org
SISTEM PEMIDANAAN
DALAM KETENTUAN UMUM KONSEP RUU KUHP 2004 *)
Oleh :
Barda Nawawi Arief
SISTEM
PEMIDANAAN
r g
s .o
FUNGSIONAL
li ta SUBSTANTIF
g a
le
w.
HP
MATERIEL
HP
FORMAL
ww HK. PELAKS.
PIDANA
ATURAN ATURAN
UMUM KHUSUS
sasi/operasionalisasi/konkretisasi pidana;
*)
Bahan Sosialisasi RUU KUHP 2004, diselenggarakan oleh Departemen Hukum dan HAM, tgl. 23-24
Maret 2005, di Hotel Sahid Jakarta.
1
www.legalitas.org
• Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) yang mengatur
li ta
luas”.
g a
le
w.
ww
(2) Dari sudut norma-substantif (hanya dilihat dari norma-norma hukum
midanaan; atau
2
www.legalitas.org
dan “aturan khusus” (“special rules”). Aturan umum terdapat di dalam
Buku I KUHP, dan aturan khusus terdapat di dalam Buku II dan III
SYSTEM OF
PUNISHMENT
r g
STATUTORY
s .o
RULES
li ta
g a
le
w.
ww
GENERAL SPECIAL
RULES RULES
3
www.legalitas.org
SISTEM
PEMIDANAAN
SUBSTANTIF
r g
s o
.I RUU KUHP 2004
B. SISTEM PEMIDANAAN DALAM BUKU a
a lit
. leg
1. Sistematika Ketentuan Umum
w w Buku I KUHP dan Konsep KUHP
w
Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dari sistem pemida-
naan yang tertuang dalam Ketentuan Umum Buku I Konsep 2004, dibanding-
kan dengan sistematika Buku I KUHP (WvS), berikut disajikan tabel per-
4
www.legalitas.org
BAB II. Tentang Pidana Bagian Kesatu : Menurut Waktu
5
www.legalitas.org
tuan Umum” Buku I Konsep hanya terdiri dari 6 (enam) Bab. Sistematika
g
Sistematika Konsep berorientasi pada ketiga masalah pokok itu, yaitu
r
s .o
li ta
masalah “tindak pidana”, masalah “pertanggungjawaban pidana”, dan
g a
le
masalah “pidana dan pemidanaan”. Ketiga masalah pokok inilah yang
w.
merupakan sub-sub ww
sistem dari keseluruhan sistem pemidanaan.
dualistis.
juga membuat sub-bab khusus tentang “Tindak Pidana” (disingkat TP) dan
sedangkan di dalam KUHP yang berlaku saat ini tidak ada bab/sub-bab
6
www.legalitas.org
pemaaf”. Alasan pembenar ditempatkan di dalam sub-bab “Tindak
jawaban Pidana”.
refleksi dari pandangan dualistis, juga sebagai refleksi dari ide keseim-
dan “orang” (“dader” atau “mens rea”/”guilty mind”, sebagai faktor subjek-
KUHP 2004.
7
www.legalitas.org
∗ Dasar patut dipidananya perbuatan, berkaitan erat dengan masalah
KUHP (WvS), Konsep tetap bertolak dari asas legalitas formal (ber-
legalitas materiel).
8
www.legalitas.org
istilah “the general principles of law recognized by the community of
lengkapnya berbunyi :
(1) “Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana.
(2) Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang dan
diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat
melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat.
g
o r
(3) Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada
.
alasan pembenar. ta s
a li
le g
∗ Adanya formulasi ketentuan umum tentang pengertian tindak pidana
w.
ww
dan penegasan unsur sifat melawan hukum materiel di atas, patut di-
perti itu tidak ada dalam KUHP (WvS). Di berbagai KUHP Asing (anta-
1
Dalam Part 2.2 (“The lements of an offence”) Chapter 2 KUHP Australia, diuraikan secara rinci
“Physical elements” dan “Fault elements”.
9
www.legalitas.org
b. Bentuk-bentuk Tindak Pidana (“Forms of Criminal Offence”)
∗
w
Aturan umum “permufakatan jahat” dan “persiapan” dalam Buku I
*)
Beberapa KUHP Asing yang juga mengatur “persiapan” di dalam aturan umumnya antara lain :
Armenia, (Psl. 35), Belanda (Psl. 46), Belarus (Psl. 15), Bulgaria (Psl. 17), China (Psl. 22), Korea
(Psl. 28), Macedonia (Psl. 18), Polandia (Psl. 14-15), Yugoslavia (Psl. 18). Di Indonesia, terlihat di
dalam UU Terorisme (Psl. 9, 11, 12 Perpu No. 1/2002 jo. UU No. 15/2003).
10
www.legalitas.org
an tindak pidana ybs.). Aturan umum hanya menentukan pengerti-
Catatan :
∗ Dari ke-9 pasal tsb., ada 32 tindak pidana permufakatan jahat yang dapat
dipidana. Ancaman pidananya semua menyimpang dari “ketentuan umum”
Buku I Konsep RUU (lihat “Tabel” lampiran); ini berarti tidak ada satu
delikpun (delik permupakatan jahat) yang ditundukkan pada aturan
umum pemidanaan untuk permufakatan jahat dalam Buku I RUU
KUHP.
g
∗ Formulasi delik permufakatan jahat dalam Buku II seharusnya sbb. :
r
s .o
li ta
§ deliknya (TP permufakatan jahat) dirumuskan/ditentukan dalam Buku
a
II. Contoh perumusan deliknya sbb. :
g
le
“Permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana dalam Pasal .....,
dipidana”.
w w.
§
w
ancaman pidananya tidak perlu dicantumkan
dalam perumusan delik
ybs., kecuali akan menyimpang (membuat kekhususan) dari aturan
umum (Cttn: kalau semua menyimpang, tidak ada artinya lagi Psl.
15 Buku I).
11
www.legalitas.org
a. Untuk percobaan tidak mampu (alat/objeknya) tetap dipidana,
sejak :
warsa.
diperberat sepertiga. Namun ketentuan Pasal 132 ini tidak berlaku un-
12
www.legalitas.org
Pasal 35 (1) “asas tiada pidana tanpa kesalahan” (“Geen straf zonder
schuld”; “Keine Strafe ohne Schuld”; “No punishment without Guilt”; asas
“Mens rea” atau “asas Culpabilitas”) yang di dalam KUHP tidak ada. Asas
culpabilitas ini merupakan salah satu asas fundamental, yang oleh kare-
ww
dalam hal-hal tertentu untuk menerapkan asas “strict liability”, asas
Catatan :
13
www.legalitas.org
- Dalam Buku II RUU, “ketentuan khusus” itu belum terlihat. Oleh
karena itu, perlu dikaji ulang. *)
*)
Sebagai bahan kajian perbandingan dapat dikemukakan, bahwa KUHP Australia menggunakan
“absolute liability” untuk delik-delik Computer Crime tertentu yang diatur dalam KUHP, misalnya
terhadap Section 477.1 : “Unauthorised access, modification or impairment with intent to commit a
serious offence”; 477.2 : “Unauthorised modification of data to cause impairment”; 477.3 :
“Unauthorised impair-ment of electronic communication”; 478.1 : “Unauthorised access to, or
modification of, restricted data”; 478.2 : “Unauthorised impairment of data held on a computer disk
etc.”. Menurut Section 24 KUHP Australia, dalam delik absolute liability, mistake of fact (error facti)
tidak dapat digunakan sebagai alasan pembelaan (alasan penghapus pidana); dan menurut Section 23,
dalam delik strict liability, mistake of fact dapat digunakan sebagai alasan pembelaan.
14
www.legalitas.org
• Di samping itu, di dalam Bab PJP ini Konsep juga mengatur tentang
Catatan :
*)
Beberapa negara yang di dalam KUHP-nya juga merumuskan “tujuan pidana/pemidanaan”, antara lain :
Armenia (Psl. 48 jo. Psl. 2 dan 11), Bellarus (Psl. 20 jo. Psl. 1), Bulgaria (Psl. 36), Latvia (Psl. 35),
Macedonia (Psl. 32), Romania (Psl. 52), dan Yugoslavia (Psl. 33).
15
www.legalitas.org
- sistem hukum pidana merupakan satu kesatuan sistem yang ber-
kasi pemidanaan; r g
s .o
ta
ali
- dilihat secara fungsional/operasional, sistem pemidanaan meru-
. l eg
pakan suatu rangkaianwproses melalui tahap “formulasi” (kebi-
ww
jakan legislatif), tahap “aplikasi” (kebijakan judisial/judikatif), dan
itu agar ada keterjalinan dan keterpaduan atara ketiga tahap itu
16
www.legalitas.org
a. ide keseimbangan monodualistik antara kepentingan masyara-
ce”;
imprisonment)”.
g
f. or (“elasticity/flexibility of
Ide elastisitas/fleksibilitas pemidanaan
s .
sentencing”); li t a
g a
le
w.
g. Ide modifikasi/perubahan/penyesuaian pidana (“modification of
ww
sanction”; the alteration/annulment/revocation of sanction”; “re-
determining of punishment”);
kum;
17
www.legalitas.org
1. adanya pasal yang menegaskan asas “tiada pidana tanpa kesalahan”
Bagian Keempat);
130, 137);
18
www.legalitas.org
11. dimungkinkannya hakim menjatuhkan jenis pidana lain yang tidak
li ta
menjadi alasan penghapus pidana tersebut (dikenal dengan asas
a
. l eg *)
“culpa in causa” w “actio libera in causa”); Pasal 54
atau asas
w
w
15. dimungkinkannya perubahan/modifikasi putusan pemidanaan, wa-
*)
Di dalam RUU 2004, redaksi Psl. 54 terdapat juga dalam Pasal 37 dan 53. Seharusnya hanya Pasal 54
saja (lihat Tabel Lampiran).
19
www.legalitas.org
∗ Asas-asas ruang berlakunya hukum pidana menurut Konsep RUU KUHP
terdiri dari :
Konsep tidak jauh berbeda dengan KUHP yang sekarang berlaku. Namun
li ta
a
(“locus delicti”/Place of the Act/Place of commission of an offence/Place of perpetra-
. l eg
tion of a crime); kedua hal w
ini tidak diatur dalam KUHP yang sekarang
w w
berlaku.
torial, personal, nasional pasif, dan universal), pada awalnya (yaitu s/d
sebagai berikut :
20
www.legalitas.org
Asas Teritorial :
• Dalam KUHP, asas teritorial diatur dalam Pasal 2 yang diperluas juga
• Dalam Konsep, kedua pasal itu dijadikan satu dan asas extra-teri-
san digabung dengan pasal tentang asas nasional pasif (Lihat Pasal
5, 7, 8 KUHP).
21
www.legalitas.org
• Di dalam Konsep 2004, pengaturannya disederhanakan dalam satu
Pasal 7
(1) Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi setiap warga negara Indonesia yang melakukan tindak
pidana di luar wilayah negara Republik Indonesia.
(2) Ketentuan ayat (1) tidak berlaku untuk tindak pidana yang hanya
diancam pidana denda Kategori I atau denda Kategori II.
(3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat juga dilakukan walaupun tersangka menjadi warga negara
Indonesia setelah tindak pidana tersebut dilakukan.
(4) Warga negara Indonesia yang di luar wilayah Negara Republik
Indonesia melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak dapat dijatuhi pidana mati jika tindak pidana tersebut menurut
hukum negara tempat tindak pidana tersebut dilakukan tidak diancam
dengan pidana mati.
g
yang dilakukan oleh WNI di luar Indonesia, hukum pidana Indonesia
r
s .o
li ta
berlaku baginya, kecuali tindak pidana ringan (yaitu yang diancam
g a
le
dengan pidana denda Kategori I atau II). Ketentuan demikian dida-
w.
ww
sarkan pada prinsip “equality before the law”.
berupa :
22
www.legalitas.org
2. kejahatan mengenai mata uang, uang kertas, meterai, dan merek
438, 444-446);
li ta
• Di dalam Konsep 2004, asas nasional pasif diatur dalam pasal ter-
a
. l eg
w w Pasal 4), terpisah
sendiri (yaitu diatur dalam dari asas universal.
w
Bunyi lengkap Pasal 4 Konsep itu sbb. :
Pasal 4
Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku
bagi setiap orang di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang mela-
kukan tindak pidana terhadap :
a. warga negara Indonesia; atau
b. kepentingan negara Indonesia yang berhubungan dengan :
1. keamanan negara atau proses kehidupan ketatanegaraan;
2. martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden dan pejabat Indonesia
di luar negeri;
3. pemalsuan dan peniruan segel, cap negara, meterai, uang/mata
uang, kartu kredit, perekonomian, perdagangan dan perbankan
Indonesia;
4. keselamatan/keamanan pelayaran dan penerbangan ;
5. keselamatan/keamanan bangunan, peralatan, dan aset nasional
(negara Indonesia);
6. keselamatan/keamanan peralatan komunikasi elektronik;
23
www.legalitas.org
7. tindak pidana jabatan/korupsi; dan/atau
8. tindak pidana pencucian uang.
• Hal yang menarik dari Pasal 4 Konsep di atas, yang berbeda dengan
KUHP, ialah :
g
berlaku di negara asing itu. Dengan adanya Pasal 4 itu, berarti
r
s .o
li ta
pula hukum pidana (sistem pemidanaan) nasional dapat juga ber-
g a
le
laku bagi WNA yang melakukan tindak pidana terhadap WNI di
w.
ww
luar teritorial Indonesia.3
3
Asas perlindungan terhadap warga negara di luar negeri atau asas berlakunya hukum pidana nasional
terhadap orang asing di luar negeri, diatur juga di beberapa KUHP Asing (a.l. Bulgaria, China, Latvia,
Perancis, Romania).
24
www.legalitas.org
money laundering) juga dipandang sebagai kepentingan nasional
yang dilindungi.
Asas Universal
tentu.
-o0o-
25
www.legalitas.org
Lampiran 1 :
26
www.legalitas.org
tersebut.
Pasal 54
Seseorang yang melakukan tindak pidana
tidak dibebaskan dari pertanggungjawaban
pidana berdasarkan alasan penghapus pida-
na, jika orang tersebut telah dengan sengaja
menyebabkan terjadinya keadaan yang
dapat menjadi alasan penghapus pidana
tersebut.
r g
s .o
li ta
Paragraf 5 ∗ aMeletakkan Psl. 57 di bawah paragraf
Pedoman Penerapan Pidana dengan
g
le 5 tidak tepat, karena Psl. 57 mengatur
Perumusan Alternatif w . tindak pidana yang diancam dengan
w w pidana denda secara tunggal. Perumusan
Pasal 57 alternatif ada pada Psl. 58.
(1) Jika tindak pidana hanya diancam
dengan pidana denda maka dapat ∗ Psl. 57 seharusnya ditempatkan pada
dijatuhkan pidana tambahan atau Paragraf 4 (Pedoman Penerapan Pidana
tindakan. Penjara dengan Perumusan Tunggal)
(2) Terhadap orang yang telah berulang bersama-sama dengan Psl. 56.
kali dijatuhi pidana denda untuk tindak
pidana yang hanya diancam dengan ∗ Psl. 59 – 61 tidak tepat dimasukkan
pidana denda, dpa diajtuhi pidana dalam paragraf 5, karena :
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau
pidana pengawasan bersama-sama - Psl. 59 (1) mengatur ttg. “saat
dengan pidana denda. berlakunya pidana penjara dan
tutupan”;
Pasal 58
- Psl. 59 (2) dan (3) mengatur ttg. “per-
(1) Jika suatu tindak pidana diancam hitungan masa penangkapan dan
dengan pidana pokok secara alternatif, penahanan dalam putusan pemi-
maka penjatuhan pidana pokok yang danaan”;
27
www.legalitas.org
lebih ringan harus lebih diutamakan
apabila hal itu dipandang telah sesuai - Psl. 60 dan 61 mengatur ttg.
dan dapat menunjang tercapainya “pelaksanaan pidana penjara”.
tujuan pemidanaan.
(2) Jika pidana penjara dan denda Catatan:
diancamkan secara alternatif, maka
untuk tercapainya tujuan pemidanaan, - Karena normanya berbeda, sebaiknya
kedua jenis pidana pokok tersebut dapat Psl. 59 (1) dijadikan pasal
dijatuhkan secara kumulatif, dengan tersendiri, terpisah dari Psl. 59 (2)
ketentuan tidak melampaui separuh & (3).
batas maksimum kedua jenis pidana
- Redaksi Psl. 59 (2) ada kekurangan
pokok yang diancamkan tersebut.
pada kalimat terakhir yang berbunyi:
(3) Jika dalam menerapkan ketentuan ayat “dikurangkan seluruhnya atau
(2), dipertimbangkan untuk menjatuh- sebagian dari pidana penjara
kan pidana pengawasan berdasarkan pengganti denda, atau dari denda
ketentuan sebagaimana dimaksud yang dijatuhkan”.
dalam Pasal 74 dan Pasal 75 ayat (1)
dan ayat (2), maka tetap dapat Seharusnya kalimat terakhir itu ber-
dijatuhkan pidana denda paling banyak bunyi :
separuh dari maksimum pidana denda “dikurangkan seluruhnya atau
yang diancamkan tersebut g
sebagian dari pidana penjara untuk
bersama-sama dengan pidana .o r
waktu tertentu atau dari pidana
pengawasan. ta s
penjara pengganti denda, atau dari
a li denda yang dijatuhkan”.
Pasal 59 . leg
w ∗
(1) Pidana penjara dan pidana tutupan bagi Psl. 59-61 itu berasal dari KUHP yang
ww
terdakwa yang sudah berada dalam sekarang berlaku (WvS), yaitu:
tahanan, mulai berlaku pada saat - Psl. 59 (1) dari Psl. 32 (1) WvS;
putusan telah memperoleh kekuatan - Psl. 59 (2) dari Psl. 33 (1) WvS;
hukum tetap, sedangkan bagi terdakwa - Psl. 59 (3) dari Psl. 33 (3) WvS;
yang tidak berada di dalam tahanan, - Psl. 60 dari Psl. 33a WvS;
pidana tersebut berlaku pada saat - Psl. 61 dari Psl. 34 WvS.
putusan mulai dilaksanakan.
∗ Dalam WvS (KUHP) terjemahan Prof.
(2) Dalam putusan ditetapkan bahwa masa Moeljatno, semua pasal tsb. (Psl. 32-34)
penangkapan dan masa penahanan yang diberi judul “Rupa-rupa Ketentuan”.
dijalani terdakwa sebelum putusan
memperoleh kekuatan hukum tetap,
∗ Mengacu terjemahan Prof. Moeljatno,
dikurangkan seluruhnya atau sebagian
Psl. 59-61 RUU dapat diberi judul (pa-
dari pidana penjara pengganti denda,
ragraf) “Lain-lain Ketentuan Pemida-
atau dari denda yang dijatuhkan.
naan”
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) berlaku juga bagi
terpidana yang berada dalam tahanan
untuk berbagai perbuatan dan dijatuhi
28
www.legalitas.org
pidana untuk perbuatan lain daripada
yang menyebabkan terpidana berada
dalam tahanan sementara.
Pasal 60
(1) Jika narapidana yang berada dalam
lembaga pemasyarakatan mengajukan
permohonan grasi, maka waktu antara
pengajuan permohonan grasi dan saat
dikeluarkan Keputusan Presiden tidak
menunda pelaksanaan pidana yang telah
dijatuhkan.
(2) Jika terpidana berada di luar lembaga
pemasyarakatan mengajukan permo-
honan grasi, maka waktu antara menga-
jukan permohonan grasi dan saat dike-
luarkan Keputusan Presiden tentang
grasi tidak dihitung sebagai waktu
menjalani pidana.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada r g
ayat (1) tidak berlaku jika Presiden s .o
menentukan lain. li ta
g a
le
Pasal 61 w.
ww
Jika narapidana melarikan diri, maka masa
selama narapidana melarikan diri tidak
diperhitungkan sebagai waktu menjalani
pidana penjara.
29
www.legalitas.org
lama 1 (satu) tahun;
c. untuk pidana penjara pengganti, ∗ Psl. 79 (4) ada kekurangan; seharusnya
paling singkat 1 (satu) bulan dan ada kata “Jika” (apabila) pada awal ka-
paling lama 1 (satu) tahun; limat.
d. untuk pidana penjara pengganti,
paling lama 1 (satu) tahun 4
(empat) bulan jika ada pembe-
ratan pidana denda karena per-
barengan atau karena adanya
faktor pemberatan pidana seba-
gaimana dimaksud dalam Pasal
131.
(3) …………………………………
(4) Setelah menjalani pidana pengganti,
sebagian pidana denda dibayar,
maka lamanya pidana pengganti
dikurangi menurut ukuran yang
sepadan sebagaimana ketentuan
dalam ayat (3).
Paragraf 9 r g
∗ Penempatan Psl. 82 di bawah paragraf 9
Pidana Pengganti Denda untuk .o
tidak tepat, karena tidak mengatur
s
Korporasi ta
tentang “pidana pengganti denda
li
g a
untuk korporasi”, tetapi ttg.
Pasal 81 le “pedoman penjatuhan pidana denda”
Jika pengambilan kekayaan atau penda-w.
ww
patan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ∗ Sebaiknya Psl. 82 ditempatkan di bawah
74 ayat (2) tidak dapat dilakukan maka Psl. 77 :
untuk korporasi dikenakan pidana peng-
ganti berupa pencabutan izin usaha atau - Dapat ditempatkan dalam satu para-
pembubaran korporasi. graf yang sama dgn. Psl. 77 (paragraf
5), atau
Pasal 82
(1) Dalam penjatuhan pidana denda, wajib - Diberi paragraf baru (5a) berjudul :
dipertimbangkan kemampuan “Pedoman Penjatuhan Pidana Denda”
terpidana.
(2) Dalam menilai kemampuan terpidana,
wajib diperhatikan apa yang dapat
dibelanjakan oleh terpidana sehu-
bungan dengan keadaan pribadi dan
kemasyarakatannya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
mengurangi untuk tetap diterapkan
minimum khusus pidana denda yang
30
www.legalitas.org
ditetapkan untuk tindak pidana
tertentu.
LAMPIRAN 2 :
∗ Diatur dalam 9 pasal (Psl. 230, 259:1, 273, 296, 344:2, 391:2, 480, 671, 719:2).
∗ Dari ke-9 pasal tsb., ada 32 tindak pidana permufakatan jahat yang dapat dipidana,
yang pidananya semua menyimpang dari “ketentuan umum” Buku I Konsep RUU.
1. Psl. 227 (rahasia negara yang berhu- Pasal 230 sesuai dengan
bungan dengan pertahanan dan keaman- rg
(Sama dgn. Psl.
.o ketentuan pasal-
an negara). s
116 KUHP
ta
pasal tersebut.
a li /WvS)
le g
2. Psl. 229 (rahasia negara yang berhu-
w . idem
w
bungan dengan pertahanan dan keaman-
w
an negara).
31
www.legalitas.org
12. Psl 265 (Makar thd. Wilayah & bentuk Pasal 273 idem
pemerintahan Neg. Sahabat). (sama dengan
Psl. 139c WvS).
18. TP Korupsi (5 TP : Psl 666 s/d 670). Pasal 671 sama dgn. pidana
32
www.legalitas.org
dalam Psl 666 s/d
Pasal 670.
19. TP pencucian uang dlm. Psl. 719 (1). Pasal 719 (2) - penjara minimal
3 th., dan maksi-
mal 15 th., dan
denda Kategori VI.
ANALISIS :
2. tidak ada satu delikpun (delik permupakatan jahat) yang ditundukkan pada
r g
aturan umum pemidanaan untuk permufakatan jahat dalam Buku I RUU
KUHP. s .o
li ta
∗ Sistem dan ide RUU KUHP berbeda dengan g a KUHP (WvS), khususnya dalam sistem
pemidanaannya (sub 1b). Dalam RUU,
w .le aturan pemidanaannya diletakkan dalam
“aturan umum” (Buku I), walaupun
w deliknya ditentukan secara khusus.
w
∗ Diletakkannya aturan pemidanaan untuk permufakatan jahat dalam Buku I, didasarkan
pada ide untuk membuat pola “keseragaman/kesamaan dan kesetaraan/kese-
bandingan bobot”. Ide ini dimunculkan dalam Konsep/RUU, justru berdasarkan
analisis/evaluasi terhadap sistem KUHP yang ancaman pidananya berbeda-beda
(bervariasi) dan tidak berpola, yaitu tidak ada keseragaman dan kesetaraan/keseban-
dingan bobot.
∗ Kalau formulasi ancaman pidana (bobot delik) permufakatan jahat dalam RUU sama
atau kembali lagi ke sistem KUHP (WvS), yaitu “bervariasi/tidak berpola/tidak sera-
gam/tidak ada kesebandingan”, maka ini suatu “kemunduran” dan TIDAK ADA
ARTINYA LAGI DIMASUKKANNYA KETENTUAN TENTANG PERMUFA-
KATAN JAHAT DALAM “ATURAN UMUM” (Pasal 15 BUKU I RUU KUHP).
Dirasakan “janggal”, kalau ada aturan umum Psl. 15 (Buku I) tetapi tidak
pernah bisa diterapkan dalam aturan khusus (Buku II).
∗ Catatan :
1. dirasakan janggal, tidak ada delik permufakatan jahat melakukan makar thd. Presd.
(Psl. 213) seperti dlm. Psl. 110 jo. 103 KUHP/WvS..
33
www.legalitas.org
2. Psl. 719 (2) seharusnya juga ada untuk Psl. 720 (khususnya untuk “permufakatan
jahat”) karena Psl. 720 merupakan “pasangan” dari TPPU (“Money laundering”)
dalam Psl. 719.
LAMPIRAN 3 :
34
www.legalitas.org
memberi bantuan pada waktu pengertian/batasan “persiapan”,
melakukan tindak pidana atau karena dalam aturan umum sudah ada
memberi kesempatan, sarana, atau pengertiannya (lihat Psl. 13 ayat 2);
keterangan untuk melakukan
tindak pidana; - sekiranya pengertian/batasan “per-
b. berusaha memperoleh kesem- siapan” dalam Psl. 13 (2) dipandang
patan, sarana, atau keterangan kurang cukup, dapat saja batasan
bagi diri sendiri atau orang lain dalam Psl. 259 (3) diintegrasikan utk
untuk melakukan tindak pidana menyempurnakan rumusan Psl. 13
tersebut; (2).;
c. mempunyai persediaan barang
yang diketahuinya bahwa barang - pengertian Psl. 259 (3) sub a sebaik-
tersebut digunakan untuk melaku- nya dihapus, karena akan menggang-
kan tindak pidana; gu pengertian “menyuruhlakukan”
d. mempersiapkan atau merencana- (doenplegen), “turut serta”
kan untuk melaksanakan tindak (medeplegen), dan “pembantuan”
pidana tersebut yang akan diberi- (medeplichtige) yang sudah ada
tahukan kepada orang lain; atau dalam sistem KUHP (RUU).
e. berusaha mencegah, menghalangi,
atau menggagalkan suatu tindak-
an kekuasaan umum untuk men- ∗ PIDANA TAMBAHAN :
cegah tindak pidana tersebut. g
- pidana tambahan tidak perlu disebut
r
(4) Barang sebagaimana dimaksud pada .o
dalam rumusan delik, karena sudah
s
ayat (3) huruf c dirampas. ta
ada aturan umum (Psl. 64 ayat 2)
li
(5) Tidak dipidana, setiap orang yang
g a
yang menyatakan :
bermaksud hanya mempersiapkan le
perubahan ketatanegaraan secara w. “Pidana tambahan dapat dijatuh-
konstitusional. ww kan bersama-sama dengan pidana
pokok, sebagai pidana yang
Pasal 260 berdiri sendiri atau dapat
(1) Pembuat tindak pidana sebagai-mana dijatuhkan bersama-sama dengan
dimaksud dalam Pasal 213 dapat pidana tambahan yang lain”.
dijatuhi pidana tambahan berupa
pencabutan hak sebagai-mana
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau
huruf d.
(2) Pembuat tindak pidana sebagai-mana
dimaksud dalam Pasal 209, Pasal 210,
Pasal 211, Pasal 212, Pasal 215, Pasal
216, Pasal 232, Pasal 233, Pasal 234,
Pasal 235, Pasal 236, atau Pasal 259,
atau Pasal 260 ayat (1) dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa pencabut-an
hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 88 ayat (1) huruf a dan/atau
35
www.legalitas.org
huruf b.
(3) Pembuat tindak pidana sebagaima-na
dimaksud dalam Pasal 236, juga dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa
pencabutan hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1)
huruf c dan/atau huruf f dan
pengumuman putusan hakim seba-
gaimana dimaksud dalam Pasal 64
ayat (1) huruf c.
BAB II :
∗ Pidana tambahan tidak perlu disebut
Bagian Ketiga dalam rumusan delik, karena sudah ada
Pidana Tambahan aturan umum (Psl. 64 ayat 2). Lihat di
atas.
Pasal 264
(1) Pembuat tindak pidana sebagaimana ∗ Dengan adanya Psl. 64 (2), penjatuhan
dimaksud dalam Pasal 261, dapat pidana tambahan diserahkan sepenuh-
dijatuhi pidana tambahan berupa nya kepada hakim untuk memilih jenis
pencabutan hak sebagaimana dimak- g
sud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf a, . r
pidana tambahan yang akan dijatuhkan,
o
disesuaikan dengan kondisi pembuat
huruf b, dan/atau huruf c.
ta s
(terpidana) dan kasus/perkaranya.
(2) Pembuat tindak pidana sebagaimana a li
dimaksud dalam Pasal 262, dapat
le g
dijatuhi pidana tambahan berupa w.
ww
pencabutan hak sebagaimana dimak-
sud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf a
dan/atau huruf b.
BAB III :
Bagian Kelima ∗ PERMUFAKATAN JAHAT (Ps.273):
Permufakatan Jahat dan Pidana Tambahan
Formulasi delik permufakatan jahat
Pasal 273 dalam Buku II seharusnya sbb. :
Setiap orang yang melakukan permufa- - “Permufakatan jahat untuk melaku-
katan jahat untuk melakukan tindak kan tindak pidana dalam Pasal .....,
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal dipidana”.
265 atau Pasal 266, dipidana dengan pidana
sesuai dengan ketentuan pasal-pasal - ancaman pidananya tidak perlu
tersebut. dicantumkan dalam perumusan delik
ybs., kecuali akan menyimpang
Pasal 274 (membuat kekhususan) dari aturan
(1) Pembuat tindak pidana sebagai-mana umum.(Cttn: jangan “semuanya
36
www.legalitas.org
dimaksud dalam Pasal 267 dapat menyimpang”, krn. kalau semua
dijatuhi pidana tambahan berupa menyimpang, tidak ada artinya lagi
pencabutan hak sebagaimana Psl. 15 Buku I).
dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau - Lihat bahan “Evaluasi Permufakatan
huruf d. Jahat”.
(2) Pembuat tindak pidana sebagai-mana
dimaksud dalam Pasal 268 dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa ∗ PIDANA TAMBAHAN (Psl. 274):
pencabutan hak sebagaimana dimak- pidana tambahan tidak perlu diatur
sud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf a, dalam Buku II (rumusan delik), karena
huruf b, dan/atau huruf c; sudah ada aturan umum (Psl. 64 ayat 2).
(3) Pembuat tindak pidana sebagaimana Lihat di atas.
dimaksud dalam Pasal 265, Pasal 266,
Pasal 269, Pasal 270, atau Pasal 273,
dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
pencabutan hak sebagaimana dimak-
sud dalam Pasal 88 ayat (1) huruf a
dan/atau huruf b.
BAB IV :
r g
Bagian Ketiga .o
∗ Pidana tambahan tidak perlu diatur
s
Pidana Tambahan ta
dalam Buku II (rumusan delik), karena
li
Pasal 282
g a
sudah ada aturan umum (Psl. 64 ayat 2).
BAB VIII
Bagian Kesepuluh ∗ Pidana tambahan tidak perlu diatur
Pidana Tambahan dalam Buku II (rumusan delik), karena
sudah ada aturan umum (Psl. 64 ayat 2).
Pasal 389 Lihat di atas.
37
www.legalitas.org
(1) Jika pembuat salah satu tindak pi-
dana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 344 sampai dengan Pasal 386
melakukan perbuatan tersebut dalam
menjalankan profesinya, maka dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa
pencabutan hak untuk menjalankan
profesi tersebut.
(2) Pembuat tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 385 atau Pasal
386, juga dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa pengumuman
putusan hakim.
BAB XVI
Bagian Kesebelas ∗ Pidana tambahan tidak perlu diatur
Pidana Tambahan dalam Buku II (rumusan delik), karena
sudah ada aturan umum (Psl. 64 ayat 2).
Pasal 505 Lihat di atas.
(1) Pembuat salah satu tindak pidana
38
www.legalitas.org
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
468, Pasal 484, Pasal 485, Pasal 486,
Pasal 488, Pasal 489 sampai dengan
Pasal 498 dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa pencabutan hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
88 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
dan/atau huruf d.
(2) Jika pembuat tindak pidana seba-
gaimana dimaksud dalam Pasal 488
dan Pasal 493 sampai dengan Pasal
498 melakukan perbuatan tersebut
dalam menjalankan profesinya, maka
dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
pencabutan hak untuk menjalankan
profesi tersebut.
BAB XXVII
Pasal 617 ∗ Pidana tambahan tidak perlu diatur
(1) Pembuat salah satu tindak pidana se- dalam Buku II (rumusan delik), karena
bagaimana dimaksud dalam Bab ini, g
sudah ada aturan umum (Psl. 64 ayat 2).
dapat dijatuhi pidana tambahan berupa Lihat di atas..o r
pengumuman putusan hakim dan
ta s
pencabutan hak untuk menjalankan a li
profesinya selama waktu tertentu.
le g
w.
ww
(2) Pembuat tindak pidana sebagaima-na
dimaksud dalam Pasal 592, Pasal 601,
Pasal 607, Pasal 609, Pasal 610, atau
Pasal 615, dapat dijatuhi pidana
tambahan sebagai-mana dimaksud
dalam Pasal 64 ayat (1) huruf a,
huruf b, dan/atau huruf d.
39
www.legalitas.org
(2) Pembuat tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 618 sampai
dengan Pasal 625 dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa pengumuman
putusan hakim.
BAB XXX
r g
Bagian Ketiga ∗ Pidana s o
.tambahan tidak perlu diatur
Pidana Tambahan dan Ganti Rugi a
lit ada
dalam Buku II (rumusan delik), karena
g asudah aturan umum (Psl. 64 ayat 2).
Pasal 664
. le Lihat di atas.
Pembuat tindak pidana sebagaimana
w w
dimaksud dalam Pasal 639, Pasal 643,
w
Pasal 644, Pasal 646, Pasal 647, Pasal 648,
Pasal 653, atau Pasal 661, dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa pencabutan hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88
ayat (1) huruf b dan huruf c.
Pasal 665
Pembuat tindak pidana yang melakukan
salah satu tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Bab ini, dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa pembayaran ganti
kerugian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 ayat (1) huruf d.
40
www.legalitas.org
maksud dalam Pasal 704 atau Pasal 705, Lihat di atas.
dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
perampasan barang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 93 huruf b dan huruf c.
Pasal 708
Pembuat tindak pidana sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 677 sampai dengan
Pasal 678, Pasal 687, atau Pasal 688 dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa pencabut-
an hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
88 ayat (1) huruf a, huruf b, atau huruf c.
Pasal 709
Pembuat tindak pidana sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 678, Pasal 679, Pasal
682, Pasal 687 sampai dengan Pasal 691,
Pasal 692, Pasal 694, Pasal 695, atau Pasal
696 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
pencabutan hak untuk menjalankan profesi
tertentu sebagaimana dimaksud dalam
r g
Pasal 88 ayat (1) huruf f.
s .o
li ta
g a
le
w.
ww
41