Pokok-pokok Materi
1. Pengertian hukum acara pidana, Sejarah hukum acara pidana, fungsi
dan tujuan hukum acara pidana.
2. Prinsip-prinsip dasar Hukum Acara Pidana
3. Para Pihaj Dalah Hukum Aacara Pidana
4. Proses Hukum Acara Pidana
5. Penyelidik, penyidik dan kewenangnannya
6. Penuntut Umum dan Kewenangnannya
7. Prosedur Pemeriksaan
8. Acara Persidangan
9. Upaya Hukum
10.Alat bukti dan Pembuktian
11. Putusan
Pengertian Hukum Acara Pidana
Van Bemmelen ilmu hukum acara pidana berarti mempelajari peraturan-peraturan yang
diciptakan oleh negara karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana.
Sedangkan menurut Van Hattum, hukum pidana formal adalah peraturan yang mengatur
bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus diberlakukan secara
nyata (Het formele strafrecht bevat de voorshriften volges welke het abstracte strafrech
in concretis tot gelding moet worden gebracht )
Satochid Kertanegara menyatakan bahwa Hukum Acara Pidana sebagai hukum pidana
dalam arti “concreto” yaitu mengandung peraturan mengenai bagaimana hukum pidana in
abstracto dibawa ke dalam suatu in concreto. Hukum Acara Pidana menurut pendapat
Andi Hamzah. memiliki ruang lingkup yang lebih sempit yaitu dimulai dari mencari
kebenaran, penyelidikan, penyidikan, dan berakhir pada pelaksanaan pidana (eksekusi)
oleh jaksa
Secara singkat hukum acara pidana memiliki lima tujuan sebagai berikut.
1. Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau terdakwa).
2. Perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan.
3. Kodifikasi dan unifikasi Hukum Acara Pidana.
4. Mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum.
5. Mewujudkan Hukum Acara Pidana yang sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945.
Prinsip-prinsip Hukum Acara Pidana
Peradilan Cepat, Sederhana, dan
Biaya Ringan
Asas Oportunitas
Tersangka/Terdakwa Berhak
Mendapat Bantuan Hukum
Tersangka pidana.”
• Menurut J.C.T. Simorangkir1 bahwa yang dimaksud dengan tersangka adalah
”seseorang yang telah disangka melakukan suatu tindak pidana dan ini masih dalam
taraf pemeriksaan pendahuluan untuk dipertimbangkan apakah tersangka ini
mempunyai cukup dasar untuk diperiksa di persidangan.
offenders;
penganiayaan, yang dilakukan dengan dorongan nafsu, marah,
balas dendam dan sebagainya
Tertangkap Tangan
Laporan
Untuk menindak lanjuti setiap laporan tentang suatu tindak pidana, maka prosesnya dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Penyelidik menerima laporan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan
tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan (Pasal 102 ayat (1)
KUHAP).
2. Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut pada ayat (1) penyelidik wajib membuat berita acara
dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum. (Pasal 102 ayat (3) KUHAP).
3. Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut segera datang ke tempat kejadian
dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan di situ belum
selesai. (Pasal 111 ayat (3) KUHAP)
PENGADUAN
1. Penyelidik
Menurut Pasal 1 angka 4 KUHAP jo Pasal 1 angka 8 Undang-undang RI No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara R.I., bahwa yang dimaksud dengan penyelidik adalah ”Pejabat polisi
negara Republik Indonesia1 yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penyelidikan”, sedangkan menurut Pasal 4 KUHAP, bahwa ”penyelidik adalah setiap pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia”.
2. Penyelidikan
Menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP jo Pasal 1 angka 9 Undang-undang RI No. 2 Tahun
2002, bahwa yang dimaksud dengan penyelidikan adalah ”Serangkaian tindakan penyelidik
untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini”.
Penyidik dan Penyidikan
1. Penyidik
Menurut Pasal 1 angka 1 KUHAP jo Pasal 1 angka 10 Undang-undang RI No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara R.I, bahwa yang dimaksud dengan penyidik adalah ”Pejabat polisi
negara Republik2 Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”, demikian pula menurut Pasal 6
KUHAP, bahwa penyidik adalah :
a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Jadi penyidik selain polisi negara Republik Indonesia, juga pegawai negeri sipil yang
telah diberi wewenang khusus oleh undang-undang sebagai penyidik.
2. Penyidikan
Menurut Pasal 1 angka 1 KUHAP jo Pasal 1 angka 10 Undang-undang RI No. 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara R.I, bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah
”Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
Wewenang Penyelidik
Kedudukan kejaksaan atau penuntut umum menurut Pasal 4 Undang-undang RI No.16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan, yaitu:
(1) Kejaksaan Agung berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi
wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
(2) Kejaksaan Tinggi berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
(3) Kejaksaan negeri berkedudukan di ibukota kabupaten/ kota yang daerah hukumnya meliputi daerah
kabupaten/kota.
Wewenang Jaksa sebagai Penuntut Umum
Adapun wewenang penuntut umum sebagaimana diatur menurut Pasal 14 KUHAP, adalah sebagai berikut:
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
a. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal
110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
b. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahan-an lanjutan dan atau mengubah
status tahanan setelah perkaranya dilimpah-kan oleh penyidik;
c. membuat surat dakwaan;
d. melimpahkan perkara ke pengadilan;
e. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang
disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah
ditentukan;
f. melakukan penuntutan;
g. menutup perkara demi kepentingan hukum;
h. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut
ketentuan undang-undang ini;
i. melaksanakan penetapan hakim.
Wewenang Jaksa Agung
Untuk melengkapi pembahasan tentang wewenang kejaksaan atau penuntut umum di atas, maka
perlu dikemukakan pula tentang wewenang Jaksa Agung berkaitan dengan penuntutan, sebagai
berikut:
Adapun wewenang Jaksa Agung secara khusus terkait dengan penuntutan menurut ketentuan Pasal
35 Undang-undang RI No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksa-an, sebagai berikut:
a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegak hukum dan keadilan dalam ruang lingkup
tugas dan wewenang kejaksaan;
b. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;
c. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
d. Mengajukan kasasi dem kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana,
perdata, dan tata usaha negara;
e. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan
kasasi perkara pidana;
f. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan
HUKUM ACARA PIDANA DALAM PRAKTEK
1. Surat Panggilan
Untuk melakukan pemeriksaan dalam tindak pidana, penyidik dan penyidik
pembantu mempunyai wewenang melakukan pemanggilan terhadap :
a. tersangka, yang karena perbuatannya atau keadaanya berdasarkan bukti
permulaaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana;
b. saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa;
c. pemanggilan seorang ahli yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang sesuatu perkara pidana yang sedang
diperiksa.
Adapun bentuk dan cara pemangggilan, yaitu :
a. Bentuk panggilan berbentuk “surat panggilan”, yang memuat antara lain :
1. alasan pemanggilan, dalam hal ini haruslah tegas dijelaskan status orang yang dipanggil
apakah sebagai tersangka atau saksi, agar memberikan kepastian hukum dan kejelasan bagi
orang yang dipanggil;
2. surat panggilan ditanda tangani pejabat penyidik (pasal 112 ayat 1)
b. Pemanggilan memperhatikan tenggang waktu yang wajar dan layak, dengan
jalan:
1. memperhatikan tenggang waktu antara tanggal hari diterimanya surat panggilan dengan
hari tanggal orang yang dipanggil tersebut menghadap (pasal 112 ayat 1)
2. atau surat panggilan harus disampaikan selambat-lambatnya tiga (3) hari sebelum
tanggal hadir yan ditentukan dalam surat panggilan; (penjelasan pasal 152 ayat 2 dan pasal
227 ayat 1 KUHAP).
2. Tata Cara Pemanggilan :
a. Panggilan dilakukan langsung di tempat tinggal orang yang dipanggil. Tidak boleh melalui
kantor pos atau dengan sarana lain, jika alamat tempat tinggal yang bersangkutan jelas diketahui.
b. Atau kalau tempat tinggal tidak diketahui dengan pasti atau bila petugas tidak menjumpai di
alamat tempat tinggalnya, pemanggilan disampaikan di tempat kediaman mereka yang terakhir
(pasal 227 ayat 1).
c. Pemanggilan dilakukan dengan jalan bertemu sendiri dengan orang yang dipanggil (in person).
Panggilan tidak dapat dilakukan dengan perantara orang lain (pasal 227 ayat 1).
d. Petugas yang menjalankan panggilan diwajibkan membuat catatan yang menerangkan panggilan
telah disapaikan dan telah diterima langsung oleh yang bersangkutan (pasal 227 ayat 1).
e. Kedua belah pihak membubuhkan tanggal dan tanda tangan mereka, bila yang dipanggil tidak
bersedia tanda tangan maka petugas mencatat alasan yang dipanggil tersebut (pasal 227 ayat 2).
f. Jika orang yang hendak dipanggil tidak dijumpai pada tempat tinggalnya maka petugas
diperkenankan menyampaikan panggilan melalui kepala desa atau jika diluar negeri negeri
melalui pejabat perwakilan RI tempat yang dipanggil biasa berdiam.
g. Memenuhi panggilan adalah kewajiban hukum.
Bantuan Hukum.
Sebelum memulai pemeriksaan, penyidik “wajib” memberitahukan kepada tersangka
tentang “haknya” untuk mendapatkan bantuan hukum atau tersangka wajib didampingi oleh
penasehat hukumnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 KUHAP.
Dalam hal ini terdapat 2 (dua) sisi tampilnya penasehat hukum mendampingi seorang
tersangka, yaitu :
a. Bantuan hukum dari penasehat hukum benar-benar murni berdasarkan “hak” yang
diberikan hukum kepadanya dengan syarat tersangka dianggap mampu mencari sendiri
penasehat hukum, disamping itu juga tindak pidana tidak diancam dengan hukman mati atau
hukuman 5 tahun keatas.
b. Pemberian bantuan hukum, bukan semata-mata hak dari tersangka, akan tetapi sebagai
“kewajiban” dari penyidik, dalam hal :
Tindak pidana yang diancamkan merupakan ancaman hukuman mati atau 15 tahun keatas.
Bagi mereka yang tidak mampu untuk mempunyai atau mendatangkan penasehat hukum,
sedangkan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih.
Contoh Surat Kuasa Khusus
SURAT
SURAT KUASA KUASA KHUSUS
KHUSUS
Yang
Yang bertanda
bertanda tangan
tangan didi bawah
bawah ini
ini ::
Nama
Nama ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Tempat
Tempat dan
dan Tgl
Tgl Lahir
Lahir ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Pekerjaan
Pekerjaan ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Alamat
Alamat ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Dengan
Dengan iniini memberikan
memberikan kuasa
kuasa kepada
kepada ::
Nama
Nama ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Pekerjaan
Pekerjaan ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Alamat
Alamat ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Khusus
Khusus
Untuk
Untuk memberikan
memberikan bantuan
bantuan hukum
hukum di di dalam
dalam proses
proses penyidikan
penyidikan kepada
kepada pemberi
pemberi
kuasa
kuasa (tersangka)
(tersangka) yang
yang dipersangkakan
dipersangkakan telahtelah melakukan
melakukan tinda
tinda pidana
pidana
Sebagai
Sebagai dimaksud
dimaksud dalamdalam pasal
pasal ………………………………
……………………………… berdasarkan berdasarkan ::
1.
1. Laporan
Laporan Polisi
Polisi No.
No. Pol
Pol :: ………………………..
……………………….. tgl tgl ……………………………
……………………………
2.
2. ……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
3.
3. ……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
Kuasa
Kuasa ini
ini tidak
tidak diberikan
diberikan hak
hak kepada
kepada penerima
penerima kuasa
kuasa untuk
untuk mengalihkannya
mengalihkannya kepada
kepada
orang
orang lain
lain (tanpa
(tanpa hak
hak substitusi),
substitusi), kecuali
kecuali atas
atas persetujuan
persetujuan pemberi
pemberi kuasa
kuasa dan/atau
dan/atau
persetujuan
persetujuan penyidik/penyidik
penyidik/penyidik pembantu
pembantu yang yang telah
telah menunjuk
menunjuk penerima
penerima kuasa
kuasa
sebagai
sebagai penasehat
penasehat hukum
hukum berdasarkan
berdasarkan surat
surat penetapan
penetapan penunjukan
penunjukan penasehat
penasehat hukum
hukum
No.
No. Pol
Pol :………………………..
:……………………….. tgl tgl …………………..
…………………..
………………,
………………, ………………. ………………. 2007 2007
Yang
Yang menerima
menerima kuasa,kuasa, Yang
Yang memberi
memberi kuasa/tersangka
kuasa/tersangka
Materai
Materai
6.000
6.000
(( ……………………
…………………… )) (( ……………………………..
…………………………….. ))
Berita Acara Pemeriksaan Saksi – Tersangka
Adapun cara pemeriksaan terhadap tersangka di muka penyidik, antara lain:
1. Jawaban atau keterangan yang diberikan tersangka kepada penyidik, diberikan tanpa tekanan dari siapapun juga dan dengan bentuk
apapun juga.
2. Penyidik pencatat dengan seteliti-telitinya keterangan tersangka.
Keterangan tersangka tersebut selanjutnya :
Di catat dalam berita acara pemeriksaan (BAP) oleh penyidik
Setelah selesai, ditanyakan atau diminta persetujuan dari tersangka tentang kebenaran isi berita acara tersebut. Persetujuan
ini bisa dengan jalan membacakan isi berita acara, atau menyuruh bacakan sendiri berita acara pemeriksaan kepada
tersangka, apakah dia telah menyetujui isinya atau tidak. Bila tidak harus memberitahukan bagian mana yang tidak setuju.
Apabila tersangka telah menyetujui isi keterangan yang tertera dalam berita acara, tersangka dan penyidik masing-masing
membubuhkan tanda tangan mereka dalam berita acara.
Apabila tersangka tidak mau membubuhkan tanda tangannya dalam berita acara pemeriksaan, penyidik membaut catatan
berupa penjelasan atau keterangan tentang hal itu, serta menyebut alasan yang menjelaskan kenapa tersangka tidak mau
menanda tanganinya.
3. Jika tersangka yang hendak diperiksa bertempat tinggal di luar daerah hukum penyidik yang akan melakukan pemeriksaan, penyidik
yang bersangkutan dapat membebankan pemeriksaan kepada penyidik yang berwenang di daerah tempat tinggal terangka. (pasal 119)
4. Tersangka yang tidak dapat hadir menghadap penyidik. Menurut pasal 113, pemeriksaan dilakukan dengan cara :
- Penyidik sendiri yang datang melakukan pemeriksaan ke tempat kediaman tersangka.
- Hal ini dimungkinkan apabila tersangka dengan alasan yang wajar dan patut tidak dapat datang ke tempat pemeriksaan yang
ditentukan penyidik
Berita acara harus dibuat untuk setiap tindakan berikut ini dan
harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang
untuk itu, berupa :
Pemeriksaan tersangka
Penangkapan, penahanan
Penggeledahan, pemasukan rumah
Penyitaan benda
Pemeriksaan surat
Pemeriksaan saksi
Pemeriksaan di tempat kejadian
Pelaksanaan penetapan dan lain tindakan yang secara khusus
ditentukan oleh undang-undang
Dalam pelaksanaan penggeledahan, pemasukan rumah dan
penyitaan barang oleh penyidik maka sebelum dilaksanaakan
harus terlebih dahulu mendapat izin dari pengadilan setempat
kecuali dalam hal tertangkap tangan
Pencabutan Keterangan BAP
Dalam persidangan dipengadilan, suatu keterangan yang
diberikan dalam BAP penyidikan dapat juga dicabut oleh
terdakwa.
Dalam hal ini yurisprudensi MARI No. 1651K/Pid/1989
tanggal 16 September 1992 menyatakan : keterangan terdakwa
dalam BAP kepolisian yang kemudian ditarik kembali dalam
suatu persidangan dengan alasan terdakwa telah dipaksa dan
dipukuli oleh penyidik, dan alasan ini dibenarkan pula oleh saksi
dan bukti baju yang bercak darah, maka penarikan keterangan
yang demikian itu adalah syah karena didasari alasan yang logis
sehingga keterangan terdakwa dalam BAP tidak mempunyai
nilai pembuktian menurut KUHAP
Surat Penangguhan Penahanan.
Menurut pasal 1 angka 21 KUHAP disebutkan penahanan adalah penempatan tersangka
atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya, dalam hal serata menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara
pidana.
Adapun syarat penahanan menurut pasal 21 KUHAP, yaitu :
1. Terhadap tersangka atau terdakwa harus dengan bukti yang cukup ada dugaan keras bahwa
ia telah melakukan tindak pidana.
2. Harus ada kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak,
atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana dan
3. Tersangka atau terdakwa harus melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun
pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :
a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara selama lima tahun atau lebih
b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 (3), 296, 335 (1), 351(1), 353
(1), 372, 378, 379 a, 453, 545, 455, 459, 480, 506 KUHAP, dst.
ACARA PERSIDANGAN
Surat Kuasa
Secara umum pengertian surat kuasa adalah suatu dokumen dimana isinya seorang
menunjuk dan memberi wewenang pihak lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas
namanya. Tanpa surat kuasa penasehat hukum tidak berwenang melakukan perbuatan hukum
apapun yang mengatasnamakan seseorang dalam menyelesaikan suatu perkara.
Ditinjau dari isinya, maka surat kuasa dapat dibedakan menjadi 2 yaitu surat kuasa
khusus dan surat kuasa umum. Surat kuasa khusus adalah kuasa yang menerangkan bahwa
pemberian kuasa hanya berlaku untuk hal-hal tertentu saja. Sedangkan surat kuasa umum adalah
surat kuasa yang menerangkan bahwa pemberian kuasa tersebut hanya untuk hal-hal yang
bersifat umum saja.
Secara umum ciri-ciri surat kuasa adalah surat kuasa tertera tanggal, surat kuasa ditanda
tangani, nama dan identitas pemberi kuasa, nama dan identitas penerima kuasa, hal-hal atau
perbuatan hukum yang dikuasakan, ketentuan pelimpahan kuasa (substitusi) dan tanda tangan
pemberi kuasa dan penerima kuasa.
Dalam praktek hukum tidak ada format baku yang berlaku seragam mengenai isi
dan bentuk surat kuasa, semua tergantung pada masing-masing pihak dalam membuat surat
kuasa antara penasehat hukum dan pemberi kuasa.
SURAT
SURAT KUASA KUASA KHUSUS
KHUSUS
Yang
Yang bertanda
bertanda tangan dibawah ini
tangan dibawah ini ::
Nama
Nama :: ……………………………………….`
……………………………………….`
Alamat
Alamat :
: ……………………………………….
……………………………………….
Dengan
Dengan ini menerangkan memberi
ini menerangkan memberi kuasa
kuasa kepada
kepada ::
…………………………
………………………… dan dan ………………………………
………………………………
Advokat
Advokat dan Penasehat Hukum
dan Penasehat Hukum
Berkantor
Berkantor di
di jalan
jalan …………………………………………..
…………………………………………..
Baik
Baik secara
secara bersama-sama
bersama-sama maupun
maupun masing-masing
masing-masing sendirian.
sendirian.
Khusus
Khusus
Untuk
Untuk mendampingi dan memberi advis-advis hukum
mendampingi dan memberi advis-advis hukum terhadap
terhadap Pemberi
Pemberi Kuasa
Kuasa
selaku
selaku Terdakwa
Terdakwa dalam
dalam tindak
tindak pidana
pidana diduga
diduga melakukan
melakukan
…………………………..
………………………….. sebagaimana dimaksud dalam pasal …………. KUH
sebagaimana dimaksud dalam pasal …………. KUH
Pidana dalam perkara No.___/Pid. B/2007/PN.Mdn.
Pidana dalam perkara No.___/Pid. B/2007/PN.Mdn.
Dan
Dan untuk untuk itu
itu ::
–– Untuk
Untuk hadir
hadir dan
dan menghadap
menghadap di di persidangan
persidangan Pengadilan
Pengadilan Negeri
Negeri Medan
Medan
–– Untuk mendampingi dan memberi advis-advis hukum serta
Untuk mendampingi dan memberi advis-advis hukum serta memajukan memajukan
pembelaan-pembelaan
pembelaan-pembelaan demi demi kepentingan
kepentingan hukum
hukum pemberi
pemberi kuasa
kuasa didi hadapan
hadapan
persidangan Pengadilan Negeri
persidangan Pengadilan Negeri Medan Medan
–– Untuk
Untuk mengajukan
mengajukan bukti-bukti
bukti-bukti dan
dan saksi-saksi
saksi-saksi yang
yang diperlukan
diperlukan dalam
dalam
perkara
perkara pidana
pidana tersebut.
tersebut.
–– Untuk
Untuk mengajukan eksepsi
mengajukan eksepsi dan
dan pledoi
pledoi terhadap
terhadap surat
surat dakwaan
dakwaan dan
dan tuntutan
tuntutan
Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan
Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan
–– Untuk
Untuk melakukan
melakukan perbuatan-perbuatana
perbuatan-perbuatana lain
lain yang
yang dianggap
dianggap perlu
perlu guna
guna
melaksanakan kuasa
melaksanakan kuasa ini ini
Demikian
Demikian surat surat kuasa
kuasa ini
ini diperbuat
diperbuat dengan
dengan sebenarnya
sebenarnya dengan
dengan hak
hak subtitusi
subtitusi kepada
kepada
pihak
pihak lain.lain.
Medan,
Medan, April
April 2007
2007
Yang menerima
Yang menerima kuasa kuasa Yang
Yang memberi
memberi Kuasa
Kuasa
Panggilan sidang
Apabila seorang terdakwa hendak diperiksa
dipersimpangan, penuntut umum harus “menghadirkan”
terdakwa dengan jalan “memanggil” terdakwa. Penuntut umum
diberi wewenang untuk memanggil terdakwa supaya hadir pada
hari, tanggal, yang ditentukan dan tempat persidangan yang
telah ditentukan. Ini berarti tanpa ketidakhadiran terdakwa
dianggap tidak sah. Kalau terdakwa tidak dapat dihadirkan
maka persidangan diundurkan pada hari lain untuk memberi
kesempatan penuntut umum melakukan pemanggilan dan
menghadirkan terdakwa.
Pembacaan Surat Dakwaan.
Surat dakwaan bagi terdakwa berfungsi untuk mengetahui sejauhmana terdakwa dilibatkan
dalam persidangan. Dengan memahami surat dakwaan yang dibuat jaksa penuntut umum maka surat
dakwaan tersebut adalah dasar pembelaan bagi dirinya sendiri. Sedangkan bagi hakim sebagai bahan
(objek) pemeriksaan dipersidangan yang akan memberi corak dan warna terhadap keputusan
pengadilan yang akan dijatuhkan.
Bagi jaksa penuntut umum, surat dakwaan menjadi dasar surat tuntutan (requisitori). Sesudah
pemeriksaan selesai (ditutup) oleh hakim, maka penuntut umum membuat suatu kesimpulan bagian-
bagian mana dan pasal-pasal mana dari dakwaan yang dinyatakan terbukti.
Syarat-syarat surat dakwaan, ada 2 (dua) yaitu :
a. Syarat formal (pasal 143 ayat (2) . KUHAP
Antara lain memuat nama lengkap, tempat lahir, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama, pekerjaan, serta pendidikan terdakwa.
Tidak terpenuhinya syarat formil ini tidak mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum
(absolute nietig) karena tidak tegas diatur dalam undang-undang tetapi dapat dibatalkan.
b. Syarat materiil (pasal 143 ayat (2) b. KUHAP, meliputi :
1. uraian secara cermat tindak pidana yang didakwakan
2. uraian secara jelas tindak pidana yang didakwakan
3. uraian secara lengkap tindak pidana yang didakwakan
4. waktu tindak pidana dilakukan
5. tempat tindak pidana dilakukan
Bilamana syarat-syarat materiil ini tidak dipenuhi maka surat dakwaaan batal demi hukum (pasal 143
ayat 3 KUHAP).
Ada tiga hal yang menjadi objek eksepsi sebagaimana yang dimuat dalam pasal 156 ayat 1 KUHAP yaitu :
1. Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara, meliputi :
– Keberatan tidak berwenang mengadili secara relatif (competentie relatif)
– Keberatan tidak berwenang secara absolute (competentie absolute)
2. Dakwaaan tidak dapat diterima, antara lain :
– apa yang didakwakaan terhadap terdakwa bukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran
– apa yang didakwakaan kepada terdakwa telah pernah diputus dan telah mempunyai kekutan hukum tetap (nebis
in idem)
– apa yang didakwakaan kepada terdakwa telah lewat waktu atau kadaluarsa
– apa yang didakwakaan kepada terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya
– apa yang didakwakaan kepada terdakwa bukan merupakan tinda pidana akan tetapi termasuk perselisihan
perdata
– apa yang didakwakaan kepada terdakwa adalah “tindak pidana aduan” atau “klacht delicten”, sedang orang yang
berhak mengadu tidak pernah menggunakan haknya.
3. Surat dakwaan harus dibatalkanm,
dalam hal ini karena tidak memenuhi syarat formil seperti yang ditentukan pasal
143 ayat 2 huruf a.
Proses pemeriksaan persidangan :
– agama
– Hakim ketua sidang memimpin
persidangan – pekerjaan
7. pemeriksaan terdakwa
i
memuat suatu penjelasan. Pihak yang mengajukan
banding memuat memori banding untuk menanggapi
putusan pengadilan tingkat pertama dan mengajukan
bandin
hal-hal yang dianggap ada fakta-faktanya atau unsur-
unsur yang luput dari pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusannya atau terdakwa merasa
hukuman (starafmat) yang dijatuhkan terlalu berat
gKontra
memor • Kontra memori banding adalah suatu tulisan yang
berupa tanggapan terhadap memori banding atau
dengan kata lain kontra banding adalah bertujuan
g
Akibat dari pembandingan atas suatu putusan pengadilan negeri, akan
mewujudkan pendirian yang dapat berupa :
a. Menguatkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan.
Dalam hal ini berarti semua hasil penilaian dan penghargaan pengadilan negeri
yang bersangkutan adlah conform dengan pendirian pengadilan negeri.
b. Mengubah putusan pengadilan negeri yang bersangkutan.
Dalam hal ini, sebagian saja dari hasil penilaian pengadilan negeri yang
bersangkutan yang conform dengan penilaian pengadilan tinggi, sedangkan
lainnya memerlukan perubahan sesuai dengan pendirian pengadilan tinggi.
c. Muncul putusan baru.
Dalam hal ini pengadilan tinggi membatalkan putusan pengadilan negeri yang
bersangkutan karena tidak didukung hasil penilaian dan penghargaan atas
facti yang ada. Putusan baru ini dapat saja berupa yang tadinya putusan
pemidanaan diubah menjadi putusan bukan pemidanaan.
Kasasi.
Dalam bahasa Belanda “Cassatie” dalam bahasa Inggris “Cassation’ dan dalam bahasa Perancis
“Caesei” yang artinya “pembatalan putusan pengadilan bawahan (yang telah dijatuhkan), oleh
Mahkamah Agung dengan dasar :
a. Transgression; melampaui batas wewenang
b. Misjudge; salah mengetrapkan atau melanggar peraturan hukum yang berlaku
c. Negligent; adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh suatu ketentuan
undang-undang yang mengancam kelalaian itu dan membatalkan putusan itu sendiri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan, dalam permintaan pemeriksaan kasasi antara lain:
Terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap
putusan bebas (pasal 244 KUHAP)
Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak guna menentukan :
a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterpakan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya
b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya (pasal 253 (1) KUHAP)
Berkas perkara yang dikirim ke Mahkamah Agung (melalui panitera) terdiri dari berita acara pemeriksaan dari
penyidik, berita acara di sidang, semua surat yang timbul disidang yang berhubungan dengan perkara itu, beserta
putusan pengadilan tingkat pertama dan atau tingkat terakhir (pasal 253 (2))
Jika dipandang perlu, Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut
umum dengan menjelaskan secara singkat kepada mereka tentang apa yang ingin diketahui atau mahkamah agung
dapat pula mendengar keterangan meeka dengan cara pemanggilan yang sama (pasal 253 (4))
Dalam hal Mahkamah Agung memeriksa pemohonan kasasi mengenai hukumnya, Mahkamah Agung dapat
memutus, menolak atau mengabulkan permohonan kasasi (pasal 254)
Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena peraturan-peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan dengan
semestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara itu (pasal 255 (1)).
Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan
memeriksanya lagi, mengenai bagian yang dibatalkan (pasal 255 (2)).
Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak berwenang mengadili
perkara tersebut, Mahkamah Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut (pasal 255
(3)).
Putusan kasasi oleh Mahkamah Agung terdapat tiga macam yaitu :
1. Menyatakan permohonan kasasi tidak dapat diterima
Dalam hal ini bila syarat formal tidak dipenuhi.
2. Permohonan kasasi ditolak
Dalam hal ini keberatan-keberatan yang diajukan oleh pemohon
kasasi tidak dapat dibenarkan oleh karena judex factie tidak salah
menerapkan hukum atau tidak lalai memenuhi acara sebagaimana
diwajibkan undang-undang.
3. Permohonan kasasi dikabulkan.
Dalam hal ini apabila alasan-alasan yang diajukan pemohon kasasi
dibenarkan oleh Mahkamah Agung.
Peninjauan Kembali / Heerzening.
Dalam pasal 263 ayat 1 KUHAP disebutkan : “terhadap putusan pengadilan yan
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan
peninjauan kembali pada Mahkamah Agung”.
Dalam pasal 264 ayat 3 KUHAP secara tegas menetapkan bahwa
permintaan mengajukan peninjauan kembali adalah “tanpa batas waktu”. Dalam hal
ini tidak ada batas tenggang waktu untuk mengajukan permintaan peninjauan
kembali. Kapan saja boleh diajukan.
Pengajuan Peninjauan Kembali Alasan peninjauan kembali dapat berupa :
yaitu :
1. Apabila terdapat keadaan baru sehingga
Dapat diajukan terhdap putusan menimbulkan persangkaan yang kuat bahwa
pengadilan negeri yang telah apabila keadaan tersebut diketahui waktu
memperoleh kekutan hukum masih sidang berlangsung, putusan yang
tetap dijatuhkan akan berupa putusan bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum atau
Dapat diajukan terhadap
tuntutan penuntut umum tidak dapat
putusan pengadilan tinggi yang
diterima atau terhadap perkara ini diterapkan
telah memperoleh kekutan
ketentuan pidana yang lebih ringan.
hukum tetap
2. Apabila dalam berbagai putusan terdapat
Dapat diajukan terhadap
saling pertentangan.
putusan Mahkamah Agung yang
telah mempunyai kekutan hukum 3. Apabila terdapat kekhilafan yang nyata
tetap dalam putusan
Sikap yang dapat diambil oleh Mahkamah Agung berkaitan dengan pengajuan
PK adalah antara lain :
1. Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon maka mahkamah
agung menolak PK dengan menetapkan putusan yang dimintakan PK tetap berlaku
disertai dasar pertimbangan.
2. Apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon maka Mahkamah
Agung membatalkan putusan PK itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
a. Putusan bebas
b. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum
c. Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum
d.Putusan dengan menetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan
ALAT BUKTI DAN HUKUM PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA
Pembuktian
Di dalam hukum acara pidana pembuktian merupakan titik sentral di
dalam pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena melalui tahapan
pembuktian inilah terjadi suatu proses, cara dan perbuatan membuktikan
untuk menunjukkan benar salahnya terdakwa terhadap suatu perkara
pidana di dalam sidang pengadilan.
Pembuktian merupakan penyajian alat-alat bukti yang sah menurut
hukum oleh hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan
kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan
Pembuktian Menurut Para Ahli
Berikut akan dibahas mengenai pengertian pembuktian menurut para ahli:
• Martiman Prodjohamidjojo mengemukakan bahwa:
“Pembuktian mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa,
sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut.”
• Darwan Prinst berpendapat bahwa:
“Pembuktian adalah pembuktian bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah
yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggung jawabkannya.”
• M. Yahya Harahap menyatakan bahwa:
“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara
yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-
undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.”
Prinsip-Prinsip Pembuktian
• Sistem pembuktian conviction in time ini menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan
oleh penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakimlah yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari
Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh
(conviction in time)
diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Bisa juga hasil
pemeriksaan alat-alat bukti itu diabaikan oleh hakim, dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau
pengakuan terdakwa.
• Dalam sistem pembuktian ini keyakinan hakim tetap memegang peranan penting dalam menentukan bersalah atau
tidaknya seorang terdakwa. Akan tetapi, dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim ”dibatasi”. Jika dalam
sistem pembuktian convictim in time peran keyakinan hakim leluasa tanpa batas, maka pada sistem convictim-raisonnee,
keyakinan hakim harus didukung dengan alasan-alasan yang jelas. Keyakinan hakim harus mempunyai dasar-dasar
Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis dan benar-benar dapat diterima oleh akal. Tidak semata-mata dasar keyakinan tertutup tanpa uraian
alasan logis (conviction raisonnee/convictim-raisonnee)
alasan yang masuk akal.
• Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas menyebutkan alasan-alasan
keyakinanya (vrije bewijstheorie).
• Pada prinsipnya, sistem pembuktian menurut Undang-undang negatif (negatief wettlijke bewijs theorie) menentukan
bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan pidana terhadap terdakwa apabila alat bukti tersebut secara limintatif ditentukan
oleh Undang-undang dan didukung pula oleh adanya keyakinan hakim terhadap eksistensi alat-alat bukti tersebut. Dari
Sistem pembuktian Undang-undang Secara
Negatif (Negatief Wettelijk stelsel) aspek historis ternyata sistem pembuktian menurut Undang-undang secara negatif, hakikatnya merupakan “peramuan”
antara sistem pembuktian menurut Undang-undang secara positif (positief wettelijke bewijs theorie) dan sistem
pembuktian berdasarkan keyakinan hakim (conviction intim/conviction raisonce).
Sistem Pembuktian Yang Dianut KUHAP
Keterangan Saksi
Keterangan Ahli
Surat
Petunjuk
Keterangan Terdakwa
Alat Bukti Elektronik
Istilah Putusan Hakim merupakan suatu istilah yang mempunyai makna penting bagi para pencari
keadilan dalam peradilan pidana. Lebih jauh bahwasanya istilah “putusan hakim” di satu pihak
berguna bagi terdakwa untuk memperoleh kepastian hukum tentang “statusnya” sedangkan di satu
pihak putusan hakim merupakan “mahkota” sekaligus “puncak” pencerminan nilai-nilai keadilan;
kebenaran hakiki; hak asasi manusia; penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni dan
faktual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim
Suatu putusan dapat terjadi karena munculnya fakta hukum di muka persidangan, fakta-fakta
hukum tersebut muncul dari Penuntut Umum dalam surat dakwaan yang dibuatnya dan juga
Sangkalan dari pihak Terdakwa/Penasihat Hukum dimana semuanya akan dilakukan pembuktian
di muka persidangan. Fakta-fakta tersebut nantinya akan dipertimbangkan oleh majelis hakim
secara matang yang kemudian akan diucapkan dalam persidangan terbuka dan kemudian biasa
kita sebut sebagai sebuah putusan hakim, maka jika kita lihat proses majelis hakim dalam
menjatuhkan sebuah putusan hakim akan digambarkan melaui bagan sebagai berikut:
Bagan 1 : Proses Penjatuhan Putusan Hakim Oleh Majelis Hakim Dalam Peradilan Pidana
Tujuan Putusan Hakim
Secara Praktik tujuan adanya putusan pada peradilan pidana merupakan untuk
menyelesaikan perkara pidana yang telah berlangsung dari penyidikan,
penuntutan hingga muka persidangan, putusan pengadilan juga bertujuan agar
terdakwa mempunyai kedudukan atas “statusnya” dalam perkara pidana yang
sedang dihadapinya, selain itu putusan hakim merupakan suatu bentuk
pertanggung jawaban kepada para pencari keadilan, ilmu pengetahuan dan Tuhan
Yang Maha Esa, oleh karena itu suatu putusan haruslah mempunyai tiga aspek
tujuan antara lain:
1. Keadilan;
2. Kemanfaatan dan;
3. Kepastian.
Ketiganya harus mendapatkan porsi yang seimbang agar tercipta suatu putusan
untuk mencapai tujuan sebagaimana tersirat dalam sila kelima Pacasila “
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
JENIS-JENIS PUTUSAN HAKIM
Putusan Pemidanaan
(Veroordeling)
sebagai contoh: terdakwa dalam surat dakwaan penuntut umum didakwa melakukan tindak
pidana penganiyaan, namun dalam pemeriksaan persidangan majelis hakim menjatuhkan
putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht velvolging) karena terdakwa
melakukan pembelaan terpaksa (noodweer) dimana terdakwa yang hendak dibacok dengan
menggunakan pisau menangkis serangan dan kemudian justru mengenai tangan orang yang
hendak menyerangnya. Secara hukum terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan
tindak pidana penganiyaan namun hal tersebut tidak termasuk lingkup tindak pidana karena
adanya alasan pembenar sehingga hakim menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan
hukum (onslag van recht vervolging
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum dapat terjadi dalam hal:
a. Dari hasil pemeriksaan persidangan;
b. Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum, tetapi perbuatan tersebut bukanlah
merupakan tindak pidana;
c. Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi amar
putusan hakim melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum karena
adanya alasan pembenar seperti:
1) Pasal 48 KUHP keadaan memaksa (overmacht);
2) Pasal 49 KUHP pembelaan terpaksa (noodweer);
3) Pasal 50 KUHP melaksanakan perintah jabatan;
4) Pasal 51 KUHP melaksanakan perintah undang-undang.
Perbedaan antara putusan bebas (vrijsprak) dengan putusan
lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht
velvolging) sebagai berikut: