Anda di halaman 1dari 35

USULAN RANCANGAN PENELITIAAN

GUNA PENULISAN SKRIPSI

A. Judul: Implementasi Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan Dalam Kasus Perceraian (Studi

Penelitian di Mahkamah Syar’iyah Sinabang)

B. Identitas Mahasiswa :
Nama : Resmiana

Nim : 2005905040020

Angkatan : 2020

Program Study : Ilmu Hukum

Peminatan : Hukum Perdata

Universitas : Universitas Teuku Umar

Jumlah SKS Yang Telah Diperoleh : 110 SKS

Sudah/Belum Lulus Mata Kuliah Wajib : Sudah

Alamat : Jln. Teungku Di Ujung, Desa Salur

Latun Kecamatan Teupah Barat,

Kab.Simeulue

1
C. Pendahuluan
1. Latar Belakang

Perkawinan bagi manusia bukan hanya sebuah peryataan yang berisi izin untuk

melakukan hubungan seksual suami istri,tetapi juga tempat kehidupan sosial

berputar . Perkawinan mempunyai fungsi dan makna yang kompleks.Dalam hal

ini lah maka perkawinan dapat dinyatakan suatu yang sakral (suci).Dengan sebab

itu pula,perkawinan tidak boleh dilaksankan oleh sembarangan orang ,tetapi harus

mengikuti syarat yang telah di tentukan1

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada Pasal 2 disebutkan bahwa,

perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat

atau mitsaqqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa perkawinan

adalah suatu ikatan yang sah baik antara laki-laki dan perempuan dalam

membentuk keluarga yang sakinah ,mawaddah dan warahmah juga menjadi

sebuah ketaatan kepada Allah SWT dalam melaksakan ketetapannya.

Apabila syarat-syarat formiil telah terpenuhi dan tidak ada halangan hukum

baik hukum agama maupun undang-undang bagi calon mempelai untuk

melangsukan perkawinan, maka sesaat sesudah akad nikah dilangsungkan, kedua

belah pihak (suami-isteri) menandatangani akta, perkawinan yang telah disiapkan

oleh Peagawai Pencatat. Dengan penandatangan tersebut, maka perkawinan telah

tercatat secara resmi dan masing-masing pasangan suami isteri akan mendapat kan

1
Julir, N., Syariah, F., Bengkulu, I., Raden, J., Pagar, F., & Bengkulu, D. (2017).
Pencatatan Perkawinan Di Indonesia Perspektif Ushul Fikih. In Ekonomi dan Keagamaan (Vol. 4,
Issue 1).

1
kutipan Akta Nikah atau Buku Nikah sebagai bukti autentik tentang terjadinya

perkawinan (Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 7 ayat

(1) Kompilasi Hukum Islam).2

Pemerintah atau negara harus ikut serta dalam peraturan mengenai suatu

perkawinan. Keikutsertaan pemerintah disini dapat di lihat dari di bentuknya

Undang-Undang No. 1 Tahun1947 tetang perkawinan. Lahirnya Undang-Undang

Perkawinan No 1 Tahun 1974 merupakan suatu kewajiban yang harus di taati.

(Wardhana, 2022)

Mengenai hal ini sudah jelas bahwa perkawinan merupakan sesuatu hal yang

baik dimana dari perkawinan ini akan membentuk suatu keluarga dari unit yang

terkecil dan merupakan bagian dari siklus kehidupan yang selain kelahiran dan

kematian .

Tujuan diaturnya suatu perkawinan dalam undang-undang adalah tertip di

bidang hukum kelurga dan perkawinan ,artinya dimana tingah laku ditentukan

sebagaimana mestinya berperilaku dan bersikap dalam masyrakat,agar hak-hak

orang lain terlindungi dan memenuhi kebutuhan kepentingan berperilaku dalam

perkawinan.(Taufiqurrohman, 2013)

Berkaitan dengan sahnya suatu perkawinan, terdapat pada Pasal 2 ayat (1) dan

(2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (selanjutnya

disebut UU Perkawinan) menyatakan bahwa :

1. "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing–masing

agamanya dan kepercayaannya itu.”

2
Pasal 13 UU Perkawinan dan Pasal 7 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam

2
2. ”Tiap–tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang–undangan yang

berlaku.”

Ketentuan mengenai sah atau tidaknya suatu perkawinan sesuai dengan agama

dan kepercayaan yang di pegang oleh masing-masing pihak yang malangsungkan

perkawinan. Oleh karena itu,setiap orang dalam ruang lingkup rumah tangga dan

menjalankan hak dan kewajibannya harus berlandaskan agama dan harus di catat

pasangan-pasangan yang menikah agar mendapatkan buku nikah sesuai dengan

aturan yang berlaku.

Syarat–syarat perkawinan terdapat pada Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 UU

Perkawinan, yaitu :

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai

2. Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21

tahun, harus mendapatkan izin kedua orang tuanya atau salah satu orang

tuanya, apabila salah satunya telah meninggal dunia atau walinya apabila

kedua orang tuanya telah meninggal dunia

3. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur19

tahun, jika terdapat penyimpangan harus ada izin dari pengadilan atau pejabat

yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.(syarat batas

umur perkawinan ini merupakan bentuk perubahan aturan berdasarkan

Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang–

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan) 101

4. Antara calon mempelai tidak ada hubungan darah atau keluarga yang tidak

boleh kawin.

3
5. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat

kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat 2 dan Pasal 4.

6. Tidak boleh kawin bagi suami dan istri yang telah cerai lalu kawin lagi satu

dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya.

7. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu

tunggu.3

Melalui perkawinan maka rumah tangga dapat terjalin dan berkembang

sebagaimana mestinya dengan norma dan tatanan sosial yang benar.Rumah tangga

adalah tempat berkumpulnya dua orang yang berbeda jenis yaitu suami

istri,mereka berhubungan satu sama lain untuk mengasialkan keturunan secara

turun-temurun sebagai generasi penerus .Orang-orang yang berasa di dalam

rumah tangga tersebut di sebut ”keluarga”. Keluarga adalah sekelompok orang

yang terdiri atas kepala keluarga dan anggotanya bisa berupa istri anak dan

lainnya yang hidup dalam perkawinan satu tempat tinggal, mempunyai peraturan

yang dipatuhi secara bersama dan mampu mempengaruhi anggotanya dan

mempunyai tujuan dan program yang jelas.

Keluaraga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak adalah orang terpenting dalam

keharmonisan dan rumah tangga itu sendiri. Keluarga sebagai tongkat awal dalam

pengenalan budaya-budaya yang ada di masyarakat sehingga keluarga menjadi

3
(Undang-Undang No 1 Tahun 1947 Tentang Perkawinan, !974)

4
ada yang penting dalam pembentukan karakter, hubungan kekerabatan, soasial

dan aktifitas keluarga.4

Apabila potensi untuk memperkuat hubungan komunikasi yang baik antara

keluarga dan terpenuhinya standar kebutuhan lahir dan batin serta nilai-nilai

agama dalam keluarga maka dapat disebut keluarga yang harmonis.

Setiap pasangan menginginkan kelanggengan keluarga yang bahagia dan kekal,

Namun terkadang kehidupan rumah tangga tidak selamanya berjalan mulus seperti

yang di harapkan pasti ada saja masalah-masalah yang timbul. Dalam perkawinan

sering sekali terjadi ketidakpedulian suami istri anggota keluarga terpaksa hidup

dalam ketidaknyamanan bahkan membiarkan ikatan perkawinan menjadi

berantakan,namun sangat disayangkan banyak sekali pasangan-pasangan yang

dalam menyelesaikan masalah yang timbul dengan memilih jalan perceraian.

Kehadiran teknologi informasi mencerminkan realitas social yang kompleks.

Masyarakat dimana sering kali disuguhi berita perceraian, baik dalam lingkungan

terdekat maupun melalui media elekteronik. Tidak bisa dipungkiri perceraian

dapat terjadi di kalangan orang-orang terkenal yang seharusnya menjadi contoh

bagi masyarakat lainnya.5

Perceraian sendiri dalam bahasa arab adalah talak yang artinya melepaskan

ikatan atau hallu al-‘aqdi. Walaupun islam memperbolehkan perceraian, namun

tindakan ini sangat tidak disukai Allah. Keberlangsungan pernikahan dihargai

4
Ulfiah. (2016). Psikologi keluarga: pemahaman hakikat keluarga dan penanganan
problematika rumah tangga (pp. 1–262).
5
Taufiqurrohman. (2016). Mencegah Perceraian. Pusat Ilmu.

5
sebagai amal baik, sedangkan perceraian di anggab sebagai pemutusan yang

sebaiknya di hindari.

Sedangakan menurut undang-undang no 1 tahun 1974, perceraian di sebut

salah satu penyebab putusnya perkawinan. Jadi jelas bahwa perceraian di akui

dalam peraturan perundang-undangan dan untuk tata cara perceraian di atur dalam

UU perkawinan. Pada Pasal 39 UU perkawinan yang berisi tata cara perceraian di

antaranya adalah sebagai berikut:

1. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah

Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan

kedua belah pihak

2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami

isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri

3. Tatacara perceraian didepan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan

perundangan tersendiri.6

Berdasarkan peraturan dan perundangan yang ada, perceraian di samping dapat

dilakukan oleh suami (cerai talak) juga dapat dilakukan oleh istri (cerai gugat).

Selain itu, gugat cerai juga terdapat dalam KHI Pasal 114, yang selengkapnya

berbunyi, “Putusnya perkawinan yang disebabkan perceraian dapat terjadi karena

talak atau berdasarkan gugatan perceraian”. Berdasarkan Pasal 144 KHI maka

jelas bahwa bukan hanya suami yang boleh mengajukan gugatan namun isti juga

memiliki hak untuk mengajukan gugatan apabila memenuhi syarat dan alasan

ynag benar menurut peraturan perundang-undangan maka isrti dapat segera

6
(Undang-Undang No 1 Tahun 1947 Tentang Perkawinan, !974)

6
mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama. Pengajuan gugatan ke pengadilan

agama yang di ajukan oleh istri inilah yang di sebut sebagai cerai gugat.7

Apabila suami istri sadar akan tugas (hak dan kewajiban) masing-masing, serta

melakukannya sesuai dengan yang di kehendaki para pihak maka keharmonisan

dan keabadian rumah tangga akan terjadi. Konflik dalam rumah tangga dapat

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya latar belakang pihak laki-laki dan

perempuan, lingkungan tempat tinggal, komunikasi yang tidak terjalin dengan

baik, salah satu pihak yang tidak memahami dan menghargai pihak lain dalam

rumah tangga dan lainnya.8

Ilmu pengetahuan kehidupan perkawinan yang seharusnya menjadi landasan

bagi pasangan calon pengantin masih belum di pahami dengan baik oleh calon

pengantin, sehingga menjadi alasan ketidaktahuan tentang pentingnya

pengetahuan agama dan pembinaan keluarga dalam hal perkawinan. Bimbingan

sebelum menikah juga sangat berdampak pada kelangsungan rumah tangga yang

berjalan baik kedepannya sehingga kemungkinan untuk bercerai lebih sedikit.9

Perkara perceraian sendiri memiliki karakteristik khusus jika di bandingkan

dengan perdata lainnya. Sebab perkara perceraian merupakan masalah hati,

7
Kustini dan Rosidah Ida. (2016). Ketika Perempuan Bersikap: Tren Cerai Gugat
Masyarakat Muslim. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.
8
Wardhana, A. (2022). Strategi Memasuki Pasar Global. Konsep Dan Implementasi
Manajemen Strategi, September, 152.
9
Nurfateha Agusiyah Siti. (2021). Kedudukan Hukum Sertifikat Pra-Nikah Untuk
Mencegah Tingginya Perceraian Dalam Perspektif UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Yang
Telah Diubah Dengan UU No. 16 Tahun 2019. 1, 6.

7
dimana hati menyangkut dengan masalah harga diri, martabat dan kehormatan

keluarga besar para pihak yang ingin bercerai. Telah menjadi budaya masyarakat

Indonesia dimana biasanya sebelum para pihak yang ingin bercerai menuju

pengadilan, pertengkaran para pihak terlebih dahulu di damaikan oleh kelurga

masing-masing pihak atau di bantu oleh masyarakat sekitar. Artinya telah terjadi

pertengkaran hebat antara para pihak sehingga memaksa mereka untuk

menyelesaikan melalui jalur pengadilan.10

Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sacral dan kekal sesuai hal ini sesuai

dengan Pasal 1 ayat (1) undang-undang no 1 tahun 1947 yang berbunyi

“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.11

Namun, di Mahkamah Syar'iyah Sinabang berdasarkan hasil wawancara awal

yang dilakukan penulis pada Desember 2023 dengan beberapa hakim yang

memutus perkara ini, terdapat beberapa kasus di mana pernikahannya hanya

berlangsung di bawah 6 bulan. Beberapa kasus tersebut antara lain

1. Kasus Perkara Nomor 24/Pdt.G/2021/MS. Snb. Bahwa telah tejadi

perkawinan antara para pihak pada tanggal 15-10-2020 berdasarkan kutipan

akta nikah nomor 0144/0007/XI/2020 yang di kelurkan Kantor Urusan Agama

10
Miftah Dan Ritonga Husein. (2002). Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara
Perceraian.

11
Siti Awan Putri. (2022). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perceraian Dini pada
Pernikahan dibawah umur di Desa Payung Sekaki Kec.Tambusai Utara Kab. Rokan Hulu Riau. 1.

8
Kecamatan Simelue Timur Kabupaten Simelue pada tanggal 15 Oktober 2020,

perkawinan kedua bela pihak tidak berjalan harmonis dan terjadi perselisihan

sehingga perkawinan kedua bela pihak hanya bertahan selama kurang lebih 6

bulan usia perkawinan. Penggugat selaku istri mengajukan gugat cerai

terhadap tergugat selaku suami ke Mahkamah Syar’iyah Sinabang, hakim

yang menerima perkara persebut menimbang dan memutus bahwa gugatan

tersebut layak untuk di kabulkan kemudian gugatan tersebut di bacakan pada

tanggal 8 April 2021 oleh hakim Musad Al Haris Pulungan, S.H.I. selaku

hakim keetua pada perkara ini.

2. Kasus Perkara Nomor 90/Pdt.G/2023/MS. Snb. bahwa benar telah terjadi

perkawinan antara para pihak pada tanggal 26 Januari 2023 berdasarkan

kutipan akta nikah nomor: 1109041012023014. Perkawinan antara para pihak

tidak berjalan dengan harmonis dan hanya bertahan salama 6 bulan, kemudian

penggugat selaku suami mengajukan gugatan ke Mahkamah Syar’iyah

Sinabang dan pada tanggal 20 november 2023 di bacakan dan putus oleh

hakim Sardianto, S.H.I., M.H.I. selaku hakim ketua pada perkara ini.

3. Kasus Perkara Nomor 64/Pdt.G/2023/MS.Snb.Perkawinan antara para pihak

terjadi pada tanggal 11 Juli 2023 di benarkan denagn Kutipan Akta Nikah

dengan nomor 1109071072023003. Perkawinan antara kedua bela para pihak

berjalan harmonis selama 5 hari kemudian perselisian dan pertengkaran terus

terjadi hingga perkawinan antara kedua bela pihak hanya 6 bulan saja.

Penggugat selaku suami mengajukan gugatan ke Mahkamah Syar’iyah

9
Sinabang dan di putus pada tanggal 09 Oktober 2023 oleh hakim tunggal

Musad Al Haris Puluangan, S.H.I pada perkara ini.

Dari ketiga kausu di atas yang di putus oelh Mahkamah Syar’iyah Sinabang

menunjukkan ikatan perkwinan hanya di anggab sebagai tren atau bahkan hanya

memnuhi tuntutan umur dan keluarga untuk segera menikah dan hal tersebut

bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang mana

bertujuan untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan kekal selama

perkawinan itu berjalan.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul

“Implementasi Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 197 Tentang

Perkawinan Dalam Kasus Perceraian (Studi Penelitian di Mahkamah

Syar’iyah Sinabang”.

2. Hipotesis (Asumsi Penelitian)

Hipotesis diartikan sebagai asumsi atau dugaan sementara dalam penelitian.

Penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa terdapat kebutuhan dalam

mengevaluasi kembali implemetasi Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan Dalam Kasus Perceraian (Studi Penelitian di

Mahkamah Syar’iyah Sinabang) asumsi tersebut dasari oleh pengamatan awal

berupa observasi langsung di lapangan dan ikut serta dalam penyelesaian kasus

perceraian yang terjadi di dalam persidangan di depan hakim, implementasi UU

No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdapat ketidakmampuan para pihak di

Mahkamah Syar’iyah Sinabang dalam penerapan tujuan dari Pasal 1 ayat 1 UU

perkawinan,yang bunyinya ” Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang

10
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Mahaesa”

Pada kasus yang di teliti oleh penulis para pihak yang dalam perkara ini

menikah dan dalam kurun waktu lebih kurang sekitar 1 tahun usia pernikahan

sudah mengajukan gugatan ke Makamah Syar’iyah Sinabang,dari perkara ini

dapat penulis lihat bahwa para pihak tidak memahami isidari Pasal 1 ayat (1) UU

No.1 tahun 1974 tentang perkawinan dan tidak melaksanakan maksud maupun

tujuan dari pasal ini ,diharapkan penelitian ini dapat memberikan pemahaman

tentang penerapan tujuan dari pernikahan itu sendiri.

3. Identifikasi Masalah

a. Bagaimana implementasi Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan Dalam Kasus Perceraian di Mahkamah Syar’iyah

Sinabang ?

b. Kendala apa ajaa yang terjadi dalam implementasi dari Pasal 1 Ayat (1)

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dalam Kasus

Perceraian Studi Penelitian di Mahkamah Syar’iyah Sinabang ?

4. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Untuk memastikan bahwa variabel-variabel dalam penelitian ini diukur secara

tepat, berikut adalah definisi operasional dari variabel utama yang akan diteliti :

11
a. Implemetasi
Impelemtasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penerapan atau

pelaksanaan. Pengertian lain dari implementasi adalah menyediakan sarana

untuk melakukan sesuatu yang mempunyai akibat atau pengaruh terhadap

sesuatu. Menurut ahli Nurman Usman, Implementasi adalah adanya suatu

kegiatan, tindakan, aksi atau mekanisme sistem yang mengarah pada adanya

bukan hanya suatu kegiatan, tetapi suatu kegiatan yang direncanakan dan

suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.

Dengan tidak memperhatikan nilai-nilai karakter dan moral sebagai syarat

pertama dan utama yang akan menambah pembenaran bagi sebagian orang

untuk lebih mengutamakan kemampuan intelektualitas dan kompetisi mereka

di bandingkan kemamuan lainnya.Dampak yang di alami bahwa implemntasi

undang-undang perkawinan masih belum bisa mencegah bangsa ini terutama

di lihat dari aspek nilai-nilai moral dan karakter.

Namaun terkadang implementasi ini tidak di indahakan oleh para pihak

yang seharusnya melaksanakan nya dengan baik.hal ini terlihat dari

ketidakmampuan para pihak untuk melaksanakan atau menerapkan Pasal 1

ayat (1) Undang-Undang perkawinan dalam kehidupan berumah tangga.12

b. Perkawinan
Pekawinan menciptakan suatu hubungan hukum suami dan istri ,jika dari
perkawinan tersebut melahirkan anak, maka akan menimbulkan hubungan hukum
antara orang tua dan anak,dan begitu juga hubungan hukum keluarga masing-
12
Siti Badriyah,Impletmentasi, www.gramedia.com/literasi/implementasi/,di akses
pada jam 10:59 tanggal 19 januari 2023

12
masing suami istri.Timbulnya hubungan hukum antara suami istri inilah yang
akan melahirkan adanya hak dan kewajiban yang harus di laksanakan baik itu
suami maupun istri yang telah di atur oleh undang-undang perkawinan.13
Tujuan dari di syariatkan nya suatu perkawinan untuk manusia adalah sebagai
berikut :
1) Untuk mendapatkan keturunan yang sah menurut hukum positif dan
hukum islam untuk melanjutkan generasi yang akan datang. Keinginan
untuk memiliki keturunan merupakan naluri umat manusia bahkan juga
bagi mahluk hidup lainnnya.
2) Untuk mendapatkan keluarga yang bahgia dengan penuh ketenangan dan
rasa kasih sayang di dalam hidupnnya.penyaluran saja dimiliki melalui
jalan di luar perkawinan ,namun mendapatkan ketenangan antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan yang hidup bersama tidak akan mungkin
di dapatkan melalui jalur perkawinan.14
Perkawinan yang bahagia dan kekal merupakan impian semua pasangan, namun
tidak bisa di pungkiri perselisihan bahkan pertengkaran hebat yang berujung
dengan perceraian acap kali terjadi antara suami istri yang bahkan baru saja
melangsungkan perkawinan.

c. Perceraian
Dalam perkawinan terdapat tujuan yaitu membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal dan undang-undang perkawinan menganut prinsip persulit terjadinya
suatu perceraian .Untuk bercerai harus ada alasan-alasan terntetu dan juga harus di
lakukan sesuai dengan yang di atur dalam undang-undang. Menurut undang-
undang perceraian dapat terjadi karena kematian dan putusnya perkawinan.
Perceraian akan terjadi apabila sudah tidak ada jalan lain untuk mendamaikan

13
Dr. Sudirman, M. A. i. (2018). Pisah Demi Sakinah.
14
Amir, S. (2006). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Prenadamedia Group.

13
pasangan suami istri,atau dengan kata lain perceraian merupakan cara terkahir
apabila sebuah rumah tangga tidak akan dapat lagi dipertahankan kerukunannya.
Untuk itu, Undang-Undang perkawinan menetapkan suatu perceraian hanya
akan dapat dilakukan di muka pengadilan (agama), setelah pengadilan berusaha
mendamaikan dan tidak berhasil mendamaikan kedua bela pihak tersebut. Prinsip
mempersulit suatu perceraian dengan peran serta dari pengadilan ini,apabila
dibandingan dengan hukum islam mengenai suatu perceraian, maka terdapat
kesamaan antara hukum islam dan undang-undang. Dalam islam meskipun
perceraiaan di bolehkan akan tetapi hal ini merupakan hal yag tidak di sukai oleh
Allah SWT.15
Perceraian bukan hanya terjadi pada pernikahan yang sudah lama di
jalankan,tetapi perceraian juga dapat terjadi pada pasangan suami isti yang baru
saja melangsungkan pernikahan,walaupun usia pernikahan yang mereka jalankan
masih sangat singkat atau kurang dari 1 tahun usia pernikahan.

5. Ruang Lingkup dan Tujuan Penelitian

Studi ini akan berfokus tepatnya di Desa Suak Buluh, Kec.Simeulue Timur

Kab.Simeulue.Penelitian ini akan mencoba mengevaluasi mengapa para pihak

tidak menerapan isi dari Pasal 1 ayat (1) tahun 1974 tentang perkawinan dalam

kasus perceraian yang terjadi di Mahkamah Syar’iyah Sinabang. Adapun tujuan

dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui tentang implementasi UU No. 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan dalam kasus perceraian di wilayah Kantor Mahkamah

Syar’iyah Sinabang

15
Taufiqurrohman Syahuri. (2013). Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia.
Prenada Media Group.

14
b. Untuk mengetahui kendala apa saja dalam implementasi UU No. Tahun

1974 di wilayah kantor Mahkamah Sya’iyah Sinabang

6. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan, antara

lain:

a. Manfaat teoritis:

Adapun manfaat secara teoritis dari penelitian ini adalah:

1) Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi ilmiah bagi

peneliti, akademisi, atau pihak-pihak terkait lainnya yang tertarik dalam

bidang hukum pernikahan dalam kasus perceraian

b. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan berharga bagi

pasangan dalam merumuskan tujuan dari pernikahan

c. Manfaat Praktis:

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah:

1) Penelitian ini juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam

penerapan dari undang-undang perkawinan dan melaksanakan aturan

tersebut.

2) Meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti sendiri tentang

tehnik penelitian dan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan

penerapan dan tujuan dari pernikahan itu sendiri

15
7. Keaslian Penelitian

Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa

penelitian terdahulu. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan suatu

penelitian dengan judul yang sama dengan topik penelitian ini, namun penulis

merasa perlu mengangkat beberapa penelitian terdahulu sebagai bahan referensi

untuk memperkaya bahan kajian pada penelitian ini. Berikut ini beberapa

penelitian terdahulu yang terkait dengan judul ini:

Penelitian yang telah di lakukan oleh Lis Mardiana tahun 2005 mengenai Usia

Pernikahan Bagi Pasangan Perkawinan Hamil di Luar Nikah (Studi Kasus Di

Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2004). Dalam penelitian tersebut Lis

Mardiana meneliti tentang beberpa kasus perkawinan di luar nikah yang tidak di

pertahankan rumah tangganya dan berujung pada perceraian,dan persentase usia

pernikahan 5 tahun ke bawah.Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dari 309

kasus perceraian yang telah memiliki kekuatan hukum tetap di Pengadilan Agama

Yogyakarta selama 2004 terdapat 79 perkara peerceraian dari pasangan

perkawinan di luar nikah.Berdasarkan kasus di atas terdapat 33 dari 79 kasus

pasangangan hamil di luar nikah atau bila di prenetasekan menjadi 41,77% usia

pernikahannya 5 tahun ke bawah.16

Adapun persamaan dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Lis Mardiani

adalah kesamaan metode dan pendekatan, yakni metode penelitian hukum empiris

dengan pendekatan kualitatif. Keduanya juga sama-sama meneliti mengenai

16
Mardiana, L. (2004). Usia Pernikahan Bagi Pasangan Perkawinan Hamil di Luar
Nikah (Studi Kasus di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2004).

16
alasan perceraian pada usia pernikahan yang terbilang masih singkat. Sementara

itu, perbedaannya terletak pada titik fokus penelitiannya. Lis Mardiani

memusatkan perhatian pada penyebab perceraian pasangan hamil di luar nikah

dan korelasi dengan usia pernikahan di Pengadilan Agama Yogyakarta pada tahun

2004.

Penelitian yang di lakukan oleh Hardi Fitra yang dilakukan pada tahun 2017

yang berjudul pengaruh Perkawinan Di Bawah Umur Terhadap Tingkat

Perceraian Di Kabupaten Aceh Tengah,penelitian ini meneliti mengenai adanya

peningkatan pernikahan usia dini dari tahun ke tahun dan pengaruh pernikahan di

bawah umur terhadap perceraian di Kabupaten Aceh Tengah .Hasil penelitian ini

menunjukkan banyaknya pasangan muda yang menikah pada usia yang belum

cukup,kemudian peningkatan perceraian pada pernikahan yang masih di terbilang

singkat,dengan berbagai penyebab perceraian.17

Adapun persamaan penelitian ini dimana Hardi Fitra meneliti menggunakan

metode kualitatif dan juga sama-sama meneliti penyebab perceraian pada

perkawinan yang masih sangat singkat. Perbedaan dalam penelitian Hardi Fitra

bertitik fokus pada tempat penelitian, dalam hal ini Hardi Fitra melaksanakan

penelitian yang berfokus di Kabupaten Aceh Tengah.

Skripsi yang buat oleh Siti Awan Putri pada tahun 2022 dengan judul Tinjauan

Hukum Islam Terhadap Perceraian Dini Pada Pernikahan Di Bawah Umur Studi

Kasus Desa Payung Sekaki Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten Rohan Hulu

17
Fitra, H. (2017). Pengaruh perkawinan dibawah umur terhadap tingkat perceraian
di kabupaten aceh tengah. 12/10/2020 Jam 16.15.

17
Riau.Penelitian ini memiliki rumusan masalah bagaimana cerai dini pada

pernikahan di bawah umur,faktor perceraian dini dan pandangan islam terhadap

perceraian dini di Desa Payung Sekaki Kecamatan Tambusai Utara Kabupaten

Rohan Hulu Riau.Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa banyak

percerian tanpa jalur pengadilan agama,kemudian perceraian terjadi dengan

berbagai penyebab di antaranya kerena pertengkaran terus –menerus ,selisi paham

bahkan tidak melaksanakan keajiban masing-masing pasangan,dan percerian dini

juga terjadi karena kurangnya ilmu agama dan upaya perdamaian.18

Persamaan dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dan

penelitian yang mencoba mengungkap alasan percerain dini atau perceraian pada

usia pernikahan kurang dari 1 tahun. Adapun perbedaannya terletak pada hasil

yang di teliti dan tempat penelitian yang di lakukan yaitu berada di Desa Paying

Sekaki Kecamtan Tambusai Utara Kabupaten Rokan Hulu Riau.

D. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran disini ini merupakan teori-teori yang penulis gunakan

sebagai pedoman atau acuan untuk melakukan penelitian

1. Teori Implemetasi

Penceraian dan perkawinan merupakan dua aspek penting dalam kehidupan

sosial dan hukum suatu masyarakat. Implementasi hukum dalam hal ini

memiliki peran krusial untuk menjaga keseimbangan, keadilan, dan hak-hak

individu yang terlibat. Dalam esai ini, kita akan membahas beberapa aspek

18
Siti Awan Putri. (2022). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perceraian Dini pada
Pernikahan dibawah umur di Desa Payung Sekaki Kec.Tambusai Utara Kab. Rokan Hulu Riau. 1.

18
kunci dalam implementasi hukum terkait penceraian dan perkawinan, serta

mengeksplorasi tantangan yang mungkin muncul.

a. Aspek-aspek Implementasi Hukum

1) Proses Penceraian yang Adil dan Transparan

Proses penceraian harus mencerminkan prinsip keadilan dan transparansi.

Hukum harus memberikan panduan yang jelas mengenai hak dan kewajiban

suami istri, pembagian harta bersama, dan perawatan anak. Implementasi

yang baik dari hukum dapat mencegah penyelewengan dan memastikan

bahwa kedua belah pihak merasa diperlakukan dengan adil.19

2) Perlindungan Hak Anak dalam Kasus Perceraian

Dalam konteks perkawinan yang berakhir, hak anak harus menjadi

prioritas utama. Hukum harus memastikan bahwa kepentingan anak diakui

dan dilindungi. Proses peradilan harus mempertimbangkan aspek-aspek

seperti hak asuh, nafkah anak, dan peran aktif kedua orang tua dalam

mendukung perkembangan anak.

3) Mediasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)

Implementasi hukum dalam penceraian dapat ditingkatkan melalui

promosi mediasi dan alternatif penyelesaian sengketa. Pendekatan ini dapat

membantu mengurangi beban peradilan, memberikan pihak yang terlibat

lebih banyak kendali atas keputusan mereka, dan menciptakan solusi yang

lebih berkelanjutan.

4) Perlindungan Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga

19
Finch, E., & Mason, M. (1993). Negotiation in divorce. Family Law Quarterly,

27(3), 351-367.

19
Hukum harus memberikan perlindungan maksimal terhadap korban

kekerasan dalam rumah tangga. Peningkatan penegakan hukum, peraturan

yang ketat, dan akses yang lebih baik terhadap bantuan hukum dapat

membantu mengatasi tantangan ini dan menciptakan lingkungan yang aman

bagi individu yang terlibat.

b. Tantangan Implementasi Hukum

1) Lambatnya Proses Peradilan

Salah satu tantangan utama dalam implementasi hukum penceraian

adalah lambatnya proses peradilan. Keterlambatan ini dapat menciptakan

ketidakpastian dan memberikan dampak negatif terhadap pihak yang

terlibat, terutama anak-anak yang mungkin terjebak dalam situasi tidak

stabil.20

2) Ketidaksetaraan Gender

Meskipun banyak kemajuan telah dicapai, masih ada tantangan dalam

menangani ketidaksetaraan gender dalam konteks penceraian. Hukum harus

memastikan perlakuan yang adil dan setara terhadap suami dan istri, serta

melindungi hak-hak mereka tanpa diskriminasi gender.

3) Kesulitan dalam Pelaksanaan Putusan Pengadilan

Terkadang, implementasi putusan pengadilan menjadi sulit karena faktor

ekonomi atau masalah lainnya. Hukum harus memikirkan strategi untuk

memastikan bahwa putusan pengadilan dapat dilaksanakan dengan efektif,

terutama dalam hal pembagian harta bersama.

20
Goldstein, J., Freud, A., & Solnit, A. J. (1973). Beyond the best interests of the

child. Simon and Schuster.

20
Implementasi hukum dalam penceraian dan perkawinan memainkan peran

sentral dalam membentuk masyarakat yang adil dan berkeadilan. Dengan fokus

pada keadilan, perlindungan hak anak, mediasi, dan penyelesaian sengketa yang

efektif, hukum dapat menjadi instrumen yang efektif untuk mencapai tujuan

tersebut. Namun, tantangan seperti lambatnya proses peradilan dan

ketidaksetaraan gender harus diatasi dengan tindakan konkret untuk meningkatkan

sistem hukum yang ada.21

2. Teori Kepatuhan Hukum

Teori kepatuhan hukum merangkum konsep di mana individu dan kelompok

mengikuti peraturan dan norma hukum yang telah ditetapkan oleh suatu sistem

hukum. Dalam konteks penceraian dan perkawinan, teori kepatuhan hukum

memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan antara keadilan, hak-

hak individu, dan stabilitas sosial. Dalam esai ini, kita akan membahas

bagaimana teori kepatuhan hukum dapat diterapkan dalam konteks penceraian

dan perkawinan, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat kepatuhan tersebut.

Teori kepatuhan hukum menekankan pentingnya kesadaran hukum di

kalangan masyarakat. Dalam kasus penceraian dan perkawinan, tingkat

pengetahuan masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka, serta proses

hukum yang terlibat, dapat memengaruhi sejauh mana mereka patuh terhadap

21
Merry, S. E. (1988). Legal pluralism. Law & Society Review, 22(5), 869-896.

21
aturan hukum. Pendidikan masyarakat tentang aspek-aspek hukum dalam

perkawinan dapat memberikan dasar yang kuat untuk kepatuhan hukum.22

Teori kepatuhan hukum juga menyoroti peran mediasi dalam mencapai

penyelesaian yang adil dan meminimalkan konflik. Dengan memfasilitasi

dialog antara pasangan yang bercerai atau berkonflik, mediasi dapat

menciptakan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak, meningkatkan

kepatuhan terhadap keputusan hukum, dan mengurangi kebutuhan untuk

tindakan hukum yang lebih keras.23

Faktor ekonomi dan sosial memainkan peran signifikan dalam teori

kepatuhan hukum. Adanya jaminan kesejahteraan ekonomi, dukungan sosial,

dan akses yang memadai terhadap bantuan hukum dapat meningkatkan

kepatuhan terhadap keputusan hukum. Sebaliknya, ketidaksetaraan ekonomi

atau kurangnya dukungan sosial dapat menjadi hambatan bagi kepatuhan.24

Teori kepatuhan hukum juga menyoroti pentingnya penegakan hukum yang

adil. Jika masyarakat percaya bahwa sistem hukum tidak memastikan keadilan

atau tidak memberikan perlindungan yang cukup, tingkat kepatuhan terhadap

putusan hukum dapat menurun. Oleh karena itu, peradilan harus dilaksanakan

secara transparan dan adil untuk memastikan kepatuhan yang optimal.25

22
Sampson, R. J., & Laub, J. H. (1990). Crime and deviance in the life course.
Annual Review of Sociology, 16, 273-295.
23
Tyler, T. R. (2006). Why people obey the law. Princeton University
Press.
24
Emery, R. E. (1994). Renegotiating family relationships: Divorce, child custody,
and mediation. Guilford Press.
25
Thibaut, J. W., & Walker, L. (1975). Procedural justice: A psychological analysis.
Erlbaum.

22
E. Metode Penelitian

Pada dasarnya metode penelitian hukum adalah tindakan ilmiah yang

menyelidiki satu atau lebih fenomena hukum dengan menganalisisnya melalui

penggunaan metodologi, sistem, dan konsep tertentu.

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan wilayah hukum Mahkamah Syar’iyah Sinabang

tepatnya berada di jln.tgk Di Ujung Km 05,Kota Sinabang, Desa Suak Buluh

Kec.Simeulue Timur Kab. Simeulue.

2. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah :

a) Mediator dalam kasus perceraian di mahkamah syar’iyah sinabang

b) Panitera yang mengikuti jalannya persidangan kasus percerain di Mahkmah

Syar’iyah Sinabang

c) Hakim dalam kasus perceraian di mahkmah syar’iyah sinbang

d) Para pihak yang bercerai di usia pernikahan yang masih sangat singkat

3. Cara Penentuan Sampel

Metode pengambilan sampel representatif dari populasi dikenal sebagai teknik

penentuan sampel. Prosedur pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian

rupa, sehingga sampel yang dihasilkan dapat digunakan sebagai contoh atau

menggambarkan populasi yang sebenarnya. Pengambilan sampel dengan

menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pemilihan sekelompok subjek atas

ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang bersangkut paut yang erat dengan ciri-

23
ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya yang dianggap

dapat memberikan informasi yang jelas tentang apa masalah yang dibahas dan

diperkirakan mampu mewakili keseluruhan populasi. Adapun sampel dalam

penelitian ini adalah:

1) Responden, merupakan orang yang dianggap mampu menjawab pertanyaan

yang diajukan secara terstruktur, tersistematis menyangkut opini, saran,

gagasan atau pengalaman. Yang menjadi responden dalam penelitian ini

adalah:

a) Hakim Mahkamah Syar’iyah Sinabang: 2 Orang

b) Panitera Mahkamah Syar’iyah Sinabang: 1 Orang

2) Informan, adalah orang yang mampu memberikan penjelasan dan arahan

secara baik tentang apa yang sedang diteliti. Informan dalam penelitian ini

adalah:

a) Para pihak yang bercerai: 2 Orang

4. Jenis dan Spesifikasi Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat empiris (Yuridis

empiris) yaitu metode penelitian hukum yang bertujuan untuk menyelidiki

bagaimana hukum berfungsi dalam masyarakat. Namun, metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Fokus penelitian ini adalah

jenis penelitian hukum deskriptif-analitis. Ini mencakup penjelasan tentang

peraturan hukum yang berlaku dan hubungannya dengan teori teori hukum dan

praktik pelaksanaan hukum positif yang berkaitan dengan masalah yang ada di

lapangan.

24
5. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data merupakan semua informasi baik yang berbentuk benda nyata,

sesuatu yang abstrak atau peristiwa/gejala yang akan dianalisis secara kualitatif.

Adapun sumber data yang diperlukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

a. Sumber Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber utama

melalui penelitian. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam

dengan panduan pertanyaan terstruktur dengan orang-orang yang

berhubungan dengan penelitian ini, yaitu :hakim ketua Mahkamah Syar’iyah

Sinabang,hakim anggota Mahkamah Syar’iyah Sinabang ,panitera

Mahkamah Syariyah Sinabang,pihak-pihak yang bercerai di Mahkamah

Sya’iyah Sinabang

b. Sumber Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian

kepustakaan yang berhubungan dengan bahan-bahan hukum yang diperlukan

dalam penelitian yang digunakan, yang meliputi bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder dan bahan hukum tersier yaitu :

1) Bahan hukum primer, adalah bahan hukum yang mengikat, yang mencakup

peraturan perundang-undang terkait dengan topik masalah yang dibahas

yaitu Pasal 1 ayat (1) undang-undang perkawinan dalam kasus perceraian .

2) Bahan hukum sekunder adalah seluruh informasi tentang hukum yang

berlaku atau pernah berlaku yang relevan dengan permasalahan hukum.

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini antara lain buku-buku teks,

laporan penelitian hukum, jurnal hukum, berbagai literatur, jurnal ilmiah

serta tulisan-tulisan lain dalam internet

25
3) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang dapat memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum tersier dalam penelitian ini meliputi bahan-bahan yang

termuat dalam kamus kamus hukum, ensiklopedia, biografi, berbagai

terbitan yang memuat indeks hukum dan sejenisnya.

6. Analisis Data
Analisis adalah proses mengoordinasikan kata menjadi bentuk yang lebih
mudah dibaca dan juga mudah di interpretasikan. Dalam penelitian ini, analisis
data yang digunakan oleh penulis adalah deskriptif kualitatif yaitu analisis yang
menggambarkan keadaan atau fenomena dengan kata-kata atau kalimat, kemudian
dipisahkan menurut kategorinya guna mendapatkan kesimpulan. Proses analisis
data dalam penelitian ini dimulai dengan transkripsi wawancara dan pencatatan
hasil observasi. Setelah itu, data akan dikodekan dan dikelompokkan ke dalam
tema-tema utama. Setelah data diolah secara maksimal, maka selanjutnya
disajikan dalam bentuk narasi dan dalam bentuk tabel dan kemudian selanjutnya
dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah suatu teknik yang
menggambarkan dan menginterpretasikan data data yang telah terkumpul
sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan
yang sebenarnya.

26
F. Jadwal Penelitian

Dalam menjalankan penelitian ini, peneliti telah melakukan sebuah analisis

teliti terkait dengan estimasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan

penelitian. Hal ini sebagaimana disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 1: Jadwal Penelitian


2023/2024
No. Kegiatan
Des Jan Feb Mar Apr Mei
1. Tahap persiapan penelitian

a. Penyusunan Dan
Pengajuan Judul
b. Revisi proposal
c. Pengajuan proposal
d. Seminar Proposal
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Pengumpulan data

b. Analisis data
c. Seminar Hasil
3. Penyusunan Skripsi
4. Sidang Skripsi

G. Kerangka Penulisan

Untuk memahami dan memudahkan dalam penyusunan skripsi ini, maka

penulis menyusun sistematika penulisan yang terdiri dari empat bab yang masing-

masing berbeda pembahasannya namun masih dalam satu kesatuan yang saling

melengkapi.

27
Bab I: Latar belakang masalah, hipotesis penelitian, identifikasi masalah, defnisi

operasional variabel penelitian, ruang lingkup dan tujuan penelitian,

kegunaan penelitian dan keaslian penelitian.

Bab II: Kerangka pemikiran yang menjadi landasan teoritis dan konseptual

dalam penelitian ini. Kerangka pemikiran ini akan meliputi teori

implementasi, teori kepatuhan hukum, yang akan digunakan untuk

menganalisis implementasi Pasal 1 ayat (1) UU perkawinan.

Bab III: Wawancara dengan hakim-hakim yang menyelesaikan perkara

perceraian di mahkamah sya’iyah sinabang, panitera. Data akan di

analisis dengan mengunakan pendekatan kuantitatif. Hasil analisis akan

digunakan untuk membahas implementasi dari Pasal 1 ayat (1) UU

perkawinan dalam kasus perceraian pada usia perkawinan.

Bab IV: Kesimpulan dan Saran-saran

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku
Amir, S. (2006). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Prenadamedia Group.

Dr. Sudirman, M. A. i. (2018). Pisah Demi Sakinah.

Emery, R. E. (1994). Renegotiating family relationships: Divorce, child custody,


and mediation. Guilford Press.

Finch, E., & Mason, M. (1993). Negotiation in divorce. Family Law Quarterly,
27(3), 351-367.

Fitra, H. (2017). Pengaruh perkawinan dibawah umur terhadap tingkat


perceraian di kabupaten aceh tengah. 12/10/2020 Jam 16.15.

Goldstein, J., Freud, A., & Solnit, A. J. (1973). Beyond the best interests of the
child. Simon and Schuster.

Julir, N., Syariah, F., Bengkulu, I., Raden, J., Pagar, F., & Bengkulu, D. (2017).
Pencatatan Perkawinan Di Indonesia Perspektif Ushul Fikih. In Ekonomi dan
Keagamaan (Vol. 4, Issue 1).

Kustini dan Rosidah Ida. (2016). Ketika Perempuan Bersikap: Tren Cerai Gugat
Masyarakat Muslim. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

Mardiana, L. (2004). Usia Pernikahan Bagi Pasangan Perkawinan Hamil di Luar


Nikah (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2004).

Merry, S. E. (1988). Legal pluralism. Law & Society Review, 22(5), 869-896.

Miftah Dan Ritonga Husein. (2002). Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara


Perceraian.

Nurfateha Agusiyah Siti. (2021). Kedudukan Hukum Sertifikat Pra-Nikah Untuk


Mencegah Tingginya Perceraian Dalam Perspektif UU No. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan Yang Telah Diubah Dengan UU No. 16 Tahun 2019. 1, 6.

29
Sampson, R. J., & Laub, J. H. (1990). Crime and deviance in the life course.

Annual Review of Sociology, 16, 273-295.

Siti Awan Putri. (2022). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perceraian Dini pada
Pernikahan dibawah umur di Desa Payung Sekaki Kec.Tambusai Utara Kab.
Rokan Hulu Riau. 1.

Taufiqurrohman. (2016). Mencegah Perceraian. Pusat Ilmu.

Taufiqurrohman, S. (2013). Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia. Prenada


Media Group.

Taufiqurrohman Syahuri. (2013). Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia.


Prenada Media Group.

Thibaut, J. W., & Walker, L. (1975). Procedural justice: A psychological


analysis. Erlbaum.

Tyler, T. R. (2006). Why people obey the law. Princeton University Press.

Ulfiah. (2016). Psikologi keluarga: pemahaman hakikat keluarga dan


penanganan problematika rumah tangga (pp. 1–262).

Undang-Undang No 1 Tahun 1947 Tentang Perkawinan. (1974). No Title.

Wardhana, A. (2022). Strategi Memasuki Pasar Global. Konsep Dan


Implementasi Manajemen Strategi, September, 152.

2. Karya Tulis
Amir, S. (2006). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Prenadamedia Group.

Dr. Sudirman, M. A. i. (2018). Pisah Demi Sakinah.

Emery, R. E. (1994). Renegotiating family relationships: Divorce, child custody,


and mediation. Guilford Press.

Finch, E., & Mason, M. (1993). Negotiation in divorce. Family Law Quarterly,
27(3), 351-367.

30
Fitra, H. (2017). Pengaruh perkawinan dibawah umur terhadap tingkat
perceraian di kabupaten aceh tengah. 12/10/2020 Jam 16.15.

Goldstein, J., Freud, A., & Solnit, A. J. (1973). Beyond the best interests of the
child. Simon and Schuster.

Julir, N., Syariah, F., Bengkulu, I., Raden, J., Pagar, F., & Bengkulu, D. (2017).
Pencatatan Perkawinan Di Indonesia Perspektif Ushul Fikih. In Ekonomi dan
Keagamaan (Vol. 4, Issue 1).

Kustini dan Rosidah Ida. (2016). Ketika Perempuan Bersikap: Tren Cerai Gugat
Masyarakat Muslim. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

Mardiana, L. (2004). Usia Pernikahan Bagi Pasangan Perkawinan Hamil di Luar


Nikah (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2004).

Miftah Dan Ritonga Husein. (2002). Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara


Perceraian.

Nurfateha Agusiyah Siti. (2021). Kedudukan Hukum Sertifikat Pra-Nikah Untuk


Mencegah Tingginya Perceraian Dalam Perspektif UU No. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan Yang Telah Diubah Dengan UU No. 16 Tahun 2019. 1,
6.

Sampson, R. J., & Laub, J. H. (1990). Crime and deviance in the life course.

Annual Review of Sociology, 16, 273-295.

Siti Awan Putri. (2022). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perceraian Dini pada
Pernikahan dibawah umur di Desa Payung Sekaki Kec.Tambusai Utara Kab.
Rokan Hulu Riau. 1.

Taufiqurrohman. (2016). Mencegah Perceraian. Pusat Ilmu.

Taufiqurrohman, S. (2013). Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia. Prenada


Media Group.

Taufiqurrohman Syahuri. (2013). Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia.


Prenada Media Group.

31
Thibaut, J. W., & Walker, L. (1975). Procedural justice: A psychological
analysis. Erlbaum.

Tyler, T. R. (2006). Why people obey the law. Princeton University Press.

Ulfiah. (2016). Psikologi keluarga: pemahaman hakikat keluarga dan


penanganan problematika rumah tangga (pp. 1–262).

Undang-Undang No 1 Tahun 1947 Tentang Perkawinan. (1974). No Title.

Wardhana, A. (2022). Strategi Memasuki Pasar Global. Konsep Dan


Implementasi Manajemen Strategi, September, 152.

3. Artikel / Jurnal

Amir, S. (2006). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Prenadamedia Group.

Dr. Sudirman, M. A. i. (2018). Pisah Demi Sakinah.

Emery, R. E. (1994). Renegotiating family relationships: Divorce, child custody,


and mediation. Guilford Press.

Finch, E., & Mason, M. (1993). Negotiation in divorce. Family Law Quarterly,
27(3), 351-367.

Fitra, H. (2017). Pengaruh perkawinan dibawah umur terhadap tingkat


perceraian di kabupaten aceh tengah. 12/10/2020 Jam 16.15.

Goldstein, J., Freud, A., & Solnit, A. J. (1973). Beyond the best interests of the
child. Simon and Schuster.

Julir, N., Syariah, F., Bengkulu, I., Raden, J., Pagar, F., & Bengkulu, D. (2017).
Pencatatan Perkawinan Di Indonesia Perspektif Ushul Fikih. In Ekonomi dan
Keagamaan (Vol. 4, Issue 1).

Kustini dan Rosidah Ida. (2016). Ketika Perempuan Bersikap: Tren Cerai Gugat
Masyarakat Muslim. Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

Mardiana, L. (2004). Usia Pernikahan Bagi Pasangan Perkawinan Hamil di Luar


Nikah (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Yogyakarta Tahun 2004).

32
Miftah Dan Ritonga Husein. (2002). Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara
Perceraian.

Nurfateha Agusiyah Siti. (2021). Kedudukan Hukum Sertifikat Pra-Nikah Untuk


Mencegah Tingginya Perceraian Dalam Perspektif UU No. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan Yang Telah Diubah Dengan UU No. 16 Tahun 2019. 1,
6.

Sampson, R. J., & Laub, J. H. (1990). Crime and deviance in the life course.

Annual Review of Sociology, 16, 273-295.

Siti Awan Putri. (2022). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perceraian Dini pada
Pernikahan dibawah umur di Desa Payung Sekaki Kec.Tambusai Utara Kab.
Rokan Hulu Riau. 1.

Taufiqurrohman. (2016). Mencegah Perceraian. Pusat Ilmu.

Taufiqurrohman, S. (2013). Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia. Prenada


Media Group.

Taufiqurrohman Syahuri. (2013). Legislasi Hukum Perkawinan Di Indonesia.


Prenada Media Group.

Thibaut, J. W., & Walker, L. (1975). Procedural justice: A psychological


analysis. Erlbaum.

Tyler, T. R. (2006). Why people obey the law. Princeton University Press.

Ulfiah. (2016). Psikologi keluarga: pemahaman hakikat keluarga dan


penanganan problematika rumah tangga (pp. 1–262).

Undang-Undang No 1 Tahun 1947 Tentang Perkawinan. (1974). No Title.

Wardhana, A. (2022). Strategi Memasuki Pasar Global. Konsep Dan


Implementasi Manajemen Strategi, September, 152.

33
4. Bahan Internet
Siti Badriyah,Impletmentasi, www.gramedia.com/literasi/implementasi/di akses
pada jam 10:59 tanggal 19 januari 2023

5.Undang-Undang
(Undang-Undang No 1 Tahun 1947 Tentang Perkawinan, 1974) Kompilasi
Hukum Islam (KHI)

34

Anda mungkin juga menyukai