan hukum
berarti melawan undang undang, sebab hukum adalah undang undang. Pendirian yang
demikian disebut pendirian yang formal.
2. Yang kedua berpendapat bahwa belum tentu semua perbuatan yang mencocoki larangan
undang-undang bersifat melawan hukum, karena menurut pendapat ini yang dinamakan
hukum bukanlah undang-undang saja, disamping undang-undang atau hukum yang
tertulis ada pula hukum yang tidak tertulis yaitu norma-norma atau kenyataan-
kenyataan yang berlaku dalam masyarakat. Pendirian yang demikian disebut pendirian
yang materiil.

Yang berpendapat formal untuk dapat dipidana perbuatan harus mencocoki rumusan delik
dalam Wet, jika sudah demikian biasanya tidak perlu lagi untuk menyelidiki apakah perbuatan
melawan hukum atau tidak.
dalam kitab undang-undang hukum pidana dan lain-lain perundang undangan maka pandangan
tentang hukum dan sifat melawan hukum materiil mempunyai arti dalam per kecuali kan
perbuatan yang meskipun masuk dalam Perumusan undang-undang itu tidak merupakan
perbuatan pidana.

Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu menjadi unsur perbuatan pidana, ini
tidak berarti bahwa karena itu harus selalu dibuktikan adanya unsur tersebut oleh penuntut
umum. Oleh karena itu soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah tergantung dari
rumusan delik yaitu apakah dalam rumusan unsur tersebut disebutkan dengan nyata nyata, jika
dalam rumusan delik unsur tersebut tidak dinyatakan maka juga tidak perlu dibuktikan.
Adapun konsekuensi dari pada pendirian yang mengakui bahwa sifat melawan hukum selalu
menjadi unsur tiap tiap delik adalah sebagai berikut:
1. jika unsur melawan hukum tidak tersebut dalam rumusan delik maka unsur itu dengan
diam diam telah ada, kecuali jika dibuktikan sebaliknya oleh pihak terdakwa.
2. jika hakim ragu untuk menentukan unsur melawan hukum ini ada atau tidak maka dia
tidak boleh menetapkan adanya perbuatan pidana dan oleh karenanya tidak mungkin
dijatuhi pidana.

Sedangkan dalam perspektif melawan hukum dalam hukum perdata yaitu tercantum dalam
pasal 1365 BW yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum
memegang peranan penting dalam hukum perdata. “ setiap perbuatan melawan hukum yang
oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena
kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”.
Dari pasal tersebut dapat kita lihat untuk mencapai suatu yang baik dalam melakukan gugatan
berdasarkan perbuatan melawan hukum maka harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1. perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif
orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri
yang telah diatur dalam undang-undang. Dengan perkataan lain melawan hukum
ditafsirkan sebagai melawan undang-undang.
2. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara:
• obyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia yang normal
dapat menduga kemungkinan timbulnya akibat dan kemungkinan ini akan mencegah
manusia yang baik untuk berbuat atau tidak berbuat.
• subyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat berdasarkan keahlian yang
ia miliki dapat menduga akan akibat dari perbuatan nya. Selain itu orang yang
melakukan perbuatan melawan hukum harus dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatannya, karena orang yang tidak tahu apa yang ia lakukan tidak wajib membayar
ganti rugi.
3. harus ada kerugian yang ditimbulkan. Dalam pengertian bahwa kerugian yang
disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa:
• kerugian materiil
• kerugian idiil
• untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya harus dilakukan
dengan menilai kerugian tersebut, untuk itu pada asasnya yang dirugikan harus se dapat
mungkin ditempatkan dalam keadaan seperti keadaan jika terjadi perbuatan melawan
hukum. Pihak yang dirugikan berhak untuk rugi tidak hanya kerugian yang telah ia
derita pada waktu diajukan tuntutan akan tetapi juga apa yang ia akan derita pada
waktu akan datang.
4. adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.
Maka dapat disimpulkan dalam hukum pidana, untuk perbuatan melawan hukum atau yang
disebut dengan istilah perbuatan pidana mempunyai arti, konotasi dan pengaturan hukum yang
berbeda sama sekali dengan perbuatan melawan hukum secara perdata.


2b. Termasuk ke dalam sifat melawan hukum materiil, karena pelaku melakukan penggelapan
terhadap mobil korban. Menurut saya, kasus tersebut lebih mengarah pada melawan hukum
dalam hukum perdata, karena pada kasus tersebut sebelumnya telah membuat kesepakatan
tertulis mengenai sewa menyewa antara dua orang tersebut, yang pada akhirnya si pelaku
melakukan penggelapan atas mobil korban sehingga korban menderita kerugian.
Hal ini mengarah kepada hukum perdata, seperti yang terlampir pada Pasal 1365 BW, “Tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Serta juga memenuhi syarat-syarat melawan hukum secara perdata, yaitu:


1. perbuatan yang melawan hukum, yaitu suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif
orang lain atau yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri
yang telah diatur dalam undang-undang. Dengan perkataan lain melawan hukum
ditafsirkan sebagai melawan undang-undang.
2. Harus ada kesalahan, syarat kesalahan ini dapat diukur secara:
• obyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa dalam keadaan seperti itu manusia yang normal
dapat menduga kemungkinan timbulnya akibat dan kemungkinan ini akan mencegah
manusia yang baik untuk berbuat atau tidak berbuat.
• subyektif yaitu dengan dibuktikan bahwa apakah si pembuat berdasarkan keahlian yang
ia miliki dapat menduga akan akibat dari perbuatan nya. Selain itu orang yang
melakukan perbuatan melawan hukum harus dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatannya, karena orang yang tidak tahu apa yang ia lakukan tidak wajib membayar
ganti rugi.
3. harus ada kerugian yang ditimbulkan. Dalam pengertian bahwa kerugian yang
disebabkan oleh perbuatan melawan hukum dapat berupa:
• kerugian materiil
• kerugian idiil
• untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya harus dilakukan
dengan menilai kerugian tersebut, untuk itu pada asasnya yang dirugikan harus se dapat
mungkin ditempatkan dalam keadaan seperti keadaan jika terjadi perbuatan melawan
hukum. Pihak yang dirugikan berhak untuk rugi tidak hanya kerugian yang telah ia
derita pada waktu diajukan tuntutan akan tetapi juga apa yang ia akan derita pada
waktu akan datang.
4. adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

2c. Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks perdata diatur dalam
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (“BW”), dalam Buku
III BW, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang
berbunyi:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Sedangkan, dalam konteks hukum pidana, menurut pendapat dari Satochid Kartanegara,
“melawan hukum” (Wederrechtelijk) dalam hukum pidana dibedakan menjadi:
1. Wederrechtelijk formil, yaitu apabila sesuatu perbuatan dilarang dan diancam dengan
hukuman oleh undang-undang.
2. Wederrechtelijk Materiil, yaitu sesuatu perbuatan “mungkin” wederrechtelijk, walaupun
tidak dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Melainkan
juga asas-asas umum yang terdapat di dalam lapangan hukum (algemen beginsel).

Perbuatan “melawan hukum” dalam konteks Hukum Pidana dengan dalam konteks Hukum
Perdata adalah lebih dititikberatkan pada perbedaan sifat Hukum Pidana yang bersifat publik
dan Hukum Perdata yang bersifat privat. Yang membedakan antara perbuatan (melawan
hukum) pidana dengan perbuatan melawan hukum (perdata) adalah bahwa sesuai dengan
sifatnya sebagai hukum publik, maka dengan perbuatan pidana, ada kepentingan umum yang
dilanggar (disamping mungkin juga kepentingan individu), sedangkan dengan perbuatan
melawan hukum (perdata) maka yang dilanggar hanya kepentingan pribadi saja.”


3a. Tentu saja dapat, menurut Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) diatur
mengenai perbuatan yang mengakibatkan orang mati karena salahnya:
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

Terkait pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa mati
orang di sini tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa, akan tetapi kematian tersebut hanya
merupakan akibat dari pada kurang hati-hati atau lalainya terdakwa (delik culpa), Sedangkan,
yang dimaksud dengan “karena kesalahannya” adalah kurang hati-hati, lalai lupa, amat kurang
perhatian.


3b. Dalam teori hukum pidana, yang dilakukan oleh Gatot dapat dikategorikan ke dalam
sebuah bentuk kesalahan yaitu, kealpaan yang tidak disadari (onbewuste schuld), yang dalam
hal ini si pelaku melakukan sesuatu itu yang tidak menyadari kemungkinan akan timbulnya
sesuatu akibat, padahal seharusnya ia dapat menduga sebelumnya.

Dalam pengertian hukum positif, pembunuhan tidak disengaja adalah pembunuhan yang
dilakukan dengan tidak disengaja dan merupakan bentuk kejahatan yang akibatnya tidak
dikehendaki oleh pelaku, karna kelalaian pelaku dari perbuatan tersebut timbul suatu akibat
yang dikategorikan sebagai tindak pidana.

Dalam kesalahan ini hal kedua pelaku sama sekali tidak menyadari perbuatannya dan tidak ada
niat untuk mencelakai korban, tetapi karna kelalaian dan kurang hati-hatiannya, perbuatan itu
mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Kesalahan dalam beberapa rumusan tindak pidana
tertentu, seperti halnya didalam rumusan tindak pidana yang diatur dalam pasal 359 KUHP.
Unsur-unsur pembunuhan tidak disengaja sebagai berikut:
a. Kurangnya hati-hati dalam bertindak
b. Adanya unsur kelalaian
c. Adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya korban.

Pada kasus tersebut, Gatot melemparkan goni berisi kerikil begitu saja padahal seharusnya ia
dapat memikirkan bahwa bisa saja ada orang lain yang berlalu lalang di sekitar tempat ia
bekerja sehingga ia tidak bisa sembarangan melemparkan batu-batu tersebut begitu saja.

Dia alpa, lalai, teledor dalam melakukan perbuatan tersebut, sebab jika dia cukup mematuhi
adanya larangan waktu melakukan perbuatan yang secara objektifkausal yang menimbulkan
hal yang dilarang dia tentu tidak alpa atau kurang berhati-hati agar jangan sampai
mengakibatkan hal yang dilarang. Oleh karena bentuk kesalahan ini juga disebut dalam
rumusan delik, maka juga harus dibuktikan.

Anda mungkin juga menyukai