OLEH
2220122047
MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
2022/2023
PENDAHULUAN
Sesuai dengan kodratnya, manusia mempunyai naluri untuk untuk selalu
kelamin manusia yang berbeda yakni lakilaki dan perempuan yang bisanya
dan interaksi tersebut merupakan perbuatan hukum yang melahirkan hak dan dan
mengatur agar perkawinan dan keturunan yang dilahirkan dikatakan sah menurut
perbuatan hukum sepihak, yakni perbuatan yang dilakukan oleh satu pihak saja
dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula, seperti pemberian
surat wasiat, pemberian hibah dan lain sebagainya; kedua perbutan hukum dua
pihak, yakni perbuatan yang dilakukan dua pihak yang menimbulkan hak dan
belah pihak antara suami dan istri yang terjadi sebelum perkawinan (prenuptial
membuat perjanjian perkawinan ialah untuk melindungi aset yang dimiliki secara
istri.
dalam sebuah keluarga. Tidak sedikit pula yang menyederhanakan bahwa ikatan
mencakup seluruh segi kehidupan manusia yang mudah menimbulkan emosi dan
perselisihan. Oleh karena itu sangat penting adanya kepastian hukum bahwa telah
dalam suatu pertalian lahir dan batin antara dua pribadi, maka pada dasarnya
setiap perkawinan diperlukan harta yang menjadi dasar materiil bagi kehidupan
keluarga.
Di dalam suatu perkawinan masalah harta perkawinan sering kurang
berfikir bahwa perkawinannya akan langgeng dan tidak akan ada masalah, serta
kehidupan dan hubungan antara suami isteri selalu berjalan dengan baik sesuai
keinginan. Sehingga mereka tidak mempersoalkan hak yang satu terhadap hak
yang lain.
Pembatasan mengenai apa yang menjadi milik suami, apa yang menjadi
milik isteri, dan apa yang menjadi milik mereka bersama belum menarik perhatian
mereka. Tetapi bila ternyata perkawinan tidak berjalan sesuai dengan keinginan
hukum terhadap harta bawaan masing-masing, suami ataupun istri. Memang pada
awalnya perjanjian pranikah banyak dipilih oleh kalangan atas atau orang yang
dengan Warga Negara Indonesia dapat melindungi hak dari anak-anak dari
perkawinan pertama bilamana suami atau isteri yang sudah bercerai, baik cerai
mati atau cerai hidup akan menikah lagi, misalnya duda yang mempunyai anak
dari perkawinan sebelumnya akan menikah untuk kedua kalinya dengan seorang
perempuan yang tidak kaya dan kebetulan duda tersebut adalah seorang yang kaya
raya, dan dia juga tidak membuat perjanjian kawin mengenai pemisahan harta,
perkawinan tersebut tidak berhasil, maka isteri memperoleh separo dari milik
bersama suami isteri yang sebenarnya hanya terdiri atas harta kekayaan si suami,
yaitu bapak dari anak-anak tersebut, kecuali apabila berlaku sebaliknya, yang
akan dinikahi adalah yang mempunyai harta kekayaan yang paling banyak. Anak-
anak dari perkawinan pertama tersebut tidak dirugikan. Isi perjanjian pranikah itu
Perjanjian pranikah tidak boleh dibuat karena sebab (causa) palsu dan terlarang.
Tidak dibuat janji-janji yang menyimpang dari hak-hak yang timbul dari
kekuasaan suami sebagai kepala perkawinan, hak-hak yang timbul dari kekuasaan
yang menurunkannya.
PEMBAHASAN
pengertian mengenai perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(Rumah Tangga) yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Atas
dasar ini, perkawinan diharapkan dapat membentuk keluarga bahagia dan kekal,
mengatur akibat dari adanya ikatan perkawinan, yang salah satunya ialah dalam
disebabkan masih kuatnya hubungan kekerabatan antara calon suami istri, serta
perjanjian yang mengikat lahir dan batin dengan dasar iman. Itu sebab sebagian
5
Soemiyati,Hukum Perkawinan Islam Dan UU.Perkawinan UU No 1 Tahun 1974, Liberti,
Yogyakarta, 1974, hlm. 55.
6
J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1993, hlm. 28.
masyarakat antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, seperti persetujuan
tahun l974 mengenai Perkawinan, dan Inpres Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, kecuali sepanjang yang belum atau tidak diatur dalam undangundang
lebih jauh substansinya mengatur pula mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
Nomor 1 Tahun 1974, berisikan satu pasal, yaitupasal 29. Sedangkan pengertian
perjanjian perkawinan ini tidak diperoleh penjelasan, yang ada hanya pengaturan
kapan perjanjian kawin itu dibuat, mengatur keabsahan, saat berlakunya, dan
dapat diubahnya perjanjian itu. Tidak diatur mengenai materi perjanjian seperti
7
Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perkawinan di Indonesia,Sumur Bandung, Jakarta, 1981, hlm. 8.
8
K. Wantjik Saleh,Hukum Perkawinan Indonesia,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 3.
9
Hukum keluarga Indonesia ini merupakan hukum positif Indonesia yang sejalan dengan Hukum
Islam, Hanafi Arief, 2016,Pengantar Hukum Indonesia dalam Tatanan Historis, tata Hukum dan
Politik Hukum Nasional,PT. ILKIS Pelangi Aksara, Yogyakarta, hlm. 199.
telah diatur dalam KUHPerdata. Perjanjian Perkawinanmerupakan perjanjian atau
persetujuan yang dibuat oleh calon suami isteri, sebelum atau pada saat
keuangan atau harta, ada hal lain yang juga penting diperjanjikan, misalnya
kejahatan rumah tangga, memperjanjikan salah satu pihak untuk tetap berkarir
meski sudah menikah dan lain sebagainya.11 Perjanjian kawin menurut KUH
Perdata Pasal 139 sebenarnya merupakan persetujuan antara calon suami dan istri,
untuk mengatur akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka. Oleh karena
itu, perjanjian perkawinan dapat diadakan baik dalam hal suami-istri akan kawin
campur harta secara bulat, maupun dalam hal mereka memperjanjikan adanya
perkembangan zaman yang semakin pesat serta adanya tuntutan persamaan derajat
persamaan status dan derajat serta kebebasan untuk menentukan kebutuhan bagi
rakyat sendiri.
terjadi juga konflik yang harus berakhir dengan perceraian, maka perjanjian
kewajibannya.
Bahasa maupun istilah. Namun dari masing-masing kata dalam kamus bahasa
kesepakatan baik lisan maupun tulisan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih
berhubungan dengan kawin. Dalam arti formal perjanjian perkawinan adalah tiap
perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam
12
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer,Modern English Press,
Jakarta, 1995, hlm. 601.
13
HR. Damanhuri HR, Segi-Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, Mandar
Maju, Bandung, 2007, hlm. 1.
mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji melakukan suatu hal, sedang
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih”15 mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih” Pasal 139 KUH Perdata menyatakan Dengan
mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami istri adalah berhak menyiapkan
kekayaan, asal perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang baik atau tata tertib
umum dan asal di indahkan pula segala ketentuan dibawah ini.16 Undang-
Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak
14
Ibid.
15
Sudarsono, Kamus Hukum,Rincka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 363.
16
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,Pradnya Paramita,
Jakarta, 1978, hlm. 51.
d. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah,
kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan
segala sesuatu yang disepakati bersama oleh kedua belah pihak, umumnya
perjanjian perkawinan hanya mengatur tentang harta yang dimiliki pribadi oleh
kedua pasangan atau yang lazim disebut perjanjian kawin pisah harta. Sebelum
bagaimana kelak harta benda mereka dalam perkawinan diatur. Pengaturan ini
dilakukan oleh kedua belah pihak melalui suatu perjanjian perkawinan sebagai
kedua belah pihak terjadi kepemilikan harta bersama dalam perkawinan, oleh
perkawinan.
harta yaitu :
17
Departement agama RI, Himpunan Peratura perundang-Undangan Dalam Lingkup Peradilan
Agama, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang , Jakarta, 2001, hlm. 138
1. Perjanjian Perkawinan Pemisahan Harta Kekayaan
terdapat dua harta yaitu harta suami dan harta istri. Hak dan kewajiban yang
masing-masing pihak (suami istri) tetap menjadi pemilik dari barang-barang yang
yaitu seluruh pendapatan yang diterima suami istri yang didapat secara cuma-
cuma (hibah atau warisan) dan penghasilan yang mereka terima akan menjadi
milik bersama begitu pula semua kerugian atau pengeluaran menjadi tanggungan
bersama. Bentuk perjanjian perkawinan seperti ini bearti antara suami istri tidak
ada persatuan bulat namun mereka memperjanjikan persatuan secara terbatas yaitu
persatuan untung dan rugi saja. Dengan persatuan demikian maka keuntungan dan
yang terjadi dalam perjanjian ini hanya persatuan penghasilan saja. Penghasilan
yang diterima oleh masing-masing pihak menjadi harta bersama tetapi untuk
perkawinan yang tidak berupa pemisahan harta secara keseluruhan dan bukan pula
persatuan untung dan rugi, hanya saja bentuk persatuan ini dilakukan pembatasan
bahwa hutang-hutang yang melebihi aktiva persatuan hasil dan pendapatan (diluar
yang berhutang.
menjelaskan bagaimana contoh kerangka baku yang siap pakai untuk perjanjian
perkawinan, hal tersebut diserahkan kepada para pihak untuk menentukan isi
perjanjian perkawinan yang mereka buat, para pihak bebas membuat perjanjian
Hal-hal apa saja yang dapat diatur dalam perjanjian perkawinan menurut
Pasal 29 Undang-Undang Perkawinan tidak ada batasan mengenai apa saja yang
boleh diatur dalam perjanjian perkawinan apabila merujuk pada Pasal 29 ayat (2)
batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan”. Dapat dipahami dari ayat tersebut
saja yang dapat diatur tergantung kesepakatan para pihak dalam perkawinan
(calon suami istri) asal tidak bertentangan dengan hukum, undang-undang, agama
dan kesusilaan.
selama perkawinan, atau hal-hal yang dianggap penting dibahas dalam perjanjian
umpamanya mengenai harta benda. Karena tidak ada pembatasan itu, maka dapat
disimpulkan bahwa perjanjian tersebut luas sekali, dapat mengenai berbagai hal.
Dalam penjelasan pasal tersebut hanya dapat dikatakan bahwa yang dimaksud
pasangan yang memiliki harta kekayaan lebih besar dari yang lain sebelum
hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan untuk melindungi harta kekayaan
yang dimiliki, dan juga para pihak atau salah satu pihak yang ingin bertanggung
menyatakan bahwa kedua belah pihak dapat mengadakan perjanjian tertulis yaitu
Perjanjian Perkawinan.
syarat yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
layaknya Undang-Undang bagi pihak yang berjanji (asas pucta sunt servanda).
Hanya perjanjian yang sah yang dapat mengikat para pihak yang terlibat
dalam perjanjian, untuk sahnya suatu perjanjian harus berpedoman pada Pasal
kepastian hukum serta mengikat para pihak didalamnya maka prosedur perjanjian
perkawinan harus sesuai dengan ketentuan pada Pasal 29 Undang-Undang
Perkawinan.
belah pihak dan tidak ada paksaan dari salah satu pihak, sesuai dengan
yaitu kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam suatu
perjanjian.
perkawinan tidak diwajibkan harus dibuat dengan akta notaris tetapi hanya
Pencatat Perkawinan.
3. Perjanjian perkawinan disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawina yang
perjanjian perkawinan tersebut tidak menyalahi tata susila yang baik atau
perkawinan tersebut dapat diubah, jika ada persetujuan kedua belah pihak
pihak ketiga
suami istri dalam surat kabar setempat dan apabila dalam tempo 6 (enam)
ketiga.19
19
1 H. A. Damanhuri, Segi-Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama,CV Mandar
Maju,Bandung, hlm. 20.
Contoh Kasus Perjanjian Kawin :
Pemohon:
2.Myrna Adiwijaya
Klasifikasi : Perdata
Kata Kunci : Lain-Lain
Tahun : 2020
Amar : Lain-lain
Catatan Amar :
2016;
Abstrak
DAFTAR PUSTAKA
Bandung,1981
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,PN Balai
1960
1982
dalam Tatanan Historis, tata Hukum dan Politik Hukum Nasional,PT. ILKIS
Lingkup Peradilan