pm penerbit pustaka
magister semarang
PRANATA HUKUM
SEBUAH TELAAH SOSIOLPGIS
Saya patut berbangga apa yang dilakukan oleh kedua editor ini
fdak sekedar sebagai seorang 'Ikolektor” yang hanya
iii
malgumpulkan atau mengkoleksi tulisan-
tulisan yang ada untuk dibuklkan-
Melainkan, keduanya juga œlah ulang
struktur tulisan dan malgedit bahasanya sebagai sebuah karya yang
baru dan memiliki keterkaitan yang erat antara satu dalgan yang laüu
IXIgan danikian, üdaklah menghaankan kalau penampilan dari
naskah tulisan yang ada dalam buku ini agak bŒbeda dengan aslinya,
tetapi tidak sedikit pun pokok yang saya sampaikan
kepada
Aus segala pengorbanan waktu, dan pikran dari kedua
umtuk mayelsaikan naskah buku ini, pada keempaan ini saya
ucapkan terima kasih. Tanpa mereka berdua, karya ini ak akan
ada dalgan paumpilan seperü sekarang ini. Selain kepada maeka bŒdUa,
terima kasih juga saya sampaikan kepada teman dan rekan-rekan
yang membantu mengumpulkan kembali mskah-naskah tulisan
yang tasebar di berbagai Jumal dan Majalah Ilmialu Kepada vr.
Snyandaru Ua.ma dan saya sampaikan kasih kesediaannya untuk
naskah buku ini pada edisi dan keanpat. Selanjutnya diucapkan
kepada Badan PalŒbit
Diponegoro yang mgjadi kedua dari buku ini.
Kiranya jelas bahwa segala kekurangan dan kekeliruan yang
terdapat dalam buku ini, menjadi anggung jawab penulis saldiri tanpa
manbebankan segala pihak di Segala kritik, kecaman, dan saran
terhadap buku ini akan disambut dengan ucapan terima kasih***
Pengantar Editor:
Memahami UMulü-Wajah" Hukum
Oleh K. Kopong Medan & Mahmuim•om HR
Muhi-Waiah Hukum
Kubu pendulamg aliran pemikiran
hukum sebagai sesuatu yang normologzł aau sesuatu yang bdand•an
pada loŃka normatf. Konsep hukum yang demikian itu
wajah hukum sebagai sebuah norma, norma yang diidentikkan
sebagai keadilan yang harus diwujudkan (ius mnstituendum), norma
yang senyatanya terwujud sebagai yang eksplisit dan secara
telah dirumuskan (ius mnsftuŕum) guna majamin kepastiannya,
pula yang baupa norma-norma hasil cipta penuh hakm
pengadilan (judBnents) mengadili suatu perkara dan para
pihak yang berperkara.3
Itu berarti, dalam sudut pandang yang normologzk saja hukum dapat
menampilkan tipologi wajah yang beragam, (1) wajah
yang sarat asas moral keadilan, (2) wajah yang sarat dengan norma yang
dipositifkan melalui pa•aturan pașundang-undangan, dan
2
Ibid. halaman 3649. Sekalipun para pencetus aliran pemildran
jarispudence atau aliranfunctionaljwisprudence yang berkembang di Arnerika itu
mengguna.kan basis sosial untuk membangun logika hukumnya, namun fokus
kajiannya tăp menampilkan wajah hukum yang normative. kala lain, basis sosial
dalam sadi-sadi sa:iologicaljaaisp•udence hanyalah sebagai pelengkap auu penunjang
unałk membangun logika hukum yang sejalan dengan realitas
sosial yang aa, dalam memutuskan perkara di
3
Elaborasi yang relatif memadai dapat dalam beberapa
ałlisan tersebar yang dibuat oleh Soetandyo Wigjosoebroto, antara lain ”Keragaman
dalam Konm Hukurn, Tipe Kajian, dan Maeri Tutorial Mala
Kuliah
Disertasi untuk Program ł»ktor Ilmu Huhma Univasitas Dipnegom, Semarang,
2001, halaman I-11); "Masalah Metodoł• dalam Penelitian Hukum Sehubungan dengan
Masalah Kerawnan Pendekatan Konseptualnya", Makalah
Rijuka: Fonm Kongmikasi Hasil
Bidang Hukum, diselenggarakan di Hotel Kencana, Bandungan, Kabupalen 5-6
Desember 1994, halaman 5-6.
(3) wajah yangjudge made atau tampil dalam putusan-putusan haKm.
Tipologi wajah hukum yang demikian itu selalu eksis sebagai tnŃan
dari suatu sistem doktrin ajaran, yakni ajaran bagaimana hukum harus
atau untuk menyeleaikan perkara.
Sebaliknya, kubu penganut aliran pemikiran non-dok&inal
mmgkonsepkan hukum bukan sekali-kali sebagai yang normologik,
melainkan sesuatu yang nomologik logika hukum yang
pada nomos sosial). Konsep hukum ymg demikian itu, jelas €dak
akan menampilkan wajahnya yang normaff (rules), melainkan sebagai
regulnrifies (pola-pola perilaku) yang gadi di alam pengalaman
dan/atau sebagaimana yang tersimak di dalam kehidupan sehari-hari
(sine ira et studio).1
Dalam tampilan pg lebih dă], wajah hukum yang regularities
non doktrinal dapat dalam dua tipoloŠ wajah yang bóedaă Pertama,
wajah hukum yang tampil sebagai irătusi sosial yang ril dan
fungsional di dalam sistem kehidupan masyarakat, baik dalam proses-
proses pemulihan dan pmyelesaian mauptm dalam prosG-
proses pengarahan dan perilaku yang baru- Kedua, wajah hukum
yang dapat tampil sebagai makna-makna simbolik sebagaimana
dan dalam aksi-aksi interaksi masyarakaŁ
viii
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
5
Prof. Soetandyo Wignjosoebroto sesungguhnya adalah Guru
Besar Sosiologi Hukum dari Universitas Airlangga Surabaya,
yang selama ini membantu mengembangkan Progam Doktor Ilmu
Hukum Undip. Bahkan, jauh sebelum itu beliau telah
membaktikan ilmunya di Program Magister Ilmu Ilukum Undip.
xiii
Esmi Warassih
Bertens, Filsuf-filsufBesar tentang Manusia. Jakarta: PT. Gramedia, 1988, halarnan 32-
45. Khusus tentang pemikiran dapat dibaca juga dalam Jean Roberts, "Keadilan dan
Polis" dalam Christopher Rowe & Malcolm Schofield yang di Indonesiakan oleh Aris
Ananda cs, Sejarah Pemikiran Politik Yunani dan Romawi. Jakarta: PT. Raja Grafmdo
Persada, 1999, halaman 412413. Baca juga E. Sumaryono, Etika Hukum: Relevansi
Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, Yogyakaflä.* Penerbit Kanisius, 2002, halaman
69.
12 Satjipto Rahardjo, "Hukum Hendaknya Membuat Bahagia", artikel Opini dalam
Harian Kompas, 13 November 2002, halaman 4. Atas dasar pcmikirannya itulah yang
membuat Satjipto Rahardjo akhir-akhir ini mulai menggagaskan pemikiran tentang
perlunya membangun dan mengembangkan "hukum progresif" di Indonesia.
Xiv
Esmi Warassih
Catatan Penutup
Demikianlah secara garis besar uraian dan
interpretasi kami tim editor terhadap isi pokok buku
ini, dan termasuk gambaran tentang perspektif yang
dipakai oleh penulis dalam membahas masalahmasalah
hukum. Interpretasi yang kami lakukan untuk
menghantar buku ini ke hadapan sidang pembaca mungkin
kurang sempuma atau mungkin membias dari konteks yang
diinginkan penulis dan para pembaca buku ini. Para
pembaca dapat saja memiliki pemahaman yang berbeda
tentang isi buku ini, tapi itulah yang kami harapkan
Esmi Warassih
agar dinamika pemikiran tentang isi buku ini terus
bergulir menuju wujudnya yang lebih sempuma.
Kami fim editor tetap berpegang pada prinsip, bahwa
Pranata
PROLOG
BAGIAN
ŒTAHUKUM
Hukum %bagai
Fumgsi-fungsi Hukum
Simpulan
Simpulan.
BAGIAN
BUDAYA HUKUM
Kulttu• Hukum dalam Penegakan Hukum
61 Hukum sebagai Suatu Sistem
62
Hukum
70
Komponen-komponen yang Mempengaruhi Pa-regakan
Hukum
Simpulan.
Kesadaran
Hukum
Tæminologi
Kesadaran Hukum
Sikap Moral:
Kunci Kesadaran
Hukum
Bertingkah I-aka.
Faktor Penentu Kesadaran Hukum
Petimbangan Pembuatan Hukum
Pembinaan Kesadaran Hukum
Pruaa HIAann, Sån*Teinh
98
Hukum dan
Kebijaksanaan Publik
100 Terminologi
Kebijaksanaan Publik 101
Hukum dalam Masyarakat
103
Perumusan Kebijaksanaan Publik.
104
Kebijaksanaan Publik
Paradigma Reversal:
Pemberdayaan Hukum Melalui Pembangunan
Alternatif 132 Dinamika Pemikiran
Hukum
Mega Lawyering: Jasa Hukum Era Global
136
Oriennsi PQdidikan Hukum138
164
DAFTAR BACAAN
175
176
180
BIODATA (2) 182
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
DAFTAR BAGAN
BACAN 1
10
BACAN 238
BACAN 363
BACAN 4
83
BACAN 592
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
xxiii
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Prolog
Basis Sosial Hukum:
Pertautan Ilmu Hukum dan Ilmu
Pengetahuan Sosial
6
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
7
Esmi Warassih
hubungan antara hukum dan sarana kontrol sosial yang lain di dalam masyarakat
modem dan demokratis ini.21
22
Edgar Bodenheimer, Yurispudence:The Philosophy and Method
of the Lav, Cambriage, Massachusetts, 1962, halaman 106. 23
Ibid, halaman 106.
Baganl
12
Pranata Hukum, Sebuah Sosial
13
Esmi Warassih
yuridik itu juga dirasakan oleh seorang pengacara kondang Yap Thiam
Hien. la mengatakan:16
14
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
hanya oleh kehadiran peraturan itu sendiri, melainkan juga oleh
beberapa faktor lain. Faktor-faktor yang turut menentukan bagaimana
respons yang akan diberikan oleh pemegang peran, antara
15
Esmi Warassih
32
Michael Barkun, Law and the Social System, New York: Liaber Atherton, 1973.
Simpulan
Tujuan ilmu adalah mQcari penjelasan dari gejala-
gejala yang ditemukan, yang memungkinkan kita
mengetahui sepenuhnya hakkat Obyek yang dihadapi.
Untuk sampai pada tujuan tersebut, ilmu pengetahuan
hukum tidak dapat menutup dirinya sebagai studi hukum
yang normatif. Melainkan ia perlu merangkum hasil olah
pikir dari ilmu-ilmu sosial yang pada hakikattya
merupakan studi yang desl«iptif yaitu memaparkan apa
adanya tanpa memberikan suatu penilaian.
20 Ibid, halaman 8.
16
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
BAGIAN PERTAMA
Cita Hukum
17
Esmi Warassih
1
Hukum sebagai Sistem
Norma dan Fungsi-
Fungsinya
18
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
pilihan-pilihan dari berbagai alternatif untuk mencapai
tujuan-tujuan yang diharapkan.
19
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Pengertian Hukum
Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan
peraturan atau kaedah dalam kehidupan bersama; keseluruhan
tentang fingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu
sanksi.21Namun demikian, hingga sekarang belum diperoleh suatu
pengertian hukum yang memadai dengan kenyataan. Hal ini
dikarenakan hukum memiliki banyak segi dan bentuk, sebagaimana
diungkapkan oleh Lemaire, bahwa hukum itu banyak segütya serta
meliputi segala lapangan kehidupan manusia menyebabkan orang
ådak mungkin membuat suatu definisi hukum yang memadal dan
komprehensif.22Demikian pula Kisch mengatakan, bahwa hukum itu
ådak dapat dilihat atau ditangkap oleh panca indera, maka
sukarlah untuk membuat suatu definisi tentang hukum yang
memuaskan umum.
19
1. Hukum dalam a-rü ilmu;
2. Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang
kenyataan;
3. Hukum dalam arti kaedah atau norma;
4. Hukum dalam arti tata hukum atau hukum posiåf tertulis;
Tuİuan Hükum
Pengerüan-pengertian hükum sebagaimana diuraikan di atas
memberi petunjuk kepada kita bahwa sesungguhnya hükum
merupakan karya manusia sebagai cerminan kehendak dan
22
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
42
Satjipto Rahardjo, op.cit, 1986, halaman 50.
43
Ibid., halaman 50.
Fungsi-fungsi Hukum
Manusia di dalam hidupnya selalu mempunyai
kebutuhankebutuhan atau kepentingan-kepentingan yang hendak
dipenuhinya. Namun, tidak semua manusia mempunyai kebutuhan
atau kepenffngan yang sama, melainkan kadang berbeda, dan
bahkan tidak jarang pula bertentangan satu sama lain. Di
lain pihak disadari pula bahwa terpenuhinya suatu kebutuhan
manusia amat tergantung pada manusia lainnya. Bahkan,
pemenuhan kebutuhan manusia dapat diselenggarakan di dalam
masyarakat yang tertib dan aman.
Oleh sebab itu, Hoebel menyimpulkan adanya empat
fungsi dasar hukum, yaitu:29
30halaman 79-82.
Ibid,
26
Pranata Hukum, Sebuah
28
Pranata Hukum, Sebuah
kultur hukum. Kultur hukum inilah yang
berfungsi sebagai jembatan yang
antara peraturan hukum dengan
tingkah laku hukum seluruh warga
masyarakat.
30
Pranata Hukum, Sebuah
commando, permission, authorizations and derogating
norms.
Hukum positif hanyalah perwujudan dari adanya norma-
norma dan dalam rangka untuk menyampaikan norma-norma
hukum. Hans Kelsen mengatakan ... every law is a norm
Perwujudan norma tampak sebagai suatu bangunan atau susunan
yang berjenjang mulai dari norma positif terånggi hingga
perwujudan yang paling rendah yang disebut sebagai
individual norm. Teori Hans Kelsen yang membentuk bangunan
berjenjang tersebut disebut juga stufentheory.
Akhimya, norma-norma yang terkandung dalam hukum positif itu
pun harus dapat ditelusuri kembali sampai pada norma yang pal-mg
dasar yaitu•Grandnorm. Oleh karena itu, dalam susunan norma hukum
tidak dibenarkan adanya konfradiksi antara norma hukum yang lebih
rendah dengan norma hukum yang lebih tinggi. Agar keberadaan hukum
sebagai suatu sistem tetap dapat dipertahankan, maka ia harus mampu
mewujudkan dngkat kegunaan (efficacy) secara minimum. Efficacy
suatu norma ini dapat terwujud apabila (1) ketaatan warga
sebagai suatu kewajiban yang dipaksakan oleh norma, dan
(2) perlu adanya persyaratan berupa sanksi yang diberikan oleh
norma.37
Te188h Sosi81
Simpu\an
Bertolak dari rangkaian pembahasan di
atas dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya
hukum mempunyai banyak fungsi dalam usahanya
mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, dalam
perumusannya sebagai hukum positif harus
dipahami suatu sistem norma. Pemahaman ini
penting artinya untuk menghindari terjadinya
kontradiksi atau pertmtangan antara norma
hukum yang lebih tinggi dengan norma hukum
yang lebih rendah kedudukannya. Pemahaman
ini semakin penffng arănya, apabila kita
tetap berkeinginan agar keberadaan
(eksistensi) hukum sebagai suatu sistem
norma mempunyai daya guna dalam menjalankan
tugasnya di masyarakat.
31
Esmi Warassih
2
Fungsi Cita Hukum
dalam
Pembangunan Hukum
yang
Demokratis
alam penyusunan peraturan perundang-undangan yang
bersifat demokratis harus mempresentasikan peran hukum sebagai
alat untuk mendinamisasikan masyarakat. Dengan demikian fungsi
cita hukum dalam negara yang sedang dalam perubahan dapat
mengakomodasikan semua dinamika masyarakat yang kompleks
seperti Indonesia.
32
Pranata Hukum, Sebuah Telaah
normative Life of the State and its citizens". 41 Hukum
menentukan serta mengatur bagaimana hubungan itu dilakukan dan
bagaimana akibatnya. Hukum memberikan pedoman tingkah laku,
baik ångkah
Sosi81
33
Esmi Warassih
34
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
43 Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, Prentice Hall Inc, 1978,halaman 3.,
Jay A. Sigler, The Legal Sources ofPublik Policy, D.C. Heath and Company 1977,
62
halaman 4
44 Ibid,halaman 4
Reed Dickeson, The Fundamentals of Legal Drafting,Boston Toronto: Little,Brown and
co, 1965, halaman 26-27
35
Esmi Warassih
Untuk melakukan proses perancangan perundangan secara lebih baik, maka pembentuk
peraturan perundang-undangan hendaknya menyadari dan memahami secara sungguh-
sungguh dua hal pokok, yaitu "konsep" dan 'tbahasa", terutama mencari kata-
kata dan konsep yang tepdt, Kejelasan konsep diperlukan untuk membantu dan menuntun
proses perancangan suatu produk hukum, baik dalam hal pengembangan substantive policy
maupun dalam mengkomunikasikannya.
Hal-hal yang sifamya me-tdasar dan konseptual dari suatu produk hukum itu
hendaknya ditelaah dan dikaji dari sudut pandang, baik sudut pandang filsafat hukum, teori
hukum, sosiologi hukum, sejarah hukum maupun dogmaåk hukum. Hingga saat ini
tampalmya ha} mi secara lebih serius dalam studi-studi ilmu hukum.
Keåadaan atau ketidakjelasan rumusan asas, konsep, budaya dan cita hukum, dapat
mengakibatkan produk hukum yang disusun akan segera menjadi usang. Oleh kaæna itu,
diperlukan suatu cara pandang ,landasan pemikiran yang bersifat mendasar dan
konsepsional dalam bidang hukum.
Di sinilah perlunya kesadaran bagl para ilmuwan hukum untuk ikut memildrkan
masalah perancangan dan perencanaan produk hukum secara mantap yang didasarkan pada
pemikran-pemildran konseptual. Dengan demikian, harus disadari sungguh-sungguh bahwa
aktivitas di bidang perencanaan produk hukum yang seperü itu fidak sekedar didasarkan
pada pemikiran seketika dan dangkal, melainkan harus selalu taat pada asas dan kerangka
konseptual yang mantap dan mendasar.
36
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
65
Ludwig von Bertalanfy•, General System Theory, Foundation, Development, Flication.
New York. George Braziller, 1968.
William A. Shmde and Voich, Organization and Management, Basic System Concepts.
Tllahassee, Fla: Florida State University, 1974. lihat juga dalam Satjipto
Rahardjo, 11mu Hukum. Bandung: Alumni, 1991, halaman 48
67
Ibid, halaman 122. juga dalam Satjipto Rahardjo,ibid , halaman 48-49
dari bidang-bidang lain yang selanjumya menghasilkan
keluaran yang disalurkan ke dalam masyarakat. L.M.
Friedman ma-tggambarkan keterpautan itu dengan
mengatakan, The heart of the system is the way in
turning input into output. The structure of the legal
like system is like some gigantic computer program,
37
Esmi Warassih
38
Pranatn Sebuah Telaah Sosial
39
Esmi Warassih
70
HJ Van Eikema Hommes, Hofdlijmen Van de Geschiedenis
Der Rechtsfilosofie, Twe de druk, Kluwer, Deventer, 1981,
hal 216-217 sebagaimana dikutip Esmi Warassih, "Implementasi
Kebijaksanaan Pemerintah melalui Peraturan Perundangundangan
dalam Perspektif Sosiologi", Disertasi Program Pascasarjana
Universitas Airlangga, Surabaya, 1991, halaman 85.
71
Joseph Raz, The Concept ofa Legal System, An
Introduction to the Theory ofLegal System, London:
University Press, 1973.
40
Pranata Hukum, Sebuah Telaah
72
A. Hamid S. Attamimi, op.cit,
Sosi81
41
Esmi Warassih
BLACK BOX
Dernands
Sosi81
Sumberdiadaptasidari easton(1965:110)
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut
sangat tergantung pada sistem politik negara yang
bersangkutan. Proses yang cukup panjang itu merupakan
proses transformasi dari beberapa tuntutan ke dalam
suatu keputusan yang otoritatif, dan hal ini
membutuhkan dukungan seluruh masyarakat.75 Itulah
sebabnya, Gristopher Ham & Michael Hill mengahkan, the
43
Esmi Warassih
44
Pranata Hukum, Sebuah Telaah
Simpulan
Keadaan hukum tidak dapat dipahami terlepas dari konteks
sosial dan konteks politis. Mencari model penyusunan peraturan
perundang-undangan yang demolcaüs, diharapkan dapat
menghasilkan kondisi hukum yang responsif sehingga dapat
menjawab berbagai tuntutan di masyarakat. Hal ini dapat
tercapai bila legal and political aspirations integrated,
access enlarged by integration of legal and social advocacy.Di
samping itu, penyusunan peraturan perundang-undangan yang
48 Nonet & Selmick, Law and Society in Transition: Toward
Responsive Law. New York and Row, 1978, halaman 16
45
Esmi Warassih
3
Pergeseran Paradigma
Hukum:
Dari Paradigma
Kekuasaan
Menuju Paradigma
Moral
ulisan ini menggambarkan tentang kehidupan
hukum di Indonesia yang cenderung berkiblat pada
paradigma kekuasaan. Kehidupan hukum yang
demłkian itu, menuntut suatu perombakan mendasar
dengan menggantikan paradigma kekuasaan dengan paradigma
moral agar hukum tampil lebih demokratis dan dapat
merespon kebutuhan dan harapan bangsa Indonesia.
Persoalan lain yang dibahas dalam tulisan ini adalah
mengenai masalah transformasi hukum dalam era global.
Persoalan globalisasi ini pun mengharuskan Indonesia
untuk menata sebuah tatanan hukum nasionnl yang tidak
hanya memperhatikan karakteristikkarakteristik
46
Pranata Hukum, Sebuah Telaah
lokal,melainkan juga perubahan-perubahan yang terjadi di
tingkat global.
49
Esmi Warassih
Orde 56
Baru jauh lebih besar dibandingkan de-Igan masa-masa
sebelumnya.88
Ekonomi-, 1998.
93
48Satjipto Rahardjo, op.cit
Sosi81
57
Esmi Warassih
6. Kepatuhan terpaksa.
Sistem totalitarian didasarkan pada suatu legitimasi yang diberi
nama dead-end legitimacy.% Di sini warga negara menerima
hukum dan mentolerir fndakan pemerintah, oleh karena mereka
tidak melihat pilihan lain. Mereka menerima hukum, sekalipun
opresif, oleh karena itu lebih baik daripada tidak ada hukum
sama sekali. Legitimasi tersebut di atas berbeda dari natural
legitimacy, oleh karena di sini tidak diperlukan bantuan kekuatan
untuk menekan rakyat. Hukum diterima masyarakat berdasarkan
hakekamya, bukan karena ada kekuatan di belakangnya.
7. Tipe rekayasa merusak.
Rekayasa, seperti dipikirkan Roscoe Pound yang dikenal sebagai social
engineering by law, adalah Hndakan rasional biasa. Berbeda dengan
tipe tersebut maka dark social engineering97 adalah penggunaan teknik-
sosial untuk menimbulkan kerugian sosial (sosial harm) yang luas di
masyarakat.
58
Pranatn Sebuah Telaah Sosial
Bagi Indonesia sendiri, tujuan hukum itu telah dirumuskan secara tegas dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai berikut:
Untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum,
96
PodgorecH (1996) sebagaimana dikutip oleh Satjipto Rahardjo,
Ibid. 97 Ibid.
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdeaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial...
Bertolak dari kerangka pemahaman di atas, maka menurut para ahli filsafat
pencerahan, tatanan hukum yang dibentuk minimal memenuhi criteria berikut ini. Pertama,
hukum tidak boleh hanya merupakan alat bantu untuk mencapai rasionalitas, akan tetapi
hukum itu sendiri harus rasional. Dan, hukum yang rasional itu adalah hukum yang benar-
benar mampu mewujudkan tujuan kehadirannya di lingkungan sosial. Kedua, untuk
menjamin agar karya hukum yang rasional dapat mewujudkan tujuannya, harus didukung
oleh tindakan yang efisien oleh perangkat pelaksanaan hukumnya. Ketiga, tentang
pentingnya memasukkan substansi ke dalam bentuk hukum berkaitan sangat erat dengan
pengaruh struktur sosial masyarakat, karena hukum seharusnya mewujudkan tujuan-
tujuannya.
Oleh sebab itu, kalau Mdak ingin gagal maka reformasi hukum yang sudah mulai
diupayakan sejak 1998 itu, harus juga mengacu kepada kerangka pemahaman sebagaimana
disebutkan di atas. Itu berarå, reformasi haruslah merupakan usaha untuk menjadikan
hukum sebagai insåtusi yang mampu menjalankan pekerjaannya sesuai dengan kebutuhan
dan tuntutan zaman. Reformasi hukum merupakan on going proæss dan bukan sekedar
perubahan hukum biasa. Reformasi sesungguhnya merupakan suatu perubahan seperangkat
tata nilai untuk dijadikan dasar bagi suatu sistem hukum. Perubahan mendasar dimulai dari
perangkat nilai dan berlanjut sampai pada tataran substansi, struktur dan kultur hukumnya.
Di Sini berarti, reformasi semestinya memiliki visi yang jelas apabila tidak ingin
sekadar ma-ugubah hukum secara parsial. Sekedar contoh, visi dari Sentra Reformasi
Hukum Fakultas Hukum Undip adalah menempatkan tatanan hukum di atas dasar
"Paradigma Moral" menggantikan paradigma hukum lama yang didasarkan pada
"Paradigma Kekuasaan". Paradigma moral tersebut berupa seperangkat nilai yang bersifat
egalitarian, demokratis, pluralisås, dan profesional untuk membangun "rnasyarakat madani"
(Civil society). Oleh karena itu, usaha reformasi hukum hendaknya ditempatkan di atas
landasan paradigma baru tersebut.
59
Esmi Warassih
dapat pula diartikan sebagai suatu fifk balik yang cepat bahkan abrupt. 62
Persoalan bagi Indonesia tidaklah sepenuhnya demikian transformasi yang
dikehendaki bersifat Rostowian, yaitu sebagai suatu proses linear-
hierarkis melalui proses pembangunan atau pertumbuhan ekonomi dengan
mengikuti konsep ünggal landas (the take off). Penganut konsep tinggal
landas ini berasumsi bahwa pembangunan itu berproses dari satu tahap ke
tahap berikutnya dan berakhir pada suatu tahap atau masa dengan konsumsi
massa yang tinggi.
Kiranya bansformasi bagi Indonesia Mdaklah sepenuhnya
demikian. Transformasi kita kehendaki juga bukan melalui suatu
proses dialekåka yang terus menerus diilhami oleh "pertentangan
kelas yang berebut penguasaan alat produksi" untuk akhirnya
sampai pada puncak dialektika "masyarakat yang tak berkelas yang
langgeng dan abadi". Bagi Hegel, bentuk a.khir dialektika ini
adalah "negara liberal", sedangkan Karl Marx menyebutnya sebagai
"masyarakat Komunis".
Bagi kita, bangsa Indonesia yang banyak
mengadopsi teori modemisasi dari Max Weber, perlu
mengetahui pandangannya tentang proses transformasi.
Max Weber menyimpulkan bahwa transformasi masyarakat
Eropa menjadi masyarakat kapitalis karena di dalam
tubuh masyarakat Eropa sendiri sudah terkandung
"potensi", ingredients budaya yang mendorong lahirnya
"semangat kapitalis" tersebut.63 Itu artinya, Weber
melihat transformasi itu terjadi dari sudut
perkembangan sistem nilai, bukan dari sudut
pergeseran penguasaan alat produksi.
Teori Weber yang berkaitan dengan masalah ini
adalah teori yang berasumsi bahwa manusia itu
sesungguhnya dibentuk oleh nilainilai budaya
sekitamya, khususnya nilai-nilai agama. Ciri-ciri
dari tansformasi Weberian adalah munculnya
masyarakat politik demokratis dengan tatanan
ekonomi kapitalistik. Tipe masyarakat seperti ini
62 Umar Kayam, "Transformasi Budaya Kita", Pidato Penguhlhan
•Guru Besarpada Fakultas Sastra UGM, Yogyakarta, 1989.
63 Lewis (1980) sebagaimana dikutip oleh Umar Kayam, Ibid,
61
Esmi Warassih
63
Esmi Warassih
dan lain sebagainya. Untuk itu, dibutuhkan perubahan sistem nilai
budaya agar terwujud Consumer Culture yang memungkinkan
produkproduk industri dapat dengan mudah dikonsumsi dalam pasar
bersama tersebut. Ini merupakan sebuah rekayasa sosial dengan
skala yang maha luas yang didukung dengan institusi-insåtusi ilmu
pengetahuan, ekonomi, politik, teknoloø, dan lain sebagainya.
Semua ini bertujuan merangsang orang untuk semakin bersifat
konsumtif terhadap produk-produk indusfri. Dengan demikian,
eksistensi pasar tidak semata-mata berdimensi ekonomi, .tetapi
juga berdimensi sosial, budaya, dan poliük.67
Gejala tersebut meruntuhkan norma-norma lokal
atau tradisional, sementara masyarakat sendiri
belum memiliki normanorma untuk menghadapi
tantangan globalisasi. Mentalitas masyarakat
Indonesia seperti yang diajukan oleh
Koentjaraningrat sekitar 25 tahun yang lalu
kiranya belum banyak berubah. Bahkan, mentalitas
ala Koentjaraningrat itu cenderung menjangldå
semua lapisan masyarakat, seperti: (1) mentalitas
yang meremehkan mutu, (2) mentalitas menerabas,
(3) sikap tak percaya pada diri sendiri, (4)
sikap
66
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Simpulan
Akhirnya tmtuk mengaktualisasikan tujuan masyarakat menuju
pembentukan masyarakat warga atau masyarakat madani yang
berdasarkan cita hukum Pancasila, maka perubahan paradigma dalam
tatanan hukum perlu diwujudkan dalam setiap tahap pekerjaan hukum. Namun,
tugas berat tersebut perlu didukung oleh sumber daya manusia yang dididik
dengan kurikulurn yang diorientasikan kepada terwujudnya cita-cita bangsa.
Tanpa melibatkan unsur pendidikan, khususnya pendidikan hukum, mustahil
reformasi hukum yang berparadigrna moral dapat berhasiL
Demikian pula, perlu penataan kembali secara
simultan bidang ekonomi, poliđl<ș dan membangun
budaya hukum yang dilandasi oleh nilai-nilai
dasar bangsa yang terumus secara normatif. Selain
itu, dalam mengimplementasikan nilai-nilai dasar
itu pun tidak boleh mengabaikan aspek realien der
Gesetzgebung atau modal sosial yang
telah dimiliki bangsa Indonesia
baik di tingkat domesăk maupun
internasional. Langkah ini
penting dilakukan, karena masing-masing sub
sistem tersebut saling merasuki secara intensif.
Oleh karena itu, hukum hendalqya benar-benar
fungsi sebagai pengintegrasi yang menerima,
mengolah, dan berbagai masukan dari subsistem
subsistem tersebut.
67
Esmi Warassih
BAGIAN KEDUA
Budaya Hukum
68
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
1
Peranan Kultur Hukum
dalam Penegakan Hukum
69
Esmi Warassih
sikap serta pandangan masyarakat, yang selanjumya disebut dengan kultur
hukum. Faktor-faktor non-hukum, termasuk kultur hukum itulah yang membuat
adanya perbedaan penegakan hukum antara masyarakat yang satu dengan
masyarakat Iainnya.
Bertolak dari uraian di atas, maka persoalan
mendasar yang perlu mendapat perhatian di sini
adalah, Pertama, bagaimanakah hubungan antara
hukum dengan struktur masyarakat? Kedua, fungsi-
fungsi apakah yang dapat dijalankan oleh hukum? Dan Ketiga, bagaimana
peranan kultur hukum terhadap bekerjanya hukum?
70
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
107 William A. Shrode & J.R. Voich. Organization and Management,
Basic System Concept. Tllahassee, Fla: Florida State University
Press, 1974,halaman 12 - 22 Juga dalam Satjipto Rahardjo. 11mu
Hukum, Bandung: Alumni, 1991 , halaman 48-49.
Ibid, halaman 48.
Joseph Raz, op cit, 1973,halaman 136
Satjipto Rahardjo. op.cit, halaman 170
Bagan 3
111 Lawrence M Friedman, "Legal Culture and Welfare State", dalam Gunther
Teubner (Ed), Dilemas of Law in the Welfare State. Berlin-New York: Walter de (huyter, 1986,
halaman 1307. William J. Chambliss & Robert B. Seidman, Law,
Order, and Power, Readling, Mass: Addisin-Wesly, 1971, halaman 5-13. Juga dalam Lawrence
Friedman, "Law and Development, A General Model", dalam Law and Society Review, No. VI,
1972.
76
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
demikian itu majadi eféktif apabila masyarakat yang menjadi basis sosial
bekerjanya hukum itu pun merupakan masyarakat yang tidak Iagi bersifat
fradisional atau kharismatis.79
Perkembangan hukum yang diikuü dengan perkembangan
masyarakat, tampaknya üdak terjadi dalam masyarakat Indonesia.
Semenjak bangsa memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17
Agustus 1945, maka tahap perkembangan masyarakat yang semula
adalah feodalisme masyarakat yang berdasarkan konstitusi. Mulai
saat itu hukum yang berlaku memiliki ciri-ciri yang modem, antara
lain bersifat tertulis, universal, dan bersifat teritorial.
Perkembangan hukum yang demikian itu tidak diiringi dengan
perkembangan masyarakatnya. Akibamya, nilai-nilai yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia tetap saja tradisional dan tidak berubah.
Keadaan yang demikian itu tampak berpengaruh dalam proses
penegakan hukum hingga saat inie
Semestinya hukum yang dianut di Indonesia harus sarat dengan nilai-
nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kalau demikian halnya, maka
hukum bolehlah disebut sebagai sistem nilai. Kegagalan untuk mewujudkan
salah satu nilai-nilai tersebut bukan hanya berdampak pada timbulnya
sistem hukum yang tidak baik, melainkan hukum yang dibuat dan diterapkan
itu pun tidak bermakna bagi masyarakat yang bersangkutan.
Apabila institusi hukum dikaitkan dengan latar belakang
susunan masyarakat dan nilai-nilai yang dianutnya, maka kita
mulai berhadapan dengan pilihan mengenai nilai-mlai apa yang
harus diwujudkan oleh hukurn. Pilihan nilai tersebut sangat
ditentukan oleh kelompok atau golongan mana yang telah berkuasa, 80
yang sudah barang tentu amat berbeda dengan nilai-nilai
masyarakat pada umumnya. Kondisi yang demikian itu amat terasa di
negara kita yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang
tampak di era orde baru sebagaimana tertuang dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) maupun dalam Rencana Pembangunan Lima
Tahun (REPELITA). Padahal pembangunan itu sendiri bertujuan untuk
mewujudkan nilai-nilai, sebagaimana pernyataan bahwa: Recht
is niet allen een functionæl system dat zorgt voor een
soepel verlopen van samenleving' s prosessen, mnar het heft
ook een warden dimensie.l-z
Dimensi nilai yang dipersoalkan tersebut bukan saja dijumpai
saat peraturan itu hendak diterapkan melainkan Mmbul sejak saat
peraturan itu hendak dibuat. Lawrence M Friedman menjelaskan
79 Ibid.
80 Yang dimaksud dengan golongan atau kelompok yang berkuasa di
sini adalah sekelompok kecil masyarakat berhak membuat keputusan-
keputusan politik Ini bukan berarti golongan tersebut tidak
memahami kepentingan masyarakat pada umumnya, melainkan karena
tanggung jawab untuk mensejahterakan rakyat terletak di
tangannya.
77
Esmi Warassih
123
L.J.M. d'Anjau, Actoren en Factoren In Het Wetgeving 's
Process, Zewlie: WEJ.
Tjeenk Willink, 1986, halaman 12.
124
Lawrence M Friedman dalam Gunther Teubner (Ed), Ibid, 1986.
William J. Chambliss & Robert B. Seidman, 1971 loc.cit,
125
Daniel S. Lev "Lembaga Peradilan dan Kultur Hukum
Indonesia", dalam Yahya Muhaimin & Colin Mac Andrews (ed),
Masalah-masalah Pembangunan Politik, Gajah Mada University Press,
1980.
nilai yang dipilih oleh para pembuat peraturan disiapkan untuk sistem
hukum modern yang bersifat rasional, sementara di lain pihak masyarakat
Indonesia belum siap menerima sistem tersebut.
78
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Simpulan
Berdasarkan uraian terdahulu, dapatlah disimpulkan bahwa
faktor kultur hukum memegang peranan yang sangat penting di dalam
penegakan hukum. Kultur hukum berfungsi untuk menjembatani sistem
hukum dengan €ngkah laku masyarakatnya. Seseorang menggunakan
atau tidak menggunakan, dan patuh antara tidak patuh terhadap
hukum sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang dihayati oleh
anggota masyarakatnya.
79
2
Pengaruh Budaya Hukum
Terhadap Fungsi Hukum
ampir setiap bidang kehidupan sekarang ini diattr Oleh
pexaturan-peraturan hukum. Melalui penormaan terhadap üngkah laku
manusia ini hukum menelusuri hampir semua bidang kehidupan manusim
Campum hukum yang semakin luas ke dalam bidang kehidupan
masyarakat menyebabkan masalah penerapan hukum majadi semakn
penüng tmtuk dipa•hittmgkan- Itu artinya, hukum harus bisa menjadi institusi
yang bekerja secara efektif di dalam masyarakat.
Bagi suatu masyarakat yang sedang membangun hukum selalu dikaitkan
dengan usaha-usaha untuk taraf kehidupan masyarakat ke arah
yang lebih baik Menghadapi keadaan demikan, maka peranan hukum majadi
p«tting dalam mewtjudkan tujuan itLL Fungsi hukum tidak cukup hanya
sebagai konbol sosial, melainkan lebih dari itu. Fungsi hukum yang
diharapkan dewasa ini adalah melakukan usaha t.mtuk menggerakkan rakyat
agar laku sesuai dengan cara-cara baru untuk mencapai suatu
tujuan yang Untuk bertindak ahu betingkahlaku sesuai dengan
ketentuan hukum perlu ada kesadaran hukum dari masyarakat, karena faktor
tersebut merupakan jembatan yang peraturan-
peraturan hukum dengan tingkah laku anggota masyamkat.
Kesadaran hukum masyarakat itu, olå erat dengan masalah budaya
hukun•rDimaksudkan deigan budaya hukum di sini adalah berupa kategori
nilai-nilai, pandangan-pandangan sikap-sikap yang mellFtgaruhi
bekerjanya hukum.
Keadaan yang demikian itu seolah-olah menggambarkan, bahwa
sesungguhnya fungsi hukum sekarang sudah mengalami yakni
secara lebih aküf melakukan perubahan-perubahan yang diinginkan. Lon L
Fuller melihat hukum itu sebagai usaha untuk mQcapai tujuan
Pembangunan yang menempati kedudukan yang unma di Indonesia memang
mengha1daki agar hukum dapat djadikan sandaran dan kerangka acuan- Itu
berarti, hukum harus bisa mendukung usaha-usaha yang sedang dilakukan
untuk membangun masyarakat, baik secara phisik maupun spiritual. Hukum
menjadi sarana baø mereka yang mempunyai kekuasaan dalam pemeintahan
untuk men&pkan dan menyalurkan berbagai kebijaksanaan pembangunan-
Dengan demikian, segala kebijaksanaan dapat dirumuskan
dQgan jelas dan melalui insütusi yang namanya hukum itu. Hukum majadi
sandaran bagi pihak, yang terlibat di dalam proses
pembangunan atau pelaksanaan keputusan-keputusan Fibangunan- 1-28 Namun,
harus diakui bahwa pembuat kebijaksanaan memptmyai kedudukan scxial
yang berbeda dengan yang menjadi sasaran kebijaksanaan itu, dan bahkan
posisi para pembuat kebijaksanaanlah yang lebih strateøs dan ma•uentukan.
Kestrategisan posisi itu pulalah yang membuat ma•eka Ucenderun' meneupkan
keputusan yang lebih mQcerminkan nilainilai dan kängnan-keinginan dari
golongan meeka. Kebijaksanaan Flingkaun
hanyalah merupakan suatu jawab mereka sebagai golongan eliæ
yang sedang berkuasa-
Dengan demikian, para kebijaksanaan dapat leluasa
apa saja, termasuk menjatuhkan pilihannya kepada sistem hukum yang
rasional sebagai saluran
Semenhra, seluruh hal yang diputuskan itu üdak selalu sejalan
81
masyarakat, karena Edak galan dengan nilai-nilai, sikapsikap serta
pandangan-pandangan yang dihayati oleh masyarakat.
Kondisi yang demikian, akan dijelaskan dengan
menggunakan dua contoh kongkit hasil temuan
Hukum Diponegoro (UNDIP) dan Pusat Studi
Hukum dan
(PSE-ff) Hukum Universias Airlangga (UNAR). Hasil temuan Fakultas
Hukum UNDIP Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pelaksanaan
Hasil.1B Sedangkan, hasil temuan EI--IP Fakulbs Hukum UNAR
EfekEvitas Umur Minimum Untuk Kawin di
Kabupaten
83
Warassih
Lon Fuller, 1971, halarnan 38-39, Satjipto Rahardjo, Hukum dan Magyarakat,
Bandung: Angka.sa, 1980, halarnan 78.
84
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Sebagai akibat lanjutannya, timbul perbedaan antar apa
yang dikehendaki oleh undang-undang dengan praktek yang
dijalankan oleh masyarakat. Bagaimana seseorang dapat
diharapkan untuk berüngkah laku sesuai dengan perubahan
yang dikehendald oleh hukum, apabila ia tidak mengerti
perbuatan yang bagaimana sesungguhnya harus dilakukannya.
Apabila salah satu syarat yang diajukan Fuller tersebut,
yaitu fadanya komunikasi tentang malma peraturan, maka
rakyat tetap bertingkah laku sesuai dengan apa yang telah
menjadi pandangan maupun nilai-nilai yang telah melembaga.
Esmi
85
Warassih
f. Penuntutan perjanjian sebelum berakhirnya jangka waktu
hanya mungkin dengan persetujuan kedua pihak atau atas
permintaan pemilik dalam hal penggarap tidak
mengusahakan tanah sebagaimana mestinya.
g. Kewajiban untuk membayar pajak dilarang untuk dibebankan
kepada penggarap.
Hubungan antara kedua belah pihak, yaitu pihak yang satu
menyerahkan tanahnya untuk digarap Oleh pihak yang Iain dengan
perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi. Sistem bagi hasil ini
disebut
134
Fakultas UNDIP, 1980, loc.cit.
Ibid.
86
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
dilakukan secara tertulis, dan tidak mengindahkan batas waktu
perjanjian. Mengenai batas minimum perjanjian yang ditetapkan 3
tahun untuk tanah basah misalnya, hanya 0,4% perjanjian bagi hasil
yang menepatinya. Sedangkan, mayoritas perjanjian bagi hasil yang
tidak menepati batas maksimum perjanjian.
Faktor yang agak menarik dalam penelitian ini adalah
kebiasaan untuk memberi sesuatu kepada pemilik tanah agar
dapat memperoleh tanah garapan tetap dilakukan, walaupun
Undang-Undang Bagi Hasil melarang perbuatan tersebut.
Kebiasaan tersebut terjadi di daerah yang subur seperti
Delanggu. Di sana dijumpai semacam
82 Hukum ,
Fakultas
op.cit.Afdol, 1979,
139
op.cit.
87
Warassih
Fakultas Hukum Airlangga tentang efekåvitas ketQtuan umur
minimal untuk kawin (19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk
wanita) di Bangkalan Madura.139 Peneliüan ini ingin
mengetahui bagaimanakah bekerjanya ketentuan hukum baru itu
khususnya mengenai batas umur untuk kawin. Unthk dapat
mentaati ketentuan tersebut tentunya masyarakat sebagai
sasaran Ftgaturan undang-undang itu terleblh dahulu harus
mengetahui isinya. Pada kenyataan, laporan penelitian
justru memberikan data yang sebalikya.
Bagaimana mungkin rakyat di desa tempat penelitian itu
mengetahui bahkan mematuhi isi undang-undang perkawinan,
sedang pengetahuan kepala desa yang dapat menyebut batasan
umur kawin dengan tepat hanya mencapai 25.38%. Selebihnya,
bahkan sebagian besar kepala desa tidak mengetahui dengan
pasti ketentuan batas umur kawin. Peneliåan ini
juga, bahwa kebiasaan mengawinkan anak di bawah umur 16
tahun tetap saja dilakukan Oleh masyarakat desa di wilayah
Kabupaten Bangkalan. Sekitar 64,62%
88
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
budaya tersebut berperanan sebagai pedoman dan pendorong bagi perilaku
manusia di dalam proses interaksi sosial. Pada tataran yang lebih konkret, kebudayaan berfungsi
sebagai sistem perilaku. Itu berarti, kaedah-kaedah yang berlaku sebenarnya berakar pada nilainilai
sosial dan budaya dari masyarakat yang bersangkutan. Jadi, segala tingkah laku manus.ia
sesungguhnya berpedoman pada konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang baik dan apa yang
buruk.142
140
Ibid.
141
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia,
1974, halaman 32.
142
Soerjono Soekanto, 1976, Ibid, halaman 24.
89
Esmi Warassih
90
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
suatu sistem hukum. Friedman membedakan unsur sistem itu ke
dalam 3 (tiga) macam yaitu: (1) struktur; (2) substansi; dan (3)
kultur.85 Komponen adalah kelembagaan yang diciptakan
oleh sistem hukum dengan berbagai macam fungsinya dalam
mendukung bekerjanya sistem hukurn. Komponen "substansi" adalah
luaran dari sistem hukum, termasuk di dalamnya norma-norma yang
antara lain berwujud peraturan perundang-undangan. Semuanya itu
digunakan untuk mengatur Mngkah laku manusia. Sedangkan,
"kultur" (budaya) adalah nilai-nilai dan sikap-sikap yang
merupakan pengikat sistem itu, serta menentukan tempat sistem
itu di tengahtengah budaya bangsa sebagai keseluruhan. Mengenai
hal ini Friedman menegaskan, bahwa a legal system in actual
operation is a complex organism in which structure, substance,
and culture interact.147
91
Esmi Warassih
92
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Bagan 4
Efektivitas menanamkan Kekuatan yang menentang
unsur-unsur baru dari masyarakat
Proses pelembagaan =
Keceoatan menanam unsur-unsur baru
93
Esmi Warassih
ISI
Soetandyo Wignjosoebroto, "Keadilan Sosial: Sebuah
Perbincangan tentang Kebutuhan Golongan Miskin dan Apa yang
dapat Diperbuat oleh Hukum untuk Memenuhinya", Surabaya: FIS
UNAIR, 1980.
152
Soerjono Soekanto, op.cit, 1973, halaman 103.
94
Pranata Hukum, Sebuah Sosial
Te188h
95
Esmi Warassih
3
Pembinaan
Kesadaran Hukum
embina kesadaran hukum adalah suatu tuntutan
pembaharuan sosial yang dewasa ini menjadi perhaåan
pemerintah dan mulai digalakan dalam berbagai usaha
pembangunan. Sejak awal pemerintahan Orde baru (Orba) secara
jelas dan sistematis dituangkan dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (VTPR) Nomor IV/ MPR/ 1978 mengenai
Garis-Garis Besar Haluan (GBHN) dalam hal hukum, tertib
hukum dan hukum. Penegasan hal ini dirumuskan
sebagai berikut:
(1)pembangunan di bidang hukum didasarkan atas landasan
sumber tertib hukum seperti terkandung dalam Pancasila
dan UndangUndang Dasar 1945;
(2)guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam
mengayomi masyarakat, yang merupakan syarat bagi
terciptanya stabilitas nasional yang mantap, maka
aparatur pemerintah pada umumnya dan aparatur penegak
hukum pada khususnya perlu terus menerus dibina dan
dikembangkan untuk peningkatan kemampuan serta
kewibawaannya;
(3)pembangunan dan pembinaan di bidang hukum
diarahkan agar hukum mampu memenuhi
kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan
pembangunan, sehingga dapat diciptakan
keteråban dan kepasüan umum;
(4)usaha-usaha pQertiban badan-badan penegak hukum perlu
dilanjutkan;
(5)usaha meningkatkan kemampuan dan kewibawaan aparat
penegak hukum perlu dilanjutkan;
96
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
(6)meningkatkan kesadaran hukum sehingga masyarakat
menghayati hak dan kewajibannya;
(7)meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum
ke arah tegaknya hukum, keadilan dan pembinaan
perlindungan harkat dan martabat manusia, ketertiban
serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar
1945.
Melihat urutan tersebut jelas memberi gambaran bahwa
masalah pembinaan kesadaran hukum sangat berkaitan dengan
berbagai faktor, khususnya sikap para pelaksana hukum. Untuk
memupuk dan membina pertumbuhan kesadaran masyarakat, para
penegak hukum mempunyai peranan yang amat besar. Hal ini
penting dilakukan, mengingat institusi hukum itu sendiri
dipandang sebagai sarana penting untuk memelihara ketertiban
dan perdamaian dalam masyarakat.
Suatu bangsa yang ingin melihat tercapainya suatu
keteråban dan perdamaian dalam masyarakat akan terus
berusaha untuk mengatur dan mengarahkan ångkah laku seluruh
warga masyarakat menurut pola-pola tertentu. Salah satu cara
yang dapat dipakai untuk memperlancar interaksi antara para
warga masyarakat adalah dengan mengeluarkan norma-norma
hukum tertentu. Melalui hukum friilah antara Iain ditetapkan
peranan-peranan yang seharusnya dilakukan oleh warga
masyarakat. Namun, berdasarkan pengamatan maupun beberapa
hasil penelitian menunjukkan adanya ketidakcocokan antara
apa yang diharapkan Oleh hukum dan fr»gkah laku nyata warga
masyarakat.
Jadi, tegalmya suatu peraturan hukum baru akan menjadi
kenyataan bilamana didukung Oleh adanya kesadaran hukum dari
segenap warga masyarakat. Kesadaran terhadap berlakunya hukum
adalah dasar baø dilaksanakannya hukum itu sendiri. Semakin
merata kesadaran terhadap berlakunya hukum, semakin kecil
pula kemungkinan munculnya Mngkah laku yang tidak sesuai
dengan hukum. Persoalannya sekarang adalah bagaimana
menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat? Persoalan lanjutannya
adalah langkahlangkah apakah yang semestinya di-lakukan .
untuk membina kesadaran hukum masyarakat itu?
97
Esmi Warassih
98
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
90 Ibid.
91 Uraian yang relatif lengkap tentang pendapat von Savigny
dapat ditemukan dalam Lawrence M. Friedman, op.cit.
92 Chambliss dan Seidman, Law, Order and Power, Rending
Mass: Adison Wesly, 1971.
99
Esmi Warassih
nomor 1 tahun 1974. Begitu pula seorang anggota masyarakat
yang akan
100
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
tetapi dengan cara perlahanlahan dan dengan
suatu usaha yang terus menerus serta
bervariasi. 94
Demikian pula, para sosiolog modem yang
berorientasi empiris cenderung berpendapat
bahwa kekuatan pokok kontrol sosial itu
terletak pada adanya kaidah-kaidah kelompok
yang telah diresapi masyarakat. Kekuatan
konfrol sosial juga terletak pada adanya
tekanan-tekanan psikologis antar sesama warga
masyarakat. Itu berafi, kekuatan utama
konfrol sosial bukan terletak pada adanya
pasal-pasal peraturan hukum yang dibuat
formal dan tertuliss Walaupun, tidak dapat
dipungkiri bahwa bagaimanapun juga
101
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
161
Ibid.
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
162
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Bandtmg:
Alumni, 1979, halaman 144.
MOTIVASI
(3) (4)
Konform
103
Esmi Warassih
104
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
105
Esmi Warassih
Ibid,
106
Pranatn Sebuah Telaah Sosial
Ibid.
166
kunjung tiba alias peraturan hukum tersebut tidak dijalankan. 167 Bahkan,
tidak dapat disangkal pula bahwa anggota masyarakat sebagai pemegang
peran pun Mdak mengetahui tentang adanya Perda tersebut. Berdasarkan
interview dosen hukum lingkungan pascasarjana UNAIR memperlihatkan bahwa
ternyata para pelaksanaannya pun tidak mengetahui secara persis tentang
adanya Perda tersebut.
Dalam konteks seperti di atas tampak bahwa
pengimplementasian sanksi yang telah dirumuskan dalam suatu
peraturan hukum, sangat ditQtukan oleh faktor komunikasi yang
baik untuk memperkenalkan produk hukum itu kepada masyarakat dan
seluruh perangkat pelaksananya. Selain faktor komunikasi,
pelaksanaan hukum yang dilakukan secara bersungguh-sungguh dan
konsekuen juga akan sangat menentukan proses bekerjanya hukum
itu.95 Suatu hal yang tak bisa dipungkiri ialah bahwa masih saja
kita jumpai adanya keengganan dalam menerapkan ketentuan atau
sanksi yang sudah ditentukan, dan kebiasaan-kebiasaan lain yang
kurang membantu sikap warga masyarakat dalam menaati hukum.
95 Ibid.
Ibid.
107
Esmi Warassih
Ibid,
108
Pranatn Sebuah Telaah Sosial
Selain itu, para pembuat undang-undang perlu menyadari bahwa dengan
mengeluarkan peraturan hukum itu üdak berarti pekerjaan telah selesai.
Melainkan, pekerjaan itu masih berlanjut dan
170
halaman 150.
Ibid.
109
Pranata Hukum, Sebuah Telaah
SOSİBI
merupakan suatu proses yang sangat panjang. Untuk itil/ perlu dipikirkan
sarana apa sajakah yang dibutuhkan agar peraturan hükum itü dapat
dijalankan dengan semestinya untuk mewujudkan tujuan yang dikehendaki.
Selanjutnya, harus disadari pula bahwa hükum itü adalah
ketentuan-ketentuan yang tidak personal sifatnya. Oleh karena
itu, pengendoran dalam hal pelaksanaan hükum perlu dihindari, dan
pola pelaksanaannya harus dijalankan secara tetap dan teratur.
Dengan demikian, masyarakat akan menyesuaikan tingkah lakunya
dengan keadaan tersebut. Di samping itü peningkatan kesadaran
hükum masyarakat dapat düakukan pula dengan memberi contoh dan
teladan dari mereka yang mempunyai peranan dalam masyarakat,
seperti polisi, hakim, lurah dan sebagainya. Keteladanan ini
pentjng diperhaükan, karena mengingat masyarakat kita masih
bersifat paternalisfik.
Masalah pembinaan kesadaran ini menjadi penfing
artinya bila kita bicara soal hükum sebagai konsep
yang modem. Di sini kita ödak hanya melihat masalah
pengaturan hükum itü dari segi ligifimasinya,
melainkan juga dari segi efektivitasnya. Oleh karena
itli, jika kita ingin agar hükum (modem) itü dapat
terlaksana dengan baik, maka struktur masyarakat pun
perlu dikembangkan untuk dapat menyesuaikan diri
dengan perkembangan hükum yang demikian itu. İni
penting dilakukan mengingat struktur masyarakat
Indonesia hingga saat ini belum seluruhnya memenuhi
tuntutan sistem hükum modern.
Kesadaran untuk memerlukan hükum sebagai sarana yang sengaja
dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan yang kita kehendaki
dinyatakan pula dalam salah satu keputusan Seminar Hükum Nasional
ke III pada tahun 1974 di Surabaya. Keputusan itü dirumuskan
sebagai berikut ın "Peıundang-undangan terutama dalam masyarakat
dinamis dan yang sedang berkembang, merupakan sarana untuk
merealisis kebijaksanaan-kebijaksanaan negara dalam bidang-bidang
ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan dan keamanan
nasional sesuai dengan skala prioritas dan pertahanan pembangunan
nasional .
171
Thid.
110
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
BAGIAN KETIGA
Hukum dan
Kebijaksanaan Publik
111
Esmi Warassih
1
Hukum dan Kebijaksanaan
Publik
embangunan yang terus-menerus dilakukan untuk
mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaksud di dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
menyebabkan peranan hukum semakin mengedepan. Rangkaian-rangkaian
kegiatan beserta programprogram pembangunan sebagaimana
ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan
tahapan pembangunan yang dicanangkan melalui REPELITA (Rencana
Pembangunan Lima Tahun)172semasa Orde Baru, menunjukkan bahwa di
negara ini sedang terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat
besar. Tujuan yang telah dipilih dan ditetapkan sudah barang
tentu hendak diwujudkan di dalam masyarakat. Melalui hukumlah
tujuan tersebut diterjemahkan ke dalam kenyataan sosial. Hukum
diharapkan mampu sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan tersebut
karena pembangunan telah menghasilkan bermacam-macam tujuan yang
ingin dicapai dalam waktu yang bersamaan.
172
96 Steven Vago, Law and Society, Prvntice Hall. Jersey, 1981, halaman 9.
112
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Pola kebijaksanaan pembangunan yang demikian itu sangat popular pada masa pemerintahan
Orde Baru (ORBA) yang dipelopori oleh Presiden Soeharto bersama seluruh perangkat
kabinetnya.
113
Esmi Warassih
115
Esmi Warassih
Bestuurskunde, 1984, halaman 199.
181
Ibid. halaman 22.
182
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan
Sosiologis, BPHN, Sinar Bandung.
190
Ibid, halaman 200.
1 91 Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan,
LP3ES, 1974, halaman 115.
192
Hoogwood W. Brian and Lewis Gunn, loc.cit.
119
Esmi Warassih
merespon suatu kebijaksanaan secara lebih efektifr perlu adanya
tahapan-tahapan yang harus dilalui, baik mengenai tahapan
perencanaan maupun pelaksanaannya. Selain itu, dalam rangka
mewujudkan rencana dari suatu program, maka peranan sumber daya
merupakan unsur utama yang sangat
Para birokrat dalam menjalankan aktivitasnya mempunyai "kebebasan"
untuk menjabarkan kebijaksanaan tertentu yang berkaitan dengan aspek
yuridisnya. Langkah yang demikian itu, oleh Rourke, disebut freies
ermessen atau pouvoir discretionnaire. Rourke menjelaskan lebih jauh,
bahwa:193
193
Francis E. Rourke, Bureaucracy, Politics and Public Policy,
Little-Brown and Co. Toronta, 1976, halaman 32.
194 Christopher Ham & Michael Hill, The Policy Process in the
Modern Capitalist State, The Harvest Press, 1985, halaman 148-
163.
120
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
195 Lawrence M. Friedman, Legal System, Russel Sage-
Foundations, 1975, op.cit halaman 61.
196 Menurut Milton J. Esman, Governing Elites are defined in a
functional sense as those who exercise mayor decision making
power in the national government. It includes both those who hold
formal position of responsibility and those sympathetically
associated with them are not formally represented in governmental
hierarchy but exert important influence in the decision making
process" (Baca John
agar dilakukan Oleh pemegang peran lebih banyak di-tentukan oleh aküvitas
para birokrat itu sendiri.
Simpulan
Sebagai akhir dari uraian ini sekaligus penutup dapat dlkatakan,
bahwa untuk memahami hukum tidak cukup sekedar memahami hukum dalam
bentuk rumusan pasal-pasal yang hanya bergerak di bidang penafsiran,
dan konstruksi hukum. Melainkan, kita harus dapat memahami
hukum dari Sisi yang Iain, karena hukum itu dibuat Oleh manusia dan untuk
ma-•tgatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Hukum üdak pernah bergerak
di ruang hampa, ia merupakan variabel yang senantiasa dinamis dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor di Lingkungan masyarakat, baik itu
faktor sosial, ekonomi, budaya maupun politik
Pemahaman akan peranan hukum dengan situasi dan kondisi tertentu,
tidak terlepas dari unsur manusia, lembaga dan lingkungan masyarakatnya.
Pengaturan hukum yang tampak dalam rumusan pasal-pasal secara
itu merupakan permulaan dari pekerjaan yang .lebih berat
pada tahap berikutnya. Kiranya telaah tentang public policy secara
singkat ini sebagai suatu perkenalan dan dapat membuka kta
selanjutnya di dalam memahami peranan hukum dalam mewujudkan nilai-nilai
dasar hukum khususnya nilai keadilan dalam masyarakat. Selain itu,
diharapkan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara
maksimal, dan dapat mengantar kita menuju masyarakat yang sejahtera.
121
Esmi Warassih
D. Montgoncry and William J. Siffin, The Polilcis of Development
Administration sebagaimana dikutip Oleh Bintoro Tjokroamidjojo),
op.cit, halaman 21.
2
Kebijaksanaan,
Hukum dan Pemerataan
Pembangunan
Arahan Yuridis
Cita-cita untuk mewujudkan keadilan sosial baø seluruh
rakyat Indonesia sudah merupakan tekad yang diamanatkan dalam
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Pasal 27
ayat (2) disebutkan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Oleh
sebab itu, kurangnya kesempatan kerja yang produkåf maupun
ketidakmampuan dålam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasamya sebagai
manusia harus menjadi fokus perhatian dalam pembangunan nasional
122
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Indonesia. Masalah-masalah kemiskinan yang dihadapi masih besar,
baik kemisknan Iahir maupun batin, dan harus terus diusahakan
sampai tuntas. Satu-satunya jalan untuk itu
adalah dengan melaksanakan pembangunan yang dapat
123
Esmi Warassih
Orientasi Pembangunan
Menurut hasil Sakemas (Survey Angkatn Kerja Nasional) 1976
mengungkapkan, bahw•a dari 127,5 juta pa-•duduk Indonesia hanya
23,8 juta orang tinggal di daerah perkotaan, sedangkan sisanya
sebanyak 103,7 juta penduduk tinggal di daerah pedesaan. Jadi,
sebagian terbesar bangsa Indonesia (81,36%) hidup di daerah
pedesaan dan menyebar di 60.415 desa di seluruh Indonesia. 200
Temuan Sukemas tersebut üdak berbeda jauh dari perkembangan
terkini, bahwa perbandingan antara penduduk yang hidup di
perkotaan dengan di pedesaan masih sangat sig-üfikan.
Dari data tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa desa sebagai
basis masyarakat Indonesia merupak.an salah satu faktor yang sangat
menentukan bagi berhasilnya pembangunan nasional secara menyeluruh. Oleh
karenanya, pembangunan pedesaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pembangunan nasional. Kalau kita terjun ke desa, maka dapat ditemui
berbagai gejala yang timbul di pedesaan, dan yang perlu diperhatikan
yaitu tingkat pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Di samping itu,
terdapat warga desa yang kekurangan gizi, tempat tinggal yang belum
memenuhi kesehatan dan lingkungan, rendahnya tingkat pendidikan dan melek
huruf, rendahnya tingkat pendapatan dan sebagainya.2m Kemiskinan dan
kesulitan hidup yang meliputi warga desa tercermin dari tingkat
202
Sunarto N. Mursito, "Suatu Tinjauan Atas Kemiskinan Struktur di
Pedesaan
Indonesia", dalamAnalisa TahunX, No. 3, 1981, halaman
249-251. 203 Ibid, halaman 170.
126
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Hukum yang berlaku saat ini pun masih terbatas pada mereka
yang merniliki tanah, misalnya saja proyek Bimas, Inmas dan
sebagainya. Proyek-proyek pemerintah itu tidak memberikan
peluang kepada golongan petani tanpa tanah atau biasa
disebut buruh tani. Mereka dipandang sebagai varga
masyarakat yang fdak memenuhi syarat untuk ikut serta dalam
progam-program pemerintah tersebut.
132
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Peran Pemerintah
Oleh karena perikehidupan kemiskinan sudah berlangsung
sangat dalam dan lama, sehingga jalan keluar untuk mendobrak
lingkaran setan kerniskinan itu sulit bisa diharapkan dari
kelompok penduduk yang miskin ini. Dalam keadaan fingkat
kemiskinan seperti ini campur tangan luar diperlukan untuk
mengubah keadaan, dan Pemerintahlah yang mempunyai posisi
yang paling mampu dalam mengusahakan perubahan ini.
134
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Ditinjau dan sudut Produk Nasional Bruto maka negara
berkembang menunjukkan kemajuan yang besar. Tetapi ditinjau
dari sudut pembagian pendapatan maka dalam masa pembangunan
ini yang kaya semakin kaya dan miskin semaldn miskin.
Sehingga kepincangan yang tadinya terdapat antara negara
maju dengan negara
215
Sadono Sukimo, Beberapa Aspek dalam Persoalan Pembangunan,
Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1
976, halaman 21. 216 Emil Salim, op.cit,
halaman 16.
135
Esmi Warassih
217
Dorodjatun Kuntjoro Yakti. "Mau ke Mana Kita dengan
Pembangunan Ekonomi
Ini", dalamPrisma, No. 10, 1978,
halaman 14. 218 Ibid.
Simpulan
Pembangunan adalah usaha pemerintah menaikkan
kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan cita-citanya itu,
maka pemerintah melalui kebijaksanaan melakukan
tindakantindakan yang konkrit dan positif sebagai
implementasinya. Oleh karena rakyat yang menjadi target
group kebanyakan hidup di pedesaan, maka sasaran atau fokus
perhatian pemerintah perlu diarahkan pada rakyat miskin yang
hidup di desa. Walaupun desa merupakan satu kesatuan yang
utuh dalam rangka pembangunan secara menyeluruh.
139
Esmi Warassih
Hükum dan
Pembangunan
140
Pranatn Sebuah Telaah Sosial
Hukutfi,
oleh Trubek disebut sebagai "teori sosial tentang hukum" atau "studi
hukum yang bersifat sosial" ,119
Studi sosial terhadap hukum menjadi suatu kebutuhan yang cukup mendesak,
mengingat pada abad ini kita melihat peranan negara semakin besar
dalam mencampuri kepenüngan dan kebutuhan masyarakat sebagaimana terwujud dalam
konsep tentang "Negara Kesejahteraan". Hukum dipergunakan untuk mewujudkan
tujuantujuan sosial tertentu melalui kebijaksanaan-kebijaksanaannya atau melalui
pembentukan peraturan-peraturan Campur tangan hukum yang semakin meluas ke dalam
bidang-bidang kehidupan masyarakat menyebabkan perhatian terhadap masalah-masalah
sosial menjadi semakin inta•tsif. Penetrasi yang semakin luas menimbulkan masalah-
masalah baru seperü hubungan antara perkembangan masyarakat dengan perkembangan
hukumnya, bagaimanakah peran dan fungsi hukum yang dapat dijalankannya dan
sebagainya. Berbagai permasalahan yang timbul dan disebabkan oleh adanya
pembangunan, memerlukan suatu pendekatan yang baru dan relevan.
'
119 David M. Trubek, 'Toward a Social Theory of Law: an Essay on the Study of Law
and Development", dalam Yale Law Journal, Vol. 82, l, 1972, halaman 1-50.
141
Esmi Warassih
Agar hukum lebih berperan dalam pembangunan, tentunya
diperlukan pendekatan lain yang interdisipliner agar hukum
dapat pula beründak sebagai motor penggerak pembangunan dan
membentuk masyarakat ke arah perwujudan nilai-nilai
pembangunan. Apabila pertalian antara hukum dan pembangunan
dilihat sebagai suatu proses tmtuk mengubah masyarakat, maka
hukum dapat berperan dalam bermacam-macam fungsi. Hukum dapat
dipakai sebagai alat yang digunakan secara sadar oleh manusia
di dalam masyarakat untuk mengubah lingkungan hidupnya. Di
lain pihak, hukum juga merupakan suatu nilai atau suatu
proses tmtuk mewujudkan nilai-nilai tertentu. Dengan
demikian, hukum sangat diharapkan peranannya secara efeküf
dalam pembangunan.
120 Robert B. Seidman, The State, Law and Development, New York: St. Martin's
Press, 1978.
121 Stuart S Nagel (Ed), Law and Social Change, London: Sage Publication, 1970.
142
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
227
Khirshna V.R. lyer, Social Mission ofLaw. Bombay: Orient
Longrnan, 1976.
Laporan hasil studi dari panitia a-hli yang dibentuk oleh International Legal
Center (ILC) menyatakan bahwa pengajaran hukum hendaknya diarahkan kepada
143
Esmi Warassih
Dalam suasana seperti sekarang ini, tampaknya memang tidak dapat diharapkan,
bila hanya mempersiapkan tenaga-tenaga yang terampil secara teknis saja. Perkembangan
baru yang demikian itu menghendaki suatu ketrampilan baru antara lain:
Untuk memasåkan, bahwa para mahasiswa turut serta secara maksimal dalam
proses belajar dan mendorong terciptanya suatu
122 International Legal Center (ILC), Legal Education in a Changing World. New
York: International Legal Center, 1975.
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Bandung: Penerbit Angkasa, 1980.
144
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
dididik ke arah pemahaman terhadap suatu ilmu hukum yang
policy oriented. Pandangan kritis terhadap peraturan dan
asas-asas hukum di dalam konteks sosialnya adalah suatu
sikap yang berada di luar ruang lingkup pendidikan hukum di
negara-negara tersebut.
Dibutuhkan suatu jenis hukum, sarjana hukum dan lembagalembaga
hukum yang baru, yang mampu untuk meningkatkan parfisipasi
masyarakat yang sasaran pengaturan hukum itu secara maksimal
dalam pembuatan maupun pelaksanaan keputusan-keputusan
pembangunan. Dalam hubungan ini kita akan dihadapkan pada
kata-kata yang sudah menjadi asing bagi telinga hukum, seperå
trade-offs dan inæntives. Kata-kata seperå itu hanya akan
mempunyai arå sarjana hukum yang tidak lagi menerima
peranannya sebagai seorang pemerkara atau yang menerapkan
hukum, melainkan seorang perencana sosial dan seorang
perunding sosial.
Hukum itu bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat yang
lebih maju dan adil. Konsep hukum seperti ini menekankan
tidak hanya pada penångnya pengetahuan hukum sebagai
seperangkat peraturan-peraturan dan keahlian untuk
menafsirkannya, tetapi juga untuk mendapatkan atau menemukan
hukum.
4
Paradigma Reversal:
Pemberdayaan Hukum
Melalui Pembangunan
Alternatif
145
Esmi Warassih
selama 30-an tahun. Namun, tampaknya perubahanperubahan besar
belum terasa mengingat masa sesudah Soeharto ke tangan
Habibie dianggap dianggap sebagai masa fransisi. Kehidupan
hukum terasa tanpa perubahan, penegakan hukum dianggap masih
lemah, keka•łdoran dalam kesadaran hukum di mana-mana, mulai
dari lapisan masyarakat atas sampai lapisan masyarakat yang
paLing bawah.
Di sini penulis mencoba untuk mengajak pembaca untuk
melakukan perenungan atau kontemplasi mengapa hal tersebut
terjadi dalam kurun waktu lebih dari 50-an tahun merdeka,
tanpa untuk mencari siapa yang bersalah. Tampaknya telah
terjadi hubungan tarikmenarik antara hukum dan politik,
mengingat konfigurasi politik yang tampil sangat mewarnai
karakter dan kehidupan suatu produk hukumnya pula. Bila
terjadi pergeseran bidang politik maka hukum pun ikut
bergeser.
Selama ini hukum kita bersifat senfralistik, didorninasi
oleh lembaga-lembaga formal seperti eksekutif, bersifat
represif dan dibentuk untuk mempertahankan kekuasaan (status
quo), lebih mencerminkan kepenđngan kelompok yang memiliki
bargaining position yang kuat, tidak mencapai suatu tujuan
yang benar yaitu
146
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Perbincangan tentang hukum dan keadilan tidak akan terlepas
dari pandangan falsafati Yang mendasarinya. Mereka yang berangkat
dari filsafat formalisme akan memandang hukum sebagai
prasyaratprakondisi bagi kehidupan rasional yang esensial. Hukum
merupakan peraturan yang dinyatakan secara umum dan hendaknya
dimengerti oleh semua orang. Hukum mengatur perbuatan-perbuatan mana
yang boleh dan tidak boleh. Bahkan hukum pun memberikan prediksi
bagi pelaku-pelaku yang bermain dengan konsekuensi-konsekuensi dari
setiap tindakan yang dilakukan. Hukum memberikan kepasåan dan
memberikan keteråban sosial dalam mengatur masyarakat. Hukum berlaku
universal dan sangat rasional. Semua orang memiliki kedudukan yang
sama di hadapan hukum.
151
Esmi Warassih
Pendidikan hukum saat ini masih meniđkberatkan pada
bongkar pasang peraturan perundangan. Mahasiswa dididik
menjadi tukang-tukang hukum yang mahir memahami bagaimana
mekanisme dan menerapkan suatu peraturan terhadap suatu kasus
tertentu yang mereka hadapi. Dengan perkataan lain,
pendidikan hukum lebih bertumpuh pada vocational fraining
untuk mencetak legal craftsmanship dan legal mechanic.
Pendekatan yang dipergunakan lebih menekankan pada pendekatan
yuridis-formal dan preskriptif. Hal semacam itu memberi
gambaran bahwa dunia hukum itu bergerak antara ”hitam—
putih”, sehingga menyulitkan mahasiswa dalam melihat suatu
realitas sosial yang tidak selamanya bersifat dikotomis,
melainkan multidimensi, multi-aspek, mul€-metode dan bersifat
subyektif.
Harus disadari bahwa hukum ădak dapat terlepas dari
basis sosialnya yaitu masyarakat itu sendiri. Semaldn modern
suatu masyarakat, hukum menjadi penting peranannya dan
semakin dibutuhkan. Hukum ibarat air yang akan merembes
keseluruhan celah kehidupan manusia. Hukum merupakan
kebutuhan yang tidak dapat dihindari oleh manusia dalam
mewujudkan tujuan hidupnya. Masyarakat yang semakin kompleks
selain memerlukan hukum sebagai sarana konfrol sosial, juga
sebagai sarana untuk menciptakan kondisi-kondisi yang baru.
Hukum ădak hanya bersifat lokal dan nasional, melainkan
fransnasional, sehingga permasalahan hukum yang kita hadapi
pun tidak lagi bersifat sederhana. Memasuki
154
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
menjadikan masyarakat, khususnya masyarakat lapisan bawah
semakin lemah, miskirt, dan Mdak berdaya.
155
Esmi Warassih
5
Perlindungan Hukum
Terhadap Pasien
= Kasus Malpractice =
156
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Terminologi Malpractice
Malpractice adalah suatu tindakan yang kurang hati-hati
dari seseorang dalam menjalankan profesinya. Ukuran dari 6-
ngkah laku yang kurang hati-hafi itu tidak kita temui dalam
hukum melainkan terletak pada ketentuan seorang hakim atau
juri.237 Istilah malpractice mempunyai konotasi yang luas dan
biasanya dipakai untuk bad practice; suatu ketika disebut
dengan malapraxis, dalam hal perawatan seorang pasien.
158
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Dalam Izgal Aspects of Medical Records238 kita dapat membaca
rumusan malpractice sebagai:
237
Hayt & Hayt. Legal Aspects ofMedical Records. Physicianus, Record Company
Berwyn, Illionis, 1964, halaman 328-329. 238
Ibid, halaman 329.
(1) the failure of a physician or surgeon in the treatment ofpatient to possess and
employ that reasonable degree of learning, skill, and experienæ which
ordinarily is possessed by others of his profession; or
(2) his failure to exercise reasonable and ordinary care and diligence in the
exertion ofhis skill and the application ofhis knowledgede; or
(3) his failure to exert his best judgement as to the treatment of the case entrusted
to him; or
(4) his failure to bestozv such reasonable and Udinary care, skill, and diligence as
physician and surgeens in the same neighborhood in the same general
ofpractice ordinarily have and exercise in like cases.
Dari terminology tersebut tampak bahwa åmbulnya malpractice bermula pada
hubungan pasien-dokter. Hubungan inilah yang memberikan dasar terdapamya hak dan
kewajiban antara kedua belah pihak. Dalam transaksi terapeutik dokter harus menggunakan
kepandaiannya maupun keilmuan yang dimilikinya dalam melakukan perawatan seorang
pasien dan kewajiban pasien untuk membayar honorarium dan sebagainya. Adanya
kelalaian dokter akibat hubungan yang telah terjadi dapat menyebabkan kerugian pasien.
159
Esmi Warassih
St. Paul Minn (Ed)., Blanch's Law Dictionary, 1979, halaman 864.
239 240
127 Ibid.
128 Hermien Hadiati Koeswadji, op.cit. halaman 7.
161
Esmi Warassih
167
Esmi Warassih
254
Bambang Prameng Santoso & Sofwan Dahlan. "Malpractice", Materi Ceramah
Klinik, Fakultas Kedokteran Undip, Semarang, 1981. 255
Ibid.
169
Esmi Warassih
rahasia dan membiarkan saja dirinya dihina, dimalukan atau
hendak dirugikan
257
170
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Meminimalisasi Malpractice
Penyebab terjadinya malpractiœ adalah ündakan dokter yang
kurang dalam merawat pasien yang menyebabkan kerugian pasien.
Di sampingt itu seorang dokter yang melakukan perawatan tanpa
persetujuan pasien, sedangkan hasil perawatan itu
mengakibatkan cacat atau maünya, maka dokter dapat dikenai
pasalpasal KUH Perdata. Terjadinya malpractice dapat
melibatkan €dak hanya satu dokter, mungkin juga tim dokter
atau tenaga para medis Iainnya. Bahkan, faktor-faktor Iain
dapat pula menentukan berhasil tidalmya €ndakan seorang
dokter. Oleh itu, perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengurangi
terjadinya malpractice yajtu:
(1) penanaman nilai-nilai moral yang terkandung dalam KEKI
sebaiknya dilakukan sedini mungkin;
(2)pemberian i.zin praktek dokter harus diperketat misalnya dokter
spesialis tidak boleh praktek sebagai dokter umum;
(3)perlu dilakukan peninjauan secara berkala terhadap izin praktek;
(4)peningkatan pengetahuan maupun ketrampilan dokter perlu
dilakukan melalui diskusi-diskusi maupun sarana yang Iain;
(5)dokter harus memenuhi hak-hak pasien sebagaimana telah
dijelaskan di muka;
258
Ibid, halaman 70.
259
Ibid
171
Esmi Warassih
Simpulan
Beberapa simpulan dapat ditarik dari seluruh uraian di
atas, yakni:
Transaksi dokter-pasien timbul karena adanya
kepercayaan dari pasien bahwa dokter satu-
satunya manusia yang dapat memberikan
pertolongan. Di dalam fransaksi itu masing-
masing pihak dibebani hak-hak dan kewajiban
yang harus dipenuhinya.
Informasi perlu diberikan oleh seorang dokter kepada pasien
dengan selengkapnya. Informasi yang berdasarkan fakta yang
bohong baik itu dengan alasan untuk kepŒ1tingan pasien atau
untuk eksperimen, dapat dikenai hukuman pidana tentang
penipuan atau perbuatan curang.
172
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
173
Esmi Warassih
Epilog
Kegunaan Pendekatan
Interdisipliner
Terhadap Hukum:
Sebuah Keniscayaan
174
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
175
Esmi Warassih
176
Pranatn Sebuah Telaah Sosial
hukum dengan aspek sosial, budaya, politik,
ekonomi dan sebagainya. Akibamya, para
177
Esmi Warassih
implementasi dan evaluasi sebuah kebijaksanaan. Para Lawyers
dibutuhkan untuk dapat menerjemahkan
Hukum,
Sebuah Keniscayaan
Berdasarkan uraian terdahulu, pemahaman interdisipliner
terhadap hukum merupakan kebutuhan yang tak terelakkan,
mengingat perkembangan masyarakat di fngkat domestik maupun
global. Lulusan strata satu (91) Fakultas Hukum tidak hanya
sekedar menjadi mesin atau corong undang-undangt melainkan
dapat sebagai insan pembaharu hukum. Mereka harus berjuang
menegakkan dan membangun kembali hukum Indonesia, dan sanggup
menghadapi perkembangan global.
Inilah sebuah keniscayaan, yang mau tidak mau
Pendidikan Hukum harus dibenahi sesegera mungkin. Apalagi
realitas di Indonesia menunjukkan bahwa hukum dengan berbagai
perangkatnya sudah üdak dipercayai lagi sebagai institusi
perumus dan penentu keadilan dan di masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri Iag bahwa institusi hukum sudah mulai
dimanfaatkan sebagai lahan untuk keuntungan di tengah
penderitaan para pencari keadilan.
DAFrAR BACAAN
178
Pranatn Sebuah Telaah Sosial
Anderson, J.E. 1979. Public Policy Making. New York: Halt,
Rinehart and Winston.
179
Esmi Warassih
Dickerson, R. 1965. The Fundamentals of Legal Drafting. Boston
Toronto: Little, Brown and Co.
180
Pranatn Sebuah Telaah Sosial
1986. The Legal System: A Social
Science Perspective, New York: Russel
Sage Foundaåons.
1969. "On Legal Developmen€', dalam Rutgers Law
Reviav, No. 1, halaman 27-30, aljh bahasa Rachmadi Djoko
Soemadijo.
Friedmann, Wolfgang, 1953, Legal Theory, London: Stevens &
Sons Limited.
Fuller, Lon Ia., 1971. The Morality of Law, Edisi
Revisi, New Haven & London: Yale University
Press.
Galanter, Marc, 1983. "Mega Law and Mega Lawyer
in The Contemporary United State", dalam The
Sociology of The Profession, Dringwalt,
Lewis eds.
"Modernisasi Sistem Hukum dalarn Modernisasi,
Dinamika Pertumbuhan", dalam Myron Weina, Voice of
America Forum Lectures.
181
Esmi Warassih
Hartono Sunaryati, 1975. "Peranan Kesadaran Hukum Rakyat
dalam Pembangunan", Naskah Simposium Keasaran Hukum
Masyarakat dalam Masa Transisi, Jakarta: BPHN.
Harris, J.W., 1982. Law and Legal Science, Clarendom Press, Oxford.
182
Pranatn Sebuah Telaah Sosial
Koentjoroningrat, 1975. "Pergeseran Nilai-Nilai Budaya dalam Masa Transisi", Makalah Simposium
Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Masa Transisi. Jakarta: BPHN-Binacipta.
183
Esmi Warassih
184
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Purbacaraka, Purnadi & Soekanto, Soerjono, 1978, Perihal Kaedah Hukum, Bandung:
Penerbit Alumniâ
Rahardjo, Satjipto, 1972. ”Hukum dalam Kerangka Ilmu-llmu Sosial dan Budaya”, dalam Masalah-
masalah Hukum, No. 1, Terbitan Fakultas Hukum Undip.
185
Esmi Warassih
Sigler, Yay A & Beede, Benyamin R, The Legal Sources of Public Policy, The
Heath and co.
Tjokroamidjojo, Bintoro, 1974. Pengantar
Administrasi Pembangunan, Jakarta: LP3ES.
United Naåon Administration of Development Programmes and Projects, Jane Mayor Issue.
Vago, Steven L., 1981. Law and Society, Prenåce Hali, Inct-Jersey.
186
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Seidman dalam Law and Society Review, No. VI, halaman 311-339.
1978. The State, Law and Development, New York: St. Mar€n's Press.
Shrode, William A. & Voich, Dan, 1974. Organization and Management, Basic System Concepts.
Tllahassee, Fla Florida State University.
Sidharta, B. Arief, 1996. Refleksi tentang Hukum. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.
Singarimbun, Maski dan Penny, D.H., 1976. Penduduk dm Kemiskiltm: Kasus Srihardjo
di Pedesam Jawa. Jakarta: Bharata Karya Aksara,
Sukirno, Sadono, 1976. Beberapa Aspek dalam Persoalan Pembangunan Daerah. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
187
Esmi Warassih
188
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
189
Pranatn Sebuah Telaah Sosial
INDEK
S
A 9
d 5
e A
l d
m v
a o
n k
, a
t
1 ,
3
9 1
A 7
d 9
m ,
i
n 1
i 9
s 5
t A
r d
a v
å o
o k
n a
, t
„
1
3 1
2 9
, 5
A
1
9
f
1 d
, o
l
1 ,
190
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
2
9 ,
4
, 1
8
9 7
9 A
, l
f
1 i
1 a
2 n
, ,
1 6
8 1
7 ,
6
A 2
f ,
d
o 1
l 3
„ 7
,
9
4 1
, 8
7
9 A
l
9 f
, i
a
1 n
„
1
191
Warassih
6
1
,
9
4
6
2
, 1
8
1
3 9
7 A
, m
e
1
8
r
7 i
A c
m a
e
r F
i o
c r
a u
m
F
o L
r e
u c
m t
u
L r
e e
c s
t „
u
r 9
e 4
s A
n
,
192
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
d 3
e 4
r A
s
s
o
n o
, s
i
5 a
6 s
, i
1 S
2 o
5
s
,
i
o
1
8 l
7 o
g
i
A
s H
a u
s k
u
p m
e ,
m
e
r 7
a 4
t ,
a
a 1
n 9
,
4
1
193
Warassih
A
t 1
t 8
a 9
m A
i u
f
m
k
i l
, a
r
4 u
9 n
, g
,
5
1
5
5
, 7
B
1 a
8 n
7 g
A k
u a
l
b
a
e n
r
t M
, a
d
4 u
3 r
, a
,
5
9
8 9
, ,
194
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
t
o
1
n
8 ,
7
B 7
a 6
r B
k
e
u
n n
, e
t
3 t
3 o
, n
„
1
8 7
7 6
B B
e e
e n
d t
e h
a
,
m
,
1
2 4
5 0
, ,
1 7
9 0
4 B
B e
e r
n t
e a
t l
a
195
Warassih
n 2
f
y
9
, ,
5 1
2 3
B 1
i ,
r
o 1
k 8
r 7
a B
s r
i u
, g
g
6 i
5 n
, k
,
6
9 1
, 5
8
1 ,
8
8 1
B 8
r 8
i B
a u
n d
, a
y
1 a
196
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
, 0
,
i 9
i 2
i ,
, 9
4
x ,
i 1
, 0
2
x ,
i 1
i 6
, 3
,
x 1
i 6
v 4
, ,
x 1
i 6
x 7
, ,
x 1
x 9
, 0
2 ,
3
, 1
7
9
3
1
,
,
8
197
Warassih
1 1
6
9 4
3 B
, u
l
1 l
e
9
t
4 i
, n
2
0 K
2 e
, s
2 e
h
0
a
3 t
B
a
u
d n
a ,
y
a 1
7
h 3
u
k B
u u
m l
,
l
1
e
0 t
2 i
,
n
1
6 K
3 e
, s
e
198
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
h m
a b
t l
a i
n s
„ s
,
1
7 8
3 4
B ,
u
r 8
k 5
h ,
a
r 8
d 6
t ,
K 9
r 0
e ,
m
s 1
, 0
4
4 ,
9 1
, 1
1
5 ,
5 1
C 1
h 4
a
199
Warassih
C t
i i
s
t
,
a
x
h i
u x
k ,
u
m 4
, 8
,
5
4 5
5
C
o D
l e
i w
n a
, n
6 P
4
e
,
m
9 b
0 i
, n
a
1
9 G
1 o
D
l
e
m
k
o a
k r
r ,
a
200
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
8
6 8
3 D
D i
i n
c a
k m
e i
r k
s a
o
n p
, e
m
5 b
0 a
, n
g
5 u
1 n
, a
n
,
5
6
, 6
3
5 D
u
8
r
,
h
e
1
i
2
m
8
,
8
7
1
,
201
Warassih
6
,
1
8 5
8 4
,
D
y
5
e
8
, ,
5 7
0 5
,
,
8
1 2
2 ,
5
, 1
8
9
1 ,
2
6 1
, 9
0
,
1
2 1
7 9
, 1
R
1 e
4 4
6
H 5
a 1
n
s
,
,
1
4 2
5 8
,
T
h
4
202
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
o ,
m
a 1
s 2
6
R ,
,
1
5 2
0 7
, ,
1 1
2 4
5 6
Esrni
Sum
ber
Nas
kah
Prolo
g:
"Basis
Sosial
Hukum:
Pertau
tan
Ilmu
Hukum
dengan
Ilmu
Penget
203
Warassih
ahuan
Sosial
l
',
dalam
Majala
h
llmiah
Masala
h-
Masala
h
Hukum,
terbit
an
Fakult
as
Hukum
Univer
sitas
Dipone
goro,
Nomor
5
Tahun
XIV-
1984,
halama
n 43-
49.
Tulisa
n ini
semula
berjud
ul
"Perta
utan
Ilmu
Penget
ahuan
204
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Hukum
dengan
Ilmu
Penget
ahuan
Sosial
".
Bagia
n
Perta
ma:
Cita
Hukum
1. "Huk
um
seba
gai
Sist
em
Norm
a
dan
Fung
si-
Fung
siny
a",
dala
m
Maja
lah
llmi
ah
Masa
lah-
Masa
lah
Huku
m,
205
Warassih
terb
itan
Faku
ltas
Huku
m
Univ
ersi
tas
Dipo
nego
ro,
Nomo
r 5
Tahu
n
XXI-
1984
,
hala
man
3-9.
2. "Fun
gsi
Cita
Huku
m
dala
m
Pemb
angu
nan
Huku
m
yang
Demo
krat
is",
dala
m
Maja
206
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
lah
llmi
ah
Aren
a
Huku
m,
terb
itan
Faku
ltas
Huku
m
Univ
ersi
tas
Braw
ijay
a,
Nomo
r 15
Tahu
n
ke-
4,
ilA
ovem
ber
2001
,
hala
man
354-
361.
Tuli
san
ini
semu
la
berj
udul
"Fun
207
Warassih
gsi
Cita
Huku
m
dala
m
Peny
usun
an
Pera
tura
n
Peru
ndan
gan
yang
Demo
krat
is".
3. nPe
rge
ser
an
Par
adi
gma
Huk
um:
Dar
i
Par
adi
gma
kek
uas
aan
Menu
ju
208
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Para
digm
a
Mora
l",
dala
m
Maja
lah
llmi
ah
Aren
a
Huku
m,
terb
itan
Faku
ltas
Huku
m
Univ
ersi
tas
Braw
ijay
a,
Nomo
r 9
Tahu
n
ke-
3,
Nove
mber
1999
,
hala
man
106-
109.
Tuli
209
Warassih
san
ini
semu
la
berj
udul
"Par
adig
ma
Keku
asaa
n
dan
Tran
sfor
masi
Soci
al:
Desk
rips
i
tent
ang
Huku
m di
Indo
nesi
a
dala
m
Agen
da
Glob
al".
Bagia
n
Kedua
:
Buday
210
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
a
Hukum
1. l'Pe
ran
an
Kul
tur
Huk
um
dal
am
Pen
ega
kka
n
Huk
um"
,
dal
am
2. Maj
ala
h
llm
iah
Mas
ala
h-
Mas
ala
h
Huk
um,
ter
bit
an
Fak
ult
as
211
Warassih
Huk
um
Uni
ver
sit
as
Dip
one
gor
o,
Nom
or
2
Tah
un
199
5,
hal
ama
n
16-
22.
3. l'Pe
ngar
uh
Buda
ya
Huku
m
terh
adap
Fung
si
Huku
m",
dala
m
Satj
ipto
Raha
212
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
rdjo
(Ed)
,
Huku
m
dala
m
Pers
pekt
if
Sosi
al,
Band
ung:
Pene
rbit
Alum
ni,
1981
,
hala
man
123-
140.
4. "Pe
mbi
naa
n
Kes
ada
ran
Huk
um"
,
dal
am
Maj
ala
h
213
Warassih
Umi
ah
M
a
s
a
l
a
h
-
M
a
s
a
l
a
h
H
u
k
u
m
,
t
e
r
b
i
t
a
n
214
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
F
a
k
u
l
t
a
s
H
u
k
u
m
U
n
i
v
e
r
s
i
t
a
s
D
i
p
o
n
e
g
o
r
o
215
Warassih
'
o
'
N
o
m
o
r
T
a
h
u
n
X
I
I
I
-
1
9
8
3
,
h
a
l
a
m
216
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
a
n
8
-
1
5
.
Bagia
n
Ketig
a:
Hukum
dan
Publi
c
Polic
e
1. "Hu
kum
dan
Keb
ija
ksa
naa
n
Pub
lik
",
dal
am
Maj
ala
h
Ilm
iah
Mas
ala
217
Warassih
h-
Mas
ala
h
Huk
um,
ter
bit
an
Fak
ult
as
Huk
um
Uni
ver
sit
as
Dip
one
gor
o,
Nom
or
11
Tah
un
199
4,
hal
ama
n
19-
23.
Tul
isa
n
ini
sem
ula
ber
jud
218
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
ul:
"Ke
gun
aan
Tel
aah
'Ke
bij
aks
ana
an
Pub
lik
'
ter
had
ap
Per
ana
n
Huk
um
di
dal
am
Mas
yar
aka
t
Dew
asa
Ini
(Se
bua
h
Pen
gan
tar
) n
.
219
Warassih
2. "Ke
bij
aks
ana
an,
Huk
um.
dan
Pem
era
taa
n
Pem
ban
gun
an"
,
dal
am
Maj
ala
h
Ilm
iah
Mas
ala
h-
Mas
ala
h
Huk
um,
ter
bit
an
Fak
ult
as
Huk
um
Uni
220
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
ver
sit
as
Dip
one
aor
o;
Nom
or
1
Tah
un
198
3,
hal
ama
n
32-
40.
Tul
isa
n
ini
sem
ula
ber
jud
ul
"Ke
bij
aks
ana
an
Pem
era
taa
n
dal
am
Pem
ban
gun
221
Warassih
an"
.
3. H
Hu
ku
m
da
n
Pe
mb
an
gu
na
nn
,
Po
ko
k-
Po
ko
k
Pi
ki
ra
n
ya
ng
di
sa
mp
ai
ka
n
da
222
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
la
m
St
ud
iu
m
Ge
ne
ra
l
Ma
ha
si
sw
a
Fa
ku
lt
as
Hu
ku
m
Un
iv
er
si
ta
s
Is
la
m
Ba
nd
un
223
Warassih
g
(U
NI
SB
A)
pa
da
ta
ng
ga
l
2
Ap
ri
l
19
98
.
4. "P
ar
ad
ig
ma
Re
ve
rs
al
:
Pe
mb
er
da
ya
an
Hu
ku
224
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
m
Me
la
lu
i
Pe
mb
an
gu
na
n
Al
te
rn
at
if
",
da
la
m
Hi
ro
da
i-
UN
DI
P
of
La
w
an
d
Po
li
ti
ca
l
Re
vi
225
Warassih
ew
,
Ed
is
i
kh
us
us
,
Ma
re
t
20
01
,
ke
rj
a
sa
ma
an
ta
ra
Un
iv
er
si
ta
s
Di
po
ne
go
ro
de
ng
an
Hi
ro
226
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
sh
im
a
Un
iv
er
si
ty
Je
pa
ng
.
Tu
li
sa
n
in
i
se
mu
la
be
rj
ud
ul
"L
aw
Em
po
we
rm
en
t
Th
ro
ug
h
Al
te
227
Warassih
rn
at
iv
e
De
ve
lo
pm
en
t
as
th
e
Pa
ra
di
m
of
Re
ve
rs
al
".
5. "P
er
li
nd
un
ga
n
Hu
ku
m
te
rh
ad
228
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
ap
Pa
si
en
:
Ka
su
s
Ma
lp
ra
ct
ic
e"
,
da
la
m
Sa
tj
ip
to
Ra
ha
rd
jo
(E
d)
,
Hu
ku
m
da
la
229
Warassih
m
Pe
rs
pe
kt
if
So
si
al
,
Ba
nd
un
g:
Pe
ne
rb
it
Al
um
ni
,
19
81
,
ha
la
ma
n
59
-
79
.
Tu
230
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
li
sa
n
in
i
se
mu
la
be
rj
ud
ul
"P
er
li
nd
un
ga
n
Hu
ku
m
te
rh
ad
ap
Pa
si
en
Ak
ib
at
Ma
lp
231
Warassih
ra
ct
ic
e"
.
Epilo
g:
"Pend
ekatan
Interd
isipli
ner
terhad
ap
Hukum:
Sebuah
Kenisc
ayaan
n
,
Pokok-
Pokok
Pikira
n yang
disamp
aikan
pada
Semilo
ka
Pengka
jian
Materi
dan
Penyus
unan
Silabi
Mata
232
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
Kuliah
Sosiol
ogi
Hukum
dan
Hukum
dan
Masyar
akat
Fakult
as
Hukum
Unive
rsitas
Dipone
goro,
Semara
ng,
tangga
l 27-
28
Februa
ri
2004.
Tulisa
n ini
semula
berjud
ul
"Kegun
aan
Pendek
atan
Interd
isipli
ner
terhad
233
Warassih
ap
Hukumn
.
234
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
BIODATA PENULIS
Prof. Dr. Esmi Warassih Pujirahayu, SH., MS. adalah
Guru Besar bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Unuversitas
Diponegoro (UNDIP) Semarang. la dilahirkan di Solo Jawa Tengah
pada tanggal 21 Oktober 1951. pendidikan Sekolah Dasar hingga
Pendidikan Tinggi Sfrata I (S-1) diselesaikan di Semarang Jawa
Tengah. Celar Sarjana Hukum (SH) diperoleh tahun 1975 di
Fakultas Hukum Undip, yalQi Fakultas yang kini menjadi tempat
untuk membalăkan ilmu pengetahuan hukum yang dimilikinya.
Sedangkan, gelar Magister Science (MS) bidang Sosiologi Hukum
(1983), dan gelar Doktor Ilmu Hukum (1991), ia peroleh di
Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Pada tahun 1986-1987
mengikuti Sandwich Program tentang Hukum Lingkungan dan
Kebijaksanaan Publik dibawah bimbingan Prof. Drupsteen di
Leiden University.
Selain mengajar di Fakultas Hukum UNDIP, ia juga
mengajar pada sejumlah Perguruan Tinggi di luar UNDIP (baik
untuk program S-1, S-2, dan S-3), di berbagai perguruan Tinggi
Negeri dan Swata. Dałam kapasitasnya sebagai akademisi, ia
dipercaya sebagai Rektor Universitas Pekalongan sejak 1999-
2005, Waki] Ketua Pusat Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas
Hukum UNDIP (1996-1999)/ Staf Ahli Lembaga Penelitian UNDIP
(1996-1997), anggota tim pembina untuk sejumlah Jurnal/Majalah
Ilmiah yang terbit di beberapa Perguruan Tinggi di Jawa, dan
sejak 1998 hingga sekarang aktif melayani konsultasi metodologi
penelitian hukum maupun sebagai promotor untuk mahasiswa
Program Doktor limu Hukum UNDIP. Pada tahun 1999 — 2005 Prof
Esmi dipercaya sebagai Rektor Universitas Pekalongan Jawa
Tengah.Selain iłu, Prof. Esmi pemah menjadi Ketua Program S2
Ilmu Hukum Unswagati 2005 hingga pertengahan 2008.SeIanjumya
Prof Esmi dipercaya sebagai Ketua Program Doktor Studi Ilmu
Hukum Universitas Diponegoro untuk periode 2008-2012.
Di sela-sela kesibukannya mengajar dan menjalankan
beberapa tugas akademik yang dipercayakan kepadanya, isteri
dari Drs. H. Abdullah Sodiq ini juga giat mempublikasikan ide
dan gagasannya tentang hukum dan masyarakat. Selain tersebar di
berbagai Jurnal/ Majalah Ilmiah dan beberapa buku kumpulan
tulisan,
ide dan gagasan yang tajam dan kritis tentang hukum dan masyarakat juga
dilontarkannya di berbagai forum seminar, semiloka, panel diskusi,
sarasehan, dan Iain sebagainya.
235
Esmi Warassih
236
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
237
Esmi Warassih
Sdr Kopong telah lulus sebagai Doktor Ilmu Hukum dengan karya disertasi
berjudul "Peradilan Rekonsiliatif: Konstruksi Penyelesaian Kasus-Kasus Kriminal
Menurut Tradisi Masyarakat Lamaholot di Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timuf t
dibawah bimbingan Prof. Dr. Satjipto
Rahardjo, SH. dan Prof. Dr. Esmi Warassih,
238
Prenata Hukum, Sebuah Telaah Sosia!
239
HIA-urrs SeMnhTcH1 Sœial
240
MA, Ph.D.Saat ini sdr Mahmutarom sudah mencapai gelar Doktor
dan telah menjadi Guru Besar di Univa•sitas Wahid Hasyim serta
menjabat sebagai Direktur Pasca %rjana-
241