Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk
kredit atau bentuk lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup orang
banyak, seperti yang tertuang dalam pasal 1 ayat (2) Undang- Undang Negara
Republik Indonesia nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Definisi ini adalah
acuan untuk mengerti definisi bank di Indonesia. Dari definisi yang telah
dijelaskan oleh pasal 1 ayat (2) Undang Undang Negara Republik Indonesia
nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dapat ditarik beberapa informasi yaitu
tentang kegiatan utama dari bank dan tujuan adanya sebuah bank. Kegiatan utama
dari bank dapat berupa 2 yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana.
Penghimpunan dana dilakukan oleh bank dalam bentuk simpanan dari
masyarakat. Sementara untuk penyaluran dana, dilakukan dalam bentuk kredit
yang diberikan kepada masyarakat kembali atau dapat dalam bentuk lain sesuai
yang dengan peraturan perundang-undangan. Lalu, untuk tujuan diadakannya
sebuah bank adalah untuk meningkatkan taraf hidup khalayak banyak. Sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa bank adalah salah satu motor penggerak
kesejahteraan masyarakat. Namun bank memiliki sistem tersendiri untuk
melakukan kegiatan operasional sesuai dengan definisi tersebut

Sistem perbankan adalah sebuah tata cara, dalah sebuah tata cara, aturan-
aturan dan pola bagai mana sebuah sektor perbankan (dalam hal ini bank-bank
yang ada) menjalankan usaha nya sesuai dengan ketentuan (sistem) yang dibuat
oleh pemerintah. Sistem perbankan di Indonesia terbangun dengan kosep yang
dilandaskan pada sistem perekonomian yang ada. Indonesia menetapkan sistem
perekonomiannya sebagai sistem ekonomi yang demokrasi sesuai dengan
landasan negara yaitu Pancasila. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Azas
Perbankan Indonesia, pada Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1992, yang berbunyi :
Perbankan Indonesia dalam menjalankan Usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi yang dimaksud
adalah demokrasi ekonomi berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Namun
demikian, walaupun prinsip kehati-hatian telah disebutkan, tidak menutup
kemungkinan adanya permasalah dan tindak pidana yang muncul dalam bank dan
sistem perbankannya.

Pengaturan tentang tindak pidana yang terjadi dalam sistem perbankan diatur
oleh Undang Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan yang diperbarui oleh Undang Undang Negara Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Negara
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Dari dua Undang
Undang tersebut dapat disimpulkan bahwa tindak pidana perbankan adalah
perilaku yang melakukan maupun tidak melakukan terhadap suatu hal
menggunakan produk perbankan sebagai sarana ataupun menyasar produk
perbankan tersebut dari perilaku tersebut yang diatur dalam undang undang
ditetapkan sebagai perilaku yang melawan hukum. Merupakan asas hukum dalam
Undang-Undang Perbankan Indonesia bahwa setiap perilaku (conduct) yang
bertentangan dengan setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku (khusus)
bagi bank adalah tindak pidana. Sehingga dapat ditarik kesimpulan dari beberapa
penjelasan yang telah diuraikan, terdapat permasalahan yang diteliti dan dicari
kebenarannya yaitu tindak pidana perbankan (TPP) yang terjadi dalam bank dan
sistemnya.

Tujuan dari ditulisnya karya tulis ini adalah digunakan untuk mengetahui
informasi tentang tindak pidana dalam bank dan sistem perbankan, sehingga dapat
mengetahui unsur unsur pidana yang timbul dari permasalahan perbankan dan
pengaturan dari unsur unsur tersebut. Dengan demikian, pembaca dapat
mengerti secara detail dan terstruktur, mengapa sebuah tindak pidana dalam
perbankan dapat terjadi, akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana tersebut,
pengaturan terkait permasalahan tersebut dan dapat mengambil sikap maupun
kesimpulan ketika menghadapi permasalahan dalam bank dan sistemnya.
Sehingga pada akhirna, pembaca dapat mengerti pentingnya informasi tentang
tindak pidana perbankan.
Walaupun telah diatur dalam Undang Undang secara lex specialis oleh
pembuat undang undang, namun permalasahan tetap saja muncul ke permukaan
masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan undang undang sebagai landasan untuk
menyelesaikan masalah yang diaturnya. Selain itu, bank dan sistemnya
merupakan motor penggerak kesejahteraan di masyarakat. Masyarakat saat ini
dapat dikatakan cukup bergantung dengan adanya intitusi ini untuk menunjang
keberlangsungan hidup mereka. Apabila sebagai penggiat hukum tidak dapat
memberikan informasi tentang tindak pidana yang telah diatur dan masalah yang
kemungkinan akan terjadi di masyarakat, akan merusak sistem yang pada
tujuannya untuk membantu pembangunan. Kerugian kerugian yang berpotensi
muncul akan terjadi karena kurangnya informasi terkait hal tersebut. Oleh karena
itu, merupakan sebuah hal yang penting untuk mengetahui informasi tentang
tindak pidana perbankan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dan Istilah Tindak Pidana di Bidang Perbankan?


2. Apa saja Tindak Pidana dalam Perbankan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dan istilah Tindak Pidana di Bidang


Perbankan.
2. Untuk mengetahui macam-macam tindak pidana dalam perbankan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Istilah Tindak Pidana di Bidang Perbankan

Pengertian Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu


peraturan hukum, larangan yang disertai ancaman sanksi yang berupa pidana
terentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut, dapat juga dikatakan
bahwa perbuatan pidana, adalah suatu perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang
diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada
perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditujukan yang ditimbulkan
oleh kelakuan orang). Sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang
yang melakukannya.1

Berdasarkan rumusan tindak pidana yang dirumuskan ole Moeljatno ini


tindak pidana yang mengandung unsur-unsur yaitu :

1. Perbuatan
2. Yang dilarang ( oleh aturan hukum )
3. Ancaman Pidana ( bagi yang melanggar )
Tindak pidana tidak hanya semata sebagai gejala hukum. Para ahli hukum
pun menganalisis terhadap tindak pidana tersebut. Berbagai pengertian tindak
pidana dikemukakan oleh didasarkan dari sudut mana mereka memandang,
apakah dari segi sosiologis, psikologis atau segi yang lainnya. Aspek-aspek lain
merupakan keterkaitan yang saling mendukung dan mempengaruhi.
Perlu diketahui bahwa dalam hukum perbankan terdapat berbagai
pengertian mengenai tindak pidana. Secara garis besar ada dua pengertian yang
perlu dibedakan dan dipahami yaitu tindak pidana perbankan, dan tindak pidana
dibidang perbankan.

Tindak Pidana Perbankan adalah pelanggaran terhadap ketentuan


perbankan yang diatur dan diancam dengan pidana berdasarkan undang-undang
perbankan (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh

1
Hermansyah, S.H., M.Hum., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2011, hal. 159
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan) dan undang-undang
lainnya yang mengatur atau berhubungan dengan perbankan (misalnya Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Penetapan Undang-Undang pokok Bank
Indonesia.

Terdapat dua istilah yang seringkali dipakai secara bergantian walaupun


maksud dan ruang lingkupnya bisa berbeda. Pertama, adalah adedidikirawan
Tindak Pidana Perbankan dan kedua, Tindak Pidana di Bidang Perbankan.
Tindak pidana perbankan mengandung pengertian tindak pidana itu semata-
mata dilakukan oleh bank atau orang bank, sedangkan tindak pidana di bidang
perbankan tampaknya lebih netral dan lebih luas karena dapat mencakup tindak
pidana yang dilakukan oleh orang di luar dan di dalam bank. Istilah tindak
pidana di bidang perbankan dimaksudkan untuk menampung segala jenis
perbuatan melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan dalam
menjalankan usaha bank.

Dalam bagian ini dikemukakan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan


tindak pidana perbankan sebagai salah satu bentuk dari tindak pidana di bidang
ekonomi. Tindak pidana di bidang ekonomi ini biasanya disebut juga kejahatan
kerah putih (white collar crime). Secara umum tindak pidana ekonomi adalah
tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan karena atau untuk motif-motif
ekonomi. Coklin merumuskan dan mengidentifikasikan unsur-unsurnya sebagai
berikut:

a) Suatu perbuatan melawan hukum yang diancam dengan sanksi


pidana
b) Yang dilakukan oleh seseorang atau korporasi di dalam
pekerjaannya yang sah atau di dalam pencarian/usahanya di bidang
industry atau perdagangan
c) Untuk tujuan memperoleh uang atau kekayaan, menghindari
pembayaran uang atau menghindari kehilangan/kerugian kekayaan,
memperoleh keuntungan bisnis atau keuntungan pribadi.2

2
Hermansyah, S.H., M.Hum., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2011, hal. 159-161
2.2 Tindak Pidana Perbankan

A. Jenis-Jenis Tindak Pidana Perbankan


a) Tindak Pidana Perbankan dalam KUHP Indonesia

Karena RUU Hukum Pidana atau RUU KUHP masih dalam proses, maka
KUHP merupakan hukum positif yang ada sekarang, masih diberlakukan. Oleh
karena itu, tindak pidana perbankan yang dimaksutkan disini adalah tindak
pidana yang diperkirakan sedikit banyaknya mempunyai kolerasi dengan
perbankan. Hal ini dipertegas karena di dalam Pasal 103 KUHP yang
merupakan peraturan yang penghabisan dari Buku I, jelas mengatakan:
Ketentuan dari delapan bab yang pertama dari buku ini berlaku juga terhadap
perbuatan yang dapat dihukum menurut undang-undang lain, kecuali kalua
undang-undang atau ordonansi menentukan perturan lain.

Oleh karena itu, KUHP dapat dipergunakan atau diberlakukan dalam


masalah-masalah tindak pidana perbankan, kecuali ada Undang-Undang
Perbankan yang mengaturnya secara tersendiri.3

b) Tindak Pidana Perbankan dalam UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 10 Tahun


1998, dan UU No. 23 Tahun 1999

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan


Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut
UU Perbankan) menetapkan tiga belas macam tindak pidana yang diatur mulai
dari Pasal 46 sampai dengan Pasal 50A. Ketiga belas tindak pidana itu dapat
digolongkan ke dalam empat macam, yaitu:

1. Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan


2. Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank
3. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan
4. Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank.

3
Prof. Chainur Arrasjid, S.H.,, Hukum Pidana Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 34-35
Adapun untuk lebih jelasnya maka keempat macam tindak pidana di
bidang perbankan ini akan dijabarkan sebagai berikut:

1. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Perizinan

Tindak pidana ini disebut juga dengan tindak pidana bank gelap. Pasal
46 Ayat (1) menyebutkan, bahwa barang siapa menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya 10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) dan paling banyak 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah). Ketentuan ayat (2) menyebutkan, bahwa dalam hal kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang
berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka
penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap
mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang
bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-
duanya. Ketentuan ini satu-satunya ketentuan dalam UU Perbankan yang
mengenakan ancaman hukuman terhadap korporasi dengan menuntut
mereka yang memberi perintah atau pimpinannya.

2. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Rahasia Bank

Pasal 47 Ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa barang siapa


tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari pimpinan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan
sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4
(empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua
ratus miliar rupiah). Ayat (2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai
bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan
keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4
(empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan
miliar rupiah). Pasal 47A. UU Perbankan menyebutkan bahwa Anggota
Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42A dan Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta
denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)
dan paling banyak Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

3. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Pengawasan Dan Pembinaan Bank

Pasal 48 Ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa Anggota Dewan


Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2),
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Ayat (2) UU Perbankan
menyebutkan bahwa, Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai
bank yang lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 34 Ayat (1) dan
Ayat (2),diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu)
tahun danpaling lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
4. Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Usaha Bank

Pasal 49 Ayat (1) UU Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota


Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :

a) Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam


pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
b) Menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan,
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank;
c) Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau
dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan
sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan,
menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut.

Diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun


dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).

Pasal 49 UU Ayat (2) Perbankan menyebutkan bahwa, Anggota


Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja :

a) Meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk


menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang
atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk
keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha
mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank
garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka
pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel,
surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainya,
ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain
untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya
pada bank;
b) Tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-
undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainya
yang berlaku bagi bank, Diancam dengan pidana penjara sekurang-
kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta
denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).

Selanjutnya Pasal 50 UU Perbankan menyebutkan bahwa, Pihak


Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 50A. UU Perbankan menyebutkan bahwa, Pemegang saham


yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai
bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang
mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan lainnya yang
berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7
(tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling
banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
5. Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Kegiatan Perbankan

Selain keempat macam tindak pidana di bidang perbankan yang telah


disebutkan diatas sebenarnya ada tindak pidana lain yang berkaitan sangat
erat dengan kegiatan perbankan yaitu:

a) Tindak Pidana Pasar Modal


Kebijakan formilatif mengenai Tindak Pidana Pasar Modal
(TTPM) diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal (selanjutnya disebut UUPM), pada bab XV tentang
ketentuan pidana (pasal 103-110). Berdasarkan hal tersebut diatas,
Tindak Pidana Pasar Modal secara singkat dapat didefinisikan
sebagai, segala perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan pidana
dalam Undang-Undang Pasar Modal.
b) Tindak Pidana Pencucian Uang
Pencucian uang adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan
untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau harta
kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian
diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan
yang sah. Tindak pidana yang menjadi pemicu terjadinya pencucian
uang meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang/tenaga
kerja/imigran, perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan
budak/wanita/anak/senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian,
penggelapan, dan penipuan4

4
Adrian Sutedi, S.H., M.H., Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi,
dan Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 19
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Tindak pidana perbankan merupakan pelanggaran terhadap ketentuan
perbankan yang diatur dan diancam dengan pidana berdasarkan undang-
undang perbankan (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana
telah diubah oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan) dan undang-undang lainnya yang mengatur atau berhubungan
dengan perbankan (misalnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953
tentang Penetapan Undang-Undang pokok Bank Indonesia. Tindak
pidana perbankan mengandung pengertian tindak pidana itu semata-mata
dilakukan oleh bank atau orang bank, sedangkan tindak pidana di bidang
perbankan tampaknya lebih netral dan lebih luas karena dapat mencakup
tindak pidana yang dilakukan oleh orang di luar dan di dalam bank.

2. Jenis-jenis Tindak Pidana dalam Perbankan dapat dibedakan menjadi :


1) Tindak Pidana Perbankan dalam KUHP Indonesia
2) Tindak Pidana Perbankan dalam UU No. 7 Tahun 1992, UU No.
10 Tahun 1998, dan UU No. 23 Tahun 1999. Tindak Pidana dalam
kategori ini dapat dibedakan menjadi 4 macam :
1. Tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan
2. Tindak Pidana yang berkaitan dengan rahasia bank
3. Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan
pembinaan
4. Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank.

3. Selain keempat macam tindak pidana di bidang perbankan yang telah


disebutkan diatas, tindak pidana lain yang berkaitan sangat erat dengan
kegiatan perbankan yaitu:
1) Tindak Pidana Pasar Modal
2) Tindak Pidana Pencucian Uang
B. SARAN
Dibutuhkan regulasi-regulasi yang dapat menjadi payung hukum terhadap
segala jenis tindak pidana perbankan yang ada di Indonesia, sehingga
kebutuhan akan suatu hukum positif yang terkhusus untuk menangani dan
menegakkan tindak pidana perbankan di Indonesia menjadi suatu
kebutuhan yang urgen dalam menegakkan hukum perbankan yang
berkeadilan dan dapat berdaya guna maksimal bagi masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Hermansyah. 2011. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Kencana Prenada


Media Group. Jakarta
Arrasjid , Chainur. 2011. Hukum Pidana Perbankan. Penerbit Sinar Grafika.
Jakarta.
Sutedi, Adrian. 2010. Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang,
Merger, Likuidasi, dan Kepailitan. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai