Anda di halaman 1dari 11

DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW• VOL. 7 NO.

1 FEBRUARI 2020

NIKAH MUTH’AH (KAWIN KONTRAK) DALAM PERSPEKTIF


HUKUM POSITIF INDONESIA SERTA AKIBAT HUKUM ATAS
HARTA PERKAWINAN DAN HARTA WARIS
Muhyidin, M.Ag, MH
Navanya Gabriel Cuaca
arfi27@gmail.com, navanyagabriel@gmail.com

ABSTRAK

Perkawinan merupakan ikatan yg sangat kuat lahir batin (mistâqan ghalîdhâ) antara suami
dan isteri yang bersifat kekal. Salah satu prinsip perkawian Islam adalah mempersulit
perceraian. Namun dalam praktik pelaksaan perkawinan sering ditemukan penyimpangan
terhadapnya. Bentuk penyimpangan perkawinan pun beragam dalam hal ini ditemukan
praktik penyimpangan dalam bentuk pelaksaan nikah muth’ah - kawin kontrak. Kasus ini
ditemukan di salah satu desa di Kabupaten Jepara. Kawin kontrak merupakan perkawinan
yang dilaksanakan dengan berdasar pada perjanjian-perjanjian tertentu pihak yang biasanya
mengatur mengenai jangka waktu, hak, kewajiban, serta besaran imbalan dari hasil
perkawinan. Kawin kontrak tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Jurnal ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris dengan
spesifikasi penulisan deskriptif analitis. Berakhirnya kawin kontrak, karena pada dasarnya
masalah pokoknya saja (perkawinan) dalam hal ini sejak awal sudah tidak diakui sehingga
terhadap berakhirnya pun tidak diakui. Harta dalam kawin kontrak hanya dapat diperoleh
melalui hibah, hal inilah yang sangat merugikan baik bagi pihak wanita maupun anak dalam
hubungan ini.

Kata Kunci: Kawin Kontrak, Keabsahan, Pembagian Harta

ABSTRACT

Marriage is a relationship with the aim of forming a happy and eternal family based on the Almighty
God. But in the practice of marriage often found irregularities against it. The form of marital
deviations also varies in this case, the practice of irregularities in the form of the implementation of
contract marriages. This case was found in one village in Jepara Regency. Contract marriages are
marriages that are carried out based on certain agreements between the parties that usually regulate
the period, rights, obligations, and the amount of compensation for the results of the
marriage.Contract marriages are not regulated in Undang-Undang Number 1 of 1974 concerning
Marriage. This journal uses empirical juridical research methods with descriptive analytical writing
specifications. The results of this study indicate that there will be no way to validate contract marriage
when viewed through the legal aspect because contract marriages are not regulated in applicable law
in Indonesia. The same case happens with the termination of contract marriage, because basically the
main problem in this case, being marriage, from the beginning has not been recognized so that the
ending was not recognized either.Assets in contract marriages can only be obtained through grants,
this is very detrimental to both women and children in this relationship.

Keywords: Contract marriage, validity, divorce, division of property

732
Nikah Muth’ah (Kawin Kontrak) Dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia Serta Akibat Hukum
Atas Harta Perkawinan Dan Harta Waris

I. PENDAHULUAN orang yang melakukan perkawinan hanya


untuk jangka waktu tertentu, yang lebih
Pada umumnya pada suatu masa sering dikenal dengan sebutan kawin
tertentu bagi seorang pria maupun wanita kontrak.
timbul kebutuhan untuk hidup bersama Di dalam agama Islam, menurut
dengan manusia lain yang berlainan jenis. Abdussalam Nawawi, kawin kontrak
Hidup bersama antara seorang pria dan dikenal dengan istilah kawin mut'ah.
wanita yang terikat ini dapat disebut juga Secara etimologis, mut’ah mempunyai
dengan perkawinan, ikatan ini tidak selalu pengertian “kenikmatan” dan
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan “kesenangan”, jadi nikah mut’ah dapat
biologis kedua manusia tersebut saja, tetapi diartikan sebagai perkawinan untuk
pada umumnya dapat dikatakan, bersenang-senang karena didalam
menyalurkan kebutuhan biologis perkawinan ini terdapat aturan-aturan yang
merupakan faktor pendorong yang penting memberikan keringanan beban tanggung
untuk hidup bersama tadi, baik dengan jawab kedua belah pihak (suami-istri)
keinginan mendapatkan anak keturunannya dibanding tanggung jawab yang ada dalam
sendiri, maupun hanya untuk memenuhi perkawinan permanen.82
hawa nafsu belaka. Berbeda dengan perkawinan pada
Perkawinan merupakan hal yang umumnya, kawin kontrak bersifat
penting bagi kehidupan manusia, hal ini sementara dan merupakan hal yang
disebabkan dengan melakukan perkawinan dilarang dalam agama dan Undang-
yang sah dapat terlaksanan pergaulan Undang, karena bertentangan dengan
hidup manusia baik secara individual maksud dan tujuan dari perkawinan itu
maupun secara kelompok. Disamping itu sendiri yang tercatat dalam Undang-
dengan melaksanakan perkawinan yang Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan
sah dalam masyarakat, maka kelangsungan Kompilasi Hukum Islam. Namun, sampai
hidup dalam keluarga dan keturunannya saat ini praktik kawin kontrak masih sering
dapat berlangsung secara jelas dan akan ditemukan dan dilakukan oleh banyak
menggapai tujuan perkawinan yang pasangan dengan alasan suatu kepentingan
sakinah, mawaddah dan rahmah. tertentu. Kepentingan yang dimaksud
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu dapat berupa kepentingan yang berkaitan
peraturan yang mengatur tentang hidup dengan pemenuhan kebutuhan biologis
bersama tersebut. Di Indonesia sendiri, atau dapat pula kepentingan lain, seperti
peraturan yang mengatur tentang kepentingan materi atau kepentingan agar
perkawinan dapat dilihat pada Undang- dapat bekerja atau menetap disuatu negara.
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Di Indonesia, kawin kontrak juga
Perkawinan dan juga dalam Kompilasi kerap terjadi dengan berbagai alasan yang
Hukum Islam dalam Buku 1 bagi umat mendasarinya, baik alasan biologis,
Islam. sosiologis, maupun karena alasan ekonomi.
Pada zaman sekarang, pelaksanaan Salah satu alasan utama dalam pelaksaan
perkawinan semakin bervariasi bentuknya. kawin kontrak adalah alasan ekonomi,
mulai dari perkawinan lewat Kantor yaitu perempuan yang melakukan kawin
Urusan Agama (KUA), perkawinan bawa kontrak berharap untuk mendapatkan
lari, sampai dengan kawin kontrak. Pada perbaikan kesejahteraan setelah melakukan
dasarnya perkawinan dilakukan untuk kawin kontrak. Hal ini dikarenakan
jangka waktu selama-lamanya sampai perempuan yang melakukan kawin kontrak
maut yang memisahkan. Akan tetapi, biasanya mendapatkan sejumlah materi
dalam perkembangan masyarakat yang
demikian cepat terutama dipicu oleh
industrialisasi dan modernisasi,
menyebabkan munculnya praktek orang-

733
DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW• VOL. 7 NO. 1 FEBRUARI 2020

atas kesanggupannya menjadi istri kontrak. Serta Akibat Hukum atas Harta
Bentuk materi yang diberikan pun Perkawinan dan Harta Waris”
beragam, dapat berupa uang, rumah, Berdasarkan uraian latar belakang
perhiasan, dan lain-lain. tersebut, maka penulis merumuskan
Kawin kontrak / Nikah mut’ah pokok-pokok permasalahan sebagai
didefinisikan secara harafiah sebagai nikah berikut:
“enak-enakan”, nikah untuk sekedar 1. Bagaimana keabsahan dan berakhirnya
memenuhi dorongan seksual. 83 Oleh kawin kontrak menurut Undang-
karena itu, pada umumnya nikah ini tidak Undang Nomor 1 Tahun 1974?
disaksikan orang banyak dan tidak
dilakukan dihadapan pegawai pencatat 2. Bagaimana pembagian harta bersama
nikah. Kawin ini dianggap sah menurut akibat kawin kontrak menurut hukum
agama, tetapi melanggar ketentuan perdata apabila jangka waktu kontrak
pemerintah. berakhir?
Seperti yang telah dituliskan di
atas, perkawinan pada umumnya diatur II. METODE PENELITIAN
dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan
negara, dan untuk Indonesia telah diatur Berdasarkan perumusan masalah
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun diatas, maka metode yang digunakan
1974 tentang Perkawinan, namun demikian adalah pendekatan yuridis empiris, yaitu
masih saja ada pihak-pihak yang suatu pendekaan yang meneliti data
melakukan perbuatan baik besar maupun sekunder terlebih dahulu dan kemudian
kecil, baik secara terang-terangan maupun dilanjutkan dengan mengadakan penelitian
sembunyi-sembunyi melakukan perbuatan di lapangan. 84.
yang merusak tatanan dan bertentangan Pendekatan yuridis dalam
dengan aturan-aturan yang diatur negara. penelitian ini, yaitu dengan mengkaji
Salah satunya adalah kawin peraturan-peraturan hukum yang berkaitan
kontrak, seperti contoh yang ditemukan dengan masalah perkawinan, sedangkan
oleh penulis di Desa Kaliaman, Kecamatan pendekatan empiris digunakan dalam
Kembang, Kabupaten Jepara, W (Inisial menganalisis hukum yang dilihat dari
nama) perempuan yang menikah dengan perilaku serta pengakuan masyarakat yang
seorang warga negara asing, berhubungan langsung dengan pelaksanaan
berkebangsaan Belanda berinisial A. W kawin kontrak.
memilih untuk melakukan kawin kontrak Metode pendekatan yuridis empiris
karena kondisi ekonomi keluarga W yang dalam penelitian ini digunakan untuk
sulit dan latar belakang pendidikan W yang memperoleh pengetahuan empiris
rendah, sehingga tanpa pikir panjang W mengenai bagaimana keabsahan dan
bersedia untuk melakukan perkawinan berakhirnya kawin kontrak serta
dengan A dengan batas waktu yang telah bagaimana pembagian harta setelah kawin
ditentukan, dan tanpa memikirkan akibat kontrak berakhir
hukum apa yang dapat terjadi terhadap Spesifikasi penelitian yang
dirinya dan pihak lain yang bersangkutan. digunakan dalam penulisan hukum ini
Oleh karena itu berdasarkan hal yang bersifat deskriptif analitis, artinya hasil
diuraikan di atas, penulis membuat skripsi penelitian ini berusaha memberikan
dengan berjudul gambaran secara menyeluruh, mendalam,
“Nikah Muth’ah (Kawin Kontrak) tentang suatu keadaan atau gejala yang
dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia diteliti. Metode ini menggambarkan
peraturan berlaku yang mengatur

734
Nikah Muth’ah (Kawin Kontrak) Dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia Serta Akibat Hukum
Atas Harta Perkawinan Dan Harta Waris

perkawinan dalam hal ini Undang-Undang f. Hisyam Zamroni selaku Kepala


Perkawinan, kemudian dikaitkan dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan
praktik pelaksanaan kawin kontrak. Maka Mayong, Kota Jepara
dalam penelitian ini, penulis akan
menggambarkan dan menganalisa aspek 2. Data Sekunder:
hukum dalam keabsahan dan berakhirnya Data sekunder merupakan data
kawin kontrak serta pembagian harta yang diperoleh melalui bahan kepustakaan
setelah kawin kontrak berakhir guna mendapatkan landasan teori, dengan
Dikarenakan metode yang penulis kata lain data sekunder merupakan data
ambil dalam penulisan hukum adalah yang diperoleh peneliti secara tidak
yuridis empiris maka data yang digunakan langsung. Data sekunder dibidang hukum
ialah data sebagai berikut: (dipandang dari sudut kekuatan
1. Data Primer: mengikatnya) dapat dibedakan menjadi:87
Data primer yaitu data yang
diperoleh langsung dari masyarakat atau a. Bahan Hukum Primer:
dari lapangan 85 . Data primer dalam Merupakan bahan hukum yang
penelitian ini diperoleh dari penelitian mengikat atau yang membuat orang taat
dilapangan dengan menggunakan metode pada hukum seperti peraturan perundang-
wawancara dengan responden. Wawancara undangan atau putusan hakim. 88 Bahan
yaitu suatu teknik pengumpulan data Hukum Primer yang digunakan dalam
dengan jalan tanya jawab yang bersifat penelitian ini adalah:
sepihak, yang dilakukan secara sistematis 1. Undang-Undang Dasar Negara
didasarkan pada tujuan penelitian. Republik Indonesia Tahun 1945
Dalam penelitian ini digunakan 2. KUH Perdata
teknik pengumpulan data yang berupa 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
wawancara bebas terpimpin yaitu dengan tentang Perkawinan
mempersiapkan terlebih dahulu 4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
tetapi masih dimungkinkan ada variasi Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
pertanyaan yang akan disesuaikan saat Perkawinan.
wawancara agar proses tanya jawab dapat 5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun
berjalan lancar. 86 Adapun responden 2019 tentang Perubahan atas Undang-
wawancara dalam penelitian ini, adalah: Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
a. W (inisial nama) yang merupakan Perkawinan
pelaku kawin kontrak di Desa 6. Putusan Mahkamah Konstitusi No.
Kaliaman, Kabupaten Jepara 69/PUU-XIII/2015
b. Anggota keluarga dari W (Ayah dan
paman dari W) b. Bahan Hukum Sekunder
c. Ali Muntaha sebagai Petinggi Desa Bahan hukum sekunder merupakan
Kaliaman, Kabupaten Jepara bahan hukum yang erat hubungannya
d. Yuli Purnomosidi, S.H,M.H selaku dengan bahan hukum primer dan dapat
Hakim Pengadilan Negeri Jepara membantu menganalisi dan memahami
e. Drs. Sugiyanto, M.H selaku Hakim bahan buku primer.
Pengadilan Agama Jepara 1). Hasil karya para sarjana, tulisan atau
pendapat parapakar hukum.

735
DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW• VOL. 7 NO. 1 FEBRUARI 2020

2) Hasil-hasil penelitian yang berkaitan tujuan membentuk rumah tangga


dengan permasalahan pada penelitian yang bahagia dan kekal berdasarkan
ini. Ketuhanan Yang Maha Esa”
3) Makalah-makalah maupun jurnal- Perkawinan pada hakikatnya adalah
jurnal yang terkait. suatu perikatan atau perjanjian yang juga
4) Literatur-literatur terkait. terdapat sangat banyak di dalam hukum
perdata pada umumnya. Perjanjian sendiri
c. Internet: adalah suatu yang sangat penting dalam
Pentingnya penggunaan internet hukum, oleh karena setiap orang yang
dalam penelitian hukum berkaitan dengan mengadakan perjanjian sejak semula
kemudahan untuk mendapatkan bahan mengharapkan supaya janji itu tidak
hukum. Dalam penggunaan internet, diputus ditengah jalan. Demikian juga
penulis memperoleh bantuan berupa bahan dengan perkawinan haruslah berlangsung
hukum yang erat hubungannya dengan seumur hidup dan tidak boleh diputuskan
pokok permasalahan. begitu saja 89
Dalam perjanjian para pihak bebas
III. HASIL PENELITIAN DAN menentukan isi dari perjanjian yang dibuat
PEMBAHASAN oleh pihak yang bersangkutan sendiri
dengan catatan tidak bertentangan dengan
A. Keabsahan dan Berakhirnya perundang-undangan, kesusilaan, dan
Kawin Kontrak Menurut ketertiban umum. Namun, tidaklah
Undang-Undang Nomor 1 demikian dalam hal perkawinan, sekalipun
Tahun 1974 Tentang hakikat dari perkawinan tersebut adalah
Perkawinan perjanjian. Hal ini dapat dilihat dalam
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1. Keabsahan Kawin Kontrak 1974 tentang Perkawinan
Menurut Undang-Undang Nomor Menurut Pasal tersebut tepatnya pada
1 Tahun 1974 Tentang Ayat (1) perkawinan pada dasarnya
Perkawinan memang didasarkan atas persetujuan kedua
Perkawinan merupakan kegiatan calon mempelai. Hal ini mempertegas
sakral dalam kehidupan manusia, karena bahwa perkawinan adalah sebuah
disamping perkawinan mengatur hubungan persetujuan. Namun, persetujuan ini
antara manusia dengan manusia lain, berbeda dengan persetujuan yang dimuat
perkawinan juga menyangkut mengenai di dalam buku III KUH Perdata.
hubungan keperdataan. Tidak berhenti Pelaksanaan perkawinan merupakan
disitu perkawinan juga ikut mengatur sebuah momentum penting dan harus
hubungan antara manusia dengan Tuhan, dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang
dengan kata lain perkawinan tidak hanya mengaturnya dalam hal ini undang-undang
mengatur hal yang lahiriah namun juga yang mengatur adalah Undang-Undang
mencakup hal batiniah bagi para pihak Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
yang melaksanakannya. Hukum Indonesia Sekalipun telah ada peraturan yang
mengatur perkawinan dalam Undang- mengatur mengenai perkawinan baik
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang secara agama maupun pemerintahan,
Perkawinan dengan definisi perkawinan masih ada saja pihak-pihak yang
yang tertera pada Pasal 1 Undang Undang melakukan perkawinan yang tidak sesuai
Perkawinan, yaitu: atau dengan kata lain menyimpangi
peraturan tersebut.
“Perkawinan adalah ikatan
lahir batin diantara seorang pria dan
wanita sebagai suami istri dengan

736
Nikah Muth’ah (Kawin Kontrak) Dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia Serta Akibat Hukum
Atas Harta Perkawinan Dan Harta Waris

Dalam Pasal 1 Undang-Undang kerap kali ditemui di daerah-daerah


Perkawinan terkandung tujuan ideal dari tertentu di Indonesia. Seperti halnya kasus
sebuah perkawinan yang seharusnya perkawinan kontrak yang terjadi di Desa
menjadi tujuan bersama antara suami dan Kaliaman, Kecamatan Kembang, Jepara
istri. Namun, seiring dengan yang ditemukan oleh penulis.
berkembangnya zaman dalam praktik, W (inisial nama dari pelaku)
tujuan dari sebuah perkawinan sering merupakan seorang wanita berusia 29
disimpangi. Hal tersebut dapat terlihat dari tahun. Berasal dari Jepara yang
mulai munculnya berbagai bentuk berkediaman di Desa Kaliaman,
penyimpangan dalam perkawinan, mulai Kecamatan Kembang, Kota Jepara. W
dari kawin di depan Kantor Urusan melakukan kawin kontrak dengan pria
Agama, kawin bawa lari sampai dengan berkebangsaan Belanda yaitu A (inisial
kawin kontrak. Istilah kawin kontrak atau nama dari pelaku) yang merupakan
dalam Islam disebut dengan nikah mut’ah karyawan di PLTU Jepara.
adalah perkawinan untuk masa tertentu Singkat cerita kedua belah pihak
dalam arti pada waktu akad dinyatakan menyetujui untuk melakukan perkawinan
masa tertentu yang bila masa itu datang, tersebut namun dengan syarat dari A
perkawinan terputus dengan sendirinya.90 kepada W adalah batas waktu dari
Kawin kontrak umumnya terjadi didaerah- perkawinan tersebut hanya sampai A
daerah yang banyak kegiatan selesai bekerja di PLTU Jepara.
industrialisasi nya, khususnya kegiatan Berdasarkan hasil wawancara, adapun niat
industri yang banyak mendatangkan tenaga A untuk menikahi W dengan cara kawin
kerja dari luar negeri seperti daerah puncak kontrak adalah karena A tidak mau
(Jawa Barat), Jepara (Jawa Tengah), serta berhubungan biologis dengan perempuan
Singkawang (Kalimantan Barat).91 yang berbeda-beda. Sehingga memang
Yang dimaksud kawin kontrak oleh motif awal dari A untuk melakukan kawin
masyarakat/ khalayak banyak adalah kontrak semata-mata hanya untuk
sebuah perkawinan yang didasarkan pada memenuhi kebutuhan biologisnya.
kontrak atau kesepakatan-kesepakatan Perkawinan pun dilaksanakan secara
tertentu, yang mengatur mengenai jangka tertutup dan diselenggarakan berdasarkan
waktu perkawinan, imbalan bagi salah satu agama Islam dengan dihadiri oleh: calon
pihak, hak dan kewajiban masing-masing mempelai laki-laki; calon mempelai
pihak, dan lain-lain. Sulit memang untuk perempuan; dua saksi dari pihak
menentukan serta menemukan jumlah dari perempuan; dan wali dari pihak mempelai
praktik perkawinan semacam ini, hal perempuan. Selain syarat batas waktu yang
tersebut dikarenakan perkawinan semacam ditentukan oleh A dalam perkawinan
ini tidak diatur dalam Undang-Undang tersebut, A juga menjajikan untuk memberi
Perkawinan. Sehingga perkawinan ini uang kepada W setiap bulannya sebesar
umumnya hanya dilakukan oleh para pihak Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah) dan untuk
yang bersangkutan / dibawah tangan.92 ayah W sebesar Rp.1.000.000 (satu juta
Meskipun perkawinan semacam ini rupiah).
tidak diatur dalam Undang-Undang Praktik perkawinan yang dijalankan
Perkawinan, namun perkawinan seperti ini oleh W dengan A apabila dilihat dari
Undang-Undang Perkawinan maka jelas
sangat bertentangan dengan Pasal 2 yang
mengandung syarat sah dari suatu
perkawinan.
1. Perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-

737
DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW• VOL. 7 NO. 1 FEBRUARI 2020

masing agama dan kepercayaannya putusnya suatu perkawinan. Hal-hal


itu. tersebut tertera dalam Pasal 38 Undang-
2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut Undang Perkawinan. Perkawinan dapat
peraturan perundang-undangan yang putus karena:
berlaku a. Kematian
Kematian merupakan suatu peristiwa
Menurut Yuli Purnomosidi, S.H, alam yang tidak dapat terlepas dari
M.H apabila suatu perkawinan didasarkan kehidupan manusia. Kematian
atas suatu perjanjian mengenai jangka tentunya akan menimbulkan akibat
waktu dari perkawinan tersebut atau yang hukum. Akibat kematian dalam suatu
biasa disebut dengan istilah kawin kontrak perkawinan adalah secara hukum,
itu secara legalistik formal tidak sejak meninggal dunianya salah
diperbolehkan dan memang tidak dapat seorang suami istri, maka putuslah
dibenarkan, karena berpacu kepada fakta hubungan perkawinan mereka.
bahwa Indonesia adalah negara hukum, b. Perceraian
sehingga harus berpegangan pada Untuk putusnya perkawinan yang
formalitas. Oleh karena itu, sepanjang disebabkan oleh perceraian diatur
kawin kontrak tidak diatur dalam undang- dalam Undang-Undang Perkawinan
undang, dalam hal ini adalah Undang- dan Peraturan Pemerintah Nomor 9
Undang Perkawinan, Peraturan Menteri Tahun 1975. Alasan perceraian diatur
dan peraturan lainnya maka dapat dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-
dikatakan tidak terjadi perkawinan. 93 Undang Perkawinan, sebagai berikut:
Meskipun perkawinan antara W “Untuk melakukan perceraian harus
dengan A dilakukan menurut Agama Islam ada alasan cukup, bahwa antara suami
yang berarti memenuhi Pasal 2 ayat (1) istri itu tidak akan dapat rukun sebagai
Undang-Undang Perkawinan namun dalam suami istri”
hal ini menurut Drs. Sugiyanto, M.H. Berdasarkan ayat di atas, juga dapat
selaku hakim Pengadilan Agama Jepara, diketahui bahwa Undang-Undang
keabsahan perkawinan kontrak antara W Perkawinan menganut asas untuk
dengan A ini tidak dapat langsung mempersukar terjadinya perceraian.
dikatakan sah menurut Agama. Hal ini Asas ini sejalan dengan tujuan dari
dikarenakan dalam perkawinan tersebut perkawinan yaitu untuk membentuk
harus diperiksa kembali apakah memang keluarga yang bahagia dan kekal.
benar syarat dan rukun perkawinan secara c. Keputusan Pengadilan
Islam telah benar-benar dipenuhi atau Di dalam Undang-Undang Perkawinan
tidak. Sehingga, dengan kata lain dan Peraturan Pemerintah Nomor 9
perkawinan tersebut meskipun telah Tahun 1975 tidak dapat ditemukan
memenuhi syarat namun belum dapat definisi putusnya perkawinan karena
dikatakan sah/tidak sebelum ada putusan pengadilan, karena pada
pemeriksaan dari para praktisi dalam hal dasarnya putusnya perkawinan karena
ini adalah pengadilan agama. atas putusan pengadilan dan karena
perceraian sama-sama harus melalui
pengadilan, tentu saja hal ini
menimbulkan multitafsir.
2. Berakhirnya Kawin Kontrak
Dalam Undang-Undang Perkawinan,
ada beberapa hal yang dapat menyebabkan Para pelaku kawin kontrak terkesan
tidak paham dengan bagaimana
berakhirnya kawin kontrak yang telah
mereka lakukakan. Kembali kepada Pasal

738
Nikah Muth’ah (Kawin Kontrak) Dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia Serta Akibat Hukum
Atas Harta Perkawinan Dan Harta Waris

38 Undang-Undang Perkawinan, 1. Kedudukan Harta Perkawinan


perkawinan hanya dapat putus karena: Apabila Kawin Kontrak Telah
kematian, perceraian, dan keputusan Berakhir
pengadilan. Sedangkan pada kawin Dalam setiap perkawinan, masing-
kontrak tidak dikenal perceraian karena masing pihak baik dari pihak suami
pada dasarnya perkawinan itu sendiri maupun istri mempunyai harta yang
sudah tidak dibenarkan. Putusnya dibawa atau diperoleh sebelum perkawinan
perkawinan memang dapat terjadi karena 3 ataupun harta yang dimiliki pasangan
hal yang telah disebutkan di atas, namun suami istri yang diperoleh selama
menurut Yuli Purnomosidi, S.H, M.H perkawinan.
sebagai seorang praktisi, putusnya kawin Undang-Undang Nomor 1 Tahun
kontrak pun tidak mungkin masuk kedalam 1974 tentang Perkawinan mengatur harta
alasan “putusan pengadilan” karena tidak kekayaan dalam perkawinan pada Bab VII
ada aturannya. dalam judul Harta Benda Perkawinan.
Menurutnya, apabila di dalam Undang-Undang Perkawinan membedakan
Undang-Undang Perkawinan tidak diatur kelompok harta perkawinan menjadi
maka tidak bisa dianggap terjadi kelompok “harta bersama” dan kelompok
perkawinan. Apabila perkawinan yang “harta pribadi”.
dilaksanakan W dengan A dilihat Pada kasus yang terjadi antara W
berdasarkan KUH Perdata, meskipun dengan A dalam menjalankan perkawinan,
dalam hal ini KUH Perdata sudah tidak W mendapat uang sebesar Rp.3.000.000
lagi digunakan karena telah ada Undang- (tiga juta rupiah) dan ayah dari W juga
Undang Perkawinan, berdasar pada pasal mendapat Rp.1.000.000 (satu juta rupiah)
1320 KUH Perdata yaitu syarat perjanjian setiap bulannya. Karena keadaan ekonomi
pun tetap tidak dapat dibenarkan, karena yang sulit dari keluarga W maka mereka
dalam hal ini terdapat satu unsur yang sangat tergiur akan tawaran dari A. Tanpa
tidak terpenuhi yaitu “suatu sebab yang berpikir panjang perkawinan tersebut
halal”. Artinya, tidak bisa masuk ke ranah langsung disetujui. Sehingga berdasarkan
pengadilan baik di Pengadilan Negeri kasus perkawinan yang penulis temui,
maupun di Pengadilan Agama. pihak perempuan dalam hal ini adalah W
Oleh karena itu, putusnya kawin tidak merasa memiliki hak sama sekali atas
kontrak itu dianggap tidak ada. Tidak ada harta dari A, selain uang yang diberikan A
putusnya kawin kontrak ini dikarenakan setiap bulannya kepada W. Hal ini
apabila dilihat dari Undang-Undang disebabkan karena ketidakpahaman W atas
Perkawinan, masalah pokonya saja yaitu kedudukannya dalam perkawinan
perkawinan dianggap tidak pernah terjadi tersebut.. 94
karena tidak sesuai dengan syarat dalam Apabila dilihat dalam asas
Undang-Undang Perkawinan sehingga perkawinan pada penjelasan umum
perkawinan tidak dapat di sahkan. Undang-Undang Perkawinan angka 4
tertulis:
“Hak dan kedudukan istri adalah
B. Pembagian Harta Bersama seimbang dengan hak dan kedudukan
Akibat Kawin Kontrak Menurut suami, baik dalam kehidupan rumah
Hukum Perdata Bila Jangka tangga maupun dalam pergaulan
Waktu Kontrak Berakhir masyarakat, sehingga dengan demikian
segala sesuatu dalam keluarga dapat

739
DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW• VOL. 7 NO. 1 FEBRUARI 2020

dirundingkan dan diputuskan bersama oleh Artinya, perjanjian kawin ini bisa
suami dan istri.” mengatur hal-hal lain diluar harta
Dalam kasus kawin kontrak seperti kekayaan perkawinan.95
yang dilakukan antara W dengan A, Pada tanggal 21 Maret 2016
menurut Yuli Purnomosidi, S.H,M.H tidak Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan
mungkin muncul harta bersama, karena putusan Nomor 69/PUU-XIII/2015 yang
masalah pokoknya (perkawinan) saja tidak mengubah ketentuan pasal 29 Undang-
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Oleh Dengan demikian, perjanjian kawin
karena itu dalam kasus ini tidak dianggap menurut Undang-Undang Perkawinan
telah terjadi perkawinan. Selain tidak selain mengatur harta kekayaan
mungkin muncul harta bersama, perkawinan juga bisa mengatur hal-hal lain
kedudukan harta dalam perkawinan diluar itu. Dalam hal mengatur harta
semacam ini hanya dapat ditempuh melalui perkawinan, maka dapat dikaitkan dengan
non litigasi/ cara kekeluargaan tidak ketentuan harta perkawinan dalam Pasal 35
berdasarkan yuridis normative. sampai Pasal 37 Undang-Undang
Perkawinan.
1. 2.Pembagian Harta Benda Walaupun dalam kawin kontrak juga
Perkawinan dalam Kawin dikenal adanya perjanjian perkawinan,
Kontrak namun perjanjian perkawinan dalam kawin
Berbeda dengan kawin sunnah kontrak sangat bertentangan dengan
(kawin yang sesuai dengan ketentuan- perjanjian perkawinan dalam perkawinan
ketentuan syariah), kawin kontrak Sunnah (permanen). Dalam Pasal 29 ayat
berdampak buruk dalam berlangsungnya (2) perjanjian perkawinan yang diadakan
hidup bagi pihak yang dikontrak dalam antara suami dan istri adalah perjanjian
kasus ini pihak perempuan. Dampak tertulis kecuali ta’lik talak yang disahkan
hukum yang terjadi bila jangka waktu oleh Pegawai Pencatat Nikah, apapun yang
kontrak telah selesai adalah, istri sulit diperjanjikan diperbolehkan selama tidak
untuk mendapatkan hak atas harta apabila melanggar batas-batas hukum, agama dan
suami tidak memberikan. Selanjutnnya, kesusilaan, serta jika terjadi perjanjian
bila suami meninggal dunia dan memiliki perkawinan itu disahkan bukan oleh
warisan, istri akan sangat sulit untuk Pegawai Pencatat Nikah, maka perjanjian
mendapatkan harta waris tersebut. itu tidak dapat dikatakan perjanjian
Perbedaan lain antara kawin sunnah perkawinan melainkan hanya perjanjian
(permanen) dengan kawin kontrak adalah, biasa yang berlaku secara umum.96 Seperti
dalam perkawinan sunnah pihak laki-laki yang diketahui bahwa dalam perjanjian
dan perempuan dapat membuat suatu perkawinan kontrak mengatur mengenai
perjanjian perkawinan. Hal ini seperti jangka waktu perkawinan, imbalan
diatur dalam pasal 29 Undang-Undang perkawinan, serta hak dan kewajiban dari
Nomor 1 Tahun 1974 para pihak. Dimana hal-hal yang diatur
Sebelum keluar Putusan Mahkamah dalam perjanjian perkawinan tersebut
Konstitusi No.69/PUU-XIII/2015 terhadap bertentangan dengan agama serta tidak
pasal di atas K.Wantjik Saleh mengatakan, disahkan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
bahwa ruang lingkup perjanjian kawin Dari pernyataan tersebut jelas
tidak ditentukan perjanjian tersebut bertentangan dengan perjanjian
mengenai apa, umpamanya mengenai harta
benda. Karena tidak ada pembatasan itu
maka, dapat ditafsirkan bahwa pengertian
perjanjian kawin dalam Undang-Undang
Perkawinan menganut pengertian luas.

740
Nikah Muth’ah (Kawin Kontrak) Dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia Serta Akibat Hukum
Atas Harta Perkawinan Dan Harta Waris

perkawinan dan syarat perkawinan yang dipenuhi atau tidak. Setelah syarat dan
diatur dalam Undang-Undang rukun perkawinan diperiksa barulah dapat
Perkawinan.Selainbertentangan dengan dikatakan perkawinan tersebut sah/ tidak.
Undang-Undang Perkawinan, perjanjian Berkaitan dengan berakhirnya kawin
kawin kontrak juga tidak dapat dibenarkan kontrak tidak dapat digolongkan kedalam
bila dilihat melalui KUH Perdata. Dalam putusnya perkawinan seperti yang tertera
pasal 1320 yang menganut tentang syarat pada Pasal 38 Undang-Undang
sah sebuah perjanjian, terdapat suatu unsur Perkawinan, dimana putusnya perkawinan
yang tidak terpenuhi yaitu suatu sebab dapat disebabkan oleh 3 hal, yaitu:
yang halal. Sehingga menyebabkan kawin kematian, perceraian, dan keputusan
kontrak tidak dibenarkan / tidak disahkan pengadilan. Berakhirnya kawin kontrak
baik secara agama maupun pemerintahan. tidak dapat digolongkan kedalam putusnya
Pernyataan di atas menegaskan perkawinan karena perceraian, dikarenakan
bahwa dalam kawin kontrak tidak dapat pada hakikatnya dari awal, perkawinan
dibuat perjanjian perkawinan sebagaimana dianggap tidak sah atau dengan kata lain
tertulis dalam Undang-Undang Perkawinan tidak pernah terjadi perkawinan.
sehingga persengketaan terhadap
pembagian harta benda perkawinan dalam 2. Undang-Undang Perkawinan
kawin kontrak tidak ada perlindungan mengatur mengenai harta benda
terhadap harta pelaku serta sulit untuk perkawinan dalam Pasal 35 dan 36
menemukan titik terangnya. Undang-Undang Perkawinan.
Apabila, dalam kawin kontrak Dimana dalam pasal 35, harta
terdapat anak maka anak tersebut dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu harta
memperoleh harta hanya melalui hibah bawaan dan harta bersama.
bukan melalui kewarisan. Dalam kasus ini Harta benda perkawinan adalah
waris pun tidak mungkin terjadi karena semua harta yang dikuasai suami istri
perkawinannya tidak sah. Sehingga apabila selama mereka terikat dalam ikatan
anak menerima harta dari pelaku maka itu perkawinan, baik harta kerabat yang
terhitung sebagai hibah bukan waris. dikuasai, maupun harta perorangan yang
Namun perlu diingat kembali, bahwa berasal dari harta warisan, harta
posisi anak atau perempuan sangat lemah penghasilan sendiri, hibah, maupun harta
karena itu semua kembali lagi kepada pencarian bersama suami istri dan barang-
pihak yang mengontrak, mau memberikan barang hadiah. Akan menjadi sebuah
hibah atau tidak karena itu bukan masalah baru apabila perkawinan
merupakan kewajibannya. dilaksanakan tidak sesuai dengan Undang-
Undang Perkawinan, seperti yang
IV. KESIMPULAN ditemukan penulis dalam penelitian ini.
1. Keabsahan kawin kontrak apabila Seperti yang telah tertulis sebelumnya
dilihat dari Undang-Undang yang pada penjelasan umum Undang-Undang
mengatur, dalam hal ini adalah Undang- Perkawinan angka 4, bahwa suami dan istri
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang memiliki hak dan kedudukan yang sama
Perkawinan (Undang-Undang dalam sebuah perkawinan, namun pada
Perkawinan). Perkawinan kontrak tersebut kenyataannya dalam perkawinan kontrak
tidak sah karena bertentangan dengan yang dilakukan oleh W dengan A,
Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan kedudukan W sangat lemah bahkan dapat
dimana sebuah perkawinan harus dikatakan bahwa W tidak memiliki
dicatatkan. Meskipun perkawinan sudah perlindungan hukum sama sekali terhadap
dilaksanakan secara Islam namun perlu kedudukan maupun harta benda
diperhatikan lagi syarat dan rukun dari perkawinan mereka.
perkawinan apakah benar-benar telah

741
DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW• VOL. 7 NO. 1 FEBRUARI 2020

Begitu pula dalam perkawinan W berakhir, pada intinya tidak dapat


dengan A tidak dapat dibuat perjanjian ditempuh melalui jalur pengadilan
perkawinan mengenai harta mereka, hal ini melainkan hanya dapat ditempuh dengan
disebabkan karena perjanjian perkawinan cara persuasif atau melakukan pendekatan
W dengan A pada awalnya telah dengan pihak yang bersangkutan. Namun
bertentangan dengan syarat sah perjanjian itu akan sangat merugikan pihak
dalam Pasal 1320 KUH Perdata. perempuan maupun anak.
Oleh karena itu terhadap penyelesaian
pembagian harta setelah kawin kontrak

DAFTAR PUSTAKA
Amir Syariffudin, Hukum Perkawinan Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,
Islam di Indonesia, Antara Fiqh Metode Penelitian Survai, (Jakarta:
Munakahat dan Undang-Undang Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan
Perkawinan, (Jakarta:Kencana, Penerangan Ekonomi dan
2007) Sosial,1987)
H.A.Damanhuri,HR. Segi-Segi Hukum Ronny Hanitijo Sumitro, Metodologi
Perjanjian Perkawinan Harta Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia
Bersama, (Mandar Maju, Indonesia, 1994)
Bandung,2012) Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Hukum, (Jakara:UI Press, 1984)
Indonesia, (Jakarta: Ghalia Syarafuddin al-Musawi, Ikhtilaf Sunnah
Indonesia,1980) Syi’ah, (Bandung: Mizan)
Masdar F. Mas’udi, Islam dan Hak-Hak
Reproduksi Perempuan, Penerbit
Mirzan,1997.

742

Anda mungkin juga menyukai