Anda di halaman 1dari 76

Hukum Acara Pidana

Pokok-pokok Materi
1. Pengertian hukum acara pidana, Sejarah hukum acara pidana, fungsi
dan tujuan hukum acara pidana.
2. Prinsip-prinsip dasar Hukum Acara Pidana
3. Para Pihaj Dalah Hukum Aacara Pidana
4. Proses Hukum Acara Pidana
5. Penyelidik, penyidik dan kewenangnannya
6. Penuntut Umum dan Kewenangnannya
7. Prosedur Pemeriksaan
8. Acara Persidangan
9. Upaya Hukum
10.Alat bukti dan Pembuktian
11. Putusan
Pengertian Hukum Acara Pidana

Dalam bahasa Belanda, Hukum Acara Pidana atau


hukum pidana formal disebut dengan “Strafvordering”,
dalam bahasa Inggris disebut “Criminal Procedure
Law”, dalam bahasa Perancis “Code d’instruction
Criminelle”, dan di Amerika Serikat disebut “Criminal
Procedure Rules”.
Pandangan Ahli
Simon berpendapat bahwa Hukum Acara Pidana disebut juga
hukum pidana formal, yang mengatur bagaimana negara
melalui perantara alat-alat kekuasaannya melaksanakan
haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman, dan
dengan demikian termasuk acara pidananya (Het formele
strafrecht regelt hoe de Staat door middel van zijne organen
zijn recht tot straffen en strafoolegging doet gelden, en omvat
dus het strafproces ).

Van Bemmelen ilmu hukum acara pidana berarti mempelajari peraturan-peraturan yang
diciptakan oleh negara karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana.
Sedangkan menurut Van Hattum, hukum pidana formal adalah peraturan yang mengatur
bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus diberlakukan secara
nyata (Het formele strafrecht bevat de voorshriften volges welke het abstracte strafrech
in concretis tot gelding moet worden gebracht )
Satochid Kertanegara menyatakan bahwa Hukum Acara Pidana sebagai hukum pidana
dalam arti “concreto” yaitu mengandung peraturan mengenai bagaimana hukum pidana in
abstracto dibawa ke dalam suatu in concreto. Hukum Acara Pidana menurut pendapat
Andi Hamzah. memiliki ruang lingkup yang lebih sempit yaitu dimulai dari mencari
kebenaran, penyelidikan, penyidikan, dan berakhir pada pelaksanaan pidana (eksekusi)
oleh jaksa

Menurut R. Abdoel Djamali:


“Hukum Acara Pidana yang disebut juga hukum pidana formal mengatur cara pemerintah
menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material”.
Menurut Bambang Poernomo:
“Hukum Acara Pidana ialah pengetahuan tentang hukum acara dengan segala bentuk dan
manifestasinya yang meliputi berbagai aspek proses penyelenggaraan perkara pidana dalam
hal terjadi dugaan perbuatan pidana yang diakibatkan oleh pelanggaran hukum pidana”.
Hukum acara pidana di Indonesia
merupakan produk hukum dari belanda
Dengan diberlakuaknnya Kitab Undang-
dyang dituangkan dalam bentuk Het
Undang Hukum Acara Pidana (Undang-
pada tanggal 1 mei 1848 berdasarkan Herziene Inlansch Reglement (H.I.R)
Undang No.8 tahun 1981) di Indonesia
pengumuman Gubernur Jendral tanggal 3 yang masih terpengaruh oleh sistem
maka segala peraturan perundang-
desember 1847 Sld Nomor 57 ialah hukum Negara-negara eropa yang
undangan sepanjang mengatur tentang
Inlands Reglement atau disingkat IR kemudian digantikan dengan Unadang-
pelaksanaan daripada hukum acara
Undang No.8 Tahun 1981 tentang hukum
pidana dicabut
acara pidana, yang berlaku sampai
dengan sekarang

pada tanggal 5 april 1848, Sbld nomor


16, dan dikuatkan dengan firman Raja
Undang-Undang Nomor 1 drt. Thn 1951
tanggal 29 september 1849 \nomor 93,
telah menetapkan, bahwa hanya ada satu
diumumkan dalam Sbld 1849 nomor 63.
hukum acara pidana yang berlaku di
Dengan Sbld 1941 nomor 44 di umumkan
seluruh Indonesia yaitu R.I.B
kembali dengan Herziene Inlands
Reglement atau HIR

Pada zaman pendudukan jepang, pada


umumnya tidak terjadi perubahan aasi
Dalam praktek IR masih masih berlaku
kecuali hapusnya Raad van justitie
disamping HIR dijawa dan madura. HIR
sebagai pengadilan untuk golongan
berlaku dikota-kota besar seperti jakarta
Eropa. Dengan undang-undang) nomor 1
(batavia), Bandung, Semarang, Surabaya,
tahun 1942 yang mulai berl(Osamu Serei)
Malang, dan lain-lain, sedangkan di kota-
berlaku pada tanggal 7 maret 194,
kota lain berlaku IR
dikelurkan aturan peralihan dijawa dan
madura
Fungsi dan Tujuan Hukum Acara Pidana

Terdapat tiga fungsi pokok hukum acara pidana, yaitu:


1) Mencari dan Menemukan Kebenaran.
2) Pegambilan putusan oleh hakim.
3) Pelaksanaan daripada putusan yang telah diambil.

Secara singkat hukum acara pidana memiliki lima tujuan sebagai berikut.
1. Perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau terdakwa).
2. Perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan.
3. Kodifikasi dan unifikasi Hukum Acara Pidana.
4. Mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat penegak hukum.
5. Mewujudkan Hukum Acara Pidana yang sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945.
Prinsip-prinsip Hukum Acara Pidana
Peradilan Cepat, Sederhana, dan
Biaya Ringan

Praduga Tidak Bersalah

Asas Oportunitas

Pemeriksaan Pengadilan Terbuka


untuk Umum

Semua Orang Diperlakukan Sama di


Depan Hakim

Peradilan Dilakukan oleh Hakim


Karena Jabatannya dan Tetap

Tersangka/Terdakwa Berhak
Mendapat Bantuan Hukum

Asas Akusator dan Inkisitor


(Accusatoir dan Inquisitoir)
Pihak dalam Hukum Acara Pidana
• Menurut Pasal 1 butir 14 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (disingkat
KUHAP), bahwa pengertian tersangka adalah “seorang yang karena perbuatannya
atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak

Tersangka pidana.”
• Menurut J.C.T. Simorangkir1 bahwa yang dimaksud dengan tersangka adalah
”seseorang yang telah disangka melakukan suatu tindak pidana dan ini masih dalam
taraf pemeriksaan pendahuluan untuk dipertimbangkan apakah tersangka ini
mempunyai cukup dasar untuk diperiksa di persidangan.

• Menurut Pasal 1 butir 15 KUHAP, bahwa pengertian terdakwa adalah “seorang


tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan”.
Terdakwa • Sedangkan menurut J.C.T. Simorangkir3, bahwa yang dimaksud dengan terdakwa
adalah ”seseorang yang diduga telah melakukan suatu tindak pidana dan ada cukup
alasan untuk dilakukan pemeriksaan di muka persidangan

• J.C.T. Simorangkir membedakan atara pengertian terhukum dengan ter-pidana,


yaitu, bahwa yang dimaksud dengan terhukum4 adalah ”seorang terdakwa terhadap
Terpidana atau siapa oleh pengadilan telah dibuktikan kesalahannya melaku-kan tindak pidana
yang dituduhkan kepadanya dan karena ia dijatuhi hukuman yang ditetap-kan
Terhukum untuk tindak pidana tersebut”, sedangkan terpidana5 adalah ”seorang yang
dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap”.
Klasifikasi Tersangka

Emotional • Yang dimaksud dengan emotional offender adalah mereka yang


melakukan kejahatan terhadap jiwa orang, misalnya pembunuhan.,

offenders;
penganiayaan, yang dilakukan dengan dorongan nafsu, marah,
balas dendam dan sebagainya

Non • Yang dimaksud dengan non emotional offender adalah mereka


yang melakukan kejahatan untuk tujuan penghasilan kekuangan
emotional (financial gain), misalnya pencurian, perampiokan atau mereka
yang melakukan pembunuhan atayu penganiayaan dengan tujuan

offenders untuk memperoleh keuntungan.


Proses Hukum Acara Pidana

Tertangkap Tangan

Pasal 1 butir 19 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (disingkat KUHAP),


bahwa yang dimaksud tertangkap tangan yaitu “Tertangkapnya seorang pada waktu
sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak
pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai
orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda
yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu”.
Dalam proses pemeriksaan terhadap seseorang yang tertangkap tangan sebagaimana diatur
dalam KUHAP, sebagai berikut:
1. Menurut Pasal 102 ayat (2) dan (3) KUHAP, bahwa:
o Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera
melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan sebagaimana tersebut pada
Pasal 5 ayat (1) huruf b.
o Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut pada ayat (2) penyelidik wajib membuat berita
acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum.
2. Menurut Pasal 111 KUHAP, bahwa:
(1) Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai
wewenang dalam tugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum wajib, menangkap
tersangka guna diserahkan berserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.
(2) Setelah menerima penyerahan tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penyelidik
atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.
Adapun pengertian laporan menurut Pasal 1 butir 24 KUHAP, adalah ”Pemberitahuan yang
disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang
berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana”.
Jadi laporan adalah sesuatu peristiwa yang telah dilaporkan kepada pejabat yang berwenang tentang
suatu tindak pidana, untuk dapat segera ditindak lanjuti oleh pejabat yang bersangkutan (proses
penyelidikan/penyidikan).

Laporan
Untuk menindak lanjuti setiap laporan tentang suatu tindak pidana, maka prosesnya dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Penyelidik menerima laporan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan
tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan (Pasal 102 ayat (1)
KUHAP).
2. Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut pada ayat (1) penyelidik wajib membuat berita acara
dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum. (Pasal 102 ayat (3) KUHAP).
3. Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut segera datang ke tempat kejadian
dapat melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan di situ belum
selesai. (Pasal 111 ayat (3) KUHAP)
PENGADUAN

Pengertian pengaduan menurut Pasal 1 butir 25 KUHAP, bahwa yang


dimaksud dengan pengaduan adalah “Pemberitahuan disertai permintaan oleh
pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak
menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang
merugikannya”.
Selain pengertian pengaduan, maka yang dengan delik aduan adalah suatu
delik/tindak pidana atau peristiwa pidana yang hanya dapat diterima/diproses
(dituntut) apabila telah masuk pengaduan (permintaan) dari orang yang
berhak mengadu.
Tindak Pidana Aduan Absolut (Absolute Klachdelict)
Yang dimaksud dengan tindak pidana aduan absolut adalah tindak pidana yang
tidak dapat dituntut, apabila tidak ada pengaduan dari pihak korban atau yang
dirugikan atau dipermalukan dengan terjadinya tindak pidana tersebut, sebab di dalam
tindak pidana aduan absolut yang dituntut bukan hukumnya tetapi adalah peristiwanya,
sehingga permintaan dalam penuntutan dalam pengaduan harus berbunyi “saya minta
agar peristiwa ini dituntut.
Adapun pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (disingkat
KUHPidana) yang termasuk tindak pidana aduan absolut, antara lain adalah Pasal 284
KUHPidana (Perjinahan), Pasal 287 KUHPidana (Perjinahan wanita di bawah umur),
Pasal 293 KUHPidana (Cabul anak yang di bawah umur), Pasal 310 KUHPidana
(Penghinaan dengan pencemaran nama baik/ kehormatan seseorang), Pasal 311
KUHPidana (Fitnah sengaja mencemarkan nama baik/kehormat-an seseorang), Pasal
315 KUHPidana (Penghinaan ringan: penghinaan yang tidak bersifat pencemaran),
Pasal 317 KUHPidana (Pengajuan laporan/pengaduan/ pemberitahuan palsu kepada
penguasa), Pasal 318 KUHPidana (Persangkaan palsu), Pasal 322/323 KUHPidana
(Membuka rahasia yang wajib disimpannya karena pekerjaan/jabatanya), Pasal 332
KUHPidana (Melarikan seorang perempuan) dan Pasal 369 KUHPidana
Tindak Pidana Aduan Relatif (Relatieve Klachdelict)
Tindak pidana aduan relatif pada prinsipnya bukanlah merupakan
delik aduan, akan tetapi termasuk laporan (delik biasa). Akan tetapi akan
menjadi delik aduan apabila dilakukan dalam lingkungan keluarga
sendiri. Jadi penuntutan dilakukan bukan peristiwanya atau kejahatannya
tetapi hanya kepada orang-orang yang telah melakukan tindak pidana itu.
Oleh karena itu, apabila tindak pidana aduan relatif dilakukan
penuntutan, maka perkaranya dapat dibelah (spleit).
Pasal-pasal dalam KUHPidana yang termasuk tindak pidana aduan
relatif, antara lain adalah Pasal 367 KUHPidana (pencurian dalam
lingkungan keluarga), Pasal 370 KUHPidana (pemerasan dalam
lingkungan keluarga), Pasal 376 KUHPidana (penggelapan dalam
lingkungan keluarga), dan Pasal 394 (penipuan dalam lingkungan
keluarga).
Penyelidik dan Penyelidikan

1. Penyelidik
Menurut Pasal 1 angka 4 KUHAP jo Pasal 1 angka 8 Undang-undang RI No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara R.I., bahwa yang dimaksud dengan penyelidik adalah ”Pejabat polisi
negara Republik Indonesia1 yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penyelidikan”, sedangkan menurut Pasal 4 KUHAP, bahwa ”penyelidik adalah setiap pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia”.

2. Penyelidikan
Menurut Pasal 1 angka 5 KUHAP jo Pasal 1 angka 9 Undang-undang RI No. 2 Tahun
2002, bahwa yang dimaksud dengan penyelidikan adalah ”Serangkaian tindakan penyelidik
untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini”.
Penyidik dan Penyidikan

1. Penyidik
Menurut Pasal 1 angka 1 KUHAP jo Pasal 1 angka 10 Undang-undang RI No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara R.I, bahwa yang dimaksud dengan penyidik adalah ”Pejabat polisi
negara Republik2 Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”, demikian pula menurut Pasal 6
KUHAP, bahwa penyidik adalah :
a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Jadi penyidik selain polisi negara Republik Indonesia, juga pegawai negeri sipil yang
telah diberi wewenang khusus oleh undang-undang sebagai penyidik.
2. Penyidikan
Menurut Pasal 1 angka 1 KUHAP jo Pasal 1 angka 10 Undang-undang RI No. 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara R.I, bahwa yang dimaksud dengan penyidikan adalah
”Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.
Wewenang Penyelidik

Dalam rangka penyelidikan, penyelidik mempunyai wewenang sebagai-mana ditentukan


dalam Pasal 5 KUHAP, yaitu:
a. karena kewajibannya mempunyai wewenang :
1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2. mencari keterangan dan barang bukti;
3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri;
4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab5.
b. atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa6:
1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik
Wewenang Penyidik
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) KUHAP, bahwa penyidik karena kewajiban mempunyai
wewenang, yaitu:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan
perkara;
i. mengadakan penghentian penyidikan;
j. mengadakan tindakan hlain menurut hukum yang bertanggung-jawab.
Penuntut Umum
Pengertian antara jaksa dan penuntut umum dibedakan, yaitu sebagaimana menurut Pasal 1 angka 6
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (disingkat KUHAP), sebagai berikut:
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk bertindak sebagai penuntut
umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (Pasal 1
angka 1 Undang-undang RI No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan)
b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. (Pasal 13 KUHAP jo Pasal 1 angka 2 Undang-undang
RI No. 16 Tahun 2004 tentang Kjaksaan)

Kedudukan kejaksaan atau penuntut umum menurut Pasal 4 Undang-undang RI No.16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan, yaitu:
(1) Kejaksaan Agung berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan daerah hukumnya meliputi
wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
(2) Kejaksaan Tinggi berkedudukan di ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi.
(3) Kejaksaan negeri berkedudukan di ibukota kabupaten/ kota yang daerah hukumnya meliputi daerah
kabupaten/kota.
Wewenang Jaksa sebagai Penuntut Umum
Adapun wewenang penuntut umum sebagaimana diatur menurut Pasal 14 KUHAP, adalah sebagai berikut:
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
a. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal
110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
b. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahan-an lanjutan dan atau mengubah
status tahanan setelah perkaranya dilimpah-kan oleh penyidik;
c. membuat surat dakwaan;
d. melimpahkan perkara ke pengadilan;
e. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang
disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah
ditentukan;
f. melakukan penuntutan;
g. menutup perkara demi kepentingan hukum;
h. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut
ketentuan undang-undang ini;
i. melaksanakan penetapan hakim.
Wewenang Jaksa Agung
Untuk melengkapi pembahasan tentang wewenang kejaksaan atau penuntut umum di atas, maka
perlu dikemukakan pula tentang wewenang Jaksa Agung berkaitan dengan penuntutan, sebagai
berikut:
Adapun wewenang Jaksa Agung secara khusus terkait dengan penuntutan menurut ketentuan Pasal
35 Undang-undang RI No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksa-an, sebagai berikut:
a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegak hukum dan keadilan dalam ruang lingkup
tugas dan wewenang kejaksaan;
b. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang;
c. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
d. Mengajukan kasasi dem kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana,
perdata, dan tata usaha negara;
e. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan
kasasi perkara pidana;
f. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan
HUKUM ACARA PIDANA DALAM PRAKTEK

1. Surat Panggilan
          Untuk melakukan pemeriksaan dalam tindak pidana, penyidik dan penyidik
pembantu mempunyai wewenang melakukan pemanggilan terhadap :
a.  tersangka, yang karena perbuatannya atau keadaanya berdasarkan bukti
permulaaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana;
b.  saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa;
c.   pemanggilan seorang ahli yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang sesuatu perkara pidana yang sedang
diperiksa.
          Adapun bentuk dan cara pemangggilan, yaitu :
a.   Bentuk panggilan berbentuk “surat panggilan”, yang memuat antara lain :
1.  alasan pemanggilan, dalam hal ini haruslah tegas dijelaskan status orang yang dipanggil
apakah sebagai tersangka atau saksi, agar memberikan kepastian hukum dan kejelasan bagi
orang yang dipanggil;
2.  surat panggilan ditanda tangani pejabat penyidik (pasal 112 ayat 1)
b.   Pemanggilan memperhatikan tenggang waktu yang wajar dan layak, dengan
    jalan:
1.    memperhatikan tenggang waktu antara tanggal hari diterimanya surat panggilan dengan
hari tanggal orang yang dipanggil tersebut menghadap (pasal 112 ayat 1)
2.    atau surat panggilan harus disampaikan selambat-lambatnya tiga (3) hari sebelum
tanggal hadir yan ditentukan dalam surat panggilan; (penjelasan pasal 152 ayat 2 dan pasal
227 ayat 1 KUHAP).
2.  Tata Cara Pemanggilan :
a.    Panggilan dilakukan langsung di tempat tinggal orang yang dipanggil. Tidak boleh melalui
kantor pos atau dengan sarana lain, jika alamat tempat tinggal yang bersangkutan jelas diketahui.
b.   Atau kalau tempat tinggal tidak diketahui dengan pasti atau bila petugas tidak menjumpai di
alamat tempat tinggalnya, pemanggilan disampaikan di tempat kediaman mereka yang terakhir
(pasal 227 ayat 1).
c.    Pemanggilan dilakukan dengan jalan bertemu sendiri dengan orang yang dipanggil (in person).
Panggilan tidak dapat dilakukan dengan perantara orang lain (pasal 227 ayat 1).
d.   Petugas yang menjalankan panggilan diwajibkan membuat catatan yang menerangkan panggilan
telah disapaikan dan telah diterima langsung oleh yang bersangkutan (pasal 227 ayat 1).
e.    Kedua belah pihak membubuhkan tanggal dan tanda tangan mereka, bila yang dipanggil tidak
bersedia tanda tangan maka petugas mencatat alasan yang dipanggil tersebut (pasal 227 ayat 2).
f.    Jika orang yang hendak dipanggil tidak dijumpai pada tempat tinggalnya maka petugas
diperkenankan menyampaikan panggilan melalui kepala desa atau jika diluar negeri negeri
melalui pejabat perwakilan RI tempat yang dipanggil biasa berdiam.
g.    Memenuhi panggilan adalah kewajiban hukum.
Bantuan Hukum.
          Sebelum memulai pemeriksaan, penyidik “wajib” memberitahukan kepada tersangka
tentang “haknya” untuk mendapatkan bantuan hukum atau tersangka wajib didampingi oleh
penasehat hukumnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 KUHAP.
          Dalam hal ini terdapat 2 (dua) sisi tampilnya penasehat hukum mendampingi seorang
tersangka, yaitu :
a.          Bantuan hukum dari penasehat hukum benar-benar murni berdasarkan “hak” yang
diberikan  hukum kepadanya dengan syarat tersangka dianggap mampu mencari sendiri
penasehat hukum, disamping itu juga tindak pidana tidak diancam dengan hukman mati atau
hukuman 5 tahun keatas.
b.         Pemberian bantuan hukum, bukan semata-mata hak dari tersangka, akan tetapi sebagai
“kewajiban” dari penyidik, dalam hal :
  Tindak pidana yang diancamkan merupakan ancaman hukuman mati atau 15 tahun keatas.
  Bagi mereka yang tidak mampu untuk mempunyai atau mendatangkan penasehat hukum,
sedangkan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih.
Contoh Surat Kuasa Khusus
SURAT
SURAT KUASA KUASA KHUSUS
KHUSUS
Yang
Yang bertanda
bertanda tangan
tangan didi bawah
bawah ini
ini ::
Nama
Nama ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Tempat
Tempat dan
dan Tgl
Tgl Lahir
Lahir ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Pekerjaan
Pekerjaan ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Alamat
Alamat ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Dengan
Dengan iniini memberikan
memberikan kuasa
kuasa kepada
kepada ::
Nama
Nama ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Pekerjaan
Pekerjaan ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Alamat
Alamat ::
……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….
Khusus
Khusus
Untuk
Untuk memberikan
memberikan bantuan
bantuan hukum
hukum di di dalam
dalam proses
proses penyidikan
penyidikan kepada
kepada pemberi
pemberi
kuasa
kuasa (tersangka)
(tersangka) yang
yang dipersangkakan
dipersangkakan telahtelah melakukan
melakukan tinda
tinda pidana
pidana
Sebagai
Sebagai dimaksud
dimaksud dalamdalam pasal
pasal ………………………………
……………………………… berdasarkan berdasarkan ::
1.
1. Laporan
Laporan Polisi
Polisi No.
No. Pol
Pol :: ………………………..
……………………….. tgl tgl ……………………………
……………………………
2.
2. ……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
3.
3. ……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
Kuasa
Kuasa ini
ini tidak
tidak diberikan
diberikan hak
hak kepada
kepada penerima
penerima kuasa
kuasa untuk
untuk mengalihkannya
mengalihkannya kepada
kepada
orang
orang lain
lain (tanpa
(tanpa hak
hak substitusi),
substitusi), kecuali
kecuali atas
atas persetujuan
persetujuan pemberi
pemberi kuasa
kuasa dan/atau
dan/atau
persetujuan
persetujuan penyidik/penyidik
penyidik/penyidik pembantu
pembantu yang yang telah
telah menunjuk
menunjuk penerima
penerima kuasa
kuasa
sebagai
sebagai penasehat
penasehat hukum
hukum berdasarkan
berdasarkan surat
surat penetapan
penetapan penunjukan
penunjukan penasehat
penasehat hukum
hukum
No.
No. Pol
Pol :………………………..
:……………………….. tgl tgl …………………..
…………………..
………………,
………………, ………………. ………………. 2007 2007
Yang
Yang menerima
menerima kuasa,kuasa, Yang
Yang memberi
memberi kuasa/tersangka
kuasa/tersangka
Materai
Materai
6.000
6.000
(( ……………………
…………………… )) (( ……………………………..
…………………………….. ))
Berita Acara Pemeriksaan Saksi – Tersangka
  Adapun cara pemeriksaan terhadap tersangka di muka penyidik, antara lain:
1.  Jawaban atau keterangan yang diberikan tersangka kepada penyidik, diberikan tanpa tekanan dari siapapun juga dan dengan bentuk
apapun juga.
2.  Penyidik pencatat dengan seteliti-telitinya keterangan tersangka.
            Keterangan tersangka tersebut selanjutnya :
  Di catat dalam berita acara pemeriksaan (BAP) oleh penyidik
   Setelah selesai, ditanyakan atau diminta persetujuan dari tersangka tentang kebenaran isi berita acara tersebut. Persetujuan
ini bisa dengan jalan membacakan isi berita acara, atau menyuruh bacakan sendiri berita acara pemeriksaan kepada
tersangka, apakah dia telah menyetujui isinya atau tidak. Bila tidak harus memberitahukan bagian mana yang tidak setuju.
    Apabila tersangka telah menyetujui isi keterangan yang tertera dalam berita acara, tersangka dan penyidik masing-masing
membubuhkan tanda tangan mereka dalam berita acara.
    Apabila tersangka tidak mau membubuhkan tanda tangannya dalam berita acara pemeriksaan, penyidik membaut catatan
berupa penjelasan atau keterangan tentang hal itu, serta menyebut alasan yang menjelaskan kenapa tersangka tidak mau
menanda tanganinya.
3.   Jika tersangka yang hendak diperiksa bertempat tinggal di luar daerah hukum penyidik yang akan melakukan pemeriksaan, penyidik
yang bersangkutan dapat membebankan pemeriksaan kepada penyidik yang berwenang di daerah tempat tinggal terangka. (pasal 119)
4.   Tersangka yang tidak dapat hadir menghadap penyidik. Menurut pasal 113, pemeriksaan dilakukan dengan cara :
- Penyidik sendiri yang datang melakukan pemeriksaan ke tempat kediaman tersangka.
- Hal ini dimungkinkan apabila tersangka dengan alasan yang wajar dan patut tidak dapat datang ke tempat pemeriksaan yang
ditentukan penyidik
Berita acara harus dibuat untuk setiap tindakan berikut ini dan
harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang
untuk itu, berupa :
 Pemeriksaan tersangka
 Penangkapan, penahanan
 Penggeledahan, pemasukan rumah
 Penyitaan benda
 Pemeriksaan surat
 Pemeriksaan saksi
 Pemeriksaan di tempat kejadian
 Pelaksanaan penetapan dan lain tindakan yang secara khusus
ditentukan oleh undang-undang
Dalam pelaksanaan penggeledahan, pemasukan rumah dan
penyitaan barang oleh penyidik maka sebelum dilaksanaakan
harus terlebih dahulu mendapat izin dari pengadilan setempat
kecuali dalam hal tertangkap tangan
Pencabutan Keterangan BAP
Dalam persidangan dipengadilan, suatu keterangan yang
diberikan dalam BAP penyidikan dapat juga dicabut oleh
terdakwa.
Dalam hal ini yurisprudensi MARI No. 1651K/Pid/1989
tanggal 16 September 1992 menyatakan : keterangan terdakwa
dalam BAP kepolisian yang kemudian ditarik kembali dalam
suatu persidangan dengan alasan terdakwa telah dipaksa dan
dipukuli oleh penyidik, dan alasan ini dibenarkan pula oleh saksi
dan bukti baju yang bercak darah, maka penarikan keterangan
yang demikian itu adalah syah karena didasari alasan yang logis
sehingga keterangan terdakwa dalam BAP tidak mempunyai
nilai pembuktian menurut KUHAP
Surat Penangguhan Penahanan.
           Menurut pasal 1 angka 21 KUHAP disebutkan penahanan adalah penempatan tersangka
atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya, dalam hal serata menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara
pidana.
Adapun syarat penahanan menurut pasal 21 KUHAP, yaitu :
1.   Terhadap tersangka atau terdakwa harus dengan bukti yang cukup ada dugaan keras bahwa
ia telah melakukan tindak pidana.
2.   Harus ada kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak,
atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana dan
3.   Tersangka atau terdakwa harus melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun
pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :
a.  Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara selama lima tahun atau lebih
b.  Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 (3), 296, 335 (1), 351(1), 353
(1), 372, 378, 379 a, 453, 545, 455, 459, 480, 506 KUHAP, dst.
ACARA PERSIDANGAN

Surat Kuasa
            Secara umum pengertian surat kuasa adalah suatu dokumen dimana isinya seorang
menunjuk dan memberi wewenang pihak lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas
namanya. Tanpa surat kuasa penasehat hukum tidak berwenang melakukan perbuatan hukum
apapun yang mengatasnamakan seseorang dalam menyelesaikan suatu perkara.
            Ditinjau dari isinya, maka surat kuasa dapat dibedakan menjadi 2 yaitu surat kuasa
khusus dan surat kuasa umum. Surat kuasa khusus adalah kuasa yang menerangkan bahwa
pemberian kuasa hanya berlaku untuk hal-hal tertentu saja. Sedangkan surat kuasa umum adalah
surat kuasa yang menerangkan bahwa pemberian kuasa tersebut hanya untuk hal-hal yang
bersifat umum saja.
Secara umum ciri-ciri surat kuasa adalah surat kuasa tertera tanggal, surat kuasa ditanda
tangani, nama dan identitas pemberi kuasa, nama dan identitas penerima kuasa, hal-hal atau
perbuatan hukum yang dikuasakan, ketentuan pelimpahan kuasa (substitusi) dan tanda tangan
pemberi kuasa dan penerima kuasa.
            Dalam praktek hukum tidak ada format baku yang berlaku seragam mengenai isi
dan bentuk surat kuasa, semua tergantung pada masing-masing pihak dalam membuat surat
kuasa antara penasehat hukum dan pemberi kuasa.
SURAT
SURAT KUASA KUASA KHUSUS
KHUSUS
Yang
Yang bertanda
bertanda tangan dibawah ini
tangan dibawah ini ::
Nama
Nama :: ……………………………………….`
……………………………………….`
Alamat
Alamat :
: ……………………………………….
……………………………………….
Dengan
Dengan ini menerangkan memberi
ini menerangkan memberi kuasa
kuasa kepada
kepada ::
…………………………
………………………… dan dan ………………………………
………………………………
Advokat
Advokat dan Penasehat Hukum
dan Penasehat Hukum
Berkantor
Berkantor di
di jalan
jalan …………………………………………..
…………………………………………..
Baik
Baik secara
secara bersama-sama
bersama-sama maupun
maupun masing-masing
masing-masing sendirian.
sendirian.
Khusus
Khusus
Untuk
Untuk mendampingi dan memberi advis-advis hukum
mendampingi dan memberi advis-advis hukum terhadap
terhadap Pemberi
Pemberi Kuasa
Kuasa
selaku
selaku Terdakwa
Terdakwa dalam
dalam tindak
tindak pidana
pidana diduga
diduga melakukan
melakukan
…………………………..
………………………….. sebagaimana dimaksud dalam pasal …………. KUH
sebagaimana dimaksud dalam pasal …………. KUH
Pidana dalam perkara No.___/Pid. B/2007/PN.Mdn.
Pidana dalam perkara No.___/Pid. B/2007/PN.Mdn.

Dan
Dan untuk untuk itu
itu ::
–– Untuk
Untuk hadir
hadir dan
dan menghadap
menghadap di di persidangan
persidangan Pengadilan
Pengadilan Negeri
Negeri Medan
Medan
–– Untuk mendampingi dan memberi advis-advis hukum serta
Untuk mendampingi dan memberi advis-advis hukum serta memajukan memajukan
pembelaan-pembelaan
pembelaan-pembelaan demi demi kepentingan
kepentingan hukum
hukum pemberi
pemberi kuasa
kuasa didi hadapan
hadapan
persidangan Pengadilan Negeri
persidangan Pengadilan Negeri Medan Medan
–– Untuk
Untuk mengajukan
mengajukan bukti-bukti
bukti-bukti dan
dan saksi-saksi
saksi-saksi yang
yang diperlukan
diperlukan dalam
dalam
perkara
perkara pidana
pidana tersebut.
tersebut.
–– Untuk
Untuk mengajukan eksepsi
mengajukan eksepsi dan
dan pledoi
pledoi terhadap
terhadap surat
surat dakwaan
dakwaan dan
dan tuntutan
tuntutan
Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan
Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan
–– Untuk
Untuk melakukan
melakukan perbuatan-perbuatana
perbuatan-perbuatana lain
lain yang
yang dianggap
dianggap perlu
perlu guna
guna
melaksanakan kuasa
melaksanakan kuasa ini ini
Demikian
Demikian surat surat kuasa
kuasa ini
ini diperbuat
diperbuat dengan
dengan sebenarnya
sebenarnya dengan
dengan hak
hak subtitusi
subtitusi kepada
kepada
pihak
pihak lain.lain.
Medan,
Medan, April
April 2007
2007
Yang menerima
Yang menerima kuasa kuasa Yang
Yang memberi
memberi Kuasa
Kuasa
Panggilan sidang
            Apabila seorang terdakwa hendak diperiksa
dipersimpangan, penuntut umum harus “menghadirkan”
terdakwa dengan jalan “memanggil” terdakwa. Penuntut umum
diberi wewenang untuk memanggil terdakwa supaya hadir pada
hari, tanggal, yang ditentukan dan tempat persidangan yang
telah ditentukan. Ini berarti tanpa ketidakhadiran terdakwa
dianggap tidak sah. Kalau terdakwa tidak dapat dihadirkan
maka persidangan diundurkan pada hari lain untuk memberi
kesempatan penuntut umum melakukan pemanggilan dan
menghadirkan terdakwa.
Pembacaan Surat Dakwaan.
Surat dakwaan bagi terdakwa berfungsi untuk mengetahui sejauhmana terdakwa dilibatkan
dalam persidangan. Dengan memahami surat dakwaan yang dibuat jaksa penuntut umum maka surat
dakwaan tersebut adalah dasar pembelaan bagi dirinya sendiri. Sedangkan bagi hakim sebagai bahan
(objek) pemeriksaan dipersidangan yang akan memberi corak dan warna terhadap keputusan
pengadilan yang akan dijatuhkan.
Bagi jaksa penuntut umum, surat dakwaan menjadi dasar surat tuntutan (requisitori). Sesudah
pemeriksaan selesai (ditutup) oleh hakim, maka penuntut umum membuat suatu kesimpulan bagian-
bagian mana dan pasal-pasal mana dari dakwaan yang dinyatakan terbukti.
Syarat-syarat surat dakwaan, ada 2 (dua) yaitu :
a.  Syarat formal (pasal 143 ayat (2) . KUHAP
Antara lain memuat nama lengkap, tempat lahir, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama, pekerjaan, serta pendidikan terdakwa.
Tidak terpenuhinya syarat formil ini tidak mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum
(absolute nietig) karena tidak tegas diatur dalam undang-undang tetapi dapat dibatalkan.
b.  Syarat materiil (pasal 143 ayat (2) b. KUHAP, meliputi :
1.  uraian secara cermat tindak pidana yang didakwakan
2.  uraian secara jelas tindak pidana yang didakwakan
3.  uraian secara lengkap tindak pidana yang didakwakan
4.  waktu tindak pidana dilakukan
5.  tempat tindak pidana dilakukan
Bilamana syarat-syarat materiil ini tidak dipenuhi maka surat dakwaaan batal demi hukum (pasal 143
ayat 3 KUHAP).
            Ada tiga hal yang menjadi objek eksepsi sebagaimana yang dimuat dalam pasal 156 ayat 1 KUHAP yaitu :
1. Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara, meliputi :
–     Keberatan tidak berwenang mengadili secara relatif  (competentie relatif)
–     Keberatan tidak berwenang secara absolute (competentie absolute)
2. Dakwaaan tidak dapat diterima, antara lain :
–     apa yang didakwakaan terhadap terdakwa bukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran
–    apa yang didakwakaan kepada terdakwa telah pernah diputus dan telah mempunyai kekutan hukum tetap (nebis
in idem)
–     apa yang didakwakaan kepada terdakwa telah lewat waktu atau kadaluarsa
–     apa yang didakwakaan kepada terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya
–     apa yang didakwakaan kepada terdakwa bukan merupakan tinda pidana akan tetapi termasuk perselisihan
perdata
–     apa yang didakwakaan kepada terdakwa adalah “tindak pidana aduan” atau “klacht delicten”, sedang orang yang
berhak mengadu tidak pernah menggunakan haknya.
3. Surat dakwaan harus dibatalkanm,
    dalam hal ini karena tidak memenuhi syarat formil seperti yang ditentukan pasal
    143 ayat 2 huruf a.
Proses pemeriksaan persidangan :

1. Pemeriksaan identitas terdakwa, mengenai :

Formalitas persidangan. –       nama lengkap

      Prinsip pemeriksaan dalam persidangan –       tempat lahir

pidana antara lain : –       umur dan tanggal lahir

–      Prinsip pemeriksaan terbuka untuk –       jenis kelamin

umum –       kebangsaan

–      Hadirnya terdakwa dalam persidangan –       tempat tinggal

–       agama
–      Hakim ketua sidang memimpin
persidangan –       pekerjaan

–       pendidikan terakhir


–     Pemeriksaan dalam sidang secara
langsung dengan lisan 2. Memperingatkan terdakwa

3. Pembacaan surat dakwaan


–      Wajib menjaga pemeriksaaan secara
bebas 4. Menanyakan tentang isi surat dakwaan

5. hak mengajukan eksepsi


–     Pemeriksaan lebih dahulu mendengar
keterngan saksi 6. pemeriksaan saksi

7. pemeriksaan terdakwa

8. pemeriksaan ahli (bila diperlukan)


Pembacaan Surat Tuntutan/Requisitoir.
            Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan
pidana (pasal 182 (1) KUHAP). Pemeriksaan dapat dinyatakan selesai, apabila :
a.        Semua alat bukti telah rampung diperiksa (menurut pasal 184 ayat 1 mengenai
alat bukti yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan
terdakwa).
b.       Semua barang bukti yang ada telah diperlihatkan kepada terdakwa maupun
saksi-saksi sekaligus menanyakan pendapat mereka terhadap barang bukti tersebut.
c.        Demikian juga surat-surat yang ada maupun berita acara yang dianggap
penting sudah dibacakan dalam sidang pengadilan.
Pledoi / Pembelaan.
        Setelah jaksa penuntut umum selesai membacakan surat tuntutannya maka giliran diberikan
hak kepada terdakwa dan atau penasehat hukumnya untuk mengajukan pembelaan (pledoi) (pasal
182 KUHAP).
          Pembelaan (pledoi) bertujuan untuk memperoleh putusan hakim yang membebaskan
terdakwa dari segala dakwaan atau melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum ataupun
setidak-tidaknya hukumana pidana seringan-ringannya.
            Dalam pasal 182 KUHAP, dinyatakan :
a.   Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana
b.   Selanjutnya terdakwa dan atau penasehat hukum, mengajukan pembelaannya yang dapat
dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasehat hukumnya
selalu mendapat giliran terakhir.
c.   Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakuan secara tertulis dan setelah dibacakan
segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.
            Dalam mengajukan pembelaan/pledoi biasanya terdakwa dan atau penasehat
hukumnya mengajukan tanggapan, antara lain :
 Surat dakwaan jaksa penuntut umum kabur
 Jaksa penuntut umum keliru dalam menerpakan undang-undang atau pasal-pasal
yangdidakwakan
 Jaksa penuntut umum keliru melakukan analisa terhadap unsur-unsur delik yang
didakwakan dan penerapan terhadap perbuatan terdakwa yang dipandang terbukti
 Jaksa penuntut umum keliru dalam menilai alat-alat bukti atau menggunakan alat
bukti yang saling tidak mendukung
 Delik yang didakwakan adalah delik materil bukan formil
 Mengajukan alibi pada saat terjadinya perbuatan pidana
 Perbuatan terdakwa bukanlah perbuatan pidana tetapi perbuatan perdata
Barang bukti yang diajukan bukanlah milik terdakwa, dan lain sebagainya sesuai
dengan kasus yang dihadapi
Duplik
Replik (oleh Jaksa) Setelah jaksa penuntut umum
mengajukan replik di persidangan, maka
Dalam menyusun jawaban atas selanjutnya giliran terdakwa dan atau
pembelaan (replik) dari terdakwa atau penasehat hukumnya untuk menanggapi
penasehat hukumnya, jaksa penuntut replik dari jaksa penuntut umum tersebut.
umum harus mampu mengantisipasi Tanggapan seperti ini lazim disebut
arah dan wujud serta materi pokok sebagai “duplik”.
dari pemelaan terdakwa dan Sebagai penutup dari replik dan
penasehat hukumnya dalam replik duplik dibuat suatu kesimpulan yang
tersebut. menyimpulkan semua tanggapan dan
tangkisan.
Jaksa penuntut umum harus
menginventarisir inti (materi pokok) Sebelum majelis hakim mengambil
sikap dan menyusun keputusan, biasanya
pembelaan yang diajukan terdakwa
majelis hakim memberikan kesempatan
atau penasehat hukumnya dalam kepada terdakwa apakah masih ada yang
repliknya sebagai bantahan/sanggahan perlu disampaikan misalnya mohon
atas pembelaan terdakwa atau keringanan hukum atau mohon keputusan
penasehat hukumnya. yang seadil-adilnya.
Hal-hal yang harus dimuat dalam suatu putusan (pasal 197 KUHAP)
yaitu :
Acara Pembacaan Putusan. a. Berkepala : Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa
Setelah pemeriksaan dinyatakan ditutup,
b. Identitas terdakwa
hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk
c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan penuntut
mengambil keputusan berkaitan dengan tindak pidana
umum
yang disidangkan tersebut.
d. Pertimbangan yang lengkap
Bertitik tolak dari kemungkinan-kemungkinan e. Tuntutan pidana penuntut umum
hasil penilaian diatas, putusan yang akan dijatuhkan
f.  Peraturan undang-undang yang menjadi dasar pemidanaan
pengadilan mengenai suatu perkara, bisa berbentuk :
g.  Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali
A. Putusan bebas (vrij spraak) perkara diperiksa oleh hakim tunggal

B. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum h.   Pernyataan kesalahan terdakwa


C. Putusan pemidanaan i.    Pembebanan biaya perkara dan penentuan barang bukti
D. Penetapan tidak berwenang mengadili j.    Penjelasan tentang surat palsu
E. Putusan yang menyatakan dakwaan tidak
k.   Perintah penahanan, tetap dalam tahanan atau pembebasan
dapat diterima
l.     Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim
yang memutus dan nama panitera
Kekeliruan pengetikan huruf g dan I tidak mutlak membatalkan putusan,
Kekeliruan penulisan atau pengetikan terhadap huruf b, c, d, j, k dan i yaitu :
 Tidak mengakibatkan putusan batal demi hukum
 Tetapi kekeliruan dan kesalahan dalam penulisan atau pengetikan itu dapat diperbaiki.
Kekeliruan penulisan atau pengetikan huruf a, e, f, dan h yaitu :
 Dapat mengakibatkan putusan batal demi hukum
Kelalaian mencantumkannya mengakibatkan putusan batal demi hukum
Sesudah putusan pemidanaan diucapkan, hakim ketua sidan wajib memberitahukan kepada terdakwa
tentang apa yang menjadi haknya, yaitu :
a. Hak segera menerima atau segera menolak isi putusan
b. Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu
yang ditentukan yaitu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada
terdakwa yang tidak hadir (pasal 196 ayat (3) jo. Pasal 233 ayat 2 KUHAP)
c.  Hak meminta penangguhan pelaksanaan putusan dalam waktu yang ditentukan oleh undang-undang
untuk mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan (pasal 169 ayat 3 KUHAP jo. UU Grasi)
d.  Hak meminta banding dalam tenggang waktu tujuh hari setelah putusan dijatuhkan atau setelah putusan
diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (pasal 196 ayat (3) Jo. Pasal 233 ayat 2 KUHAP)
e. Hak segera mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir a (menolak putusan) dalam waktu
yang ditentukan dalam pasal 235 ayat 1 KUHAP yang menyatakan bahwa “selama perkara banding
belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal
sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara it utidak boleh diajukan lagi (pasal 196 ayat 3
KUHAP).
UPAYA HUKUM

Yang menjadi sasaran (objek) pemeriksaan tingkat


1. Tingkat Banding (pasal 233-243 KUHAP)  banding adalah berkas perkara yang diterima dari
Pengadilan Tinggi, yang terdiri dari :
Dasar hukum pengajuan banding diatur dalam
pasal 67 KUHAP, yang berbunyi : a. Surat bukti yang merupakan lampiran dari berkas
perkara
“ Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk
b. Berita acara pemeriksaan di sidang pengadilan negeri
minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat
pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari c. Berita acara pemeriksaan dari penyidik
segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah d. Semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan
kurang tepatnya penerapan hukum putusan dengan perkara itu termasuk putusan surat dakwaan,
pengadilan dalam acara cepat “ dan

Banding merupakan sarana penting untuk e.  putusan


melakukan bantahan/sanggahan terhadap putusan f.  pengadilan negeri
pengadilan negeri yang dianggap tidak tepat karena :
Tenggang waktu pengajuan banding ditentukan
 Kelalaian dalam penerapan hukum acara hanya 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan atau
 Kekeliruan melaksanakan hukum dalam hal terdakwa tidak hadir dihitung setelah putusan
 Adanya kesalahan dalam pertimbangan hukum, diberitahukan kepada terdakwa. Dalam pasal 228
hukum pembuktian dan amar putusan KUHAP dinyatakan “jangka atau tenggang waktu
menurut undang-undang ini mulai diperhitungkan pada
pengadilan pertama.
hari berikutnya”
Memor • Memori banding adalah risalah atau tulisan yang

i
memuat suatu penjelasan. Pihak yang mengajukan
banding memuat memori banding untuk menanggapi
putusan pengadilan tingkat pertama dan mengajukan

bandin
hal-hal yang dianggap ada fakta-faktanya atau unsur-
unsur yang luput dari pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusannya atau terdakwa merasa
hukuman (starafmat) yang dijatuhkan terlalu berat

gKontra
memor • Kontra memori banding adalah suatu tulisan yang
berupa tanggapan terhadap memori banding atau
dengan kata lain kontra banding adalah bertujuan

i untuk meng-counter memori banding. Makna kontra


memori banding untuk menanggapi alasan-alasan yang
dimuat dalam momori banding. Dan kontra memori

bandin banding ini pada hakekatnya mendukung keputusan


pengadilan negeri tingkat pertama

g
Akibat dari pembandingan atas suatu putusan pengadilan negeri, akan
mewujudkan pendirian yang dapat berupa :
a.   Menguatkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan.
Dalam hal ini berarti semua hasil penilaian dan penghargaan pengadilan negeri
yang bersangkutan adlah conform dengan pendirian pengadilan negeri.
b.   Mengubah putusan pengadilan negeri yang bersangkutan.
Dalam hal ini, sebagian saja dari hasil penilaian pengadilan negeri yang
bersangkutan yang conform dengan penilaian pengadilan tinggi, sedangkan
lainnya memerlukan perubahan sesuai dengan pendirian pengadilan tinggi.
c.   Muncul putusan baru.
Dalam hal ini pengadilan tinggi membatalkan putusan pengadilan negeri yang
bersangkutan karena tidak didukung hasil penilaian dan penghargaan atas
facti yang ada. Putusan baru ini dapat saja berupa yang tadinya putusan
pemidanaan diubah menjadi putusan bukan pemidanaan.
Kasasi.
Dalam bahasa Belanda “Cassatie” dalam bahasa Inggris “Cassation’ dan dalam bahasa Perancis
“Caesei” yang artinya “pembatalan putusan pengadilan bawahan (yang telah dijatuhkan), oleh
Mahkamah Agung dengan dasar :
a.  Transgression; melampaui batas wewenang
b.  Misjudge; salah mengetrapkan atau melanggar peraturan hukum yang berlaku
c.   Negligent; adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat  yang diwajibkan oleh suatu ketentuan
undang-undang yang mengancam kelalaian itu dan membatalkan putusan itu sendiri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan, dalam permintaan pemeriksaan kasasi antara lain:
   Terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap
putusan bebas (pasal 244 KUHAP)
    Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak guna menentukan :
a.    Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterpakan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya
b.    Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
c.    Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya (pasal 253 (1) KUHAP)
   Berkas perkara yang dikirim ke Mahkamah Agung (melalui panitera) terdiri dari berita acara pemeriksaan dari
penyidik, berita acara  di sidang, semua surat yang timbul disidang yang berhubungan dengan perkara itu, beserta
putusan pengadilan tingkat pertama dan atau tingkat terakhir (pasal 253 (2))
   Jika dipandang perlu, Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut
umum dengan menjelaskan secara singkat kepada mereka tentang apa yang ingin diketahui atau mahkamah agung
dapat pula mendengar keterangan meeka dengan cara pemanggilan yang sama (pasal 253 (4))
    Dalam hal Mahkamah Agung memeriksa pemohonan kasasi mengenai hukumnya, Mahkamah Agung dapat
memutus, menolak atau mengabulkan permohonan kasasi (pasal 254)
   Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena peraturan-peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan dengan
semestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara itu (pasal 255 (1)).
  Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan
memeriksanya lagi, mengenai bagian yang dibatalkan (pasal 255 (2)).
   Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak berwenang mengadili
perkara tersebut, Mahkamah Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut (pasal 255
(3)).
Putusan kasasi oleh Mahkamah Agung terdapat tiga macam yaitu :
1.    Menyatakan permohonan kasasi tidak dapat diterima
Dalam hal ini bila syarat formal tidak dipenuhi.
2.    Permohonan kasasi ditolak
Dalam hal ini keberatan-keberatan yang diajukan oleh pemohon
kasasi tidak dapat dibenarkan oleh karena judex factie tidak salah
menerapkan hukum atau tidak lalai memenuhi acara sebagaimana
diwajibkan undang-undang.
3.    Permohonan kasasi dikabulkan.
Dalam hal ini apabila alasan-alasan yang diajukan pemohon kasasi
dibenarkan oleh Mahkamah Agung.
Peninjauan Kembali / Heerzening. 

Dalam pasal 263 ayat 1 KUHAP disebutkan : “terhadap putusan pengadilan yan
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan
peninjauan kembali pada Mahkamah Agung”.

            Dalam pasal 264 ayat 3 KUHAP secara tegas menetapkan bahwa
permintaan mengajukan peninjauan kembali adalah “tanpa batas waktu”. Dalam hal
ini tidak ada batas tenggang waktu untuk mengajukan permintaan peninjauan
kembali. Kapan saja boleh diajukan.
Pengajuan Peninjauan Kembali Alasan peninjauan kembali dapat berupa :
yaitu :
1.   Apabila terdapat keadaan baru sehingga
   Dapat diajukan terhdap putusan menimbulkan persangkaan yang kuat bahwa 
pengadilan negeri yang telah apabila keadaan tersebut diketahui waktu
memperoleh kekutan hukum masih sidang berlangsung, putusan yang
tetap dijatuhkan akan berupa putusan bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum atau
   Dapat diajukan terhadap
tuntutan penuntut umum tidak dapat
putusan pengadilan tinggi yang
diterima atau terhadap perkara ini diterapkan
telah memperoleh kekutan
ketentuan pidana yang lebih ringan.
hukum tetap
2.   Apabila dalam berbagai putusan terdapat
   Dapat diajukan terhadap
saling pertentangan.
putusan Mahkamah Agung yang
telah mempunyai kekutan hukum 3.   Apabila terdapat kekhilafan yang nyata
tetap dalam putusan
Sikap yang dapat diambil oleh Mahkamah Agung berkaitan dengan pengajuan
PK adalah antara lain :
1.    Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon maka mahkamah
agung menolak PK dengan menetapkan putusan yang dimintakan PK tetap berlaku
disertai dasar pertimbangan.
2.   Apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon maka Mahkamah
Agung membatalkan putusan PK itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
a. Putusan bebas
b. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum
c. Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum
d.Putusan dengan menetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan
ALAT BUKTI DAN HUKUM PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

Pembuktian
Di dalam hukum acara pidana pembuktian merupakan titik sentral di
dalam pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena melalui tahapan
pembuktian inilah terjadi suatu proses, cara dan perbuatan membuktikan
untuk menunjukkan benar salahnya terdakwa terhadap suatu perkara
pidana di dalam sidang pengadilan.
Pembuktian merupakan penyajian alat-alat bukti yang sah menurut
hukum oleh hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan
kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan
Pembuktian Menurut Para Ahli
Berikut akan dibahas mengenai pengertian pembuktian menurut para ahli:
• Martiman Prodjohamidjojo mengemukakan bahwa:
“Pembuktian mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa,
sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut.”
• Darwan Prinst berpendapat bahwa:
“Pembuktian adalah pembuktian bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah
yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggung jawabkannya.”
• M. Yahya Harahap menyatakan bahwa:
“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara
yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-
undang dan boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.”
Prinsip-Prinsip Pembuktian

Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu


dibuktikan.

Menjadi saksi adalah kewajiban

Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis)

Keterangan terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri


Teori dan Sistem Pembuktian

Lilik Mulyadi mengatakan bahwa:


“Pada dasarnya, aspek “pembuktian” ini sudah
Menurut Andi Hamzah:
dimulai sebenarnya pada tahap penyelidikan perkara
“Sejarah perkembangan hukum acara pidana pidana. Dalam tahap penyidikan yakni tindakan
menunjukan bahwa ada beberapa sistem atau penyidik untuk mencari dan menemukan sesuatu
teori untuk membuktikan perbuatan yang peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
didakwakan. Sistem dan teori pembuktian ini dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan, sehingga
bervariasi menurut waktu dan tempat (Negara). disini sudah ada tahap pembuktian. Begitu pula
Indonesia sama dengan Belanda dan Negara- halnya dengan penyidikan yakni ditentukan adanya
negara Eropa Continental yang lain, menganut tindakan penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti dan dengan bukti tersebut
bahwa hakimlah yang menilai alat bukti yang
membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna
diajukan dengan keyakinan sendiri dan bukan menemukan tersangkanya. Oleh Karena itu dengan
jury seperti Amerika Serikat dan Negara-negara tolak ukur ketentuan Pasal 1 angka 2 dan angka 5
Anglo Saxon.” KUHAP, untuk dapat dilakukanya tindakan
Pembuktian bersalah tidaknya seseorang penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
terdakwa haruslah melalui pemeriksaan di depan pengadilan, bermula dilakukan penyelidikan dan
sidang pengadilan. penyidikan sehingga sejak tahap awal diperlukan
adanya pembuktian dan alat-alat bukti.
Dalam persidangan di pengadilan hal-hal tersebut di atas dapat menimbulkan tiga
(3) kemungkinan putusan hakim atau majelis hakim, yaitu sebagai berikut:
1. Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di siding pengadilan,
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti
secara sah dan tidak meyakinkan, terdakwa diputus bebas;

2. Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada


terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana,
terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum;
3. Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang bahwa
kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya terbukti secara
sah dan meyakinkan, terdakwa diputus pidana.
SISTEM PEMBUKTIAN
• Pembuktian menurut Undang-undang secara positif merupakan pembuktian yang bertolak belakang dengan sistem
pembuktian menurut keyakinan atau conviction in time. Disebut demikian karena hanya didasarkan kepada Undang-
Sistem Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara
Positif (Positive Wettelijk Bewijstheorie)
undang melulu. Artinya, jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Undang-
undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formal (formele
bewijstheorie).

• Sistem pembuktian conviction in time ini menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan
oleh penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakimlah yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari
Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh
(conviction in time)
diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Bisa juga hasil
pemeriksaan alat-alat bukti itu diabaikan oleh hakim, dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau
pengakuan terdakwa.

• Dalam sistem pembuktian ini keyakinan hakim tetap memegang peranan penting dalam menentukan bersalah atau
tidaknya seorang terdakwa. Akan tetapi, dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim ”dibatasi”. Jika dalam
sistem pembuktian convictim in time peran keyakinan hakim leluasa tanpa batas, maka pada sistem convictim-raisonnee,
keyakinan hakim harus didukung dengan alasan-alasan yang jelas. Keyakinan hakim harus mempunyai dasar-dasar
Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis dan benar-benar dapat diterima oleh akal. Tidak semata-mata dasar keyakinan tertutup tanpa uraian
alasan logis (conviction raisonnee/convictim-raisonnee)
alasan yang masuk akal.
• Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas menyebutkan alasan-alasan
keyakinanya (vrije bewijstheorie).

• Pada prinsipnya, sistem pembuktian menurut Undang-undang negatif (negatief wettlijke bewijs theorie) menentukan
bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan pidana terhadap terdakwa apabila alat bukti tersebut secara limintatif ditentukan
oleh Undang-undang dan didukung pula oleh adanya keyakinan hakim terhadap eksistensi alat-alat bukti tersebut. Dari
Sistem pembuktian Undang-undang Secara
Negatif (Negatief Wettelijk stelsel) aspek historis ternyata sistem pembuktian menurut Undang-undang secara negatif, hakikatnya merupakan “peramuan”
antara sistem pembuktian menurut Undang-undang secara positif (positief wettelijke bewijs theorie) dan sistem
pembuktian berdasarkan keyakinan hakim (conviction intim/conviction raisonce).
Sistem Pembuktian Yang Dianut KUHAP

Dengan demikian Pasal 183 KUHAP mengatur


untuk menentukan salah tidaknya seorang
Pasal 183 KUHAP, yang berbunyi:
terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana pada
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
seorang terdakwa, harus:
kepada seseorang kecuali apabila dengan
a. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
kurangnya “dua alat bukti yang sah”.
sah ia memperoleh keyakinan bahwa
b. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-
suatu tindak pidana benar-benar terjadi
kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim
dan bahwa terdakwalah yang bersalah
“memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana
melakukanya”
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukanya.
Alat Bukti

Menurut Hari Sasangka dan Lily Rosita:


“Alat Bukti adalah segala sesuatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat
dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran
adanya suatu tindak pidana yang terlah dilakukan terdakwa.”
Darwan Prinst mengatakan bahwa:
“Sedangkan definisi alat-alat bukti yang sah adalah alat-alat yang ada hubungannya dengan
suatu tindak pidana, dimana alat-alat tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian,
guna menimbulkan keyakinan bagi hakim, atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang
telah dilakukan oleh terdakwa.”
Macam-Macam Alat Bukti
Dalam hal ini adapun yang menjadi alat-alat bukti sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 184 KUHAP , adalah sebagai berikut

Keterangan Saksi

Keterangan Ahli

Surat

Petunjuk

Keterangan Terdakwa
Alat Bukti Elektronik

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.11


tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Sedangkan yang dimaksud dengan Dokumen
Elektronik mengatur bahwa Informasi
Elektronik adalah setiap Informasi
Eletkronik dan/atau Dokumen Elektronik
Elektronik yang dibuat, diteruskan,
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti
dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam
hukum yang sah. yang dimaksud dengan
bentuk analog, digital, elektromagnetik,
Informasi Elektronik adalah satu atau
optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat,
sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi
ditampilkan, dan/atau didengar melalui
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar,
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk
peta, rancangan, foto, electronic data
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
interchange (EDI), surat elektronik
gambar, peta, rancangan, foto atau
(electronic mail), telegram, teleks, telecopy
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
simbol atau perforasi yang memiliki makna
Akses, simbol, atau perforasi yang telah
atau arti atau dapat dipahami oleh orang
diolah yang memiliki arti atau dapat
yang mampu memahaminya. (Pasal 1 butir 4
dipahami oleh orang yang mampu
Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang
memahaminya. (Pasal 1 butir 1 Undang-
Informasi dan Transaksi Elektronik)
Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik).
PUTUSAN HAKIM

Istilah Putusan Hakim merupakan suatu istilah yang mempunyai makna penting bagi para pencari
keadilan dalam peradilan pidana. Lebih jauh bahwasanya istilah “putusan hakim” di satu pihak
berguna bagi terdakwa untuk memperoleh kepastian hukum tentang “statusnya” sedangkan di satu
pihak putusan hakim merupakan “mahkota” sekaligus “puncak” pencerminan nilai-nilai keadilan;
kebenaran hakiki; hak asasi manusia; penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni dan
faktual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim

Suatu putusan dapat terjadi karena munculnya fakta hukum di muka persidangan, fakta-fakta
hukum tersebut muncul dari Penuntut Umum dalam surat dakwaan yang dibuatnya dan juga
Sangkalan dari pihak Terdakwa/Penasihat Hukum dimana semuanya akan dilakukan pembuktian
di muka persidangan. Fakta-fakta tersebut nantinya akan dipertimbangkan oleh majelis hakim
secara matang yang kemudian akan diucapkan dalam persidangan terbuka dan kemudian biasa
kita sebut sebagai sebuah putusan hakim, maka jika kita lihat proses majelis hakim dalam
menjatuhkan sebuah putusan hakim akan digambarkan melaui bagan sebagai berikut:
Bagan 1 : Proses Penjatuhan Putusan Hakim Oleh Majelis Hakim Dalam Peradilan Pidana
Tujuan Putusan Hakim
Secara Praktik tujuan adanya putusan pada peradilan pidana merupakan untuk
menyelesaikan perkara pidana yang telah berlangsung dari penyidikan,
penuntutan hingga muka persidangan, putusan pengadilan juga bertujuan agar
terdakwa mempunyai kedudukan atas “statusnya” dalam perkara pidana yang
sedang dihadapinya, selain itu putusan hakim merupakan suatu bentuk
pertanggung jawaban kepada para pencari keadilan, ilmu pengetahuan dan Tuhan
Yang Maha Esa, oleh karena itu suatu putusan haruslah mempunyai tiga aspek
tujuan antara lain:
1. Keadilan;
2. Kemanfaatan dan;
3. Kepastian.
Ketiganya harus mendapatkan porsi yang seimbang agar tercipta suatu putusan
untuk mencapai tujuan sebagaimana tersirat dalam sila kelima Pacasila “
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
JENIS-JENIS PUTUSAN HAKIM

Putusan Pemidanaan
(Veroordeling)

Putusan Bebas (Vrijspraak)

Putusan Lepas Dari Segala


Tuntutan Hukum (Onslag
van recht vervolging)
Putusan Pemidanaan (Veroordeling)

Pada hakikatnya putusan pemidanaan (veroordeling) merupakan putusan hakim yang


berisikan suatu perintah kepada terdakwa untuk menjalani hukuman atas perbuatan yang
telah dilakukannya sesuai dengan amar putusan

Putusan pemidanaan dapat terjadi dalam hal:


a. Dari pemeriksaan di depan persidangan;
b. Majelis hakim berpendapat, bahwa:
 Perbuatan terdakwa sebagaimana didakwakan jaksa penuntut umum dalam surat
dakwaan telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum;
 Perbuatan terdakwa tersebut merupakan ruang lingkup tindak pidana; dan
 Dipenuhinya ketentuan alat-alat bukti dan fakta-fakta di persidangan.
c. Majelis hakim menjatuhakan putusan pemidanaan terhadap terdakwa.
Putusan Bebas (Vrijspraak)
Putusan bebas (vrijspraak) merupakan salah satu jenis putusan yang termasuk kedalam putusan
bukan pemidanaan. Putusan bebas ini berisikan pembebasan seorang terdakwa dimana dapat terjadi
karena majelis hakim memandang dari hasil pemeriksaan persidangan tindak pidana yang
didakwakan oleh penuntut umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak
pidana.

Putusan bebas (vrijspraak) dapat terjadi apabila pengadilan berpendapat:


a. Dari hasil pemeriksaan di pengadilan;
b. Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum
karena:
1) Tidak terdapatnya alat bukti seperti ditentukan asas minimum pembuktian menurut undang-undang secara negatif (negatif
wettelijejke bewijs theorie) sebagaimana dianut dalam KUHAP sebagai berikut:
a) Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali terbukti dan tidak memadahi membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa, atau;
b) Secara nyata hakim menilai, tidak memenuhi batas minimum pembuktian yang bertentangan dengan Pasal 185 ayat (2)
KUHAP, yang menegaskan unus testis nullus testis atau seorang saksi bukan saksi, atau;
2) Majelis hakim berpendirian bahwa asas minimum pembuktian sesuai dengan undang-undang telah terpenuhi, misalnya
adanya alat bukti berupa keterangan saksi dan alat bukti petunjuk. Tetapi majelis hakim tidak menjatuhkan pidana karena
tidak yakin akan kesalahan terdakwa.
c. Majelis hakim menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) kepada terdakwa.
Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum (onslag van recht
vervolging)
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging), maka jenis putusan ini dapat
disebutkan bahwa apa yang didakwakan penuntut umum kepada terddakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum, akan tetapi terdakwa tidak dipidana karena perbuatan yang dilakukan
bukan merupakan tindak pidana atau berkaitan dengan alasan pembenar

sebagai contoh: terdakwa dalam surat dakwaan penuntut umum didakwa melakukan tindak
pidana penganiyaan, namun dalam pemeriksaan persidangan majelis hakim menjatuhkan
putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht velvolging) karena terdakwa
melakukan pembelaan terpaksa (noodweer) dimana terdakwa yang hendak dibacok dengan
menggunakan pisau menangkis serangan dan kemudian justru mengenai tangan orang yang
hendak menyerangnya. Secara hukum terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan
tindak pidana penganiyaan namun hal tersebut tidak termasuk lingkup tindak pidana karena
adanya alasan pembenar sehingga hakim menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan
hukum (onslag van recht vervolging
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum dapat terjadi dalam hal:
a. Dari hasil pemeriksaan persidangan;
b. Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum, tetapi perbuatan tersebut bukanlah
merupakan tindak pidana;
c. Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi amar
putusan hakim melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum karena
adanya alasan pembenar seperti:
1) Pasal 48 KUHP keadaan memaksa (overmacht);
2) Pasal 49 KUHP pembelaan terpaksa (noodweer);
3) Pasal 50 KUHP melaksanakan perintah jabatan;
4) Pasal 51 KUHP melaksanakan perintah undang-undang.
Perbedaan antara putusan bebas (vrijsprak) dengan putusan
lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht
velvolging) sebagai berikut:

Ditinjau dari visi hukum pembuktian Ditinjau dari visi penuntutannya


Apabila ditinjau dari visi hukum pembuktian, pada Ditinjau dari visi penuntutannya, pada putusan
putusan bebas tindak pidana yang didakwakan jaksa bebas tindak pidana yang didakwakan kepada
atau penuntut umum dalam surat dakwaannya tidak terdakwa dalam surat dakwaan jaksa penuntut
terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, umum telah diperiksa dan diadili dalam
dengan perkataan lain putusan bebas adalah tidak pemeriksaanpersidangan, akan tetapi pembuktian
dipenuhinya asas minimum pembuktian (negatief yang ada tidak cukup mendukung keterbukaan
wettelijke stelsel) dan meyakinkan hakim sebagaimana kesalahan terdakwa sehingga terdakwa diputus
Pasal 183 KUHP. Lain halnya dengan putusan lepas bebas. Adapun pada putusan lepas dari segala
dari segala tuntutan hukum dimana perbuatan yang tuntutan hukum perbuatan yang diakwakan
dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan jaksa penutut penuntut umum dalam surat dakwaannya bukan
umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan merupakan tindak pidana, barang kali hanya
menurut hukum, akan tetapi, terdakwa tidak dapat berupa quasi tindak pidana, seolah-olah penyidik
dijatuhi pidana karena perbuatan terbut tidak termasuk dan penuntut umum melihanya sebagai perbuatan
perbuatan pidana yang temasuk dalam alasan pidana.
pembenar sebagaimana termuat dalam KUHP
Syarat Sahnya Yang Harus Dimuat Dalam Putusan Syarat Sahnya Yang Harus Dimuat Dalam
Pemidanaan Putusan Yang Bukan Pemidanaan
a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi: “DEMI KEADILAN a) Tidak perlu memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1)
BERDASARKAN KETUHAN YANG MAHA ESA”; Huruf e, f, dan h;
b. Identitas terdakwa; b) Putusan yang bukan pemidanaan baik berupa
c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan; pembebasan atau pelepasan dari segala
d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan tuntutan hukum harus memuat alasan dan pasal
berserta alat bukti yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang perundang-undangan yang menjadi dasar;
menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;
c) Putusan yang bukan pemidanaan memuat
e. Tuntutan pidana penuntut umum, sebagaimana terdapat dalam surat
perintah terdakwa segera dibebaskan dari
tuntutan;
f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan tahanan jika ia berada dalam tahanan.
atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang
meringankan terdakwa;
g. Hari tanggal diadakan musyawarah majelis hakim kecuali perkara yang
diperiksa oleh hakim tunggal;
h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhinya semua
unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya, dan
pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;
i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan
jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana
letaknya kepalsuan itu jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
k. Perintah supaya terdakwa daitahan atau tetap dalam tahanan atau
dibebaskan;
l. Hari dan tanggal putusan, nama jaksa penuntut umum, nama hakim yang
memutusa dan nama panitera.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai