Anda di halaman 1dari 3

TUGAS PRESENTASI

Kelas : A
Mata Kuliah : Hukum Perdata
Tutor : Lia Agnesia D,.SH,.M.Hum
Semester : 4
Nama : Bonafentura Ibo

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud
dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Perjanjian perkawinan menurut Soetojo Prawirohamidjojo ialah perjanjian
(persetujuan) yang dibuat oleh calon suami isteri sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan
untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka. Persoalan perkawinan
merupakan persoalan manusia yang banyak seginya, mencakup seluruh segi kehidupan manusia yang
mudah menimbulkan emosi dan perselisihan. Oleh karena itu sangat penting adanya kepastian hukum
bahwa telah terjadi suatu aqad (perjanjian) perkawinan. Dalam hal perkawinan diperlukan suatu
kepastian hukum agar mudah diadakan alat-alat buktinya.

Mewujudkan keluarga yang harmonis, sejahtera, bahagia dan kekal untuk selama-lamanya
dalam suatu pertalian lahir dan batin antara dua pribadi, maka pada dasarnya setiap perkawinan
diperlukan harta yang menjadi dasar materiil bagi kehidupan keluarga. Di dalam suatu perkawinan
masalah harta perkawinan sering kurang mendapat perhatian oleh sepasang suami isteri. Sebab mereka
dalam melaksanakan sebuah perkawinan itu adalah untuk selama-lamanya. Mereka berfikir bahwa
perkawinannya akan langgeng dan tidak akan ada masalah, serta kehidupan dan hubungan antara suami
isteri selalu berjalan dengan baik sesuai keinginan. Sehingga mereka tidak mempersoalkan hak yang satu
terhadap hak yang lain. Pembatasan mengenai apa yang menjadi milik suami, apa yang menjadi milik
isteri, dan apa yang menjadi milik mereka bersama belum menarik perhatian mereka.

Tetapi bila ternyata perkawinan tidak berjalan sesuai dengan keinginan dan kemudian bercerai,
mereka baru mempersoalkan hak dari masing-masing, terutama mengenai pembagian harta perkawinan.
Permasalahan ini akan berbeda apabila suami istri pada saat sebelum melangsungkan perkawinan
membuat perjanjian pranikah terlebih dahulu. Sehingga akan lebih jelas mengenai pembagian-
pembagiannya, mengurangi permasalahan atau konflik yang biasanya timbul pada saat perceraian.
Biasanya perjanjian pra nikah dibuat untuk kepentingan perlindungan hukum terhadap harta bawaan
masing-masing, suami ataupun istri. Memang pada awalnya perjanjian pranikah banyak dipilih oleh
kalangan atas atau orang yang kaya raya yang memiliki warisan harta bernilai besar.

Di negara Indonesia perjanjian pranikah ini belum menjadi sesuatu yang umum dikalangan
masyarakat, karena perjanjian pranikah menjadi suatu hal yang tidak lazim dan dianggap tidak biasa,
materialistik, egois, tidak etis, dan lain sebagainya. Mengenai harta perkawinan, banyak Undang-Undang
yang mengaturnya. Antara lain peraturan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, peraturan menurut Hukum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan peraturan menurut
Hukum Islam. Hukum Islam menganggap kekayaan suami dan kekayaan isteri masing-masing terpisah
satu dengan yang lain. Barang-barang milik masingmasing pada waktu perkawinan dilangsungkan, tetap
menjadi milik masingmasing. Karena pada dasarnya tidak ada percampuran harta.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata malah sebaliknya yaitu menganggap bahwa apabila suami dan isteri
pada waktu akan melakukan perkawinan tidak mengadakan perjanjian apa-apa diantara mereka, maka
akibat dari perkawinan itu adalah percampuran kekayaan suami dan isteri menjadi satu kekayaan.
Perjanjian pra nikah diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan hukum, agama, kesusilaan, nilai-
nilai moral dan adat istiadat. Hal ini telah diatur sesuai dengan pasal 29 ayat 1 Undang-Undang No.1
tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu:

”Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak atas persetujuan
bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai Pencatat perkawinan
setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut”.

Konsep perjanjian pra nikah awal memang berasal dari hukum perdata barat. Tetapi Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ini telah mengkoreksi ketentuan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata tentang perjanjian pra nikah. Yaitu dalam pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata :

“Dengan mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami isteri adalah berhak menyiapkan
beberapa penyimpangan dari peraturan perundang-undangan sekitar persatuan harta kekayaan asal
perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang baik atau tata tertib umum dan asal diindahkan pula
segala ketentuan di bawah ini, menurut pasal berikutnya.”

Bila dibandingkan, maka Kitab Undang-Undang Hukum Perdata hanya membatasi dan
menekankan perjanjian pra nikah hanya pada persatuan harta kekayaan saja, sedangkan dalam Undang-
Undang Perkawinan bersifat lebih terbuka, tidak hanya harta kebendaan saja yang diperjanjikan tetapi
juga bias diluar itu sepanjang tidak bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan, nilai-nilai moral
dan adat istiadat.

Manfaat dibuatnya Perjanjian Pranikah bagi wanita Warga Negara Indonesia yang ingin menikah
dengan pria Warga Negara Asing adalah demi kepentingan bersama dan menjamin perlindungan hukum
bagi mereka berdua, Perjanjian Pranikah merupakan solusi yang terbaik bagi keutuhan perkawinan.
Contoh ketika bermaksud ingin membeli tanah dan bangunan (rumah), bila tidak memiliki Perjanjian
Pranikah, hal ini akan menjadi masalah baru. Isi perjanjian pranikah itu bebas asalkan tidak
bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian pranikah tidak boleh dibuat karena
sebab (causa) palsu dan terlarang. Tidak dibuat janji-janji yang menyimpang dari hak-hak yang timbul
dari kekuasaan suami sebagai kepala perkawinan, hak-hak yang timbul dari kekuasaan orang tua
(ouderlijkemacht), hak-hak yang ditentukan Undang-undang bagi mempelai yang hidup terlama
(langstlevende echtgenoot) dan tidak dibuat perjanjian yang mengandung pelepasan hak atas harta
peninggalan orang-orang yang menurunkannya.
Kerangka Pemikiran Gambar 1 Kerangka Pemikiran

PERKAWINAN

CALON
SUAMI/ISTRI SUAMI/ISTRI

PERJANJIAN ASET DAN


PERKAWINAN KEPENTINGAN

MELINDUNGI
AKIBAT ASET DAN
KEPENTINGAN

Anda mungkin juga menyukai