Anda di halaman 1dari 3

TUGAS-3

INTERPRETASI DAN PENALARAN HUKUM

DISUSUN OLEH :
ALBERTUS TONI SETIYAWAN
041099021

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UPBJJ UT PEKANBARU
UNIVERSITAS TERBUKA
opini hukum tentang pasal penghinaan kepada Presiden di dalam perumusan RUU-
KUHP yang sudah dibatalkan MK dengan Putusan No: 013-022/PUU-IV/2006 yang
mana Pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Padahal, sebelumnya
Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah
membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP). Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi
Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137
KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan
manipulasi. Saat dikonfirmasi, juru bicara MK Fajar Laksono membenarkan adanya
putusan MK yang membatalkan pasal penghinaan presiden. "Iya pernah. Istilahnya, MK
membatalkan hatzaai artikelen, pasal kebencian," ujar Fajar saat dihubungi, Rabu
(31/1/2018). (Baca juga: Dalam RKUHP, Menghina Presiden Lewat Teknologi Informasi
Bisa Dipidana) Berdasarkan Pasal 263 draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan
DPR per 10 Januari 2018, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap
presiden atau wakil presiden dapat dipidana penjara paling lama lima tahun. Namun,
konten yang disebarluaskan tidak bisa dikategorikan sebagai penghinaan apabila
dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran dan pembelaan diri. Hal tersebut
ditegaskan sebagai upaya untuk melindungi kebebasan berekspresi dalam
berdemokrasi. Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menilai bahwa pasal penghinaan
terhadap presiden dan wakil presiden perlu diatur lebih tegas dalam KUHP. Menurut
Taufik, lembaga kepresidenan perlu dihormati sebab dipilih oleh rakyat melalui proses
pemilihan umum. "Jadi kalau lembaga presiden kemudian ada istilahnya pencemaran
nama baik secara kelembagaan maka menurut saya harus diatur secara undang-
undang," ujar Taufik saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu
(31/8/2018). "Prinsipnya presiden itu kan adalah figur. Struktur lembaga kepresidenan
yang sama-sama harus kita hormati. Presiden itu hasil dari mandatory rakyat hasil
pemilihan," ucapnya. Selain itu ia juga berpendapat bahwa kementerian atau lembaga
lain seharusnya memiliki perlakuan yang sama. Taufik menuturkan, ke depan lembaga
tinggi negara harus mendapat porsi yang sama. "Ke depan tidak hanya presiden saja.
Lembaga-lembaga yang disebut sebagai lembaga tinggi negara harus dapat porsi yang
sama," kata Taufik. Secara terpisah, anggota Komisi III Junimart Girsang membenarkan
bahwa pasal penghinaan terhadap presiden kembali diatur dalam RKUHP. Dalam rapat
pembahasan RKUHP, ia mengaku sudah mengingatkan soal putusan MK yang pernah
membatalkan pasal itu. "Saya kemarin mengatakan bahwa jangan sampai nanti MK
membatalkan kembali. Jawaban saya itu saja, jangan sampai nanti pasal ini diuji lagi di
MK kemudian dibatalkan lagi," ujar Junimart saat ditemui di Kompleks Parlemen,
Senayan, Jakarta, Rabu (31/1/2018). (Baca juga: Pemerintah dan DPR Segera
Rampungkan Revisi KUHP ) Selain itu, ia juga menuturkan, dirinya sudah membacakan
pertimbangan putusan MK di hadapan peserta rapat. "Kita harus baca juga
pertimbangan hukum dari MK di dalam menghapuskan pasal itu dulu. Justru saya
bacakan itu (putusan MK)," tuturnya. "Jangan sampai dua kali, malu kita. Jangan
sampai nanti MK membatalkan kembali. Kalau saya ditanya, ya harus masuk. Tapi kan
kita harus berpikir ke depan. Kami sudah lama bekerja tapi dibatalkan seketika, kita
harus berpikir rasional," kata Junimart. Diketahui, draf RKUHP tengah dibahas antara
DPR dan pemerintah sebelum disahkan dalam rapat paripurna pada 14 Februari 2018
mendatang.

Anda mungkin juga menyukai