DISUSUN OLEH :
NIM : B022211048
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah swt kami panjatkan atas ridho inayah serta
hidayah Allah Subhana wa Ta’ala dan sholawat serta salam kami curahkan kepada
junjungan dan suri tauladan kami Rasulullah Shalallahu’alaihi Wa Sallam,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ilmiah dalam bentuk makalah
yang berjudul “SOSIOLOGICAL JURISPRUDENCE”. Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi dan melengkapi salah satu tugas mata kuliah Teori dan
Perkembangan Ilmu Hukum.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3
A. Aliran Sosiologis..........................................................................................3
B. Sociological of Law Sociological Jurisprudence.........................................4
C. Pendekatan sociological jurisprudence tentang hukum...............................7
D. Pendekatan sosiologi terhadap ilmu hukum.................................................9
E. Aliran sociological jurisprudence..............................................................10
F. Kritik terhadap aliran sociological jurisprudence......................................13
G. Aliran sociological jurisprudence dan relevansinya terhadap pembangunan
sistem hukum Indonesia.............................................................................16
A. Simpulan.....................................................................................................22
B. Saran...........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Bagaimanakah pendekatan sociological jurisprudence tentang hukum?
2. Bagimanakah kritik terhadap aliran sociological jurisprudence?
3. Bagaimanakah relevansinya aliran sociological jurisprudence terhadap
pembangunan sistem hukum Indonesia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran Sosiologis
Aliran sosiologis ini memandang hukum sebagai “kenyataan social” dan
bukan hukum sebagai kaidah. Oleh karena itu, jika kita ingin membandingkan
persamaan dan perbedaan antara pandangan kaum positivis dengan kaum
sosiologis di bidang hukum, maka dapatlah dilihat sebagai berikut.
Persamaan antara positivism dan sosiologisme adalag keduanya terutama
memusatkan perhatiannya pada hukum tertulis atau perundang-undangan.
Perbedaannya adalah:
1. Positivisme memandang hukum tidak lain kaidah-kaidah yang tercantum
dalam perundang-undangan, sedangkan sosiologisme memandang hukum
adalah kenyataan social. Ia mempelajari; bagaimana dan mengapa dari
tingkah laku sosial.
2. Positivisme memandang hukum sebagai sesuatu yang otonom atau
mandiri, sedangkan sosiologisme hukum memandang hukum bukan
sesuatu yang otonom, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
non hukum yang ada dalam masyarakatnya, seperti faktor ekonomi,
politik, budaya dan sosial lainnya.
3. Poisitivisme hanya mempersoalkan hukum sebagai “das sollen” (apa
yang seharusnya, ought), sedang sosiologisme hukum memandang
hukum sebagai das sein (dalam kenyataannya, is). Dunia “is” (realm of
“is”) adalah: refers to a complez of actual determinants of actual human
conduct.
4. Positivisme cenderung berpandangan yuridis-dogmatik, sedang
sosiologisme hukum berpandangan empiris. Mereka ingin melakukan
pemahaman secara sosiologis terhadap fenomena hukum. Jadi,
interpretative under standing of social conduct. (suatu usaha untuk
memahami objeknya dari segi tingkah laku sosial), meliputi: causes, it
course, dan its effects. Fenomena hukum dari sudut pandangan aliran
3
sosiologis ini adalah gejala-gejala yang mengandung stereotip baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis.
5. Metode yang digunakan kaum positivis adalah preskriptif, yaitu
menerima hukum positif dan penerapannya, sedang metode yang
digunakan oleh penganut sosiologisme hukum adalah deskriptif.
Dalam metode deskriptisnya, kaum sosiologis mengkaji hukum dengan
menggunakan teknik-teknik: survei lapangan (fiel surveys), observasi
perbandingan (comparative observation), analisis statistic (statistical analysis),
eksperimen (experimentation).
4
Kritik terhadap teori Emilie Dhurkheim adalah bahwa tidak benar pada
masyarakat yang sederhana hukumnya represif, justru hukumnya bersifat
restitutif. Menurut Satjipto Rahardjo, kritik semacam itu tidak mengurangi
kebebasan Emilie Durkheim sebagai pelopor yang mana sebagai seorang pelopor
tentu saja setiap kesalahan yang dibuatnya tentu kelihatan besar.
Ajaran Eugen Ehlich terkenal dengan kalimatnya: “the center of gravity of
legal development lies not in legislation, nor in juristic science, nor in judicial
decision, but in society itself”. Jadi bagi Ehrlich, perkembangan hukum itu tidak
terdapat dalam undang-undang tidak juga dalam ilmu hukum, dan juga tidak
dalam putusan pengadilan, melainkan di dalam masyarakat sendiri.
Ehrlich terkenal juga dengan konsep “living law” nya. Menurut Ehrlich, ada
dua sumber hukum:
1. Legal history and jurisprudence, yaitu penggunaan presden dan komentar
tertulis.
2. Living law yang tumbuh dari kebiasaan mutakhir dalam masyarakat.
Ehrlich juga membedakan kaidah-kaidah yang terdapat dalam masyarakat ke
dalam dua jenis:
1. Norms of decision, yaitu kaidah hukum.
2. Norms of conduct yaitu kaidah-kaidah sosial selain kaidah hukum, yang
muncul akibat pergaulan hidup sesama warga masyarakat.
Masyarakat dilihat Persons sebagai satu totalitas yang mempunyai dua
macam lingkungan, yaitu “ultimate realty” dan fisik organic. Masyarakat
mengorganisasi sedemikian rupa untuk dapat menghadapi dua lingkungan ini.
Untuk mengadapi kedua lingkungan tersebut, masyarakat mengorganisir diri ke
dalam beberapa subsistem, masing-masing: subsistem ekonomi, politik, sosial dan
budaya.
Tiap-tiap subsistem memiliki fungsi khas, yaitu:
1. Subsistem ekonomi berfungsi adaptasi (adaption).
2. Subsistem politik berfungsi pencapaian tujuan toal pursuance).
3. Subsistem sosial berfungsi integritas (integrations).
4. Subsistem budaya berfungsi mempertahankan pola (pattern
maintenance).
5
Pattern maintenance, artinya tanpa kebudayaan, maka masyarakat tidak dapat
berintegrasi, tidak dapat berdiri sebagai kesatuan. Integration berarti proses-
proses/hubungan-hubungan di dalam masyarakat diintegrasikan menjadi satu
sehingga masyarakat dapat merupakan satu kesatuan. Contohnya dengan adanya
aturan jual beli maka dapat diintegrasikan orang-orang yang mengadakan
hubungan jual beli.
Goal pursunance berarti setiap warga masyarakat selalu mempunyai
kebutuhan untuk mengetahui ke arah mana tujuan masyarakat itu digerakkan.
Dengan politik, masyarakat dihimpun sebagai satu totalitas untuk menentukan
satu tujuan bersama. Contohnya, masyarakat Indonesia bertujuan mencapai
masyarakat yang adil dan makmur.
Adaption merupakan fungsi bagaimana masyarakat itu dapat memanfaatkan
sumber daya di sekitarnya secara fisik organik. Yang menarik adalah adanya
hubungan antara masing-masing subsistem dan mengenal adanya dua arus, yaitu
arus informasi dan arus energy. Arus energi yang tertinggi pada subsistem
ekonomi. Subsistem budaya memang sangat kaya dengan ide, tetapi miskin dalam
energi.
Konsep Talcott Parsons ini dinamai konsep Sibernetik. Arus informasi
terbesar pada subsistem budaya, dan semakin kecil ke sosial, politik dan terakhir
pada ekonomi. Sebaliknya arus energy terbesar pada ekonomi, semakin kecil pada
politik, sosial dan terakhir budaya.
Pada masyarakat sederhana, diferensi antara sub-sub system yang terdapat
dalam konsep Sibenetika itu belum tajam, sedangkan dalam suatu masyarakat
modern yang kompleks, perbedaan dan pemisahan yang tajam sudah terlihat di
antara masing-masing subsistem tersebut.
Pembedaan antara “ultimate reality” dengan “fisik organic” oleh Persons,
menurut penulis tepat, tetapi tetap ada perbedaan antara manusia sebagai makhluk
fisik organik dengan binatang yang juga sebagai makhluk fisik organik.
Binatang sebagai makhluk biologis hanya memiliki sinnhaft (kebutuhan
biologis), sedang manusia sebagai makhluk biologis juga memiliki sinnhaft.
Tetapi manusia, selain memiliki sinnhaft, juga memiliki ideenhaft (keterikatan
pada ide) yang tidak dimiliki oleh binatang-binatang. Sebagai contoh, lapar adalah
6
sinnhaft setiap manusia, tetapi berkat adanya ideenhaft-nya, bagi manusia Muslim
di bulan Ramadhan dapat menahan diri untuk menahan lapar dan dahaga saat
berbuka puasa.
Teori Sibernetik pertama-tama digungan dalam ilmu anatomi di bidang ilmu
kedokteran, di mana tubuh manusia yang terdiri dari bagian-bagian tubuh dilihat
sebagai satu system, dengan fungsi sub-sub system yang berbeda-beda kemudian
Parsons mentransfer Sibernetik itu ke dalam sosiologi, dan mengganti eksistensi
tubuh manusia dengan eksistensi masyarakat. Inilah yang membentuk “grand
theory”.
Sehubungan dengan itu, seorang pakar bernama Riggs, mengemukakan
bahwa di antara masyarakat yang masih “fused” dengan masyarakat yang sudah
“difussed”, masih ada satu tahapan yaitu masyarakat prismatis.
7
sepanjang berhubungan dengan isi, tujuan, penerapan dan akibat daripada aturan-
aturan hukum.
Ikhtisar paling lengkap untuk membatasi tempat sosiologi hukum meliputi
pula teori-teori dan sistem-sistem yang amat bermacam-macam seperti cara
pendekatan etnologis oleh Post atau Vinogradoff, cara pendekatan teleologis oleh
Ihereng, analisis psikologis oleh Tarde atau Petrazhitsky, teori-hukum-bebas oleh
Kantorowicz, mazhab realis Amerika dan penelitian Max Weber tentang
mekanisme daripada evolusi hukum. Tetapi suatu pembedaan yang nyata
ditegaskan antara penelitian ilmiah dan penilaian. “Sosiologi hukum dapat
merumuskan dalil-dalil yang menyatakan tujuan-tujuan peraturan hukum positif,
tetapi metode-metode ilmu pengatuhan dengan hukum tidak pernah dapat
memutuskan tujuan yang mana harus dicapai, yang mana dari sistem-sistem yang
bersaing harus diutamakan (sebagai contoh konservatisme, liberalisme, sosialisme
atau fasisme) persoalan-persoalan demikian terletak di luar bidang ilmu
pengetahuan”. Hal ini tentu tidak berarti bahwa disiplin hukum (teori/filsafat
hukum) hanya mementingkan teori (filsafat), sedangkan sosiologi hukum hanya
mementingkan praktik. Antara penilaian-penilaian terakhir dan bekerjanya hukum
dalam praktik ada hubungannya teori tentang hukum (Theory of law) dan
sosiologi hukum harus bekerja sama (terjalin) dalam ilmu perundang-undangan
(the science of legislation).
“Sosiologi hukum memberikan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan-
tujuan, tetapi tujuan-tujuan terakhir akan selalu tergantung atas pertimbangan-
pertimbangan filsafat dan tidak atas pertimbangan-pertimbangan ilmiah”.
Banyak dari penelitian fungsional atau sosiologi tentang hukum yang dipadu
(digabung) dengan penilaian-penilaian yang mementingkan tujuan dan maksud-
maksud hukum dari sudut terakhir itu. Tetapi ada satu garis perkembangan
sociological jurisprudence yang harus dipisahkan sama sekali dari sosiologi
hukum sociology of law) sebagaimana dirumuskan di atas.
Kebanyakan teori-teori yang bertolak dari ajaran Ihering tentang “Zweck im
Recht” (tujuan hukum) memperlihatkan suatu garis perkembangan baru dalam
ilmu hukum tetapi mereka merumuskan penilaian dan ideal mereka dalam
pengertian kekuatan-kekuatan/gerakan dan kepentingan-kepentingan sosial, bukan
8
dalam angan metafisik seperti para ahli filsafat hukum yang dahulu. Teori Geny,
Pound, Cardozo atau Ernst Fuchs melanjutkan garis daripada teori-teori tentang
keadilan tetapi teori-teori itu diciptakan oleh ahli-ahli hukum modern yang
mengungkapkannya dalam pengertian kepentingan-kepentingan sosial.
Bilamana diadakan pemisahan antara teori tentang keadilan yang modern dan
kebanyakan penelitian-penelitian sosiologis yang bercampur baur dengan disiplin
hukum (teori/filsafat hukum), maka tinggallah sejumlah aneka percobaan, yang
terutama mementingkan metodologi yang menjelaskan hukum dalam fungsinya.
9
mereka berkepentingan untuk memperlambat proses rasionalisasi material
daripada hukum Weber membandingkan garis perkembangan ini dalam
perkembangan sistem-sistem ilmu hukum Romawi, Inggris, Jerman, Islam
dan lain sebagainya.
Menjelang tahun 1914, Weber menulis tentang suatu kecenderungan baru
untuk mengganti penyelenggaraan hukum secara rasional dengan suatu
antiformalisme, tetapi ia percaya bahwa reaksi demikian tidak akan
mempengaruhi spesialisasi keahlian hukum yang semakin meningkat,
bersamaan dengan pertumbuhan peralatan teknisnya, sebagai akibat wajar
dari perkembangan teknik dan perekonomian.
Aliran ini lahir dari proses dialektika antara yang sebagai tesis adalah aliran
hukum positif dan yang sebagai antitesis adalah mazhab sejarah yang kemudian
menghasilkan sintesis yang berupa sociological jurisprudence .Aliran hukum
positif memandang tiada hukum kecuali perintah yang diberikan oleh penguasa
(law is command of lawgiver),sebaliknya mazhab sejarah menyatakan hukum
timbul dan berkembang bersama dengan masyarakat.Aliran hukum positif lebih
mementingkan akal,sementara mazhab sejarah lebih mementingkan
pengalaman,dan Sociological Jurisprudence menganggap keduanya sama
10
pentingnya. Sintesis Sociological Jurisprudence dimaksudkan berusaha
menekankan adanya sisi hukum dan sisi masyarakat secara bersamaan.
Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum harus dilihat sebagai suatu lembaga
kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sosial.Selain itu dianjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law
in action) yang dibedakannya dengan hukum yang tertulis (law in books).Salah
satu pendapat terkenal Pound adalah bahwa hukum itu merupakan a tool of social
engineering (hukum sebagai pranata sosial atau hukum sebagai alat untuk
membangun masyarakat).
Tokoh signifikan berikutnya dari aliran ini ada pada pandangan Eugen Erlich
(1922-2008), di mana ia sangat menentang adanya kekuasaan tak terbatas yang
diberikan kepada penguasa karena dipandangnya akan memberikan sarana kepada
penguasa untuk mengadakan penyimpangan hukum terhadap masyarakat. Oleh
karena itu, harus ada keseimbangan antara kepentingan penguasa dengan
kepentingan masyarakat. Kekuasaan tak terbatas dilakukan oleh Negara terhadap
masyarakat dalam hal ini spesifik elite kelompok sosial.
11
dengan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat yang bersangkutan. Kesadaran
itu harus ada pada setiap anggota profesi hukum yang bertugas mengembangkan
hukum yang hidup dan menentukan ruang lingkup hukum positif dengan hukum
yang hidup.
Masyarakat akan dibatasi oleh politik dan dalam menegakkan hukum yaitu:
kebebasan untuk memiliki sesuatu, kebebasan untuk berdagang dan perlindungan
terhadap monopoli, kebebasan untuk mengadakan usaha industri dan dorongan
untuk mengadakan penemuan-penemuan. Pound sendiri mengakui bahwa dalam
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim dari waktu ke waktu belakangan
ini, beberapa asas politik tersebut harus dibatasi dan dasar dari pandangan bahwa
12
perihal politik tersebut dengan sendirinya merupakan jaminan untuk kemajuan,
pada umumnya tergantung dari asas-asas politik dan ekonomi tertentu.
13
bagaimana suatu hukum itu menjadi baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat. Tetapi, aliran ini bukanlah tanpa kritik.
Suatu hal yang patut dipahami, bahwa dalam program sosiologi jurisprudence
Pound, lebih mengutamakan tujuan praktis dengan :
1. menelaah akibat sosial yang aktual dari lembaga hukum dan doktirin
hukum, karena itu , lebih memandang kerjanya hukum dari pada isi
abstraknya
2. memajukan telaah sosiologis berkenaan dengan telaah hukum untuk
mempersipakan perundang-undangan, karena itu, menganggap hukum
sebagai suatu lembaga sosial yang dapat diperbaiki oleh usaha yang
cerdik guna menemukan cara terbaik untuk melanjutkan dan
membimbing usaha usaha demikian itu
3. mempelajari cara membuat peraturan yang efektif dan menitik
beratkan pada tujuan sosial yang hendak dicapai oleh hukum dan
bukannya pada sanksi
4. menelaah sejarah hukum sosiologis yakni tentang akibat sosial yang
ditimbulkan oleh doktrin hukum dan bagaimana cara
mengahasilkannya
5. membela apa yang dinamakan pelaksanaan hukum secara adil dan
mendesak supaya ajaran hukum harus dianggap sebagai bentuk yang
tidak dapat berubah
6. meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan yang tersebut diatas agar
usaha untuk mencapai maksud serta tujuan hukum lebih efektif.
Program sosiologis jurisprudence Pound kelihatan berpengaruh dalam
pandangannya yakni apa yang disebut dengan hukum sebagai social engineering
serta ajaran sociological jurisprudence yang dikembangkannya. Dimana hukum
yang baik itu adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat. Aliran ini mengetengahkan pentingnya hukum yang hidup dalam
masyarakat. Dimana hukum positif akan baik apabila ada hubungan dengan
peraturan yang terletak di dasar dan di dalam masyarakat secara sosilogis dan
antropologis. Tetapi tidak mudah untuk mewujudkan cita hukum yang demikian.
Tidak saja dimungkinkan oleh adanya perbenturan antara nilai-nilai dan tertib
14
yang ada dalam masyarakat sebagai suatu kelompok dengan kelompok
masyarakat lainnya. Terutama dalam masyarakat yang pruralistik. Tetapi sama
sekali tidak berarti tidak bisa diterapkan.
Dalam masyarakat yang monoistik, tidak begitu sukar menerapkan ajaran
sociological jurisprudence. Berbeda halnya dengan masyarakat yang memiliki
pruralistik seperti masyarakat Indonesia dimana nilai-nilai dan tata tertibnya
masing-masing serta pola perilaku yang spesifik pula adalah tidak mudah
menerapkan ajaran sociological jurisprudence.
Berdasarkan fakta bahwa setiap kelompok mempunyai tata tertib sendiri, dan
fakta bahwa hubungan antara tertib ini adalah terus menerus berubah menurut tipe
masyarakat yang serba meliputi, yang terhadapnya negara hanyalah merupakan
suatu kelompok yang khusus dan suatu tata tertib yang khusus pula. Dalam
menerapkannya diperlukan berbagai pendekatan untuk memahami dan
menginventarisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, terutama dalam
masyarakat majemuk yang memiliki tata tertib sendiri dan pruralitik.
Menurut Pound, hukum di pandang sebagai lembaga masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial. Disisi lain, Friedman mengemukakan,
secara teoritis karya Ehrlich, menunjukkan adanya tiga kelemahan pokok terhadap
ajaran sociological jurisprudence yang dikembangkan Ehrlich, yang semuanya
disebabkan oleh keinginanannya meremehkan fungsi negara dalam pembuatan
undang-undang.
Kelemahan itu adalah :
1. Karya tersebut tidak memberikan kriteria yang jelas membedakan
norma hukum dari norma sosial yang lain. Bahwa keduanya tidak
dapat dipertukarkan, sesuatu yang merupakan fakta historis dan sosial,
tidak mengurangi perlunya pengujian pernedaan yang jelas. Sesuai
dengan itu sosiologi hukum Ehrlich selalu hampir menjadi suatu
dalam garis besar, sosilogi umum.
2. Ehrlich meragukan posisi adat kebiasaan sebagai sumber hukum dan
adat kebiasaan sebagai satu bentuk hukum. Dalam masyarakat primitif
seperti halnya dalam hukum internasional pada zaman ketika adat
istiadat dipandang baik sebagai sumber hukum maupun sebagai
15
bentuk hukum yang paling penting. Di negara modern peran
masyarakat mula-mula masih penting, tetapi kemudian berangsur
berkurang. Masyarakat modern menuntut sangat banyak undang-
undang yang jelas dibuat oleh pembuat undang-undang yang sah.
Undang-undang semacam itu selalu derajat bermacam-macam,
tergantung dari fakta hukum ini, tetapi berlakunya sebagai hukum
bersumber pada ketaatan faktual ini. Kebingunan ini merembes ke
seluruh karya Ehrlich.
3. Ehrlich menolak mengikuti logika perbedaan yang ia sendiri adakan
norma-norma hukum negara yang khas dan norma-norma hukum
dinama negara hanya memberi sanksi pada fakta-fakta sosial.
Konsekwensinya adalah adat kebiasaan berkurang sebelum perbuatan
udang-undang secara terperinci, terutama undang-undang yang
dikeluarkan oleh pemerintah pusat mempengaruhi kebiasaan dalam
masya-rakat sama banyaknya dengan pengaruh dirinya sendiri.
16
Gagasan negara berdasar atas hukum muncul dari para pendiri bangsa
ini dengan dilandasi oleh prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial,
artinya hukum dan segala wujud nilai-nilai yang kemudian
diimplementasikan kedalam peraturan perundang-undangan tidak boleh
menyimpang, baik secara nyata maupun tersamar dari prinsip-prinsip
demokrasimaupun keadilan sosial. Hukum dalam gagasan para pendiri
tersebut justru seyogyanya menjadi dasar pertama dan utama bagi nilai-nilai
demokrasi dan keadilan sosial. Dalam negara hukum maka negara
berfungsi menegakkan keadilan, melindungi hak-hak sosial danpolitik warga
negara dari pelanggaran-pelanggaran, baik yang dilakukan oleh penguasa
maupun warga negara sehingga warga negara yang ada dapat hidup secara
damai dan sejahtera sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD NRI Tahun
1945.
17
meliputi kaedah-kaedah yang telah dituangkan ke dalam peraturan
perundang-undangan tertulis maupun yang tidak tertulis yang hidup dan
berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta
bersifat mengikat bagi semua lapisan masyarakat dan (3) budaya hukum.
Ketiga unsur penopang sistem hukum tersebut saling berkaitan dalam rangka
bekerja menggerakkan rodahukum suatu negara.
Hukum diakui memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam
memacu percepatan pembangunan suatu negara. Usaha ini tidak semata-mata
dalam rangka memenuhi tuntutan pembangunan jangka pendek tetapi juga jangka
menengah serta jangka panjang walaupun disadari setiap saat hukum dapat
berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
18
diperlukan dalam rangka mengejar ketertinggalan dari negara maju, dan demi
kepentingan kesejahteraan masyarakat.
Roscoe Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological
Jurisprudence yang lebih mengarahkan perhatiannya pada kenyataan hukum
daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum
pada dasarnya adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar hukum dalam
pengertian law in books (hukum tertulis). Sociological
Jurisprudencemenunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis
sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum
(positivism law) dan living lawsebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya
peranan masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum.
19
ketertiban.Pound juga menjelaskan bahwa tugas pokok pemikiran modern
mengenai hukum adalah tugas rekayasa sosial. Pound berusaha untuk
memudahkan dan menguatkan tugas rekayasa sosial ini. Dengan
merumuskan dan menggolongkan kepentingan-kepentingan sosial yang
keseimbangannya menyebabkan hukum berkembang.
20
1. Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan
antara lain mengadakan pembaharuan, kodifikasiserta unifikasi
hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan
kesadaran hukum masyarakat.
2. Menertibkan fungsi lembaga hukum menurut proporsinya masing-masing.
3. Peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak hukum.
4. Memupuk kesadaran hukum masyarakat.
5. .Membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah/ negara
ke arah komitmen yang kuat dalam penegakan hukum, keadilan serta
perlidungan terhadap harkat dan martabat manusia.
21
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Sociological jurisprudence menggunakan pendekatan hukum
kemasyarakatan. Menurut sociological jurisprudence hukum yang baik haruslah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam msyarakat. Aliran ini
memisahkan secara tegas antara hukum positif dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat (living law). Aliran ini timbul sebagai akibat dari proses dialektika
antara (tesis) positivisme hukum dan (antitesis) mazhab sejarah. Menurut Roscoe
Pound, hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas ilmu
hukum untuk mengembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-
kebutuhan sosial dapat terpenuhi secara maksimal.
Sociological jurisprudence itu merupakan suatu madzab/aliran dalam filsafat
hukum yang mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat,
sedangkan Sosiologi Hukum adalah cabang sosiologi mempelajari hukum sebagai
gejala sosial yang mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan dan
sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi
hukum di samping juga diselidiki juga pengaruh sebaliknya, yaitu pengaruh
hukum terhadap masyarakat. Roscoe Pound juga menganjurkan untuk
mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action), yang dibedakan dengan
hukum yang tertulis (law in the books). Pembedaan ini dapat diterapkan pada
seluruh bidang hukum, baik hukum substantif, maupun hukum ajektif. Ajaran
tersebut menonjolkan masalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan pola-
pola perikelakuan.
B. SARAN
Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa banyak kekurangan baik dari
segi penulisan, bahkan tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan dari tata
bahasa ataupun referensi. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dan memotivasi agar makalah selanjutnya dapat lebih baik.
22
DAFTAR PUSTAKA
Pound. The Scope and Purpose of Sociological Jurisprudence. (Harv I, 1991, Rev.
489).
Prasetyo, Teguh. Filsafat, Teori, & Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat
yang Berkeadilan dan Bermanfaat. (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2016).
23