Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : Muhammad Arief Santoso


Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 041040163
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4306 / Metode Penelitian Hukum
Kode/Nama UPBJJ : 11 / Banda Aceh
Masa Ujian : (2021.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS TERBUKA
JAWABAN
1 LATAR BELANG MASALAH
Tantangan era masyarakat digital telah menghadang di depan mata. Indonesia
tidak boleh berlama-lama terbelit oleh regulasi yang gemuk dan tumpang tindih.
Sebuah terobosan kebijakan haruslah segera dilahirkan. Berpijak dari urgensi
inilah, jalan satu-satunya menyederhanakan dan sekaligus menyeragamkan
regulasi secara cepat.
Kualitas dan jumlah regulasi di Indonesia memang telah menjadi persoalan
tersendiri. Merujuk data yang dirilis oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan
Indonesia (PSHK) pada 16 Juli 2019, tercatat sepanjang rentang 2014 hingga
Oktober 2018 saja, telah terbit 8.945 regulasi. Dari jumlah itu rinciannya terdiri dari
107 Undang-Undang, 452 Peraturan Pemerintah, 765 Peraturan Presiden, dan
7.621 Peraturan Menteri. Problemnya, masih merujuk PSHK, persoalan utama
yang menghambat keberhasilan program-program pemerintah selama ini, salah
satunya adalah justru regulasi yang semrawut dan tumpang tindih. Dampaknya
yaitu, pelbagai akses terhadap pelayanan publik, termasuk fasilitas terkait
kemudahan berusaha, malah semakin menjadi terhambat.
Menurut PSHK, pemerintah memiliki pekerjaan rumah yang semakin bertumpuk
untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi atas produk regulasi yang ada.
Kritik bukan hanya dari PSHK. Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (KNHTN)
Ke-4 juga mencatat, pembentukan regulasi yang tidak terkendali selama ini bukan
saja telah menyebabkan ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan antar regulasi,
melainkan juga berdampak pada terjadinya tumpang tindih antar regulasi. Lebih
jauh, fakta perihal kondisi regulasi ini juga berimplikasi pada terhambatnya upaya
pencanangan program percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Sementara, jika merujuk Regulatory Quality Index yang dikeluarkan Bank Dunia,
posisi skor Indonesia di sepanjang 1996 – 2017 selalu tercatat berada di bawah
nol atau minus. Seperti diketahui, skala indeks kualitas regulasi yang dirumuskan
Bank Dunia menempatkan skor 2,5 poin sebagai indeks tertinggi dan
menunjukkan kualitas regulasi yang baik. Sementara skor paling rendah yaitu -2,5
poin. Indeks ini menunjukkan kualitas regulasi yang buruk. Pada 2017 skor
Indonesia menunjukkan angka -0,11 poin dan berada di peringkat ke-92 dari 193
negara. Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia masih berada di peringkat
kelima di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Pemerintah tentu menyadari kondisi ini. Sudah sejak bulan Oktober 2017,
Presiden Joko “Jokowi” Widodo pernah mengeluhkan banyaknya peraturan yang
dimiliki Indonesia. Ada berkisar 42.000 regulasi, mulai dari tingkat undang-undang
hingga peraturan wali kota/bupati. Regulasi yang tumpang tindih ini ditenggarai
menjadi salah satu faktor penghambat masuknya investasi asing ke Indonesia.
Kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2018
menunjukkan, bahwa regulasi tumpang tindih dan ego sektoral institusi menjadi
faktor penghambat terbesar lambatnya pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh menurut
Bappenas, penanganannya harus segera dilakukan. Apabila tidak, maka agenda
pembangunan ekonomi dipastikan niscaya terus terhambat oleh regulasi.
2 2 Rumusan Masalah dari Abstrak diatas ;
1. Bagaimana mensikronisasi regulasi agraria ?
2. Bagaimana regulasi agraria tidak menghambat investasi ?
3 TINJAUAN PUSTAKA
A. Konflik Regulasi.
Konflik yang dimaksud adalah suatu kondisi dimana terdapat pasal atau
ketentuan yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan lainnya.
Contoh: Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang mengatur bahwa Hak
Guna Usaha (HGU) dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 60
tahun dengan Pasal 22 ayat (1) huruf a UU No. 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal yang mengatur bahwa HGU dapat diberikan untuk
jangka waktu paling lama 95 tahun, dan Pasal 35 ayat (1) dan (2) UUPA
yang mengatur bahwa Hak Guna Bangunan (HGB) dapat diberikan untuk
jangka waktu paling lama 50 tahun dengan Pasal 22 ayat (1) huruf b
Undang Undang Penanaman Modal yang mengatur bahwa HGB dapat
diberikan untuk jangka waktu paling lama 80 tahun
B. Inkonsistensi Regulasi.
Inkonsisten yang dimaksud apabila terdapat ketentuan atau pengaturan
yang tidak konsisten dalam satu peraturan perundang-undangan beserta
turunannya. Contoh: Definisi penanaman modal dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
(Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik
oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia) dengan definisi
penanaman modal dalam Pasal 1 angka 1 PP No 1 Tahun 2007 jo. PP No.
62 Tahun 2008 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman
Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah
Tertentu (Penanaman modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud
termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, baik untuk
penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada).
C. Multitafsir Regulasi.
Dikategorikan sebagai multitafsir apabila terdapat ketidakjelasan pada
objek dan subjek yang diatur sehingga menimbulkan ketidakjelasan
rumusan bahasa (sulit dimengerti) serta sistematika yang tidak jelas.
Contoh: Pasal 14 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal menyatakan: “Setiap penanam modal berhak
mendapat: a. kepastian hak, hukum, dan perlindungan; b. dst ...”.
Penjelasan Pasal 14 huruf (a) menyatakan bahwa “Yang dimaksud dengan
‘kepastian hak’ adalah jaminan Pemerintah bagi penanam modal untuk
memperoleh hak sepanjang penanam modal telah melaksanakan
kewajiban yang ditentukan”. Perumusan pasal dan penjelasannya tidak
menjawab “hak apa saja” sehingga potensi terjadinya multitafsir sangat
besar’.
D. Tidak operasional.
Regulasi dinyatakan tidak operasional apabila regulasi tersebut tidak
memiliki daya guna, namun peraturan tersebut masih berlaku atau
peraturan tersebut belum memiliki peraturan pelaksana.

Anda mungkin juga menyukai