Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MAZHAB / ALIRAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE

Dosen Pengampu: Denny Latumaerissa, SH.,MH

Kelompok 4

Nama Kelompok: Diva Alyanti Latuconsina (202321612)


Jimmy Novendy Lekatompessy (202321468)
Abdul Aziz Ibnu Saud (202321483)
Grice Lean Lappy (202321482)
Muhammad M Talaohu (202321476)
Zaidin Suat (202321463)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PATTIMURA
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan karunia-
Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah sosiologi hukum
kepulauan tepat waktu.

Penulisan makalah berjudul “mazhab/aliran sociological jurisprudence” dapat diselesaikan


karena bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah tentang aliran sociological
jurisprudence dapat menjadi referensi bagi pembacanya. Selain itu, kami juga berharap agar
pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah bertema mazhab/aliran sociological jurisprudence ini masih


memerlukan penyempurnaan, kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi
penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami
memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

ii | P a g e
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. LATAR BELAKANG ....................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

A. Aliran Sosiologis ............................................................................................................... 3

B. Sociology of Law dan Sociological Jurisprudence .......................................................... 5

D. Pendekatan Sosiologi terhadap Ilmu Hukum .................................................................... 8

E. Aliran Sociological Jurisprudence ................................................................................... 10

F. Kritik terhadap Aliran Sociological Jurisprudence .......................................................... 14

G. Aliran sociological jurisprudence dan Relevansinya Terhadap Pembangunan Sistem

Hukum Indonesia ................................................................................................................. 17

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 23

A. KESIMPULAN ............................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 24

iii | P a g e
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hukum dan masyarat merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan. Dimana ada

masyarakat disitu ada hukum. Aristoteles menyatakan bahwa manusia adalah zoonpoliticon,

artinya bahwa manusia pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesamanya.

Jadi manusia adalah mahluk yang suka bermasyarakat. Untuk mencapai hidup teratur, aman

dan terjamin hak- hak masyarakat maka diperlukan hukum. Menurut paham positivisme

bahwa, hukum adalah suatu perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau

memegang kedaulatan. Hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap. dan bersifat

closed logical system.

Menurut ilmu hukum dan filsafat hukum, maka usaha pembaharuan hukum dapat dikatakan

bahwa Negara Republik Indonesia dalam kebijaksanaan pembinaan hukumnya menganut teori

gabungan dari apa yang dikenal sebagai aliran sociological jurisprudence dan pragmatic

jurisprudence, Aliran sociological jurisprudence ialah aliran yang menghendaki bahwa dalam

proses pembentukan pembaharuan hukum harus memperhatikan kesadaran masyarakat

Memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Tokoh mazhab yang

mengemukakan aliran ini adalah Roscoe Pound dan Eugen Erlich.

Aliran Sociological Jurisprudence sebagai salah satu aliran pemikiran filsafat hukum menitik

beratkan pada hukum dalam kaitannya dengan masyarakat. Menurut aliran ini hukum yang

baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di antara masyarakat Aliran ini

secara tegas memisahkan antara hukum positif (the positive law) dengan hukum yang hidup

(the living law) Singkatnya yaitu, aliran hukum yang konsepnya bahwa hukum yang dibuat

agar memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law baik tertulis maupun

1|Page
tidak tertulis. Misalnya dalam hukum yang tertulis jelas dicontohkan Undang-Undang sebagai

hukum tertulis, sedangkan yang dimaksudkan hukum tidak tertulis disini adalah hukum adat

yang dimana hukum ini adalah semulanya hanya sebagai kebiasaan yang lama kelamaan

menjadi suatu hukum yang berlaku dalam adat tersebut tanpa tertulis. Dalam masyarakat yang

mengenal hukum tidak tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, Hakim

merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk

itu ia harus terjun ditengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu

menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

2|Page
BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran Sosiologis

Aliran sosiologis ini memandang hukum sebagai "kenyataan social" dan bukan hukum

sebagai kaidah. Oleh karena itu, jika kita ingin membandingkan persamaan dan perbedaan

antara pandangan kaum positivism dengan kaum sosiologis di bidang hukum, maka dapatlah

dilihat sebagai berikut.

Persamaan antara positivisme dan sosiologisme adalah keduanya terutama memusatkan

perhatiannya pada hukum tertulis atau perundang-undangan. Perbedaannya adalah:

1. Positivisme memandang hukum tidak lain kaidah-kaidah yang tercantum dalam perundang-

undangan, sedangkan sosiologisme memandang hukum adalah kenyataan social. Ia

mempelajari; bagaimana dan mengapa dari tingkah laku sosial.

2. Positivisme memandang hukum sebagai sesuatu yang otonom atau mandiri, sedangkan

sosiologisme memandang hukum bukan sesuatu yang otonom, melainkan sangat dipengaruhi

oleh faktor-faktor non hukum yang ada dalam masyarakatnya, seperti faktor ekonomi. politik,

budaya dan sosial lainnya.

3. Poisitivisme hanya mempersoalkan hukum sebagai "das sollen" (apa yang seharusnya,

ought), sedangkan sosiologisme hukum memandang hukum sebagai das sein (dalam

kenyataannya, is)Dunia "is" (realm of "is") adalah: refers to a complez of actual determinants

of actual human conduct.

3|Page
4. Positivisme cenderung berpandangan yuridis-dogmatik, sedangkan sosiologisme hukum

berpandangan empiris. Mereka ingin melakukan pemahaman secara sosiologis terhadap

fenomena hukum. Jadi, interpretative under standing of social conduct. (suatu usaha untuk

memahami objeknya dari segi tingkah laku sosial), meliputi: causes, it course, dan its effects.

Fenomena hukum dari sudut pandangan aliran sosiologis ini adalah gejala-gejala yang

mengandung stereotip baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

5. Metode yang digunakan kaum positivis adalah preskriptif, yaitu menerima hukum positif

dan penerapannya, sedangkan metode yang digunakan oleh penganut sosiologisme hukum

adalah deskriptif.

Dalam metode deskriptisnya, kaum sosiologis mengkaji hukum dengan menggunakan teknik-

teknik: survei lapangan (fiel surveys), observasi perbandingan (comparative observation),

analisis statistic (statistical analysis). eksperimen (experimentation).

4|Page
B. Sociology of Law dan Sociological Jurisprudence

Para penganut aliran sosiologis di bidang ilmu hukum, dapat dibedakan antara yang

menggunakan sociological of law sebagai kajiannya, dan yang menggunakan sociological

jurisprudence sebagai kajiannya.

Socialogy of law di Italia, pertama kali dikenalkan oleh Anzilotti. Oleh karena itu, berkonotasi

Eropa Daratan, sedangkan sociological jurisprudence lahir di Amerika Serikat, olehnya itu

berkonotasi Anglo Saxon.

Sociology of law adalah sosiologi tentang hukum, karena itu ia merupakan cabang sosiologi.

Sodangkan sociological jurisprudence adalah ilmu hukum sosiologi, karena itu merupakan

cabang ilmu hukum.

Pembaruan suatu bidang hukum harus dibuat sesuai dengan arah bentuk masyarakat tertentu

yang digunakan. Sebagai contoh, konsep ekonomi Pancasila, yang bentuk masyarakatnya

adalah bentuk masyarakat sederhana. Untuk menyukseskan konsep ekonomi Pancasila itu,

harus diikut sertakan sarjana hukum sebagai "arsitek sosial" nya, yang akan merancang

hukumnya, karena alat itu untuk dapat mewujudkan konsep tadi adalah hukum.

Lebih lanjut Emilie Dhurkheim menyatakan bahwa apa saja yang dapat dilakukan oleg setiap

individu dalam masyarakat adalah tergantung "social order". Jadi kebebasan itu tidak ada

dalam individu, tetapi kebebasan itu berada dalam kerangka masyarakat. Jika dilihat dari teori

Emelie Dhurkheim ini, maka bentuk masyarakat Indonesialah yang justru benar, dan justru

bentuk masyarakat individual ala Barat yang salah.

Kritik terhadap teori Emilie Dhurkheim adalah bahwa tidak benar pada masyarakat yang

sederhana hukumnya represif, justru hukumnya bersifat restitutif Menurut Satjipto Rahardjo,

kritik semacam itu tidak mengurangi kebebasan Emilie Durkheim sebagai pelopor yang mana

sebagai seorang pelopor tentu saja setiap kesalahan yang dibuatnya tentu kelihatan besar.

5|Page
Ajaran Eugen Ehlich terkenal dengan kalimatnya: "the center of gravity of legal development

lies not in legislation, nor in juristic science, nor in judicial decision, but in society itself". Jadi

bagi Ehrlich, perkembangan hukum itu tidak terdapat dalam undang-undang tidak juga dalam

ilmu hukum, dan juga tidak dalam putusan pengadilan, melainkan di dalam masyarakat sendiri.

Ehrlich terkenal juga dengan konsep "living law" nya. Menurut Ehrlich, ada dua sumber

hukum:

1. Legal history and jurisprudence, yaitu penggunaan presden dan komentar tertulis.

2. Living law yang tumbuh dari kebiasaan mutakhir dalam masyarakat Ehrlich juga

membedakan kaidah-kaidah yang terdapat dalam masyarakat ke dalam dua jenis:

1. Norms of decision, yaitu kaidah hukum.

2. Norms of conduct, yaitu kaidah-kaidah sosial selain kaidah hukum, yang muncul akibat

pergaulan hidup sesama warga masyarakat.

Masyarakat dilihat Persons sebagai satu totalitas yang mempunyai dua macam lingkungan,

yaitu "ultimate realty" dan fisik organic. Masyarakat mengorganisasi sedemikian rupa untuk

dapat menghadapi dua lingkungan ini. Untuk mengadapi kedua lingkungan tersebut,

masyarakat mengorganisir diri ke dalam beberapa subsistem, masing-masing: subsistem

ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Tiap-tiap subsistem memiliki fungsi khas, yaitu:

1. Subsistem ekonomi berfungsi adaptasi (adaption)

2. Subsistem politik berfungsi pencapaian tujuan (toal pursuance).

3. Subsistem sosial berfungsi integritas (integrations).

4. Subsistem budaya berfungsi mempertahankan pola (pattern maintenance)

6|Page
Pattern maintenance, artinya tanpa kebudayaan, maka masyarakat tidak dapat berintegrasi,

tidak dapat berdiri sebagai kesatuan. Integration berarti proses- proses/hubungan-hubungan di

dalam masyarakat diintegrasikan menjadi satu sehingga masyarakat dapat merupakan satu

kesatuan. Contohnya dengan adanya aturan jual beli maka dapat diintegrasikan orang-orang

yang mengadakan hubungan jual beli.

Goal pursunance berarti setiap warga masyarakat selalu mempunyai kebutuhan untuk

mengetahui ke arah mana tujuan masyarakat itu digerakkan. Dengan politik, masyarakat

dihimpun sebagai satu totalitas ntuk menentukan satu tujuan bersama. Contohnya, masyarakat

Indonesia bertujuan mencapai masyarakat yang adil dan makmur.

Adaption merupakan fungsi bagaimana masyarakat itu dapat memanfaatkan sumber daya di

sekitarnya secara fisik organik. Yang menarik adalah adanya hubungan antara masing-masing

subsistem dan mengenal adanya dua arus, yaitu arus informasi dan arus energi. Arus energi

yang tertinggi pada subsistem ekonomiSubsistem budaya memang sangat kaya dengan ide,

tetapi miskin dalam energi.

Konsep Talcott Parsons ini dinamai konsep Sibernetik. Arus informasi terbesar pada subsistem

budaya, dan semakin kecil ke sosial, politik dan terakhir pada ekonomi. Sebaliknya arus energy

terbesar pada ekonomi, semakin kecil pada politik, sosial dan terakhir budaya.

Pada masyarakat sederhana, diferensi antara sub-sub system yang terdapat dalam konsep

Sibenetika itu belum tajam, sedangkan dalam suatu masyarakat modern yang kompleks,

perbedaan dan pemisahan yang tajam sudah terlihat di antara masing-masing subsistem

tersebut.

Pembedaan antara "ultimate reality" dengan "fisik organic" olch Persons, menurut penulis

tepat, tetapi tetap ada perbedaan antara manusia sebagai makhluk fisik organik dengan binatang

yang juga sebagai makhluk fisik organik.

7|Page
Binatang sebagai makhluk biologis hanya memiliki sinnhaft (kebutuhan biologis), sedang

manusia sebagai makhluk biologis juga memiliki sinnhaft. Tetapi manusia, selain memiliki

sinnhaft, juga memiliki ideenhaft (keterikatan pada ide) yang tidak dimiliki oleh binatang-

binatang. Sebagai contoh, lapar adalah sinnhaft setiap manusia, tetapi berkat adanya ideenhaft-

nya, bagi manusia Muslim di bulan Ramadhan dapat menahan diri untuk menahan lapar dan

dahaga saat berbuka puasa.

Teori Sibernetik pertama-tama digungan dalam ilmu anatomi di bidang ilmu kedokteran, di

mana tubuh manusia yang terdiri dari bagian-bagian tubuh dilihat sebagai satu system, dengan

fungsi sub-sub system yang berbeda-beda kemudian Parsons mentransfer Sibernetik itu ke

dalam sosiologi, dan mengganti eksistensi tubuh manusia dengan eksistensi masyarakat. Inilah

yang membentuk "grand theory".

Sehubungan dengan itu, seorang pakar bemama Riggs, mengemukakan bahwa di antara

masyarakat yang masih "fused" dengan masyarakat yang sudah "difussed", masih ada satu

tahapan yaitu masyarakat prismatis.

D. Pendekatan Sosiologi terhadap Ilmu Hukum

1. Pendekatan Weber

Karya Weber sociological of law bertema pokok, analisis perkembangan hukum dari penemuan

hukum secara karismatis sampul pada pembentukan hukum yang rasional. Proses perubahan

ini diikuti dalam berbagai gejala hukum: dalam pembedaan yang berangsur-angsur antara

hukum politik dan hukum privat, meskipun pembedaan ini ada hubungannya dengan perubahan

prinsip pemerintahan, dalam perkembangan perjanjian penentuan status yang formal ke arah

perjanjian yang elastis dan tidak kaku untuk mencapai suatu tujuan; dari pribadi-hukum yang

8|Page
otonom dalam abad pertengahan kea rah monopoli Negara modern dalam hal menciptakan

pribadi-hukum.

Seluruh perkembangan hukum ini crat hubungannya dengan faktor-faktor sosial, politik dan

ekonomi. Jadi perkembangan suatu perekonomian pasar dengan sarana uang yang meningkat,

membawa ke arah perkembangan perjanjian yang modern dengan kebebasan menetapkan

syarat-syaratnya.

Bagian yang menarik dari analisa Weber adalah mengenai pengaruh para ahli hukum dan

pengaruh berbagai bentuk pemerintahan terhadap perkembangan hukum. Setelah kepercayaan

terhadap penemuan hukum yang bersifat rasional, maka penyelenggaraan pengadilan menjadi

suatu prosedur yang lebih teratur untuk menyelesaikan yang mempunyai kedudukan sosial

yang terpandang, di antara penentu hukum terdahulu dan ahli-ahli hukum selanjutnya.

Golongan ini amat mempengaruhi rasionalisasi prosedur hukum, meskipun kerap kali mereka

berkepentingan untuk memperlambat proses rasionalisasi material daripada hukum Weber

membandingkan garis perkembangan ini dalam perkembangan sistem-sistem ilmu hukum

Romawi, Inggris, Jerman, Islam dan lain sebagainya.

Menjelang tahun 1914, Weber menulis tentang suatu kecenderungan baru untuk mengganti

penyelenggaraan hukum secara rasional dengan suatu antiformalisme, tetapi ia percaya bahwa

reaksi demikian tidak akan mempengaruhi spesialisasi keahlian hukum yang semakin

meningkat, bersamaan dengan pertumbuhan peralatan teknisnya, sebagai akibat wajar dari

perkembangan teknik dan perekonomian.

9|Page
E. Aliran Sociological Jurisprudence

Aliran ini tumbuh dan berkembang di Amerika Serikat oleh seorang pionernya, yakni

Roscoe Pound (1870-1964) melalui karya besarnya yang berjudul "Scope and Purpose of

Sociological Jurisprudence "pada tahun 1912. Inti pemikiran dari aliran ini terletak pada

penekanan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang hidup didalam masyarakat.

Lili Rasjidi mengemukakan perbedaan antara sociological jurisprudence dengan sosiologi

hukum. Kalau sociological jurisprudence merupakan suatu mazhab dalam filsafat hukum yang

mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat dan sebaliknya,maka

sosiologi hukum mempelajari pengaruh masyarakat kepada hukum dan sejauh mana gejala-

gejala yang ada di dalam masyarakat itu dapat mempengaruhi hukum tersebut,disamping itu

juga disclidiki sebaliknya pengaruh hukum terhadap masyarakat."

Aliran ini lahir dari proses dialektika antara yang sebagai tesis adalah aliran hukum positif dan

yang sebagai antitesis adalah mazhab sejarah yang kemudian menghasilkan sintesis yang

berupa sociological jurisprudence. Aliran hukum positif memandang tiada hukum kecuali

perintah yang diberikan oleh penguasa (law is command of lawgiver),sebaliknya mazhab

sejarah menyatakan hukum timbul dan berkembang bersama dengan masyarakat.

Aliran hukum positif lebih mementingkan akal, sementara mazhab sejarah lebih mementingkan

pengalaman,dan Sociological Jurisprudence menganggap keduanya sama Sintesis Sociological

Jurisprudence dimaksudkan menekankan adanya sisi hukum dan sisi masyarakat secara

bersamaan berusaha pentingnya.

Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum harus dilihat sebagai suatu lembaga kemasyarakatan

yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial.Selain itu dianjurkan untuk

mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action) yang dibedakannya dengan hukum

yang tertulis (law in books).Salah satu pendapat terkenal Pound adalah bahwa hukum itu

10 | P a g e
merupakan a tool of social engineering (hukum sebagai pranata sosial atau hukum sebagai alat

untuk membangun masyarakat).

Menurut Pound, pada saat terjadi imbangan antara kepentingan dalam masyarakat maka yang

akan muncul adalah kemajuan hukum. Roscoe Pound mengadakan tiga penggolongan utama

terhadap kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Pertama, public interestsyang

meliputi kepentingan negara sebagai badan hukum dalam tugasnya untuk memelihara hakikat

negara dan kepentingan negara sebagai penjaga dari kepentingan sosial. Kedua, kepentingan

orang perorangan yang dibedakan oleh Pound menjadi tiga kepentingan lagi,yakni kepentingan

pribadi (fisik,kebebasan kemauan,kehormatan, privacy kepercayaan dan pendapat),

kepentingan- kepentingan dalam hubungan di rumah tangga,dan kepentingan mengenai harta

benda. Ketiga, kepentingan sosial yang meliputi keamanan umum,keamanan dari institusi-

institusi sosial,moral umum,pengamanan sumber-sumber daya sosial, kemajuan sosial dan

kehidupan individual.

Tokoh signifikan berikutnya dari aliran ini ada pada pandangan Eugen Erlich (1922-2008), di

mana ia sangat menentang adanya kekuasaan tak terbatas yang diberikan kepada penguasa

karena dipandangnya akan memberikan sarana kepada penguasa untuk mengadakan

penyimpangan hukum terhadap masyarakatOleh karena itu, harus ada keseimbangan antara

kepentingan penguasa dengan kepentingan masyarakat. Kekuasaan tak terbatas dilakukan oleh

Negara terhadap masyarakat dalam hal ini spesifik elite kelompok sosial.

Secara konsukuen Ehrlich beranggapan bahwa mereka yang berperan sebagan pihak yang

mengembangkan sistem hukum harus mempunyai hubungan yang crat dengan nilai-nilai yang

dianut dalam masyarakat yang bersangkutan. Kesadaran itu harus ada pada setiap anggota

11 | P a g e
profesi hukum yang bertugas mengembangkan hukum yang hidup dan menentukan ruang

lingkup hukum positif dengan hukum yang hidup.

Titik berat aliran sociological jurisprudence terletak pada kenyataan sosial yang dapat menjadi

kenyataan hukum (fakta hukum)Fakta-fakta hukum yang mendasari semua hukum adalah

kebiasaan, dominasi, pemilikan dan pernyataan kemauan. Keempat faktor ini dari masing-

masing melaksanakan hubungan- hubungan hukum, atau melakukan menghalanginya, atau

tidak memberlakukannya pengawasan, memberlakukannya, Tetapi tidak tertutup kemungkinan

bahwa hukum akan menjadi instrumen perubahan sosial yakni hukum sebagai sarana yang

penting untuk memelihara ketertiban harus dikembangkan, sehingga dapat memberi ruang

gerak bagi perubahan sosial-kemasyarakatan. Dalam hal ini hukum dapat tampil ke depan

menunjukkan ke arah dan memberi jalan bagi perubahan.

Aliran sociological jurisprudence melihat masyarakat dari pendekatan hukumnya yang salah

satu rinciannya meliputi fungsi dari hukum terhadap masyarakat. Fungsi hukum adalah sebagai

kerangka ideologis perubahan struktur dan kultur masyarakat.

Dalam paradigma sosiological jurisprudence yang melihat fungsi hukum dari hukum terhadap

masyarakat dengan spesifikasi fungsi hukum sebagai kerangka ideologis perubahan struktur

dan kultur masyarakat, maka dapat ditanggapi struktur dan kultur yang dimaksud menyangkut

sebuah proses transformasi struktur dan kultur yang tidak mudah.

Masyarakat akan dibatasi oleh politik dan dalam menegakkan hukum yaitu: kebebasan untuk

memiliki sesuatu, kebebasan untuk berdagang dan perlindungan terhadap monopoli, kebebasan

untuk mengadakan usaha industri dan dorongan untuk mengadakan penemuan-penemuan.

Pound sendiri mengakui bahwa dalam perundang-undangan dan putusan-putusan hakim dari

waktu ke waktu belakangan ini, beberapa asas politik tersebut harus dibatasi dan dasar dari

12 | P a g e
pandangan bahwa perihal politik tersebut dengan sendirinya merupakan jaminan untuk

kemajuan, pada umumnya tergantung dari asas-asas politik dan ekonomi tertentu.

Pound memasukan dalam kategori yang sama kepentingan tentang kemajuan politik dengan

memberi perlindungan mengenai kritik yang bebas, kebebasan untuk mengadakan pesan yang

jujur, kebebasan di bidang pendidikan dan sebagainya. Akhirnya disebutkan kepentingan

kemasyarakatan mengenai kehidupan perorangan. Dalam kehidupan kemasyarakatan yang

beradab perlu adanya jaminan bahwa setiap individu mendapat kesempatan untuk hidup

dengan layak menurut ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh masyarakat.

Menurut Roscoe Pound, kepentingan sebagai tersebut ini agaknya merupakan kepentingan

yang paling utama. Kepentingan tersebut dapat dilihat dalam perlindungan hukum mengenai

kebebasan untuk berbicara dan kebebasan untuk memilih pekerjaan dalam kebebasan untuk

mendirikan perusahaan sebagai tersebut terakhir, diadakan pembatasan pembatasan dan

perubahan-perubahan menurut keadaan Penggolongan-penggolongan dasar Roscoe Pound

sebagai tersebut di atas oleh beberapa sarjana hukum modern diperluas dan diadakan

perubahan perubahan.

Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa aliran ini memandang hukum sebagai kenyataan dan

bukan sebagai kaidah. Hukum baru dapat disebut hukum jika ada jaminan eksternal bahwa

aturan itu dapat dipakasakan melalui paksaan fisik maupun psikologi Para pendasar aliran ini

begitu menyadari bahwa pada prinsipnya sociological jurisprudence begitu memberi

penekanan terhadap pentingnya keseimbangan antara hukum formal dengan hukum yang hidup

di masyarakat. Perkembangan hukum sesuai dengan perkembangan masyarakat menurut aliran

ini geraknya dimulai dari yang irasional menuju ke yang rasional.

13 | P a g e
F. Kritik terhadap Aliran Sociological Jurisprudence

Sekalipun aliran sociological jurispridence kelihatannya sangat ideal dengan cita

hukum masyarakat yang terus-menerus berubah ini, karena mengutamakan bagaimana suatu

hukum itu menjadi baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Tetapi,

aliran ini bukanlah tanpa kritik. Suatu hal yang patut dipahami, bahwa dalam program sosiologi

jurisprudence

Pound, lebih mengutamakan tujuan praktis dengan :

1. menelaah akibat sosial yang aktual dari lembaga hukum dan doktirin hukum, karena

itu, lebih memandang kerjanya hukum dari pada isi abstraknya.

2. memajukan telaah sosiologis berkenaan dengan telaah hukum untuk mempersipakan

perundang-undangan, karena itu, menganggap hukum sebagai suatu lembaga sosial

yang dapat diperbaiki oleh usaha yang cerdik guna menemukan cara terbaik untuk

melanjutkan dan membimbing usaha-usaha demikian itu.

3. mempelajari cara membuat peraturan yang efektif dan menitik beratkan pada tujuan

sosial yang hendak dicapai oleh hukum dan bukannya pada sanksi.

4. menelaah sejarah hukum sosiologis yakni tentang akibat sosial yang ditimbulkan oleh

doktrin hukum dan bagaimana cara mengahasilkannya.

5. membela apa yang dinamakan pelaksanaan hukum secara adil dan mendesak supaya

ajaran hukum harus dianggap sebagai bentuk yang tidak dapat berubah.

6. meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan yang tersebut diatas agar usaha untuk

mencapai maksud serta tujuan hukum lebih efektif.

Program sosiologis jurisprudence Pound kelihatan berpengaruh dalam pandangannya yakni

apa yang disebut dengan hukum sebagai social engineering serta ajaran sociological

jurisprudence yang dikembangkannya. Dimana hukum yang baik itu adalah hukum yang sesuai

14 | P a g e
dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Aliran ini mengetengahkan pentingnya hukum

yang hidup dalam masyarakat. Dimana hukum positif akan baik apabila ada hubungan dengan

peraturan yang terletak di dasar dan di dalam masyarakat secara sosilogis dan antropologis.

Tetapi tidak mudah untuk mewujudkan cita hukum yang demikian. Tidak saja dimungkinkan

oleh adanya perbenturan antara nilai-nilai dan tertib yang ada dalam masyarakat sebagai suatu

kelompok dengan kelompok masyarakat lainnya. Terutama dalam masyarakat yang pruralistik.

Tetapi sama sekali tidak berarti tidak bisa diterapkan.

Dalam masyarakat yang monoistik, tidak begitu sukar menerapkan ajaran sociological

jurisprudence. Berbeda halnya dengan masyarakat yang memiliki pruralistik seperti

masyarakat Indonesia dimana nilai-nilai dan tata tertibnya masing-masing serta pola perilaku

yang spesifik pula adalah tidak mudah menerapkan ajaran sociological jurisprudence

Berdasarkan fakta bahwa setiap kelompok mempunyai tata tertib sendiri, dan fakta bahwa

hubungan antara tertib ini adalah terus menerus berubah menurut tipe masyarakat yang serba

meliputi, yang terhadapnya negara hanyalah merupakan suatu kelompok yang khusus dan suatu

tata tertib yang khusus pula.

Dalam menerapkannya diperlukan berbagai pendekatan untuk memahami dan

menginventarisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, terutama dalam masyarakat

majemuk yang memiliki tata tertib sendiri dan pruralitik.

Menurut Pound, hukum di pandang sebagai lembaga masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan sosial. Disisi lain, Friedman mengemukakan, secara teoritis karya Ehrlich,

menunjukkan adanya tiga kelemahan pokok terhadap ajaran sociological jurisprudence yang

dikembangkan Ehrlich, yang semuanya disebabkan oleh keinginanannya meremehkan fungsi

negara dalam pembuatan undang-undang.

15 | P a g e
Kelemahan itu adalah :

1. Karya tersebut tidak memberikan kriteria yang jelas membedakan norma hukum dari

norma sosial yang lain. Bahwa keduanya tidak dapat dipertukarkan, sesuatu yang

merupakan fakta historis dan sosial, tidak mengurangi perlunya pengujian pernedaan

yang jelasSesuai dengan itu sosiologi hukum Ehrlich selalu hampir menjadi suatu

dalam garis besar, sosilogi umum.

2. Ehrlich meragukan posisi adat kebiasaan sebagai sumber hukum dan adat kebiasaan

sebagai satu bentuk hukum. Dalam masyarakat primitif seperti halnya dalam hukum

internasional pada zaman ketika adat istiadat dipandang baik sebagai sumber hukum

maupun sebagai bentuk hukum yang paling penting Di negara modern peran

masyarakat mula-mula masih penting, tetapi kemudian berangsur berkurang.

Masyarakat modern menuntut sangat banyak undang- undang yang jelas dibuat oleh

pembuat undang-undang yang sah. Undang-undang semacam itu selalu derajat

bermacam-macam, tergantung dari fakta hukum ini, tetapi berlakunya sebagai hukum

bersumber pada ketaatan faktual ini. Kebingunan ini merembes ke seluruh karya

Ehrlich.

3. Ehrlich menolak mengikuti logika perbedaan yang ia sendiri adakan norma-norma

hukum negara yang khas dan norma-norma hukum dinama negara hanya memberi

sanksi pada fakta-fakta sosial. Konsekuensinya adalah adat kebiasaan berkurang

sebelum perbuatan udang-undang secara terperinci, terutama undang-undang yang

dikeluarkan oleh pemerintah pusat mempengaruhi kebiasaan dalam masya-rakat sama

banyaknya dengan pengaruh dirinya sendiri.

16 | P a g e
G. Aliran sociological jurisprudence dan Relevansinya Terhadap Pembangunan Sistem

Hukum Indonesia

Keadilan adalah kepentingan manusiayang paling luhur di bumi ini. Bagaimanapun

juga keadilan itulah yang dicari orang tiada hentinya, diperjuangkan oleh setiap orang dengan

gigihnya, dinantikan oleh orang dengan penuh kepercayaan tetapi perkataan keadilan

mempunyai lebih dari satu arti. Di dalam etika, keadilan dapat dianggap sebagai budi pekerti

perseorangan atau sebagai suatu keadaan dengan terpenuhnya kebutuhan-kebutuhan atau

tuntutan- tuntutan manusia secara adil dan layak. Di dalam ilmu ekonomi dan ilmu politik

berbicara tentang keadilan sosial sebagai suatu sistem yang menjamin kepentingan-

kepentingan atau kehendak manusia yang selaras dengan cita-cita kemasyarakatan. Di dalam

hukum berbicara tentang pelaksanaan keadilan tersebut yang berarti mengatur hubungan-

hubungan dan menerbitkan kelakuas manusia di dalam dan melalui aturan-aturan tentang

tingkah laku.

Gagasan negara berdasar atas hukum muncul dari para pendiri bangsa ini dengan dilandasi oleh

prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sosial, artinya hukum dan diimplementasikan kedalam

menyimpang, baik segala wujud nilai-nilai secara yang kemudian peraturan perundang-

undangan tidak boleh nyata maupun tersamar dari prinsip-prinsip demokrasi maupun keadilan

sosial Hukum dalam gagasan para pendiri tersebut justru seyogyanya menjadi dasar pertama

dan utama bagi nilai-nilai demokrasi dan keadilan sosial. Dalam negara hukum maka negara

berfungsi menegakkan keadilan, melindungi hak-hak sosial dan politik warga negara dari

pelanggaran-pelanggaran, baik yang dilakukan oleh penguasa maupun warga negara sehingga

warga negara yang ada dapat hidup secara damai dan sejahtera sesuai dengan yang

diamanatkan oleh UUD NRI Tahun 1945.

17 | P a g e
Pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan untuk merubah suatu kondisi yang

dianggap kurang baik atau bahkan buruk ke kondisi atau keadaan yang baik Pembangunan

yang ada dilaksanakan tentu saja dengan berpijak pada hukum yang jelas, dapat dipertanggung

jawabkan, terarah, serta proposional dalam hal fisik maupun non fisik.

Pada dasarnya, semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan

dan pembangunan Oleh karena itu, bagaimanapun pembangunan diartikan atau dimaknai serta

apapun ukuran yang digunakan olch masayarakat dalam pembangunan pasti didasarkan atas

tujuan untuk kesejahteraan masyarakat dengan menjamin bahwa pembangunan yang ada

berjalan secara damai dan teratur.

Istilah pembaharuan hukum pada dasarnya mengandung makna yang luas, menurut Friedman,

sistem hukum terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) struktur kelembagaan hukum, yang terdiri

dari sistem dan mekanisme kelembagaan yang menopang pembentukan dan penyelenggaraan

hukum di Indonesia, termasuk di antaranya aparatur penyelenggara adalah lembaga-lembaga

peradilan, hukum, mekanisme-mekanisme penyelenggaraan hukum, dan sistem pengawasan

pelaksanaan hukum. (2) materi hukum, yaitu meliputi kaedah-kaedah yang telah dituangkan ke

dalam peraturan perundang-undangan tertulis maupun yang tidak tertulis yang hidup dan

berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta bersifat

mengikat bagi semua lapisan masyarakat dan (3) budaya hukum Ketiga unsur penopang sistem

hukum tersebut saling berkaitan dalam rangka bekerja menggerakkan roda hukum suatu

negara.

Dalam prosesnya, ternyata pembangunan membawa konsekuensi terjadinya perubahan di

beberapa aspek sosial termasuk pranata hukum Artinya perubahan yang dilakukan dalam

perjalanannya menuntut adanya perubahan-perubahan dalam bentuk hukum.

18 | P a g e
Perubahan tersebut memiliki arti positif dalam rangka menciptakan sistem hukum baru yang

sesuai dengan kondisi nilai- nilai yang ada pada masyarakat.

Pada dasarnya pembangunan hukum merupakan upaya untuk merombaka struktur hukum lama

yang merupakan warisan kolonial dan dianggap eksploitatif dan diskriminatif sedangkan di

lain pihak pembangunan sistem hukum dilaksanakan dalam rangka untuk memenuhi tuntutan

perkembangan masyarakat yang sangat kompleks serta cenderung untuk berubah kapan saja.

Hukum diakui memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam memacu percepatan

pembangunan suatu negara. Usaha ini tidak semata-mata dalam rangka memenuhi tuntutan

pembangunan jangka pendek tetapi juga jangka menengah serta jangka panjang walaupun

disadari setiap saat hukum dapat berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Pada negara berkembang seperti Indonesia pembangunan hukum menjadi prioritas utama,

terlebih lagi jika negara yang dimaksud merupakan negara yang baru merdeka dari penjajahan

bangsa lain. Oleh karena itu pembangunan hukum di negara berkembang senantiasa

mengesankan adanya peranan ganda. Pertama, sebagai upaya untuk melepaskan diri sendiri

dari lingkaran struktur kolonial. Upaya tersebut terdiri dari penghapusan, penggantian dan

penyesuaian ketentuan hukum warisan kolonial guna memenuhi tuntutan masyarakat nasional

Kedua, pembangunan hukum berperan pula dalam mendorong proses pembangunan, terutama

pembangunan dalam bidang ekonomi yang memang diperlukan dalam rangka mengejar

ketertinggalan dari negara maju, dan demi kepentingan kesejahteraan masyarakat.

Hukum sebagai sistem norma yang berlaku bagi masyarakat Indonesia, senantiasa dihadapkan

pada perubahan sosial yang sedemikian dinamis seiring dengan perubahan kehidupan

masyarakat, baik dalam konteks kehidupan individual, soaial maupun politik bernegara.

Pikiran bahwa hukum harus peka terhadap perkembangan masyarakat dan bahwa hukum harus

19 | P a g e
disesuaikan atau menyesuaikan diri dengan keadaan yang telah berubah, sesungguhnya

terdapat dalam alam pikiran manusia Indonesia.

Roscoe Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological Jurisprudence yang

lebih mengarahkan perhatiannya pada kenyataan hukum daripada kedudukan dan fungsi

hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada dasarnya adalah kemauan publik, jadi tidak

sekedar hukum dalam pengertian law books pada dasarnya adalah kemauan publik, jadi tidak

sekedar hukum dalam (hukum tertulis) Sociological Jurisprudence menunjukkan kompromi

yang cermat antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya

kepastian hukum (positivism law) dan (living law) sebagai wujud penghargaan terhadap

pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum.

Aliran Sociological Jurisprudence dalam ajarannya berpokok pada pembedaan antara hukum

positif dengan hukum yang hidup (living law), atau dengan perkataan lain suatu pembedaan

antar kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Bahwa hukum positif hanya

akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Bahwa pusat

perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatifkeputusan-keputusan

badan judikatif ataupun ilmu hukum, akan tetapi justru terletak di dalam masyarakat itu sendiri.

Roscoe Pound menyatakan dan menjelaskan sebuah ringkasan antinomi lain yang berwujud

ketegangan antara hukum dan aspek-aspek lain dari kehidupan bersama.

Filsafat hukum mencerminkan keadaan bersitegang antara tradisi dankemajuan, stabilitas

dengan perubahan serta kepastian hukum. Sebegitu jauh, karena salah satu tugas hukum adalah

untuk menegakkan ketertiban. Pound juga menjelaskan bahwa tugas pokok pemikiran modern

mengenai hukum adalah tugas rekayasa sosial Pound berusaha untuk memudahkan dan

menguatkan tugas rekayasa sosial merumuskan dan menggolongkan kepentingan-kepentingan

keseimbangannya menyebabkan hukum berkembang. Dengan sosial yang Dalam paham

20 | P a g e
sosiologi hukum, yang dikembangkan oleh aliran Pragmatic Legal Realism yang dipelopori

antara lain oleh Roscoe Pound memiliki keyakinan bahwa hukum adalah "a tool of social

engineering" atau "alat pembaharuan masyarakat" atau "sarana perubahan masyarakat".

dalam konteks perubahan hukum di Indonesia harus diarahkan kejangkauan yang lebih luas,

yang berorientasi pada:

1. Perubahan hukum melalui peraturan perundangan-undangan lebih bercirikan sikap

hidup serta karakter bangsa Indonesia, tanpa mengabaikan nilai- nilai universal

manusia sebagai warga dunia, sehingga kedepan akan terjadi transformasi hukum yang

lebih bersifat Indonesia (mempunyai seperangkat karakter bangsa yang positif).

2. Perubahan hukum harus mampu membimbing bangsa Indonesia menjadi bangsa yang

mandiri, bermartabat dan terhormat dimata pergaulan antar bangsa, karena hukum bisa

dijadikan sebagai sarana mencapai tujuan bangsa yang efektif.

Perubahan hukum Indonesia pada kenyataannya berlangsung, baik yang dilakukan oleh

penyelenggara negara yang berwenang (lembaga legislatif dan eksekutif) melalui penciptaan

berbagai peraturan perundangan yang menjangkau semua fase kehidupan baik yang

berorientasi pada kehidupan perorangan, kehidupan sosial maupun kehidupan bernegara

(politik) atau yang diusulkan oleh berbagai lembaga yang memiliki komitmen tentang

pemabruan dan pembinaan hukum, sehingga mampu mengisi kekosongan atau kevakuman

hukum dalam berbagai segi kegidupan. Dengan perencanaan yang baik, perubahan hukum

diarahkan sesuai dengan konsep pembangunan hukum di Indonesia, harus dilakukan dengan

jalan :

1. Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan hukum bidang-

bidang tertentu dengan jalan memperhatikan antara lain mengadakan pembaharuan,

kodifikasi serta unifikasi di kesadaran hukum masyarakat.

21 | P a g e
2. Menertibkan fungsi lembaga hukum menurut proporsinya masing-masing.

3. Peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak hukum.

4. Memupuk kesadaran hukum masyarakat.

5. Membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah negara ke arah komitmen

yang kuat dalam penegakan hukum, keadilan serta perlidungan terhadap harkat dan

martabat manusia.

22 | P a g e
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sociological jurisprudence menggunakan pendekatan hukum kemasyarakatan. Menurut

sociological jurisprudence hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang

hidup dalam msyarakat. Aliran ini memisahkan secara tegas antara hukum positif dengan

hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Aliran ini timbul sebagai akibat dari proses

dialektika antara (tesis) positivisme hukum dan (antitesis) mazhab sejarah. Menurut Roscoe

Pound, hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas ilmu hukum untuk mengembangkan

suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi secara maksimal.

Sociological jurisprudence itu merupakan suatu madzab/aliran dalam filsafat hukum yang

mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat, sedangkan Sosiologi

Hukum adalah cabang sosiologi mempelajari hukum sebagai gejala sosial yang mempelajari

pengaruh masyarakat kepada hukum dan sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam masyarakat

dapat mempengaruhi hukum di samping juga diselidiki juga pengaruh sebaliknya, yaitu

pengaruh hukum terhadap masyarakat. Roscoe Pound juga menganjurkan untuk mempelajari

hukum sebagai suatu proses (law in action), yang dibedakan dengan hukum yang tertulis (law

in the books). Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum

substantif, maupun hukum ajektif ajaran tersebut menonjolkan masalah apakah hukum yang

ditetapkan sesuai dengan pola-pola perikelakuan.

23 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Sunaryani. Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional. (Bandung: Alumni,

2017).

Huijbers, Theo. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. (Yogyakarta: Kanisius, 1982).

Pound The Scope and Purpose of Sociological Jurisprudence. (Harv I, 1991, Rev. 489).

Prasetyo, Teguh. Filsafat, Teori, & Ilmu Hukum: Pemikiran Menuju Masyarakat yang

Berkeadilan dan Bermanfaat. (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2016).

Sockanto, Soerjono. Perspektif Teoritis Studi Hukum dalam Masyarakat. (Jakarta: Rajawali,

1985).

Timasheff. Growth and Scope of Sociology of Law, Modern Sociology Theory. (Cambridge:

Cambridge University Press, 2018).

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai