Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
ABSTRAK .............................................................................................................................................. 4
BAB I .................................................................................................................................................. 5
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 5
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................................. 5
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 6
C. Tujuan Penulisan......................................................................................................................... 6
BAB II ................................................................................................................................................. 7
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 7
A. Pengertian dan Sifat Perkawinan Adat .................................................................................... 7
B. Azas-azas Perkawinan Adat ...................................................................................................... 9
C. Bentuk-bentuk Perkawinan Adat ............................................................................................ 10
D. Proses Perkawinan Adat Sunda ............................................................................................. 13
E. Akibat Hukum dalam Perkawinan Adat Sunda ..................................................................... 19
F. Eksistensi Perkawinan Adat Jawa Barat (Sunda) ................................................................ 21
G. Perkara dalam Perkawinan Adat Jawa Barat dan Penyelesaiannya ................................ 22
BAB III .............................................................................................................................................. 23
PENUTUP ........................................................................................................................................... 23
Kesimpulan...................................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 25

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 3


ABSTRAK

Hukum adat adalah hukum yang tertua atau hukum yang pertama kali dikenal dalam
kalangan masyarakat terdahulu. Sesudah terbentuknya bumi dan diisi oleh sekelompok
manusia, hukum yang pertama kali keluar adalah hukum adat (kebiasaan), yang kemudian
hukum tersebut dipengaruhi aliran-aliran agama.

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan suku
adat istiadat, perbedaan ciri khas, serta wataknya. Dari berbagai macam suku adat istiadat
itulah, banyak pula perbedaan yang terjadi antara satu suku dengan yang lain, dalam hal ini
perbedaan cara menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk hal yang sakral seperti
pelaksanaan upacara perkawinan.

Berkenan dengan adanya hubungan yang tepat dari topik ini, menurut Hukum Adat
pada umumnya di Indonesia perkawinan itu bukan saja berarti sebagai perikatan Perdata
tetapi juga merupakan “Perikatan Adat” dan sekaligus perikatan kekerabatan serta
kekeluargaan. Terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat
terhadap hubungan-hubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami isteri, harta
bersama kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan-
hubungan adat istiadat, kewarisan kekeluargaan, dan kekerabatan dan ketetanggaan serta
menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan.

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 4


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum adat perkawinan adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang
bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran, upacara perkawinan, dan putusnya
perkawinan menurut masyarakat adat di Indonesia.

Aturan-aturan hukum adat perkawinan di berbagai daerah di Indonesia berbeda-


beda disebabkan adanya :
 Sifat kemasyarakatan, adat-istiadat, agama dan kepercayaan masyarakat yang
berbeda-beda.
 Banyak terjadi perkawinan campuran antara suku, adat istiadat, dan agama yang
berlainan.
 Adanya kemajuan jaman, menyebabkan pergeseran-pergeseran adat perkawinan.

Oleh karena susunan masyarakat di Indonesia berbeda-beda, di antaranya bersifat


patrilineal, matrilineal, dan bilateral atau parental, maka bentuk-bentuk perkawinan adat
yang berlaku berbeda pula. Perbedaan antara suku satu dengan yang lainnya sangatlah
menonjol, misalnya saja pada masyarakat suku Bugis yang dari awal pelaksanaan
perkawinan sampai akhir bersifat mewah (meriah) yang mana itu dilakukan karena tuntutan
budaya yang sudah berkembang dalam masyarakat itu sejak nenek moyang mereka,
sedangkan masyarakat suku Jawa terkesan lebih sederhana dalam penyusunan acara
perkawinannya.

Lantas bagaimanakah proses perkawinan adat menurut adat Jawa Barat? Lalu, apa
sajakah bentuk-bentuk dari perkawinan adat tersebut, serta adakah akibat hukumnya? Pada
bab selanjutnya kita akan membahas lebih lanjut mengenai pertanyaan-pertanyaan di atas
beserta uraian penjelasannya.

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 5


B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan dari makalah ini adalah :

1. Bagaimana bentuk-bentuk perkawinan adat Jawa Barat?


2. Bagaimana proses perkawinan adat Jawa Barat?
3. Adakah akibat hukum dari perkawinan adat Jawa Barat?
4. Pada saat ini, apakah eksistensi dari perkawinan adat tersebut masih berlaku?
5. Jika terdapat permasalahan, siapakah yang berwenang memutuskan perkara adat
itu?

C. Tujuan Penulisan
Maksud dan tujuan dari makalah ini adalah :

1. Mengetahui proses perkawinan adat Jawa Barat, serta bentuk-bentuk perkawinan


adat dan akibat-akibat hukumnya
2. Memperluas wawasan adat istiadat budaya Indonesia, khususnya adat Jawa Barat
3. Memenuhi tugas makalah yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum
Adat, Bapak Sugiyono

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 6


BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sifat Perkawinan Adat
Secara umum definisi perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. (UU Perkawinan No. 1 Tahun
1974).

Definisi Perkawinan Menurut Hukum Adat


Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat adat, sebab perkawinan bukan hanya menyangkut kedua mempelai, tetapi juga
orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, serta keluarga mereka masing-masing.

Berikut ini akan dikemukakan definisi perkawinan menurut hukum adat yang
dikemukakan oleh para ahli:

a) Hazairin
Dalam bukunya "Rejang", didefinisikan perkawinan adat merupakan rentetan
perbuatan-perbuatan magis, yang bertujuan untuk menjamin ketenangan (koalte),
kebahagiaan (wevaart), dan kesuburan (ruchtbaarheit).
b) A. Van Gennep
Perkawinan sebagai suatu rites de passage (upacara peralihan) yang melambangkan
peralihan status dari masing-masing mempelai. Peralihan terdiri dari tiga tahap:
 Rites De Separation, yaitu upacara perpisahan dari status pemula.
 Rites De Merge, yaitu upacara perjalanan ke status yang baru.
 Rites De Aggregation, yaitu upacara penerimaan dalam status yang baru.
c) Djojodegoeno
Perkawinan merupakan suatu paguyupan atau somah (jawa: keluarga), dan bukan
merupakan suatu hubungan perikatan atas dasar perjanjian. Hubungan suami-isteri
sebegitu eratnya sebagai suatu ketunggalan.

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 7


Sifat Perkawinan Menurut Hukum Adat
Perkawinan dalam hukum adat sangat dipengaruhi oleh sifat dari pada tata susunan
masyarakatnya. Tata susunan masyarakat adat dikenal ada beberapa macam, yaitu:
 Perkawinan masyarakat Patrilineal :
 Menarik garis keturunan hanya melalui garis ayah (laki-laki) saja.
 Corak perkawinan adalah “perkawinan jujur”.
 Pemberian jujur dari pihak laki-laki melambangkan diputuskan hubungan
keluarga si isteri dengan orang tuanya dan kerabatnya.
 Isteri masuk dalam keluarga suami berikut anak-anaknya.
 Apabila suami meninggal, maka isteri tetap tinggal dirumah suaminya dengan
saudara muda dari almarhum seolah-olah seorang isteri itu diwarisi oleh adik
almarhum.
 Perkawinan masyarakat Matrilineal :
 Menarik garis keturunan hanya melalui garis keturunan ibu (perempuan) saja.
 Sistem perkawinan adalah "perkawinan eksogami semenda".
 Dalam upacara perkawinan mempelai laki-laki dijemput.
 Suami berdiam dirumah isterinya, tetapi suaminya tetap dapat keluarganya
sendiri.
 Anak-anak masuk dalam klan isterinya dan si ayah tidak mempunyai
kekuasaan terhadap anak-anaknya.
 Perkawinan masyarakat Bilateral atau Parental :
 Menarik garis keturunan keduanya (ayah dan ibu).
 Setelah kawin keduanya menjadi satu keluarga, baik keluarga suami maupun
keluarga isteri.
 Dengan demikian dalam susunan keluarga parental suami dan isteri masing-
masing mempunyai dua keluarga yaitu keluarga suami dan keluarga isteri.

Masyarakat Adat Jawa Barat


Di Jawa Barat, masyarakat adat memiliki ciri khas dan wilayah adatnya masing-
masing. Sekalipun beberapa sudah mulai menerima masuknya teknologi, warga kampung

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 8


adat umumya masih memelihara dan melaksanakan wasiat leluhur secara teguh, antara lain
dengan mempertahankan adat istiadat serta kesukuannya.

Berdasarkan data dari wikipedia, sebanyak 73,73% bersuku Sunda, dimana Jawa
Barat merupakan wilayah berkaraktaristik kontras dengan dua identitas : masyarakat urban
yang sebagian besar tinggal di wilayah Jabodetabek (sekitar Jakarta) serta Bandung Raya;
dan masyarakat tradisional yang hidup di pedesaan yang tersisa. Masyarakat Jawa Barat
identik dengan sebutan orang Sunda sebab memang sebagian besar warganya beretnis
Sunda. Masyarakat ini memiliki tata susunan masyarakat bilateral atau parental.

B. Azas-azas Perkawinan Adat


Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara
seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri untuk maksud mendapatkan keturunan dan
membangun serta membina kehidupan rumah tangga, tetapi juga suatu hubungan hukum
yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak isteri dan para anggota kerabat dari pihak
suami. Terjadinya perkawinan, berarti berlakunya ikatan kekerabatan untuk dapat saling
membantu dan menunjang hubungan kekerabatan yang rukun dan damai.
Dengan terjadinya perkawinan, maka diharapkan agar dari perkawinan itu didapat
keturunan yang akan menjadi penerus silsilah orang tua dan kerabat, menurut garis ayah
atau garis ibu atau garis orang tua. Adanya silsilah yang menggambarkan kedudukan
seseorang sebagai anggota kerabat, merupakan barometer dari asal-usul keturunan
seseorang yang baik dan teratur.

Azas-azas Perkawinan Adat

 Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan hubungan


kekerabatan yang rukun dan damai, bahagia dan kekal.
 Perkawinan tidak saja harus sah dilaksanakan menurut hukum agama dan atau
kepercayaan, tetapi juga harus mendapat pengakuan dari para anggota kerabat.
 Perkawinan dapat dilakukan oleh seorang pria dengan beberapa wanita sebagai
isteri yang kedudukannya masing-masing ditentukan menurut hukum adat setempat.

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 9


 Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan orang tua dan anggota kerabat.
Masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami atau isteri yang tidak diakui
masyarakat adat.
 Perkawinan boleh dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur atau
masih anak-anak. Begitu pula walaupun sudah cukup umur perkawinan harus
berdasarkan izin orang tua atau keluarga dan kerabat.
 Perceraian ada yang dibolehkan dan ada yang tidak diperbolehkan. Perceraian
antara suami dan isteri dapat berakibat pecahnya hubungan kekerabatan antara dua
pihak.
 Keseimbangan kedudukan antara suami dan isteri berdasarkan ketentuan hukum
adat yang berlaku, ada isteri yang berkedudukan sebagai ibu rumah tangga dan ada
isteri yang bukan ibu rumah tangga.

C. Bentuk-bentuk Perkawinan Adat


Adanya perbedaan bentuk hukum perkawinan adat lebih disebabkan karena
terdapatnya perbedaan sistem kekerabatan atau sistem keturunan yang dianut oleh masing-
masing masyarakat adat di Indonesia.
Beberapa bentuk-bentuk perkawinan adat di antaranya :
 Perkawinan Jujur
 Perkawinan Semenda
 Perkawinan Bebas (Mandiri)
 Perkawinan Campuran
 Perkawinan Lari
Di kalangan masyarakat adat yang menganut sistem kekerabatan “patrilineal“, maka
hukum perkawinan adat yang berlaku adalah bentuk perkawinan “jujur”. Di daerah Batak
disebut “mangoli“, “beleket” di Rejang, “nuku” di Palembang, “nagkuk, hibal” di Lampung.
Sedangkan pada masyarakat adat yang menganut sistem kekerabatan “matrilineal” atau
juga “patrilineal alternerend” (kebapakan beralih-alih) bentuk hukum perkawinan adat yang
berlaku adalah bentuk perkawinan “semenda“. Pada lingkungan masyarakat adat Jawa Barat
yang menganut sistem “parental” atau “bilateral“, dimana lazimnya hukum perkawinan adat
yang berlaku adalah bentuk perkawinan “bebas” (mandiri).

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 10


Perkawinan Bebas (Mandiri)
Bentuk perkawinan bebas atau perkawinan mandiri pada umumnya berlaku di
lingkungan masyarakat yang bersifat parental, seperti yang berlaku di kalangan masyarakat
Jawa, Sunda, Aceh, Melayu, Kalimantan, dan Sulawesi, juga di kalangan masyarakat
Indonesia yang modern, dimana kaum keluarga atau kerabat tidak terlalu ikut campur
tangan dalam urusan keluarga atau rumah tangga.

Macam-macam Istilah atau Jenis Perkawinan adat Sunda


Adapun berbagai istilah perkawinan lainnya yang berlaku pada lingkungan adat
Sunda, yakni sebagai berikut :

a) Kawin Pendok (keris)


Biasanya terjadi pada seorang pria tokoh ternama, pejabat, orang kaya, dan
sebagainya yang sudah beristeri, yaitu kawin bermadu dengan wanita kebanyakan
dan tidak setahu isterinya. Untuk melangsungkan perkawinannya, ia tidak datang
sendiri ke tempat kawin bersanding dengan sang mempelai wanita, melainkan
mengutus orang lain sebagai wakilnya sambil membawa sebuah "pendok" atau
keris kepunyaan mempelai pria. Maka yang berhadapan dengan wali serta petugas
Kantor Agama adalah wakilnya itu sambil memegang keris sebagai tanda menjadi
wakil untuk kawin. Dalam prakteknya, wakil itulah yang dikawinkan dengan
membawa nama penyuruhnya. Dilakukannya perkawinan seperti ini biasanya
disebabkan dua alasan. Pertama, karena mempelai pria menjaga martabatnya
(gengsi), sebab kawin dengan wanita kebanyakan dan tidak setaraf dengannya.
Kedua, ia menjaga jangan sampai diketahui oleh isterinya atau keluarga lainnya.
b) Kawin Sembunyi
Kawin semacam ini dilangsungkan oleh orang yang sudah beristeri, sesuai nama
istilahnya, perkawinan ini dilangsungkan secara gelap-gelapan atau sembunyi-
sembunyi. Pria yang melangsungkan kawin sembunyi datang sendiri ke tempat
kawin dan bersanding dengan mempelai wanitanya, dikawinkan seperti biasa.
c) Kawin dengan Pria Pendatang

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 11


Orang Sunda umumnya kurang berkenan mengawinkan anak perempuannya
dengan pria pendatang sebab pihak orang tua biasanya takut jikalau anaknya
dibawa ke daerah asal sang pria, atau dibawa berkelana. Selain itu, orang tua
perempuan juga enggan sebab mereka tidak mengetahui secara pasti apakah bakal
mantunya itu orang yang baik dan dari turunan baik-baik, juga timbul ketidak
puasan di hati mereka (orang tua si perempuan) karena tidak dapat bergaul akrab
dengan besannya yang merupakan bagian dalam keluarganya. Perkawinannya
biasanya dilangsungkan alakadarnya dan tidak dibesar-besarkan.
d) Ditarik Kawin
Di masyarakat Sunda dianggap tidak baik jika seorang wanita berkenalan dan
berhubungan dengan seorang pria terlalu lama, hingga ada teguran yang berbunyi :
"Janganlah perempuan dan laki-laki tenang-tenang bergaul, pantangan jangan-
jangan nanti bercampur darah! Lebih baik kawin segera! Bercampur darah antara
seorang lelaki dengan seorang wanita yang belum kawin tentunya berarti
melanggar kesusilaan". Sebab itu, jika diketahui antara perempuan dan laki-laki
dipandang sudah terlalu lama berhubungan, biasanya pihak orang tua perempuan
mendesak keduanya melangsungkan perkawinan. Jika terjadi hal yang demikian
biasanya orang tua perempuan bersedia menanggung resikonya asal laki-laki itu
"ditaruk kawin". Dalam pelaksanaannya serba terburu-buru hingga seperti
sembunyi-sembunyi dan tidak banyak diketahui orang.
e) Nyalindung ka Gelung
Istilah Sunda ini dalam bahasa Indonesianya berarti "berlindung di bawah sanggul
atau konde", yakni seorang laki-laki (biasa) kawin dengan wanita kaya. Si wanita
berkemampuan materi lebih daripada laki-lakinya, jadi dapat pula diartikan laki-laki
hanya menumpang hidup dari istrerinya. Perkawinan semacam ini biasanya
dilakukan oleh para wanita yang sudah cukup berumur namun belum memiliki
jodoh (untuk kawin), dalam kondisi tersebut ia tidak memberikan kriteria tertentu
untuk calon pengantin prianya, entah ia seorang karyawan biasa atau laki-laki
kebanyakan tidak menjadi masalah bagi sang wanita. Sebab yang terpenting
baginya adalah melepas status lajang dan kehadiran seorang lelaki dalam hidupnya.

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 12


Jenis-jenis perkawinan seperti yang disebut di atas umumnya tidak lagi banyak
dijumpai pada masyarakat Jawa Barat yang cenderung modern. Perkawinan-perkawinan
jenis ini mungkin masih banyak dilakukan di daerah pedalaman, dimana adat istiadatnya
masih dijunjung tinggi dan dilestarikan.

D. Proses Perkawinan Adat Sunda


Acara adat perkawinan bagi setiap suku atau etnis tentunya merupakan upacara
yang sakral. Ada yang sangat tunduk pada adat Karuhun (sesepuh), sehingga ada hal-hal
yang tabu untuk ditinggalkan, namun ada pula yang agak longgar. Umumnya, pada
masyarakat Jawa terutama Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur yang berdarah
bangsawan, aturan dan tata caranya sangatlah ketat.
Dalam upacara perkawinan adat Sunda, pada hari perkawinan atau pernikahan,
calon pengantin pria diantar dengan iring-iringan dari suatu tempat yang telah ditentukan
menuju ke rumah calon pengantin wanita. Bila pengantin pria berdekatan rumah dengan
pengantin wanita maka calon pengantin pria langsung menuju ke rumah calon pengantin
wanita. Iring-iringan rombongan calon pengantin pria dijemput oleh pihak calon pengantin
wanita. Dalam iring-iringan tersebut calon pengantin pria dipayungi. Hal ini disebabkan
lazimnya upacara pernikahan dilangsungkan di rumah orang tua calon pengantin wanita.
Pada upacara pernikahan terdapat dua bagian upacara yaitu upacara akad nikah dan
upacara adat pernikahan.
Sebelum acara akad nikah dimulai, terlebih dahulu diadakan upacara penjemputan
calon pengantin pria. Hal ini adalah sebagai adat sopan santun atau tatakrama yang telah
menjadi kebiasaan umum, yaitu adanya saling menghargai. Untuk persiapan penjemputan,
orang tua calon pengantin wanita membentuk panitia yang terdiri dari dua kelompok, yaitu:
 Kelompok I terdiri dari :
 Seorang membawa payung dan lengser;
 Seorang membawa baki berisi mangle atau rangkaian bunga melati sebagai
kalung.
 Dua mojang membawa tempat lilin.
 Dua mojang membawa bokor berisi perlengkapan upacara sawer dan nincak
endog.

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 13


 Dua bujang sebagai pengawal (gulang-gulang) / jagasatru.
 Kelompok II terdiri dari :
 Para mojang (dara atau gadis) dan bujang (laki-laki perjaka) remaja berbaris di
sisi kanan kiri pintu halaman yang akan dilalui oleh rombongan calon pengantin
pria sampai ke depan pintu rumah.
 Rombongan calon pengantin pria tiba, kemudian mereka dijemput di luar
halaman oleh rombongan yang dipimpin lengser.
Pembawa payung segera memayungi calon pengantin pria dengan didampingi oleh
dua gulang-gulang. Di sebelah depannya lagi seorang dayang berjalan membawa baki yang
berisi kalungan bunga. Paling depan ialah lengser yang biasanya berjalan sambil menari
dengan diiringi oleh alunan gamelan degung. Mereka berjalan bersama-sama menurut
irama gamelan menuju pintu halaman rumah. Di pintu gerbang halaman rumah, rombongan
berhenti sebentar. Orang tua calon pengantin wanita telah siap berada di sana. Setelah
calon pengantin pria datang, ibu calon pengantin wanita mengalungkan bunga kepada caIon
menantunya. Selanjutnya rombongan bergerak lagi sambil ditaburi aneka ragam bunga oleh
para mojang dan bujang yang berderet di kedua sisi jalan.
Dengan didampingi oleh calon mertuanya, pengantin pria dibawa masuk ke ruangan
akad nikah dan dipersilakan duduk di kursi yang telah disiapkan. Selanjutnya pembawa
acara mempersilakan kedua orang tua calon pengantin, saksi, petugas dari Kantor Urusan
Agama serta beberapa orang tua dari kedua belah pihak yang dianggap perlu, untuk duduk
di tempat yang telah disediakan. Calon pengantin wanita dipersilakan duduk di samping
calon suaminya yang selanjutnya segera dilanjutkan upacara Akad Nikah.
Sebenarnya untuk agama Islam dapat dilaksanakan di Kantor Urusan Agama Islam
atau di masjid, akan tetapi boleh juga dilaksanakan di rumah orang tua calon pengantin
wanita. Sedang untuk calon pengantin yang beragama Kristen, maka harus dilaksanakan di
gereja. Setelah semua persiapan selesai dengan tertib, protokol atau pembawa acara
menyerahkan acara akad nikah kepada petugas KUA. Juru rias pengantin mengerudungi
kepala kedua calon pengantin dengan sehelai kerudung putih. Demikianlah akad nikah mulai
berlangsung dengan dipimpin oleh petugas KUA. Tata upacara akad nikah telah diatur oleh
petugas KUA. Dalam upacara akad nikah ini, tuan rumah hanya mempersiapkan tempat
upacara saja dan memberikan sejumlah uang administrasi sesuai dengan ketentuan umum.
Mas kawin bagi masyarakat Sunda tidak terlalu diutamakan, dan hal ini tergantung
Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 14
kemampuan calon pengantin pria dan biasanya telah dirundingkan pada waktu melamar
atau pada waktu seserahan. Lebih kurang, begitulah proses pernikahan adat Sunda yang
lebih simpel dan disederhanakan.
Hakikatnya sendiri, adat Sunda merupakan salah satu pilihan calon mempelai yang
ingin merayakan pesta pernikahannya, khususnya mempelai yang berasal dari Sunda.
Adapun rangkaian acaranya dapat dilihat berikut ini :
1. Nendeun Omong (menyimpan omongan), yaitu pembicaraan orang tua atau utusan
pihak pria yang berminat mempersunting seorang gadis. Di beberapa daerah di
wilayah pasundan kadang-kadang ada yang menggunakan cara dengan saling
mengirim barang tertentu. Seperti orang tua anak laki-laki mengirim rokok cerutu
kepada orang tua anak perempuan, kemudian apabila mereka setuju akan segera
membalasnya dengan mengirimkan benih waluh siam, dengan demikian maka anak
perempuannya itu sudah ditendeunan omong (disimpan ucapannya). Pada jaman
dahulu, proses ini dapat disamakan dengan "perjodohan sepihak dari pihak orang
tua", sebab anak yang dikawinkan tidak harus mengetahui proses ini, semuanya
(pengambilan keputusan dan lain-lain) terletak pada kekuasaan orang tua.
2. Ngalamar, Narosan, atau Lamaran. Dilaksanakan orang tua calon pengantin beserta
keluarga dekat, yang merupakan kesepakatan untuk menjalin hubungan lebih jauh.
Pada pelaksanaannya, orang tua anak laki-laki biasanya membawa barang-barang
seperti lamareun (daun sirih, gambir, atau apu), seperangkat pakaian wanita sebagai
pameungkeut (pengikat), uang (jumlahnya 1/10 dari jumlah yang akan dibawa pada
waktu seserahan), cincin tidak mutlak harus dibawa. Jika dibawa, bisanya berupa
cincing meneng (berbentuk cincin utuh tanpa sambungan), yang melambangkan
kemantapan dan keabadian.
3. Tunangan. Dilakukan ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu penyerahan ikat pinggang
warna pelangi atau polos kepada si gadis.
4. Seserahan (3 – 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria membawa uang,
pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.
Seminggu atau tiga hari menjelang peresmian pernikahan, di rumah calon mempelai
belangsung sejumlah persiapan yang mengawali proses pernikahan, yaitu Ngibakan
atau Siraman, berupa acara memandikan calon pengantin agar bersih lahir dan
batin. Sebelum acara Siraman, terlebih dahulu diawali dengan acara Ngecagkeun
Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 15
Aisan (calon pengantin wanita keluar dari kamar dan secara simbolis digendong oleh
sang ibu, sebagai bentuk telah selesainya kewajiban orang tua terhadap si anak),
kemudian Ngaras, yaitu permohonan izin calon mempelai wanita kepada kedua
orang tuanya (meminta doa restu sepatutnya atau sesuai adat istiadat) kemudian
sungkem lalu mencuci kaki kedua orang tua.
5. Ngeuyeuk seureuh (opsional, jika ngeuyeuk seureuh tidak dilakukan, maka seserahan
dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah).
 Dipimpin Nini pengeuyeuk (juru rias).
 Pengeuyek mewejang kedua calon pengantin agar meminta ijin dan doa restu
kepada kedua orang tua serta memberikan nasehat melalui lambang-lambang
atau benda yang disediakan berupa parawanten, pangradinan dan sebagainya.
 Diiringi lagu kidung oleh pangeuyeuk.
 Disawer beras, agar hidup sejahtera.
 Dikeprak (dipukul pelan) dengan sapu lidi disertai nasehat agar memupuk kasih
sayang dan giat bekerja.
 Membuka kain putih penutup pengeuyeuk. Melambangkan rumah tangga yang
akan dibina masih bersih dan belum ternoda.
 Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh calon pengantin pria).
Bermakna agar keduanya saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.
 Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali (oleh calon pengantin
pria).
 Membuat lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan digulung
menjadi satu memanjang, lalu diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang
tua dan para tamu yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki yang diperoleh bila
berlebihan dapat dibagikan kepada saudara dan handai taulan.
 Berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari
rejeki dan disayang keluarga.
 Membuang bekas ngeuyeuk seureuh ke perempatan jalan, simbolisasi membuang
yang buruk dan mengharap kebahagiaan dalam menempuh hidup baru.
 Menyalakan tujuh buah pelita, sebuah kosmologi Sunda akan jumlah hari yang
diterangi matahari dan harapan akan kejujuran dalam membina kehidupan rumah
tangga.

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 16


6. Upacara Prosesi Pernikahan, pada hari yang telah ditetapkan kedua calon pengantin,
rombongan keluarga calon pengantin pria datang ke kediaman calon pengantin
perempuan. Selain membawa mas kawin, biasanya juga membawa peralatan dapur,
perabotan kamar tidur, kayu bakar, dan gentong (gerabah untuk menyimpan beras).
Susunan upacara akad nikah biasanya sebagai berikut :
 Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita
 Ngabageakeun (penyambutan), ibu calon pengantin wanita menyambut dengan
pengalungan bunga melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh
kedua orang tua calon pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan.
 Akad nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat
nikah. Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu
didudukkan di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung
panjang, yang berarti penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung baru
dibuka saat kedua mempelai akan menandatangani surat nikah.
 Sungkeman atau sembah sungkem, prosesi ini mirip dengan prosesi ngaras,
perbedaannya yaitu ngaras dilakukan oleh masing-masing calon mempelai
pengantin sehari sebelum hari pernikahan dengan mencuci kaki orang tuanya
dan meminta maaf, sedangkan acara sembah sungkem kedua mempelai sudah
resmi menikah melakukannya bersama-sama di hadapan kedua orang tua
mereka.
 Wejangan, oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya.
 Saweran, kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun
sawer dinyanyikan (dalam bahasa Sunda). Pantun berisi petuah utusan orang
tua pengantin wanita. Kedua pengantin dipayungi payung besar diselingi
taburan beras kuning, logam, irisan kunyit tipis, permen (kembang gula) atau
kunyit ke atas payung. Beras dan uang recehan mengandung simbol
kemakmuran, kembang gula memiliki arti manisnya hidup dalam berumah
tangga, dan kunyit sebagai simbol kejayaan.
 Meuleum (membakar) harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan
lilin. Harupat yang sudah menyala kemudian dimasukkan ke dalam kendi yang
dipegang mempelai wanita, diangkat kembali dan dipatahkan, lalu dibuang jauh-
jauh. Melambangkan nasihat kepada kedua mempelai untuk senantia bersama
Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 17
dalam memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Fungsi isteri dengan
memegang kendi berisi air adalah untuk mendinginkan setiap persoalan yang
membaut pikiran dan hati suami tidak nyaman.
 Nincak endog, pengantin pria menginjak telur di balik papan dan elekan (batang
bambu muda) sampai pecah, kemudian mempelai wanita mencuci kaki
mempelai pria dengan air di kendi, mengelapnya sampai kering lalu kendi lalu
kendi tersebut dipecahkan berdua. Melambangkan pengabdian isteri kepada
suami yang dimulai dari hari itu.
7. Muka Panto (buka pintu). Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab
dengan pantun (dengan bahasa Sunda) oleh kedua mempelai bersahutan dari dalam
dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin
masuk menuju pelaminan.
8. Ngaleupas Japati (melepas merpati), ibunda kedua mempelai berjalan keluar sambil
masing-masing membawa burung merpati yang kemudian dilepaskan terbang di
halaman. Melambangkan bahwa peran orang tua sudah berakhir hari itu karena
kedua anak mereka telah mandiri dan memiliki keluarga sendiri.
9. Huap Lingkung (suapan), pasangan mempelai disuapi oleh kedua orang tua.
Kemudian kedua mempelai saling menyuapi, tersedia tujuh bulatan nasi punar (nasi
ketan kuning) di atas piring. Saling menyuap melalui bahu masing-masing kemudian
satu bulatan diperebutkan keduanya untuk kemudian dibelah dua dan disuapkan
kepada pasangan. Melambangkan suapan terakhir dari orang tua karena setelah
berkeluarga kedua anak harus mencari sendiri sumber kebutuhan hidup mereka dan
juga menandakan bahwa kasih sayang kedua orang tua terhadap anak dan menantu
itu sama besarnya.
10. Pabetot Bakakak (menarik ayam bakar), kedua mempelai duduk berhadapan sambil
tangan kanan mereka memegang kedua paha ayam bakakak di atas meja, kemudian
pemandu acara memberi aba-aba, lalu kedua mempelai serentak menarik ayam
bakakak tersebut hingga terbelah. Yang mendapat bagian terbesar harus membagi
dengan pasangannya dengan cara digigit bersama. Melambangkan bahwa
berapapun rejeki yang didapat, harus dibagi berdua dan dinikmati bersama.
11. Numbas. Upacara numbas biasa dilaksanakan seminggu setelah akad nikah dengan
tujuan memberi tahu pada keluarga dan tetangga bahwa pengantin perempuan
Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 18
"tidak mengecewakan" pengantin laki-laki. Upacara numbas dilakukan dengan cara
membagi-bagikan nasi kuning.
Pada upacara perkawinan adat Sunda di Jawa Barat, ada hal-hal yang masih tetap
dipertahankan, namun ada pula yang sudah mulai dihilangkan atau dikurangi intensitasnya.
Misalnya saja tata cara adat sewaktu ngaras, huap lingkung, pabetot bakakak, ngaleupas
japati dan sebagainya. Jikalau ada, adat tersebut sudah mengalami perubahan atau
setidaknya disesuaikan dengan lingkungan jaman, kemampuan pemangku hajat, serta
situasi dan kondisi setempat. Sederhana atau besarnya pelaksanaan upacara adat
perkawinan biasanya tergantung dari status ekonomi yang melangsungkan perkawinan,
serta seberapa kentalnya adat istiadat dijunjung dalam masyarakat adat itu sendiri.

E. Akibat Hukum dalam Perkawinan Adat Sunda


Berdasarkan uraian yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, karena masyarakat
Jawa Barat termasuk dalam kelompok susunan kekerabatan bilateral dan memiliki corak
perkawinan bebas (mandiri), maka akibat hukum dari pelaksanaan perkawinan adat Sunda
adalah :

Terhadap Hubungan Suami Isteri


 Setelah kawin keduanya menjadi satu keluarga, baik keluarga suami maupun
keluarga isteri.
 Suami dan isteri masing-masing mempunyai dua keluarga yaitu keluarga suami dan
keluarga isteri.
 Orang tua kedua pihak hanya memberi bekal bagi kelanjutan hidup rumah tangga
kedua mempelai dengan memberi harta pemberian atau warisan sebagai harta
bawaan dalam perkawinan mereka.
 Hak dan kedudukan suami dan isteri berimbang atau sama. Hal ini juga sesuai
dengan kehendak UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang hak, kewajiban, dan
kedudukan suami isteri harus berimbang.
 Setelah perkawinan, suami dan isteri membangun keluarga atau rumah tangga
sendiri dan hidup mandiri (neolokal, membebaskan diri dari kekuasaan orang tua
dan keluarga masing-masing).

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 19


Terhadap Anak yang Lahir dari Perkawinan
 Menarik garis keturunan dari kedua belah pihak orang tua (ayah dan ibu).
 Baik suami atau isteri memiliki tanggung jawab yang sama untuk memelihara anak
yang lahir dari perkawinan mereka, sebagaimana diatur dalam UU Perkawinan No. 1
Tahun 1974.
 Anak perempuan maupun anak laki-laki mempunyai hak yang sama atas harta
peninggalan orang tuanya.

Terhadap Kekayaan atau Harta, serta Ahli Waris


 Ketentuan harta asal atau harta pusaka dalam perkawinan adat Jawa Barat
merupakan harta pencarian atau kekayaan yang diperoleh sendiri oleh suami isteri
dan menjadi milik mereka masing-masing yang dapat mereka gunakan secara bebas.
Jika pemilik meninggal dunia, harta ini tetap menjadi harta yang pribadi bagi yang
berhak dan tidak dibagi kalau ada perceraian.
 Harta bersama atau harta perkawinan adalah seluruh harta yang didapat pada saat
perkawinan sebagai hasil usaha mereka bersama (diperoleh suami isteri semasa
perkawinan), pada adat Sunda atau Jawa Barat kekayaan milik bersama disebut
Guna Kaya atau Barang Sekaya.
 Pada kasus perkawinan nyalindung ka gelung (yang penjelasannya terdapat pada
bab sebelumnya), seorang wanita kaya bersuami pria biasa atau tidak memiliki apa-
apa, mereka (suami dan isteri) dapat menikmatinya bersama, namun pemiliknya
tetap si isteri.
 Ahli waris sedarah terdiri atas anak kandung, orang tua, saudara, dan cucu.
 Ahli waris yang tidak sedarah contohnya anak angkat, janda atau duda. Contoh
sebuah kasus di daerah Cianjur, seorang anak angkat adalah ahli waris apabila
pengangkatannya disahkan oleh Pengadilan Negeri.
 Jenjang atau urutan ahli waris adalah : (1) Anak (baik anak kandung ataupun anak
angkat); (2) Orang Tua (jika tidak ada anak); (3) Saudara (jika tidak ada orang tua).
 Kepunahan atau nunggul pinang. Apabila seorang pewaris tidak mempunyai ahli
waris (punah), menurut ketentuan yang berlaku di daerah Kabupaten Bandung,

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 20


Banjar, Ciamis, dan sekitarnya, barang atau harta peninggalan akan diserahkan
kepada desa yang selanjutnya desalah yang menentukan pemanfaatan atau
pembagian harta kekayaan tersebut.
 Pada perkawinan poligami yang meninggalkan anak sah dari setiap perkawinan,
penentuan ahli waris ditetapkan oleh pengadilan setempat.
 Apabila seorang anak meninggal terlebih dahulu dari orang tuanya, maka hak anak
tersebut sebagai ahli waris dapat digantikan oleh anaknya (cucu pewaris). Ketentuan
ini berlaku di beberapa daerah di Jawa Barat, yaitu Ciamis, Cianjur, Banjar, Cisarua,
dan Kawali.

F. Eksistensi Perkawinan Adat Jawa Barat (Sunda)


Menurut analisis saya, setelah memperluas wawasan tentang prosesi perkawinan
adat Sunda yang begitu panjang seperti yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya
dan juga membaca artikel-artikel tentang eksistensi perkawinan adat Sunda itu sendiri,
sepertinya pada jaman sekarang perkawinan adat Sunda lebih disederhanakan dan hanya
ada sebagian orang yang melakukan upacara adat pernikahan Jawa Barat dengan adat yang
penuh (seperti pada daerah pedalaman Jawa Barat). Alasannya tidak lain adalah tidak ingin
menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan biaya dengan melakukan proses yang
merepotkan dan ingin acara cepat dilaksanakan.

Bersumber pada laman tamanparahyangan.blogspot.com, perbedaan-perbedaan


antara adat Sunda dahulu dan keadaan sekarang antara lain adalah proses nendeun omong,
dulu proses ini hanya menyangkutkan pihak orang tua tanpa peduli tentang perasaan
anaknya (belum tentu diketahui oleh sang anak sendiri). Pada masa sekarang, anak punya
hak bicara lebih besar untuk menentukan pilihan dengan siapa akan menikah (hal ini juga
diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974). Perbedaan lainnya terletak pada lebih
simpelnya proses menuju perkawinan.

Selanjutnya dilansir dari laman budayanusantara2010.wordpress.com, prosesi


ngeuyeuk seureuh pada saat ini menjadi sebuah prosesi yang opsional alias tidak wajib.
Dengan begitu setelah proses tunangan dapat langsung menuju proses perkawinan.

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 21


Begitu juga dengan informasi yang disadur dari id.wikipedia.org, memang rangkaian
upacara perkawinan adat Sunda pada masa kini lebih disederhanakan mengingat adanya
pertimbangan nilai kepraktisan terkait dua hal : semakin modernnya jaman dan adanya
percampuran dari syariat Islam.

Oleh karena itu, biasanya prosesi acara yang dilangsungkan hanya lamaran,
pengajian, siraman, dan langsung diteruskan dengan prosesi perkawinan yang lebih
disederhanakan atau tidak melaksanaan upacara adat secara penuh.

G. Perkara dalam Perkawinan Adat Jawa Barat dan Penyelesaiannya


Masyarakat Jawa Barat (Sunda) mempunyai ikatan keluarga yang sangat erat. Nilai
individu sangat tergantung pada penilaian masyarakat. Dengan demikian, dalam
pengambilan keputusan, dalam hal ini khususnya terhadap perkawinan, seseorang tidak
dapat lepas dari keputusan yang ditentukan oleh kaum keluarganya.

Oleh karena itu, apabila terjadi perkara-perkara dalam perkawinan, biasanya para
pihak yang berperkara menyelesaikannya secara kekeluargaan (membicarakannya baik-baik
dengan keluarga) terlebih dahulu dan tidak membesar-besarkannya. Hal ini sesuai dengan
prinsip musyawarah untuk mufakat, yaitu penyelesaian dengan cara perdamaian antara
kedua pihak yang memiliki perkara. Apabila perkara menyangkut harta warisan, lazimnya
keberadaan kepala desa setempat (atau dapat juga kepala suku / sesepuh) juga dapat
menengahi dan membantu menyelesaikan mereka yang berperkara.

Kecuali apabila tidak dapat ditemukan solusi, perkara dalam perkawinan akan
dibawa menuju ranah hukum, dan tentunya harus ada pihak yang pemohon sebagai status
penggugat (sebab perkara dalam perkawinan adalah perkara perdata), dan yang berhak
memutuskan atas perkara itu adalah hakim yang berwenang pada pengadilan setempat.
Gugatan diajukan di pengadilan setempat dimana kedua pihak bertempat tinggal, dan
mereka akan diproses menurut ketentuan hukum (undang-undang) dan hukum adat yang
berlaku di daerah mereka.

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 22


BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Indonesia adalah negara yang masyarakatnya multi etnis, atau disebut juga
pluralisme, demikian yang menyebabkan negara Indonesia mengadopsi berbagai produk
hukum, sebagaimana kita ketahui bahwa sistem hukum yang berlaku di Indonesia adalah
sistem hukum yang majemuk yaitu hukum adat, Islam, dan Barat (kontinental).

Berkenaan dengan kemajemukan hukum itu pula, perkawinan adat Jawa Barat juga
menjadi sebuah fenomena dimana proses-prosesnya yang dahulu begitu panjang dan rumit

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 23


mengalami penyederhanaan yang menyesuaikan perkembangan jaman modern. Selain
prosesnya yang kini lebih simpel, perkara-perkara yang timbul dari perkawinan juga
diselesaikan menurut hukum-hukum (khususnya hukum adat dan hukum agama) yang
berlaku di daerah itu sendiri. Negara Indonesia yang disebut negara hukum juga
mengharuskan segala perkara hukum harus diselesaikan di meja hijau (pengadilan
setempat), dan hanya pengadilan yang berhak mengeluarkan putusan atas sebuah perkara
jika terjadi pengajuan gugatan. Setiap pengadilan yang mengadili juga harus
mempertimbangkan keberadaan hukum adat yang berlaku di daerahnya untuk menjadi
dasar dari putusan, terlebih apabila perkara dapat dikaitkan dengan hukum adat itu sendiri.

Setiap individu pasti melalui sebuah peristiwa perkawinan, yang mana dari segi
perkawinan baik sebelum, sesaat, dan sesudah kawin merupakan kegiatan mutlak dan pasti
dialami oleh semua orang. Karenanya, berbagai hal dan cara dilangsungkan sebaik mungkin
demi terciptanya kesakralan dari peristiwa perkawinan itu sendiri. Begitu pun dari segi
hukum adat yang mengatur mengenai kegiatan tersebut pada intinya perkawinan
dilaksanakan karena adanya keinginan untuk menyambung tali persaudaraan antara satu
dengan yang lainnya, walaupun berbeda cara pelaksanaannya tetapi tetap satu tujuannya.

Pelestarian adat istiadat memang sangatlah penting, sebab hal itu menjadi warisan
dari nenek moyang yang memang sudah menjadi kewajiban kita sebagai generasi
selanjutnya untuk menjaga dan menjunjung tinggi nilai daripada adat itu sendiri. Hendaknya
kita bangga memiliki warisan kekayaan adat istiadat dari para leluhur, sebab hal itulah yang
menjadi keistimewaan dari rakyat Indonesia sebagai negara pluralisme. Semoga perbedaan
adat istiadat khususnya dalam hal perkawinan tidak membuat perpecahan di antara sesama
bangsa Indonesia, marilah menjadikan perbedaan tersebut sebagai kekayaan dan kelebihan
bangsa kita dengan mengambil sisi positifnya dan menjauhi sisi negatifnya demi kebaikan
seluruh rakyat Indonesia.

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 24


DAFTAR PUSTAKA

 Anonim. Susunan (Tata Cara) Upacara Nikah Adat Sunda. Wordpress.com.


https://salangit.wordpress.com/adat-istiadat-3/susunan-tata-cara-upacara-nikah-adat-sunda/
 Setiawan, Asep. 2015. Inilah Prosesi Pernikahan Adat Sunda Modern. Cara.pro : Magetan.
http://cara.pro/pernikahan-adat-sunda/
 Laynardhoaliy. 2014. Sistem Kekerabatan yang Ada di Indonesia. Wordpress.com.
https://laynardhoaliy.wordpress.com/2014/01/05/sistem-kekerabatan-yang-ada-di-indonesia/
 C. Dewi Wulansari. 2010. HUKUM ADAT INDONESIA Suatu Pengantar. PT Refika Aditama : Bandung.
 Hadikusuma, Hilman S. H., Prof. DR. 1990. Hukum Adat Perkawinan. Citra Aditya Bakti : Bandung.

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 25


 Raganiwo, Bewa, S. H., M. S. I. Tulisan Bewa Raganiwo. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Padjadjaran.
 Mr. B. Ter Haar Bzn. 1973. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. PT Pradnya Paramita : Jakarta.
 Serlania. 2012. Hukum Perkawinan Adat. Blogspot.co.id. : Bandung.
http://serlania.blogspot.co.id/2012/01/hukum-perkawinan-adat.html
 Widayanto, Ardi. 2012. Perbandingan Antara Perkawinan Adat. Blogspot.co.id. : Jogjakarta.
http://hitamandbiru.blogspot.co.id/2012/07/perbandingan-antara-perkawinan-adat.html
 Chakim, Lutfi. 2012. Perkawinan Menurut Hukum Adat dan Menurut Hukum Islam. Blogger.com :
Malang.
http://www.lutfichakim.com/2012/01/perkawinan-menurut-hukum-adat-dan.html
 Dino, Didit. 2013. Hukum Adat Pernikahan Adat Sunda.
http://diditdino.blogspot.co.id/2013/08/hukum-adat-pernikahan-adat-sunda.html
 Zaenal, Mujib. 2012. Sistem Waris Parental atau Bilateral.
http://mujib-ennal.blogspot.co.id/2012/05/sistem-waris-parental-atau-bilateral.html
 Suparman, Erman. 1985. Intisari Hukum Waris Indonesia. Amirco : Bandung.
 Anonim. 2011. Hukum Adat. Blogger.com.
http://unjalu.blogspot.co.id/2011/03/hukum-adat.html
 Solikhah, Nur Laili Mar'atus. 2011. Sifat dan Sistem Perkawinan Adat. Blogspot.co.id : Malang.
http://2011document.blogspot.co.id/2014/10/sifat-dan-sistem-perkawinan-adat.html
 Hadikusuma, Hilman S. H., Prof. DR. 1992. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia. Mandar Maju :
Bandung.
 Muchlis, Ranidar dan Drs. Zaenudin Harun. 1986. Buku Materi Pokok Hukum Adat. Karunika Jakarta
Universitas Terbuka : Jakarta.
 Setiady, Tolib. S. H., M. Pd., M. H. 2009. Intisari Hukum Adat Indonesia. ALFABETA : Bandung.
 Muhammad, Bushar. S. H., Prof. 2000. Pokok-Pokok Hukum Adat. PT. Praditya Paramita : Jakarta.
 Nurjamilah, Minda Sari. 2011. Hukum Perkawinan Adat. Blogger.com : Semarang.
http://mindafantastic.blogspot.co.id/2011/12/hukum-perkawinan-adat.html
 Hadikusuma, Hilman. 1982. Hukum Perkawinan Adat. Penerbit Alumni : Bandung.
 Anonim. 1980. Pokok-Pokok Pengertian Hukum Adat. Penerbit Alumni : Bandung.
 Poesponoto, Soebakti. 1980. Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat. Pradnya Paramita : Jakarta.
 Parakkasi, Muh Ihsan. 2012. Bentuk-Bentuk Perkawinan Adat. Blogspot.co.id : Makassar.
http://iccankcorank.blogspot.co.id/2012/09/bentuk-bentuk-perkawinan-adat.html
 Hermansyah, Andy. 2010. Pengertian Perkawinan Menurut Hukum. Blogger.com : Makassar.
http://bloghukumumum.blogspot.co.id/2010/04/pengertian-perkawinan-menurut-hukum.html

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 26


 Asmana, Abi. 2016. Hukum Adat Perkawinan : Bentuk-Bentuk Perkawinan Adat. Blogspot.co.id.
http://legalstudies71.blogspot.co.id/2016/01/hukum-adat-perkawinan-bentuk-bentuk.html
 Fajarweiz. 2011. Makalah Perkawinan Adat. Blogspot.co.id : Tanjung Redep.
http://fajarweiz.blogspot.co.id/2011/11/makalah-perkawinan-adat.html
 Sigit, Satria Akbar. 2014. Pernikahan Adat Sunda Modern. Vemale.com.
http://www.vemale.com/topik/pernikahan/65988-pernikahan-adat-sunda-modern.html
 Dickyragkick. 2012. Adat Pernikahan Jawa Barat. Blogger.com : Jakarta.
http://dickyragkick.blogspot.co.id/2012/10/adat-pernikahan-jawa-barat.html
 Sastradipradja, M. Rachmat. Drs. Perencana Pernikahan Adat Sunda. Sanggar Puspa Arum.
 El-Unnaity, Uni. 2011. Kebudayaan Suku Sunda dan Jawa. Blogger.com : Kuningan.
http://murni-uni.blogspot.co.id/2011/02/kebudayaan-suku-sunda-dan-jawa.html
 Fitriany, Putri Endang. 2013. Upacara Pernikahan Suku Sunda. Wordpress.com
https://putrifitrianys.wordpress.com/2013/10/11/upacara-pernikahan-suku-sunda/
 Jacob, Simon. 2015. Mengenal Jenis-Jenis Perkawinan Pada Umumnya dan Jenis Perkawinan di Nusa
Tenggara Timur. Blogspot.co.id : Jogjakarta.
http://sajjacob.blogspot.co.id/2015/01/mengenal-jenis-jenis-perkawinan-pada.html

Makalah Hukum Adat - Perkawinan Adat Jawa Barat 27

Anda mungkin juga menyukai