LAPORAN PENELITIAN
Koordinator Peneliti :
MOCH. IQBAL, S.H.
LAPORAN PENELITIAN
Koordinator Peneliti :
MOCH IQBAL, S.H.
KATA PENGANTAR
Badan Penelitian dan Pengembangan & Pendidikan
dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI
merupakan satuan kerja yang lahir setelah semua Lembaga
Peradilan Yaitu :
1. Peradilan Umum;
2. Peradilan Agama;
3. Peradilan Tata Usaha Negara;
4. Peradilan Militer;
berada di bawah "satu atap" Mahkamah Agung RI. Salah satu
tugas dan tanggung jawab Badan Litbang Diklat Kumdil adalah
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia bagi seluruh
aparat Peradilan, baik bagi Tenaga teknis (Hakim, Panitera dan
Jurusita) maupun tenaga non Teknis, termasuk Pejabat
Struktural.
Dan dalam rangka Pelaksanaan tugas tersebut, Badan
Litbang Diklat Kumdil meliput 4 (empat) unit kerja yakni :
1. Sekretariat Badan;
2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan
Peradilan;
3. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan;
4. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan
Kepemimpinan;
Salah satu unit dari Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah
Agung RI adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum
dan Peradilan adalah Penelitian (Puslitbang).
Berdasarkan DIPA 2014 Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hukum dan Peradilan (Puslitbang) telah
melaksanakan berbagai macam kegiatan yang menjadi
tupoksinya.
Salah
satunya
adalah
Penelitian
"KRIMINALISASI KEBIJAKAN PEJABAT PUBLIK"
yang merupakan Penelitian Kepustakaan. Penelitian
tersebut dilaksanakan diwilayah Hukum Pengadilan di
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT,
atas segala limpahan nikmat dan karunianya, sehingga Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan melalui
DIPA Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI Tahun
Anggaran 2014 telah berhasil merealisasikan salah satu tugas
pokok dan fungsinya yakni menyelenggarakan kegiatan
penelitian.
Kegiatan tersebut diawali dengan Focus Grup
Discussion (FGD) untuk mendiskusikan Proposal Penelitian
berjudul "KRIMINALISASI KEBIJAKAN PEJABAT
PUBLIK" kegiatan FGD Proposal tersebut berlangsung di
Jakarta. Setelah FGD Proposal, dilanjutkan dengan memulai
pelaksanaan kegiatan Penelitian Kepustakaan di Jakarta,
melalui kompilasi bahan dan data penelitian, seleksi serta
analisis terhadap berbagai data, bahan, referensi
kepustakaan, dan putusan-putusan pengadilan yang relevan,
serta dilengkapi sejumlah wawancara dengan para
narasumber yang kompeten. Terhadap hasil Penelitian
tersebut kemudian dilakukan Kegiatan Focus Grup
Discussion (FGD) untuk membahas dan mendiskusikan
Hasil Penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan masukan
dalam rangka penyempurnaan hasil penelitian.
FGD Proposal Penelitian, maupun FGD Hasil
Penelitian telah diikuti oleh para undangan, antara lain
meliputi beberapa Hakim Agung, Hakim Tinggi, Hakim
Tinggi Pengawasan, Hakim Tinggi yang diperbantukan pada
Balitbang Diklat, Hakim Yusitisial, Hakim Tingkat
Pertama, Fungsional Peneliti Puslitbang Mahkamah Agung,
peneliti dari Instarisi atau Lembaga lain, Akademisi dari
Perguruan Tinggi dan Staf Puslitbang. Dengan tujuan untuk
mendapatkan berbagai masukan, kritik dan usulan bagi
penyempurnaan proposal maupun hasil penelitian.
Diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan kemanfaatan
hasil penelitian, baik bagi kalangan internal Mahkamah
iii
KEPALA
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
BADAN LITBANG DIKLAT KUMDIL MA-RI
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan Laporan Hasil Penelitian yang berjudul
Himpunan dan Anotasi Putusan-Putusan Mahkamah Agung RI
tentang Sengketa Pajak.
Kemudian Tim Peneliti melaksanakan penelitian tersebut
dengan beberapa tahapan seperti: Tahapan penyusunan proposal,
tahapan seminar hasil penelitian melalui FGD (Focus Discussion
Group), tahapan perbaikan proposal, tahapan penyiapan data dan
wawancara di lapangan, pengolah data dan penyiapan hasil laporan
penelitian.
Dalam penyusunan laporan penelitian ini penulis banyak
mendapat saran, dorongan, bimbingan serta keterangan-keterangan
dari berbagai pihak yang merupakan pengalaman yang tidak dapat
diukur secara materi, bahwa sesungguhnya pengalaman dan
pengetahuan tersebut adalah yang terbaik bagi penulis. Oleh karena itu
dengan segala hormat dan kerendahan hati perkenankanlah penulis
mengucapan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat Ibu Ny. Hj. Siti Nurdjanah, SH., MH selaku
Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil dan Peradilan
2. Yang terhormat Bapak Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo, SH., MS
selaku Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan
Peradilan
3. Yang terhormat Bapak H. Ariansyah B. Dali P, SH., MH, Bapak
H. Yahya Syam, SH., MH, Bapak Jan Manopo, SH, Bapak R. Iim
Nurohim, SH, Bapak Rukman Hadi, SH., M.Si, Bapak Purwadi,
SH., M. Hum, para peserta FGD proposal dan FGD Hasil
penelitian yang telah memberikan saran dan masukan terkait
proses penyempurnaan laporan hasil penelitian ini.
4. Terima kasih kepada Bapak Khaerul Saleh, SH dan Sdri Mariyam
Sugiarti, S.Sos selaku Anggota Tim Penelitian
Demi kesempurnaan laporan hasil penelitian, Oleh karena itu
saya harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan
v
Moch. Iqbal
vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KABALITBANG DIKLAT KUMDIL .
iii
vii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..
B. Pokok Permasalahan .
C. Tujuan Penelitian ..
D. Kegunaan Penelitian .....
E. Kerangka Teori .
F. Metode Penelitian .
a. Tipe Penelitian .
b. Sifat Penelitian .
c. Data Penelitian .
d. Teknis Pengumpulan Data ...
i. Teknis Analis Data ..
ii. Lokasi, Waktu, dan Kelompok Sasaran .
1
1
6
6
7
7
14
14
14
15
16
16
16
17
17
17
19
26
30
30
32
34
34
BAB I
BAB II
vii
ANALIS
KASUS
KRIMINALISASI
KEBIJAKAN PEJABAT PUBLIK
1. Kasus 1
Kasus Tunjangan Dewan Perwakilan Daerah
Kota Malang
Putusan Nomor 2698 K/Pid.Sus/2010 ..
2. Kasus 2
Putusan Nomor 146 PK/Pid.Sus/2009 ..
3. Kasus 3
Kasus Kriminalisasi terhadap Pejabat (Publik)
Bank Mandiri
Putusan Nomor 1144 k/Pid/2006 .
4. Kasus 4
Putusan Nomor 572 K/Pid/2003
35
41
47
49
65
77
90
103
103
104
107
111
129
BAB IV
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berakhirnya rezim pemerintahan dan sistem pemerintahan
otoriter, di era Orde Baru, telah memunculkan era Rezim
Reformasi, yang mengedepankan sistem kekuasaan yang
demokratis dengan slogan serba keterbukaan / transparansi.
Keterbukaan, telah membawa kehidupan berbangsa dan bernegara
yang lebih egaliter dan equal, kesetaraan disegala bidang.
Untuk mewujudkan dan mewujudkan dan memenuhi hasrat
dan arus reformasi, atau lebih tepatnya disebut euforia reformasi,
berbagai produk perundang-undangan direvisi, demikian pula
berbagai perangkat kelembagaan pengelola negara diperbaharui,
bahkan diadakan lembaga-lembaga baru demi pemenuhan
kebutuhan dan tunturan suara dan denyut nafas reformasi, dalam
wujudnya, lahirlah berbagai lembaga-lembaga baru dengan
kewenangan baru serta beban kerja dan tanggung jawab yang baru
pula. Di bidang hukum, bermunculan berbagai organ baru yang
disebut komisi-komisi, ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial, dan
lembaga (komisi) lainnya.Upaya pelayanan publik dan
penyelenggaraan kenegaraan dan tata pemerintahan untuk
kesejahteraan rakyat pun senantiasa ditingkatkan melalui berbagai
kebijakan (beleid), diskresi, dengan / berdasarkan kewenangan
yang ada.
Pejabat publik di tingkat pusat maupun daerah dalam
melakukan
tindakan
di
lapangan,
peraturan
maupun
penyelenggaraan administrasi negara tetaplah harus menjunjung
tinggi nilai-nilai hukum dan demokrasi, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 1 ayat (2) dan ayat
(3) UUD45 pasca amandemen.1
1
Kerangka Teori
Keberadaan Indonesia sebagai negara hukum telah
ditentukan sejak awal, dalam konstitusi pasal 1 ayat (3),
menyatakan Negara Indonesia adalah negara hukum.
Konsekuensi sebuah negara hukum menurut F.J. Stahll
mengandung ciri-ciri sebagai berikut:7
1. Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia
7
Ibid.
8
16
16
BAB II
KAJIAN TEORI KRIMINALISASI DAN KONSEP
KEBIJAKAN PEJABAT PUBLIK
A. Pengertian, Asas, dan Kriteria Kriminalisasi
1. Pengertian Kriminalisasi :
Kriminalisasi dalam bahasa Inggris criminalization,
dalam ilmu kriminologi adalah sebuah proses saat terdapat
sebuah perubahan individu-individu yang cenderung untuk
menjadi pelaku kejahatan dan menjadi penjahat.
Dalam perkembangan penggunaannya, kriminalisasi
mengalami neologisme, yaitu menjadi sebuah keadaan saat
seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku kejahatan atau
penjahat oleh karena hanya adanya pemaksaan interpretasi
atas sebuah perundang-undangan melalui anggapan mengenai
penafsiran terhadap perilaku, sebagai kriminalisasi formal
dalam peraturan perundang-undangan.17 Contohnya, dalam
perseteruan antara KPK dan Polisi beberapa tahun yang lalu,
kata kriminalisasi digunakan media (publik) untuk
mendefinisikan upaya Polisi menjerat Pimpinan KPK.
Dalam teori konvensional, kriminalisasi merupakan
obyek studi hukum pidana materiil (substantive criminal law)
yang membahas penentuan suatu perbuatan sebagai tindak
pidana (perbuatan pidana atau kejahatan) yang diancam
dengan sanksi pidana tertentu. Perbuatan tercela yang
sebelumnya tidak dikualifikasikan sebagai perbuatan terlarang
dijustifikasi sebagai tindak pidana yang diancam dengan
sanksi pidana. Menurut Soerjono Soekanto, kriminalisasi
merupakan tindakan atau penetapan penguasa mengenai
perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat atau
golongan-golongan tertentu masyarakat dianggap sebagai
17
18
Asas-Asas Kriminalisasi
Asas adalah prinsip-prinsip atau dasar-dasar atau
landasan pembuatan suatu peraturan, kebijakan dan keputusan
mengenai aktivitas hidup manusia. Asas hukum merupakan
norma etis, konsepsi falsafah negara, dan doktrin politik.20
Disamping itu, asas hukum juga merupakan pikiran-pikiran
yang menuntun, pilihan terhadap kebijakan, prinsip hukum,
pandangan manusia dan masyarakat, kerangka harapan
masyarakat.
Saleh, Roeslan. Kebijakan Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi:
Apa Yang Dibicarakan Sosiologi Hukum Dalam Pembaruan Hukum Pidana
Indonesia, disampaikan dalam Seminar Kriminalisasi dan Dekriminalisasi
dalam Pembaruan Hukum Pidana Indonesia, Fakultas Hukum UII.
Yogyakarta. 15 Juli 1993. Hal 38-39.
19
20
Menurut Scholten, asas-asas hukum adalah pikiranpikiran yang tidak ditegaskan secara eksplisit dalam
undang-undang. Ukuran kepatutan menurut hukum dapat
dicari dalam pikiran-pikiran yang ada di belakang naskah
undang-undang. Sedangkan menurut Van Hoecke, asas-asas
hukum adalah opsi-opsi dasar bagi kebijakan
kemasyarakatan yang aktual, dan prinsip-prinsip etik
hukum.
Dalam konteks kriminalisasi, asas diartikan sebagai
konsepsi-konsepsi dasar, norma-norma etis, dan prinsipprinsip hukum yang menuntun pembentukan norma-norma
hukum pidana melalui pembuatan peraturan perundangundangan pidana. Dengan kata lain, asas hukum adalah
konsepsi dasar, norma etis, dan prinsip-prinsip dasar
penggunaan hukum pidana sebagai sarana penganggulangan
kejahatan.
Ada tiga asas kriminalisasi yang perlu diperhatikan
pembentuk undang-undang dalam menetapkan suatu
perbuatan sebagai tindak pidana beserta ancaman sanksi
pidananya, yakni: (1) asas legalitas; (2) asas subsidiaritas,
dan (3) asas persamaan/kesamaan.
Pertama, asas legalitas, yaitu asas yang esensinya
terdapat dalam ungkapan nullum delictum, nulla poena sie
praevia lege poenali yang dikemukakan oleh Von Feurbach.
Ungkapan itu mengandung pengertian bahwa tidak ada
suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas
perundang-undangan pidana yang sudah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan. Asas legalitas adalah asas yang
paling penting dalam hukum pidana, khususnya asas pokok
dalam penetapan kriminalisasi.
Menurut Schafmeister dan J.E. Sahetapy21 asas
legalitas mengandung tujuh makna, yaitu: (i) tidak dapat
21
24
Ibid, hal.35.
Ibid, hal. 14
26
Ibid, hal. 28
25
22
25
Kriteria Kriminalisasi
Dalam membahas masalah kriminalisasi timbul dua
pertanyaan, yaitu: (i) apakah kriteria yang digunakan oleh
pembentuk undang-undang dalam mengkriminalisasi suatu
perbuatan sebagai tindak pidana yang diancam dengan
sanksi pidana tertentu?; (ii) apakah kriteria yang digunakan
pembentuk undang-undang untuk menetapkan ancaman
28
29
Harkristuti Harkrisnowo mengutip Bentham dalam Konsep
Pemidanaan: Suatu Gugatan Terhadap Proses Legislasi di Indonesia,
Pidato Pengukuhan Guru Besar UI. Jakarta. Hal. 20
30
Bassiouni, M. Cherif. Substantive Criminal Law. 1978. Hal. 82.
Dikutip dari Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Kebijakan Hukum
Pidana.Bandung. 1996. Citra Aditya Bhakti
31
Soedarto. Kapita Selekta Hukum Pidana.Bandung, Alumni.
1986. Hal 31.
27
a.
29
30
a.
Thomas R. Dye
Thomas R. Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai
berikut:
"Public Policy is whatever the government choose to do
or not to do". (Kebijakan publik adalah apapun pilihan
pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu). Menurut Dye, apabila pemerintah
memilih untuk melakukan sesuatu, maka tentunya ada
tujuannya, karena kebijakan publik merupakan
"tindakan" pemerintah. Apabila pemerintah memilih
untuk tidak melakukan sesuatu, inipun merupakan
kebijakan publik, yang tentunya memiliki tujuan. Sebagai
contoh: becak dilarang beroperasi di wilayah DKI
Jakarta, bertujuan untuk kelancaran lalu-lintas, karena
becak dianggap mengganggu kelancaran lalu-lintas, di
samping dianggap kurang manusiawi. Akan tetapi,
dengan dihapuskannya becak, kemudian muncul "ojek
sepeda motor". Meskipun "ojek sepeda motor" ini bukan
termasuk kendaraan angkutan umum, tetapi Pemerintah
DKI Jakarta tidak meiakukan tindakan untuk
melarangnya. Tidakadanya tindakan untuk melarang
"ojek" ini, dapat dikatakan kebijakan publik, yang dapat
dikategorikan sebagai "tidak melakukan sesuatu".
b. James E. Anderson
Anderson mengatakan:
"Public Policies are those policies developed by
governmental bodies and officials". (Kebijakan publik
adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh
badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah).
c. David Easton
David Easton memberikan definisi publik sebagai:
Public policy is the authoritative allocation of values
for the whole society. (Kebijakan Publik adalah
pengalokasian nilai-nilai secara syah kepada seluruh
anggota masyarakat).
31
Kesimpulan:
a. Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang berupa
tindakan tindakan pemerintah.
b. Kebijakan publik baik untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu itu mempunyai tujuan tertentu.
c. Kebijakan publik ditujukan untuk kepentingan
masyarakat.
2. Jenis-jenis Kebijakan Publik.
Jenis kebijakan publik menurut James E. Anderson
(1970) ada 4 :35
1) Substantive and Procedural Policies.
Substantive Policy.
Suatu
kebijakan
dilihatdari
substansi
masalahyangdihadapi oleh pemerintah.Contoh:
kebijakanpendidikan, kebijakan ekonomi, dan
Iain-lain.
Procedural Policy.
Suatu kebijakan dilihatdari pihak-pihak yang
terlibat
dalam
perumusannya
Policy
Stakeholders).
Contoh : dalam pembuatan suatu kebijakan
publik, meskipun ada Instansi/Organisasi
Pemerintah yang secara fungsional berwenang
membuatnya, misalnya Undang-undang tentang
Pendidikan, yang berwenang membuat adalah
Departemen Pendidikan Nasional, tetapi dalam
pelaksanaan
pembuatannya,
banyak
instansi/organisasi lain yang terlibat, baik
instansi/organisasi
pemerintah
maupun
organisasi bukan pemerintah, yaitu antara lain
DPR, Departemen Kehakiman, Departemen
Tenaga Kerja, Persatuan Guru Indonesia
35
pelayanan
oleh
pemerintah,
untukkepentingan
orang
banyak.
Contoh:
kebijakan
tentang
perlindungan keamanan, penyediaan
jalan umum.
Private Goods Policy.
Suatu kebijakan yang mengatur tentang
penyediaan barang-barang / pelayanan
oleh pihak swasta, untuk kepentingan
individu-individi (perorangan) di pasar
bebas, dengan imbalan biaya tertentu.
Contoh: kebijakan pengadaan barangbarang / pelayanan untuk keperluan
perorangan, misalnya tempat hiburan,
hotel, dan lain-lain.
37
36
37
2014
39
41
42
(iii)
www.u4.no/themes/conventions/convdefpublicofficial.cfm,
Conventions overview-defining public officials.diunduh 6agustus 2014
43
45
46
BAB III
ANALIS KASUS: KRIMINALISASI KEBIJAKAN PEJABAT
PUBLIK
Setelah mencermati, dan memahami berbagai pengertian,
makna, dan esensi dari pada frase judul, kriminalisasi kebijakan
pejabat publik; maka pada bagian ini akan ditampilkan bentuk dan
model-model kasus dari hasil telaah / penelitian yang dikategorikan
sebagai kasus-kasus / peristiwa kriminalisasi yang terjadi terhadap
pejabat publik; yang pernah terjadi.
Sebagaimana dipahami, bahwa asas legalitas adalah salah satu
dari asas yang harus diperhatikan dalam sebuah penerapan pidana,
selain asas subsidiaritas dan asas persamaan; sehingga sebuah
penerapan pidana atau kriminalisasi wajib dibatasi, sesuai fungsi asas
legalitas dalam pemahaman dan pengertian pidana itu sendiri. Ini
sejalan pula dengan asas subsidiaritas yang artinya : Hukum pidana
harus ditempatkan sebagai Ultimum remidium (senjata pamungkas)
dalam penanggulangan kejahatan yang menggunakan instrumen penal,
bukan sebagai Primum remidium (senjata utama) untuk mengatasi
masalah kriminalitas.
Penerapan asas subsidiaritas dalam kebijjakan kriminalisasi
dan dekriminalisasi mengharuskan adanya penyelidikan tentang
efektivitas penggunaan hukum pidana.dalam penanggulangan
kejahatan atau perbuatan-perbuatan yang merugikan masyarakat.
Pokok permasalahan yang perlu diteliti adalah apakah tujuan-tujuan
yang ingin dicapai dengan menggunakan hukum pidana itu tidak dapat
dicapai juga dengan menggunakan cara-cara lain yang lebih kecil
ongkos sosialnya dan individunya. Hal ini mengkehendaki agar kita
mengetahui tentang akibat-akibat dari penggunaan hukum pidana itu,
dan dapat menjamin bahwa campur tangan hukum pidana itu memang
sangat berguna.41
47
50
60
5.
6.
7.
8.
45
www.parlemen.net
62
: YORIS MARTHIANUS;
: Batui ;
: 59 tahun/16 April 1950 ;
: Laki - laki ;
: Indonesia
: JI . Yos Sudarso No. 10, Kelurahan Luwuk,
Kec. Luwuk, Kab. Banggai ;
: Kristen Protestan ;
: Mantan Anggota DPRD Kab.Banggai Tahun
1999- 2004 ;
1999- 2004 ;
III. Nama : MUSADDAD MILE;
Tempat lahir
: Luwuk;
Umur/ tanggal lahir : 55 tahun/29 Oktober 1955;
Jenis kelamin
: Laki - laki;
Kebangsaan
: Indonesia ;
Tempat tinggal
: Jl. G. Lompobatang No. 35, Kel .Baru,
Kec. Luwuk, Kab.Banggai;
Agama
: Islam;
Pekerjaan
: Mantan Anggota DPRD Kab.Banggai
Tahun 1999- 2004;
IV. Nama
: JUSUF DJALIL ;
Tempat lahir
: Luwuk ;
Umur / tanggal lahir : 64 tahun/20 Februari 1946 ;
Jenis kelamin
: Laki-laki ;
Kebangsaan
: Indonesia ;
Tempat tinggal
: Jl . Sungai Musi No. 41 Kel .Soho, Kec.
Luwuk, Kab.Banggai;
Agama
: Islam ;
Pekerjaan
: Mantan Anggota DPRD Kab. Banggai
Tahun 1999- 2004
Gambaran umum perkara:
Mereka Terdakwa I . HUSEN MAHDALI, Terdakwa I I .YORIS
MARTHIANUS, Terdakwa I I I . MUSADDAD MILE dan Terdakwa
IV. JUSUF DJALIL selaku Anggota Panggar / Anggota DPRD
Kabupaten Banggai Periode 1999-2004 dengan Anggota Panggar /
Anggota DPRD Kabupaten Banggai lainnya telah melakukan
perbuatan melawan hukum yaitu pada hari Kamis tanggal 4 Desember
2003 di l akukan rapat Panitia Anggaran Legislatif dalam rangka
membahas Rencana Anggaran Satuan Kerja DPRD Kabupaten
Banggai Tahun 2004 yang dipimpin Drs. H. TADJUDDIN TJATO
(almarhum) selaku Wakil Ketua DPRD dan Ketua Badan Urusan
66
dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo . Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP.
Tuntutan jaksa
1. Menyatakan mereka Terdakwa I . HUSEN MAHDALI, Terdakwa
II . YORRIS MARTHIANUS, Terdakwa III . MUSADDAD MILE
dan Terdakwa IV. JUSUF DJALIL bersalah secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan
secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 3 jo . Pasal
17 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah
diubah dan di tambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo . Pasal 55 ayat
(1) ke- 1 KUHP ;
2. Menjatuhkan terhadap Para Terdakwa tersebut oleh karenanya
masing-masing dengan pidana penjara yaitu :
- Terdakwa I. HUSEN MAHDALI selama 4 (empat) tahun
dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara ;
- Terdakwa II. YORRIS MARTHIANUS selama 3 (tiga) tahun
dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara ;
- Terdakwa III. MUSADDAD MILE selama 3 (tiga) tahun
Putusan Pengadilan Negeri Luwuk Nomor : 18/Pid .B /2005/
PN.Lwk. , tangga l 20 Juni 2005 yang amar lengkapnya sebagai
berikut :
1. Menyatakan Terdakwa I. HUSEN MAHDALI, Terdakwa II.
YORRIS MARTHIANUS, Terdakwa III. MUSADDAD
MILE, Terdakwa IV. YUSUF DJALIL tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
sebagaimana didakwakan dalam dakwaan Primair ;
2. Membebaskan Para Terdakwa dari dakwaan Primair tersebut ;
3. Menyatakan Terdakwa I. HUSEN MAHDALI, Terdakwa II
.YORRIS MARTHIANUS, Terdakwa III. MUSADDAD
MILE, Terdakwa IV. YUSUF DJALIL terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "korupsi yang
dilakukan secara bersama- sama" ;
70
Terdakwa
IV.
JUSUF
DJALIL
sebesar
Rp.65.647.841,- (enam puluh lima juta enam ratus
empat puluh tujuh ribu delapan ratus empat puluh satu
rupiah) dan apabila harta Terdakwa tidak mencukupi
untuk membayar uang pengganti tersebut maka ia
harus menjalankan pidana tambahan selama 3 (tiga)
bulan;
IV.
4.
5.
6.
7.
8.
I.
II.
III.
IV.
4.
5.
6.
7.
8.
HUSEN MAHDALI;
YORRIS MARTHIANUS;
MUSADDAD MILE dan
YUSUF DJALIL tersebut diatas telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
"korupsi yang di akukan secara bersama-sama";
Menghukum Para Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara
masing-masing yaitu :
- Terdakwa I . HUSEN MAHDALI selama 2 (dua) tahun ;
- Terdakwa I I . YORRIS MARTHIANUS selama 2 (dua)
tahun ;
- Terdakwa I I I . MUSADDAD MILE selama 2 (dua) tahun ;
- Terdakwa IV. JUSUF DJALIL selama 2 (dua) tahun;
Menetapkan bahwa pada waktu menjalankan putusan ini lamanya
Para Terpidana berada dalam tahanan sebelum putusan ini
mempunyai kekuatan hukum tetap akan dikurangkan seluruhnya
dari pidana yang dijatuhkan itu ;
Menghukum pula Para Terdakwa dengan pidana denda masing masing sebanyak Rp. 50.000.000 , - ( lima puluh juta rupiah ) ;
Menetapkan bahwa apabila pidana denda tersebut tidak dibayar
maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 ( tiga ) bulan ;
Menghukum pula Para Terdakwa untuk membayar uang pengganti
masing-masing :
1. Terdakwa
I.
HUSEN
MAHDALI
sebanyak
Rp.87.100.444,- (delapan puluh tujuh juta seratus ribu
empat ratus empat puluh empat rupiah);
2. Terdakwa II. YORRIS MARTHIANUS sebanyak
Rp.65.647.841,- (enam puluh lima juta enam ratus empat
puluh tujuh ribu delapan ratus empat puluh satu rupiah);
3. Terdakwa
III.
MUSADDAD
MILE
sebanyak
Rp.87.100.444,- (delapan puluh tujuh juta seratus ribu
empat ratus empat puluh empat rupiah);
4. Terdakwa IV. JUSUF DJALIL sebanyak Rp.65.647.841,(enam puluh lima juta enam ratus empat puluh tujuh ribu
delapan ratus empat puluh satu rupiah);
75
Amar Putusan:
MENGADILI
Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon
Peninjauan Kembali / Terpidana II : YORIS MARTHIANUS tersebut;
Membatalkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 646K/Pid /2006
tanggal 10 Agustus 2006 jo Putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi
Tengah di Palu Nomor 56/PID/2005 /PT.PALU., tanggal 29
Desember 2005 jo Putusan Pengadilan Negeri Luwuk Nomor: 18/P
id.B /20051 PN.Lwk. , tanggal 20 Juni 2005.
MENGADILI KEMBALI
1. Menyatakan Terpidana II : YORIS MARTHIANUS tersebut di
atas terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,
akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana ;
2. Melepaskan Terpidana II dari segala tuntutan hukum (Onts l aag
Van Al leRechtvervolging);
3. Memulihkan hak Terpidana II dalam kemampuan, kedudukan dan
harkat serta martabatnya;
3. Kasus 3
Kasus Kriminalisasi terhadap Pejabat (Publik) Bank
Mandiri,
Atas nama Edward Cornelis William Neloe (E.C.W.
Neloe), adalah pejabat (Direktur Utama Bank Mandiri);
bersama dua terpidana lainnya, M. Sholeh Tasripan dan I
Wayan Pugreg, ketiganya sebagai pejabat Bank Mandiri
Pusat sebagai penentu pemberian kredit / pemutus kredit;
ketiganya didakwa penuntut umum, telah melakukan
tindakan pidana (kriminalisasi) karena telah memberikan
kredit kepada PT.CGN (Cipta Graha Nusantara) / PT.
Tata Medan, kredit / pinjaman sebesar Rp
160.000.000.000,- (seratus enam puluh milyard rupiah).
Kredit tersebut kemudian macet, atau pengembaliannya
tersendat tidak sesuai jadwal, yang kemudian berujung
dengan upaya pelelangan atas aset / penjadwalan kembali
hutang (novasi), dan lain lain yang kian rumit, dan
77
46
2. Nama
Tempat lahir
Umur/tanggal lahir
Jenis kelamin
Kewarganegaraan
Agama
Tempat tinggal
Pekerjaan
3. Nama
Tempat lahir
Umur/tanggal lahir
Jenis kelamin
Kewarganegaraan
Agama
Tempat tinggal
Pekerjaan
101
102
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diterangkan sebagaimana konteks
terdahulu, maka dapat disimpulkan tentang aspek-aspek, sebagai
berikut:
1. Proses kriminalisasi terhadap kebijakan pejabat publik,
yang terjadi adalah akibat demokratisasi dan
keterbukaan/transparansi, sebagai buah dari era
Reformasi, pada satu sisi, dan pada sisi yang lain akibat
lemahnya pemahaman terhadap asas-asas prinsip, dan
teori kriminalisasi yang diterapkan oleh penegak hukum,
dalam proses pemidanaan secara benar dan adil.
2. Kriminalisasi yang terjadi terhadap kebijakan-kebijakan
pejabat
publik,
dapat
menimbulkan
berbagai
ketidakpastian hukum, bahkan dalam konteks yang lebih
luas dapat merusak hukum itu sendiri; karena telah mensuperiorkan aspek hukum tertentu (pidana) dan menegasi
fungsi dan peran yang seharusnya dijalankan oleh aspek /
domain hukum lain, seperti hukum perdata, dan
administrasi negara, dan segmen hukum lain yang ada.
3. Penonjolan pada peran kriminalisasi (pemidanaan)
terhadap sektor kebijakan pejabat publik, pada hakekatnya
merupakan pengingkaran terhadap dogma dan doktrin
pidana itu sendiri; sebagai Ultimum remidium (senjata
pamungkas / senjata terakhir), bukan sebagai senjata
utama / Primum remidium, oleh karenanya perbuatanperbuatan yang perlu dikriminalisasi, adalah perbuatan
yang secara langsung mengganggu ketertiban / kehidupan
masyarakat, melanggar aturan perundangan-undangan
yang berlaku serta ada niat jahat (mens rea ) dan ada
perbuatan jahat yang secara gamblang dapat dibuktikan.
4. Dari hasil penelitian ini, khusus dalam kasus-kasus yang
telah dijadikan analisa kriminalisasi terhadap kebijakan
103
4.
5.
6.
7.
105
106
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
108
Makalah
1.
109
110
111
112
6.
7.
8.
9.
10.
11.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan :
1.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD
adalah DPRD sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
2.
Pimpinan DPRD adalah Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPRD.
3.
Anggota DPRD adalah mereka yang diresmikan
keanggotaannya sebagai Anggota DPRD dan telah
mengucapkan sumpah/janji berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4.
Sekretariat DPRD adalah unsur pendukung DPRD
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22
Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
5.
Sekretaris DPRD adalah Pejabat Perangkat Daerah yang
memimpin Sekretariat DPRD.
6.
Kedudukan Kedudukan Protokoler adalah kedudukan yang
diberikan
kepada
seseorang
untuk
mendapatkan
115
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
BAB II
KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA
DPRD
Bagian Pertama
Acara Resmi
Pasal 2
(1) Pimpinan dan Anggota DPRD memperoleh kedudukan Protokoler
dalam Acara Resmi.
(2) Acara Resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
117
118
f.
BAB III
BELANJA PIMPINAN DAN ANGGOTA DPRD
Bagian Pertama
Penghasilan
Pasal 10
Penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD terdiri dari :
a. Uang Representasi;
b. Uang Paket;
c. Tunjangan Jabatan;
d. Tunjangan Panitia Musyawarah;
e. Tunjangan Komisi;
f. Tunjangan Panitia Anggaran;
g. Tunjangan Badan Kehormatan;
h. Tunjangan Alat Kelengkapan Lainnya.
Pasal 11
(1) Pimpinan dan Anggota DPRD diberikan Uang Representasi.
(2) Uang Representasi Ketua DPRD Provinsi setara dengan Gaji
Pokok Gubernur, dan Ketua DPRD Kabupaten/Kota setara dengan
Gaji Pokok Bupati/Walikota yang ditetapkan Pemerintah.
(3) Uang Representasi Wakil Ketua DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota
sebesar 80% (delapan puluh perseratus) dari Uang Representasi
Ketua DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota.
(4) Uang Representasi Anggota DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota
sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari Uang Representasi
Ketua DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota.
(5) Selain Uang Representasi yang diberikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) juga diberikan Tunjangan Keluarga dan Tunjangan
Beras yang besarnya sama dengan ketentuan yang berlaku pada
Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 12
(1) Pimpinan dan Anggota DPRD diberikan Uang Paket.
(2) Uang Paket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 10%
(sepuluh perseratus) dari Uang Representasi yang bersangkutan.
121
Pasal 13
(1) Pimpinan dan Anggota DPRD diberikan Tunjangan Jabatan.
(2) Tunjangan Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar
145% (seratus empat puluh lima perseratus) dari masing-masing
Uang Representasi.
Pasal 14
(1) Pimpinan atau Anggota DPRD yang duduk dalam Panitia
Musyawarah atau Komisi atau Panitia Anggaran atau Badan
Kehormatan atau Alat kelengkapan lainnya yang diperlukan,
diberikan tunjangan sebagai berikut :
a. Ketua sebesar 7,5% (tujuh setengah perseratus) dari
Tunjangan Jabatan Ketua DPRD;
b. Wakil Ketua sebesar 5% (lima perseratus) dari Tunjangan
Jabatan Ketua DPRD;
c. Sekretaris sebesar 4% (empat perseratus) dari Tunjangan
Jabatan Ketua DPRD;
d. Anggota sebesar 3% (tiga perseratus) dari Tunjangan Jabatan
Ketua DPRD.
(2) Tunjangan Badan kehormatan unsur luar DPRD yang duduk dalam
Badan
Kehormatan, diberikan tunjangan sebagai berikut :
a. Ketua paling tinggi 50% (lima puluh perseratus) dari
Tunjangan Jabatan Ketua DPRD;
b. Wakil Ketua paling tinggi 45 % (empat puluh lima perseratus)
dari Tunjangan Jabatan Ketua DPRD;
c. Anggota paling tinggi 40% (empat puluh perseratus) dari
Tunjangan Jabatan Ketua DPRD.
Pasal 15
Pajak Penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD dikenakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
122
Bagian Kedua
Tunjangan Kesejahteraan
Pasal 16
(1) Pimpinan. dan Anggota. DPRD beserta, keluarganya diberikan
tunjangan pemeliharaan kesehatan dan pengobatan.
(2) Keluarga Pimpinan dan Anggota DPRD yang mendapat
pemeliharaan kesehatan dan pengobatan yaitu suami atau istri
beserta 2 (dua) orang anak.
(3) Tunjangan kesehatan dan pengobatan. sebagaimana, dimaksud
pada ayat (1) diberikan dalam bentuk pembayaran premi asuransi
kesehatan kepada Lembaga Asuransi Kesehatan yang ditunjuk
Pemerintah Daerah.
Pasal 17
(1) Pimpinan DPRD disediakan masing-masing 1 (satu) rumah jabatan
beserta perlengkapannya dan 1 (satu) unit kendaraan dinas
jabatan.
(2) Belanja pemeliharaan rumah jabatan beserta perlengkapannya dan
kendaraan dinas jabatan dibebankan pada APBD.
(3) Dalam hal Pimpinan DPRD berhenti atau berakhir masa baktinya,
wajib mengembalikan rumah jabatan beserta perlengkapannya
dan kendaraan dinas dalam keadaan baik kepada Pemerintah
Daerah paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal pemberhentian.
Pasal 18
(1) Anggota DPRD dapat disediakan masing-masing 1 (satu) rumah
dinas beserta, perlengkapannya.
(2) Belanja pemeliharaan rumah dinas dan perlengkapannya
dibebankan pada APBD.
(3) Dalam hal Anggota DPRD diberhentikan atau berakhir masa
baktinya, wajib mengembalikan rumah dinas beserta
perlengkapannya dalam keadaan baik kepada Pemerintah Daerah
paling lambat I (satu) bulan sejak tanggal Pemberhentian.
123
Pasal 19
Rumah jabatan Pimpinan DPRD, rumah dinas Anggota DPRD beserta
perlengkapannya dan kendaraan dinas jabatan Pimpinan DPRD tidak
dapat disewabelikan atau digunausahakan atau dipindahtangankan
atau diubah struktur bangunan dan status hukumnya.
Pasal 20
(1) Dalam hal Pemerintah Daerah belum dapat menyediakan rumah
jabatan pimpinan atau rumah dinas Anggota DPRD, kepada yang
bersangkutan diberikan tunjangan perumahan.
(2) Tunjangan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa uang sewa rumah yang besarnya disesuaikan dengan
standar harga setempat yang berlaku yang ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 21
(1) Pimpinan dan Anggota DPRD disediakan pakaian dinas.
(2) Standar satuan harga dan kualitas bahan pakaian dinas ditetapkan
dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 22
Dalam hal Pimpinan atau Anggota DPRD meninggal dunia, kepada
ahli waris diberikan :
a. Uang duka wafat sebesar 2 (dua) kali uang representasi atau apabila
meninggal dunia dalam menjalankan tugas diberikan uang duka
tewas sebesar 6 (enam) kali uang representasi;
b. Bantuan biaya pengurusan jenazah.
Bagian Ketiga
Uang Jasa Pengabdian
Pasal 23
(1) Pimpinan atau Anggota DPRD yang meninggal dunia atau
mengakhiri masa baktinya diberikan uang jasa pengabdian.
124
125
BAB V
PENGELOLAAN KEUANGAN DPRD
Pasal 25
(1) Sekretaris DPRD menyusun belanja DPRD yang terdiri atas
belanja penghasilanPimpinan dan Anggota DPRD, tunjangan
kesejahteraan Pimpinan dan Anggota DPRD danbelanja Penun
ang Kegiatan DPRD yang diformulasikan ke dalam Rencana
Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Sekretariat
DPRD.
(2) Belanja penghasilan Pimpinan dan Anggota DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tersebut dalam ketentuan Pasal 10,
dianggarkan dalam Pos DPRD.
(3) Tunjangan kesejahteraan Pimpinan dan Anggota DPRD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dalam ketentuan
Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20, Pasal 2 1, Pasal 22, dan
Pasal 23 serta Belanja Penunjang Kegiatan DPRD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), dianggarkan dalam Pos
Sekretariat DPRD yang diuraikan ke dalam jenis belanja sebagai
berikut :
a. Belanja Pegawai;
b. Belanja Barang dan Jasa;
c. Belanja Perjalanan Dinas;
d. Belanja Pemeliharaan;
e. Belanja Modal.
(4) Pengelolaan belanja DPRD dilaksanakan oleh Sekretaris DPRD
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 26
Penganggaran atau tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban
belanja DPRD untuk tujuan lain di luar ketentuan yang ditetapkan
dalam peraturan Pemerintah ini, dinyatakan melanggar hukum.
126
Pasal 27
(1) Anggaran belanja DPRD merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari APBD.
(2) Penyusunan, pelaksanaan tata usaha dan pertanggungjawaban
belanja DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disamakan
dengan belanja satuan kerja perangkat daerah lainnya.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 28
(1) Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota
DPRD Provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi.
(2) Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota
DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
Pasal 29
(1) Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 dapat dibatalkan apabila bertentangan
dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Pernbatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Peraturan
Daerah Provinsi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Semua peraturan yang berkaitan dengan kedudukan protokoler dan
keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD yang telah ditetapkan,
disesuaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya Peraturan
Pemerintah ini.
127
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Dalam hal terjadi permasalahan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini,
penyelesaiannya difasilitasi oleh Mentai Dalam Negeri bagi Provinsi
dan Gubernur selaku Wakil Pemerintah bagi Kabupaten/Kota.
Pasal 32
Pada saat ditetapkan Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah
Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Agustus 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Agustus 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004
NOMOR 90.
128
129
130