Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HUKUM ADAT

tentang
PERKAWINAN

DISUSUN OLEH:

RONALD PARINDUAN LBN TOBING (2016020116)

ROMENTAL

SOPYAN SOPHIAN

R.412

FAKULTAS HUKUM B

UNIVERSITAS PAMULANG 2017

Page 1 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmat,
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa merampungkan tugas mata kuliah Hukum Adat
yang berupa makalah dengan judul "Perkawinan Hukum Adat" dengan lancar.
Saya berharap makalah ini bisa memberi sedikit tambahan ilmu bagi para pembaca
tentang perkawinan adat.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik
dan saran sangat saya harapkan dari para pembaca. terima kasih.

Pamulang, 15 November 2017

Kelompok Hukum Adat Perkawinan

Page 2 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sudah menjadi kodrat bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu
mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam
suatu pergaulan hidup. Setiap manusia pasti akan mengalami tahap-tahap kehidupan
dimulai dari balita, anak-anak, remaja, dewasa, orang tua sampai ia meninggal. Pada
saat dewasa itulah manusia akan mulai berpikir tentang perkawinan.
Perkawinan merupakan suatu saat yang sangat penting dimana hubungan
persaudaraan berubah dan diperluas. Perkawinan juga merupakan rencana untuk
meneruskan keturunan. Secara umum, perkawinan adalah penggabungan antara
seorang pria dan seorang wanita untuk membentuk sebuah rumah tangga.
Dalam pelaksanaan sebuah perkawinan, diperlukan tata cara tertentu yang
mengatur individu-individu yang bersangkutan dalam sebuah upacara perkawinan.
Upacara perkawinan adalah tahapan acara yang dilakukan mulai dari awal
menentukan pasangan sampai kepada pesta pernikahan dan sesudahnya, yang mana
didalamnya mengandung unsur-unsur ritual dan nilai-nilai kemasyarakatan.
Pada dasarnya pelaksanaan perkawinan warga masyarakat Indonesia telah
dominan dipengaruhi oleh hukum adat. Dikarenakan masyarakat Indonesia beraneka
ragam suku bangsanya, sudah pasti beraneka ragam pula hukum adat yang hidup dan
tumbuh di tanah air Indonesia.

B. Tujuan
Seperti kita ketahui bahwa sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat di
Indonesia memiliki kondisi kekeluargaan yang berbeda-beda atau sistem kekerabatan
yang berbeda-beda, selain perbedaan suku bangsa juga adanya perbedaan dari segi
agama, dari inilah keadaan perkawinan masyarakat itu tergantung dari masyarakat
tertentu yang ada kaitannya dengan kondisi kekeluargaan serta membawa dampak
pada bentuk perkawinan pada suatu masyarakat tersebut.

Page 3 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


Oleh karena itu diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai perkawinan
adat untuj mengetahui segala sesuatu tentang perkawinan menurut hukum adat yang
ada dan berlaku di Indonesia.

C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perkawinan ?
2. Bagaimana Asas Asas dalam Perkawinan Menurut Hukum Adat, Undang
undang Nomor 1 Tahun 1974, dan KUH Perdata ?
3. Apa tujuan perkawinan ?
4. Bagaimana sistemsistem dalam perkawinan hukum adat ?
5. Bagaimana bentuk perkawinan dalam masyarakat adat ?
6. Bagaimana perkawinan menurut masyarakat adat Minang jika dipandang dari
teori Reception in Complexu dan Teori Resepsi ?

Page 4 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Perkawinan
Saat ini hukum negara yang mengatur mengenai masalah perkawinan adalah
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di lain pihak hukum adat
yang mengatur mengenai perkawinan dari dulu hingga sekarang tidak berubah, yaitu
hukum adat yang telah ada sejak jaman dahulu hingga sekarang ini yang merupakan
hukum yang tidak tertulis. Namun di sisi lain, masih terdapat juga Hukum Perdata
yang pula memberi warna tentang perkawinan.
Menurut pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang
dimaksud perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan di dalam ketentuan pasal-pasal KUHPerdata, tidak memberikan
pengertian perkawinan itu. Tetapi menyatakan bahwa perkawinan adalah suatu
perikatan (verbindtenis). Dalam pasal 26 KUH Perdata memandang soal
perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. Hal ini berarti bahwa undang-
undang hanya mengakui perkawinan perdata sebagai perkawinan yang sah, berarti
perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, sedang syarat-syarat serta peraturan agama tidak
diperhatikan atau dikesampingkan.
Pengertian perkawinan menurut hukum adat sendiri tidak memponyai definisi
pastinya, namun secara sederhana dapat diartikan dengan suatu perkawinan yang
memakai aturan atau sistem hukum adat yang berlaku di suatu tempat atau daerah.
Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara
seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri untuk maksud mendapatkan
keturunan dan membangun serta membina kehidupan rumah tangga, tetapi juga suatu

Page 5 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak isteri dan para
anggota kerabat dari pihak suami. Terjadinya perkawinan, berarti berlakunya ikatan
kekerabatan untuk dapat saling membantu dan menunjang hubungan kekerabatan
yang rukun dan damai.
Menurut seorang ahli dari Prancis yaitu A.Van Genep mengatakan (Perancis)
semua upacara-upacara perkawinan rites de passage yaitu upacara-upacara
peralihan perubahan status dari kedua mempelai. Setelah melalui upacara-upacara
itu kedua belah pihak menjadi hidup bersatu dalam suatu kehidupan bersama
suami isteri.
Rites de passage terdiri dari tiga stadia , yaitu :
1. Rites de separation, yaitu upacara perpisahan dari status semula.
2. Rites de marge, yaitu upacara perjalanan ke status yang baru.
3. Rites de aggregation, yaitu upacara penerimaan dalam status yang baru.
Teer Haar sendiri menyatakan bahwa :Perkawinan adalah urusan kerabat,
urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan martabak dan urusan pribadi
Sedangkan menurut hukum islam, perkawinan adalah melaksanakan
persetujuan antara seorang pria dan wanita atas dasar kesukaan kedua belah pihak
yang dilakukan oleh wali pihak wanita menurut ketentuan yang diatur oleh agama.

2. Asas Asas dalam Perkawinan Menurut Hukum Adat, Undang undang Nomor
1 Tahun 1974, dan KUH Perdata
Asas asas perkawinan menurut hukum adat adalah :
a. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan hubungan
kekerabatan yang rukun dan damai, bahagia dan kekal
b. Perkawinan tidak saja harus sah dilaksanakan menurut hukum agama dan atau
kepercayaan, tetapi juga harus mendapat pengakuan dari para anggota kerabat
c. Perkawinan dapat dilakukan oleh seorang pria dengan beberapa wanita sebagai
isteri yang kedudukannya masing-masing ditentukan menurut hukum adat
setempat.

Page 6 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


d. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan orang tua dan anggota kerabat.
Masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami atau isteri yang tidak diakui
masyarakat adat.
e. Perkawinan boleh dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur atau
masih anak-anak. Begitu pula walaupun sudah cukup umur perkawinan harus
berdasarkan izin orang tua/keluarga dan kerabat.
f. Perceraian ada yang dibolehkan dan ada yang tidak diperbolehkan. Perceraian
antara suami dan isteri dapat berakibat pecahnya hubungan kekerabatan antara
dua pihak.
g. Keseimbangan kedudukan antara suami dan isteri berdasarkan ketentuan hukum
adat yang berlaku, ada isteri yang berkedudukan sebagai ibu rumah tangga dan
ada isteri yang bukan ibu rumah tangga
Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara
seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri untuk maksud mendapatkan
keturunan dan membangun serta membina kehidupan rumah tangga, tetapi juga suatu
hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak isteri dan para
anggota kerabat dari pihak suami. Terjadinya perkawinan, berarti berlakunya ikatan
kekerabatan untuk dapat saling membantu dan menunjang hubungan kekerabatan
yang rukun dan damai.
Asas asas perkawinan menurut Undangundang Nomor 1 Tahun 1974
adalah :
a. Asas monogami, dengan kemungkinan adanya poligami sebagai pengecualian
Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri. Seorang wanita
hanya boleh memiliki seorang suami (pasal 3 ayat 1)
Pengecualian dengan dasar : (Pasal 4 ayat 2)
- istri tidak dapat memnjalankan kewajibannya sebagai isteri;
- istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
- istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Page 7 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


b. Persamaan kedudukan antara suami dan istri, kedua-duanya mempunyai hak dan
kedudukan yang sseimbang
Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat
(pasal 31 ayat 1)
c. Istri sepanjang perkawinan tetap cakap untuk bertindak
Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hokum (pasal 31 ayat
2)
d. Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan masuk dalam Harta Bersama, kecuali
yang diperoleh dari hibah atau warisan, yang jatuh diluar Harta Barsama
Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama (pasal
35 ayat 1)
Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain (pasal
35 ayat 2)
Sedangkan asas asas perkawinan menurut KUH Perdata adalah :
a. Monogami yang mutlak/konsekuen
b. Istri sepanjang perkawinan tidak cakap untuk bertindak dalam lapangan hukum
kekayaan yang menyangkut hartanya
c. Adanya Harta Perkawinan Harta Persatuan (persatuan bulat), kecuali mereka
menentukan lain dalam perjanjian kawin
d. Bentuk harta perkawinan sepanjang perkawinan tidak dapat diubah, bahkan
sekalipun melalui perjanjian kawin.

3. Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan meurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah
membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Kutahanan Yang
Maha Esa. Dari kalimat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:

Page 8 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


a. Perkawinan itu adalah untuk membentuk keluarga yaitu mendapatkan keturunan,
karena suatu keluarga tentunya terdiri dari suami istri dan anak-anaknya
b. Perkawinan itu untuk selama-lamanya, hal ini dapat kita tarik dari kata kekal
c. Perkwinan itu bertujuan untuk mencapai kebahagiaan
Tujuan perkawinan yang diinginkan dalam Undang Undang Nomor 1 Tahun
1974 tidak hanya melihat dari segi lahiriah saja tetapi sekaligus terdapat adanya
suatu hubungan batin antara suami dan istri yang ditujukan untuk membina suatu
keluarga atau rumah tangga yang kekal dan bahagia bagi keduanya dan yang sesuai
dengan kahendak Tuhan Yang Maha Esa bahwa dengan melangsungkan perkawinan
akan diperoleh kebahagiaan, baik materiil maupun spiritual. Kebahagiaan yang ingin
dicapai bukan lah kebahagiaan yang sifatnya sementara saja, namun kebahagiaan
yang kekal, karenanya perkawinan yang diharapkan adalah perkawinan yang kekal,
yang dapat berakhir dengan kematian.
Sedangkan tujuan perkawinan menurut Hukum Adat adalah untuk melahirkan
generasi muda, melanjutkan gris hidup orang tua, mempertahankan derajat memasuki
inti sosial dalam masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara individu.

4. SistemSistem Dalam Perkawinan Hukum Adat


Di dalam Hukum Adat Indonesia mengenal 3 (tiga) sistem perkawinan yaitu :
a. Sistem Endogami
Dalam sistem perkawinan ini, seseorang hanya diperbolehkan kawin dengan
orang dari suku keluarganya (klennya) sendiri. Sistem perkawinan seperti ini
sekarang sudah jarang sekali ditemui pada masyarakat adat. Pengaruh-pengaruh yang
datang dari luar daerah (kota) yang mempunyai cara pemikiran lebih modern mampu
merubah konsep adat seperti ini. Sistem endogami banyak terdapat di dalam
masyarakat Toraja

b. Sistem Eksogami

Page 9 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


Sistem perkawinan ini melarang seseorang melakukan perkawinan dengan
orang yang satu kerabat (klen) nya sendiri. Dengan kata lain, mengharuskan
seseorang agar kawin dengan orang diluar sukunya.
Karena adanya perkembangan zaman, lambat laun larangan mengadakan
perkawinan dalam satu klen mengalami perlunakan, yaitu hanya pada batas
lingkungan kekeluargaan yang sangat kecil saja. Adapun daerah-daerah yang masih
melakukan perkawinan ini adalah di daerah : Gayo, Alas, Tapanuli, Minangkabau,
Sumatera selatan, dan Seram
c. Sistem Eleutherogami
Masyarakat adat Indonesia mengenal pula sistem perkawinan eleutherogami
yaitu sistem perkawinan yang tidak mengenal larangan-larangan atau
keharusankeharusan seperti halnya pada sistem endogami dan sistem exogami.
Sistem perkawinan eleutherogami yang paling banyak dilakukan adalah
didaerah : Aceh, Sumatera Timur, Bangka, Kalimantan, Minahasa, Sulawesi Selatan,
Ternate, Irian Barat, Lombok, Bali, seluruh Jawa dan Madura.
Larangan-larangan yang terdapat dalam sistem eleutherogami ini hanyalah
yang bertalian dengan ikatan kekeluargaan karena hubungan nasab ataupun hubungan
periparan

5. Bentuk Perkawinan Dalam Masyarakat Adat


Bentuk perkawinan yang dikenal dalam masyarakat adat dapat dibedakan
antara lain :
a. Patrilineal
Corak dari perkawinan dalam kekerabatan ini adalah perkawinan jujur. Yang
dimaksud dengan jujur di sini adalah pemberian pihak laki-laki kepada pihak
perempuan ini yaitu sebagai lambang putusnya hubungan kekeluargaan si isteri
dengan kerabatnya dan persekutuannya. Maka isteri masuk dalam kekerabatan
suami beserta anak-anaknya. Sifat kekeluargaan ini dapat kita lihat pada
masyarakat lampung, tanah Gayo, Pasemah, Maluku dan Bali.
b. Matrilineal.

Page 10 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


Bentuk perkawinannya adalah perkawinan semenda dalam rangka
mempertahankan garis keturunan pihak ibu. Dalam perkawinan semenda calon
mempelai pria dilamar oleh kerabat calon mempelai wanita. Setelah perkawinan
terjadi, maka suami berda di bawah kekuasaan kerabat istri, hal ini bukan dalam
arti laki-laki dimasukkan klen isterinya, ia tetap merupakan orang luar dari
keluarga isterinya. Tidak adanya perubahan status dalam perkawinan ini, karena
suami tetap menjadi keluarga klennya dan isteri juga tetap menjadi anggota
klennya, tidak ada pembayaran jujur pada perkawinan ini. Kekerabatan ini dapat
kita temukan pada masyarakat Minangkabau.
c. Parental
Dalam susunan kekerabatan parental, setelah perkawinan suami menjadi
anggota keluarga isteri begitupun sebaliknya. Artinya susunan kekerabatan ini
sangat berbeda dengan susunan kekerabatan sebelumnya yaitu patrilineal dan
matrinial, yang hanya masuk ke dalam satu klan saja. Tapi dalam susunan
kekerabatan parental adanya hubungan timbal balik dalam susunan kekerabatan.
Dimana suami dan isteri dapat masuk kedalam susunan kekerabatan atau klan
masing-masing pasangannya. Susunan kekerabatan ini dapat kita lihat pada
masyarakat Sulawesi selatan, suku Dayak, dan Minahasa.

6. Perkawinan Menurut Masyarakat Adat Minang Dipandang Dari Teori


Reception in Complexu Dan Teori Resepsi
Suku Minang atau Minangkabau adalah suku yang berasal dari Sumatera
Barat. Masyarakat Minangkabau pada umunya memeluk agama Islam. Hanya
sebagian kecil dari masyarakat Minangkabau yang tidak memeluk agama Islam.
Pembicaraan mengenai Islam dan Minangkabau adalah mengenai kenapa
masyarakat Minangkabau yang terkenal teguh memegang ajaran Islam terkadang
untuk beberapa hal yang tidak prinsipal memiliki kecenderungan yang berbeda
dengan kecenderungan yang dianjurkan oleh Islam dimana ciri matrilineal dalam
masyarakat adat Minangkabau sangat berpengaruh dalam hal perkawinan.

Page 11 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


Dalam sistem kekerabatan matrilineal terdapat tiga unsur yang paling
dominan, yaitu
a. Garis keturunan menurut garis ibu
b. Perkawinan harus dengan kelompok lain, di luar kelompok sendiri yang sekarang
dikenal dengan istilah eksogami matrilineal.
c. Ibu memegang peran sentral dalam pendidikan, pengaman kekayaan, dan
kesejahteraan keluarga.
Dilain pihak perkawinan bagi seorang perjaka Minangkabau berarti pula
langkah awal bagi dirinya meninggalkan kampung halaman, ibu dan bapak serta
seluruh kerabatnya, untuk memulai hidup baru dilingkungan kerabat istrinya. Hal ini
ditandai dengan prosesi turun janjang. Bila terjadi perceraian, suamilah yang harus
pergi dari rumah isterinya. Sedangkan isteri tetap tinggal dirumah kediamannya
bersama anak-anaknya sebagaimana telah diatur hukum adat.
Sedangkan Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad
yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Tujuan perkawinan menurut undang-undang
dan kompilasi hukum Islam adalah untuk mentaati perintah Allah serta memperoleh
keturunan di dalam masyarakat, dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan
teratur.
Dalam hukum Islam anak adalah keturunan dari ayahnya, maka ayah
mempunyai kuasa terhadap anaknya. Hal ini berbeda dengan hukum adat
Minangkabau dimana ayah atau suami dalam suatu keluarga tidak mempunyai kuasa
terhadap anaknya. Dikarenakan anak adalah keturunan dari ibunya atau klan ibunya.
Sedangkan dalam hal garis keturunan ditarik melalui garis ayah menurut hukum
Islam, maka ayah mempunyai kuasa terhadap anaknya. Maka anak adalah keturunan
dari ayahnya. Hal ini berbeda dengan hukum adat Minangkabau di mana seorang
ayah tidak memiliki kuasa terhadap anaknya.
Hukum adat menurut pendapat Mr. Van den Berg yang terkenal dengan
teorinya reception in complexu adalah menganggap hukum kebiasaan atau hukum

Page 12 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


adat adalah hukum agama. Tegasnya menurut teori ini, kalau suatu masyarakat itu
memeluk suatu agama tertentu, maka hukum Adat masyarakat yang bersangkutan
adalah hukum agama yang dipeluknya itu. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh
Mr. Van den Berg, maka hukum adat yang berlaku pada masyarakat Minangkabau
adalah hukum Islam. Sehingga perkawinanpun harus berdasarkan hukum Islam,
namun pada kenyataanya tidak demikian.. Hal ini terlihat pada sistem kekerabatan
Minangkabau yang terkenal dengan sistem matrilineal
Sedangkan bila dipandang dari Teori Resepsi yang pertama kali oleh Christian
Snouck Hurgronje ( 1857-1936 ), yang disampaikannya secara panjang lebar dalam
bukunya De Atjehers. Teori ini kemudian dilanjutkan oleh Cornelis van Vollenhoven (
1874-1933), seorang sarjana dan ahli di bidang hukum adat, yang memperkenalkan
hukum adat Indonesia ( Indisch Adatrecht ). Teori resepsi ini dikemukakan oleh Van
Vollenhoven dalam bukunya Het Adatrecht van Nederlandsch Indie.
Secara etimologis, kata resepsi berasal dari bahasa latin reception yang berarti
penerimaan. Secara terminologis, teori resepsi berarti penerimaan hukum asing
sebagai salah satu unsur hukum asli. Hukum asing di sini adalah hukum agama,
sedangkan hukum asli adalah hukum adat. Oleh karena itu, teori resepsi adalah
penerimaan hukum Islam oleh hukum adat, atau dengan kata lain pengaruh hukum
Islam baru mempunyai kekuatan hukum kalau telah diterima oleh hukum adat dan
diperlakukan sebagai hukum adat, bukan sebagai hukum Islam. Oleh karena itu dalam
Adat Minang perkawinan dilakukan berdasarkan hukum adat dengan adanya sistem
kekerabatan matrilineal, bukan menggunakan hukum islam walaupun sebagian besar
masyarakatnya memeluk agama islam.

7. Adapun tata cara adat perkawinan di mingkabau, antara lain :

Page 13 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


a) Maresek
Maresek merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rangkaian tata-cara
pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan
sistem kekerabatan di Minangkabau
yaitu matrilineal, pihak keluarga wanita
mendatangi pihak keluarga pria.
Lazimnya pihak keluarga yang datang
membawa buah tangan berupa kue atau
buah-buahan. Pada awalnya beberapa
wanita yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu apakah pemuda yang dituju
berminat untuk menikah dan cocok dengan si gadis. Prosesi bisa berlangsung
beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan dari kedua belah
pihak keluarga.

b) Maminang/batimbang tando (bertukar tanda)


Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk
meminang. Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke proses bertukar tanda
sebagai simbol pengikat
perjanjian dan tidak dapat
diputuskan secara sepihak.
Acara ini melibatkan
orangtua, ninik mamak dan
para sesepuh dari kedua belah
pihak. Rombongan keluarga
calon mempelai wanita
datang membawa sirih pinang
lengkap disusun dalam carano atau kampia (tas yang terbuat dari daun pandan) yang
disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria. Selain itu juga membawa antaran kue-
kue dan buah-buahan. Menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna

Page 14 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


dan harapan. Bila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan,
serta hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya.
Kemudian dilanjutkan dengan acara batimbang tando/batuka tando (bertukar tanda).
Benda-benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain
adat, atau benda lain yang bernilai sejarah bagi keluarga. Selanjutnya berembuk soal
tata cara penjemputan calon mempelai pria.

c) Mahanta siriah/minta izin


Calon mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu tentang rencana pernikahan
kepada mamak-mamak-nya, saudara-saudara
ayahnya, kakak-kakaknya yang telah berkeluarga
dan para sesepuh yang dihormati. Hal yang sama
dilakukan oleh calon mempelai wanita, diwakili
oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga
dengan cara mengantar sirih. Calon mempelai pria
membawa selapah yang berisi daun nipah dan
tembakau (sekarang digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon
mempelai wanita, untuk ritual ini mereka akan menyertakan sirih lengkap. Ritual ini
ditujukan untuk memberitahukan dan mohon doa untuk rencana pernikahannya.
Biasanya keluarga yang didatangi akan memberikan bantuan untuk ikut memikul
beban dan biaya pernikahan sesuai kemampuan.

d) Babako-babaki
Pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako) ingin
memperlihatkan kasih sayangnya
dengan ikut memikul biaya sesuai
kemampuan. Acara ini biasanya
berlangsung beberapa hari sebelum
acara akad nikah. Mereka datang membawa berbagai macam antaran. Perlengkapan

Page 15 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap (sebagai kepala adat), nasi kuning
singgang ayam (makanan adat), barang-barang yang diperlukan calon mempelai
wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-pauk baik yang sudah dimasak
maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya). Sesuai tradisi, calon
mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga ayahnya. Kemudian para
tetua memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai wanita diarak kembali ke
rumahnya diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa berbagai macam barang
bantuan tadi.

e) Malam bainai
Bainai berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-
kuku calon pengantin wanita.
Lazimnya berlangsung malam hari
sebelum akad nikah. Tradisi ini
sebagai ungkapan kasih sayang dan
doa restu dari para sesepuh
keluarga mempelai wanita.
Perlengkapan lain yang digunakan
antara lain air yang berisi
keharuman tujuh macam kembang, daun iani tumbuk, payung kuning, kain jajakan
kuning, kain simpai, dan kursi untuk calon mempelai. Calon mempelai wanita
dengan baju tokah dan bersunting rendah dibawa keluar dari kamar diapit kawan
sebayanya. Acara mandi-mandi secara simbolik dengan memercikkan air harum
tujuh jenis kembang oleh para sesepuh dan kedua orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku
calon mempelai wanita diberi inai.

f) Manjapuik marapulai

Page 16 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


Ini adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan
menurut adat Minangkabau.
Calon pengantin pria dijemput
dan dibawa ke rumah calon
pengantin wanita untuk
melangsungkan akad nikah.
Prosesi ini juga dibarengi
pemberian gelar pusaka kepada calon mempelai pria sebagai tanda sudah dewasa.
Lazimnya pihak keluarga calon pengantin wanita harus membawa sirih lengkap
dalam cerana yang menandakan kehadiran mereka yang penuh tata krama (beradat),
pakaian pengantin pria lengkap, nasi kuning singgang ayam, lauk-pauk, kue-kue
serta buah-buahan. Untuk daerah pesisir Sumatra Barat biasanya juga menyertakan
payung kuning, tombak, pedang serta uang jemputan atau uang hilang. Rombongan
utusan dari keluarga calon mempelai wanita menjemput calon mempelai pria sambil
membawa perlengkapan. Setelah prosesi sambah-mayambah dan mengutarakan
maksud kedatangan, barang-barang diserahkan. Calon pengantin pria beserta
rombongan diarak menuju kediaman calon mempelai wanita.

g) Penyambutan di rumah anak daro


Tradisi menyambut kedatangan calon mempelai pria di rumah calon mempelai
wanita lazimnya merupakan
momen meriah dan besar.
Diiringi bunyi musik
tradisional khas Minang yakni
talempong dan gandang tabuk,
serta barisan Gelombang Adat
timbal balik yang terdiri dari
pemuda-pemuda berpakaian silat, serta disambut para dara berpakaian adat yang
menyuguhkan sirih. Sirih dalam carano adat lengkap, payung kuning keemasan,

Page 17 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


beras kuning, kain jajakan putih merupakan perlengkapan yang biasanya digunakan.
Keluarga mempelai wanita memayungi calon mempelai pria disambut dengan tari
Gelombang Adat Timbal Balik. Berikutnya, barisan dara menyambut rombongan
dengan persembahan sirih lengkap. Para sesepuh wanita menaburi calon pengantin
pria dengan beras kuning. Sebelum memasuki pintu rumah, kaki calon mempelai pria
diperciki air sebagai lambang mensucikan, lalu berjalan menapaki kain putih menuju
ke tempat berlangsungnya akad.

TRADISI USAI AKAD NIKAH


Ada lima acara adat Minang yang lazim dilaksanakan setelah akad nikah. Yaitu
memulang tanda, mengumumkan gelar pengantin pria, mengadu kening, mengeruk
nasi kuning dan bermain coki.

a) Mamulangkan Tando
Setelah resmi sebagai suami istri,
maka tanda yang diberikan
sebagai ikatan janji sewaktu
lamaran dikembalikan oleh kedua
belah pihak.

b) Malewakan Gala Marapulai


Mengumumkan gelar untuk pengantin pria. Gelar ini sebagai tanda kehormatan
dan kedewasaan yang disandang mempelai pria. Lazimnya diumumkan langsung
oleh ninik mamak kaumnya.
c) Balantuang Kaniang atau Mengadu Kening
Pasangan mempelai dipimpin oleh para
sesepuh wanita menyentuhkan kening
mereka satu sama lain. Kedua mempelai

Page 18 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


didudukkan saling berhadapan dan wajah keduanya dipisahkan dengan sebuah
kipas, lalu kipas diturunkan secara perlahan. Setelah itu kening pengantin akan
saling bersentuhan.
d) Mangaruak Nasi Kuniang
Prosesi ini mengisyaratkan hubungan
kerjasama antara suami isri harus selalu
saling menahan diri dan melengkapi. Ritual
diawali dengan kedua pengantin berebut
mengambil daging ayam yang tersembunyi di
dalam nasi kuning.
e) Bamain Coki
Coki adalah permaian tradisional Ranah Minang. Yakni semacam permainan catur
yang dilakukan oleh dua orang, papan
permainan menyerupai halma. Permainan ini
bermakna agar kedua mempelai bisa saling
meluluhkan kekakuan dan egonya masing-
masing agar tercipta kemesraan.

Page 19 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Hukum negara yang mengatur mengenai masalah perkawinan saat
ini adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
namun jiga ada hukum adat yang mengatur mengenai perkawinan yang
dimana dari dulu hingga sekarang tidak berubah yang merupakan hukum
tidak tertulis. Namun di sisi lain, masih terdapat juga Hukum Perdata yang
pula memberi warna tentang perkawinan. Ketiga aturan hukum tersebut
memang berbeda, akan tetapi tetap mempunyai pokok bahasan yang sama
yaitu tentang perkawinan. Perbedaan dalam ketiga atruran hukum tersebut
dapat dilihat dari, pengertian, asas-asas, maupun tujuan dari suatu
perkawinan.

Page 20 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG


Daftar Pustaka
a) Sumber : Adat Minangkabau, Pola & Tujuan Hidup Orang Minang
b) Hadikusuma, Hilman Prof. DR., Hukum Adat Perkawinan, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1990
c) Tulisan Bewa Raganiwo, S.H., M.SI., Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik Universitas Padjadjaran
d) Mr. B. Ter Haar Bzn. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta: PT
Pradnya Paramita, 1973

Page 21 of 21

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG

Anda mungkin juga menyukai