Anda di halaman 1dari 11

i

MAKALAH
HUKUM SEBAGAI
ALAT REKAYASA SOSIAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah


“Pengantar Ilmu Hukum”

Dosen Pengampu:
Dr. Indah Sri Utari, S.H. M.Hum.

Disusun Oleh:
Muhammad Khoirul Umam
NIM: 8111417087

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah Hukum Sebagai Alat Rekayasa Sosial ini untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembacanya, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik lagi
kedepannya.
iii

DAFTAR ISI

1. Halaman Sampul..............................................................................i
2. Kata Pengantar.................................................................................ii
3. Daftar Isi..........................................................................................iii
4. Bab I Pendahuluan...........................................................................1
5. 1.1.Latar Belakang...........................................................................1
6. 1.2.Rumusan Masalah......................................................................1
7. 1.3.Tujuan........................................................................................1
8. Bab II Pembahasan...........................................................................2
9. Bab III Simpulan..............................................................................7
10. Daftar Pustaka..................................................................................8
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Hukum sulit untuk didefinisikan dengan tepat dan seragam dikarenakan
hukum itu sendiri bersifat abstrak. Selain itu cakupan yang ada dalam hukum itu
sendiri sangat luas meliputi berbagai aspek kehidupan.1 Karena hal tersebut para
ahli memberikan definisi yang berbeda-beda tentang hukum.
Hukum dalam Bahasa Inggris “Law”, Belanda “Recth”, Jerman “Recht”,
Italia “Dirito”, Perancis “Droit” yang bermakna aturan. 2 Menurut Karl von
Savigny, hukum merupakan aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan
perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoprasian kekuasaan secara diam-diam.
Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh
kesadaran, keyakinan dan kebiasaan warga masyarakat. Dan masih banyak
definisi-definisi yang lain mengenai hukum. Untuk itu agar lebih memudahkan
batasan atas definisinya hukum memiliki beberapa unsur, ciri-ciri, sifat, tujuan
dan fungsi.
Salah satu fungsi dari hukum adalah hukum sebagai rekayasa sosial.
Konsep hukum sebagai a tool of social engineering selama ini dianggap sebagai
suatu konsep yang netral, yang dicetuskan oleh Roscoe Pound.3 Makalah ini
dibuat atas tuntutan tugas pada mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum tentang fungsi
hukum sebagai rekayasa sosial.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Roscoe Pound memberikan gambaran mengenai hukum
sebagai rekayasa sosial?
2. Bagaimana konsep hukum roscoe pound tentang law as a tool of social
engineering?

1.3 Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas Pengantar Ilmu Hukum.
2. Memberikan penjelasan tentang hukum sebagai rekayasa sosial
menurut Roscoe Pound.
3. Memberikan penjelasan tentang konsep hukum roscoe pound tentang
law as a tool of social engineering

4.

1
Lukman Santoso Az dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, (Malang: Setara Press, 2016), h.13
2
Ibid.
3
Ibid. h. 87
2

BAB 2
PEMBAHASAN

1. Hukum Sebagai Rekayasa Sosial Menurut Roscoe Pound


Hukum yang baik terletak pada karya yang dihasilkannya pada dunia
sosial. Inilah inti ajaran Roscoe Pound melalui Sosiological Jurisprudence.
Pragmatisme Amerika, merupakan basis ideology pemikiran Roscoe Pound.
Pound cenderung menghindari konstruksi-konstruksi teori yang terlampau abstrak
seperti umumnya teori-teori yang muncul di Eropa. Bagi Pound hukum tidak
boleh dibiarkan mengawang dalam konsep-konsep logis analitis ataupun
tenggelam dalam ungkapan-ungkapan teknis yuridis yang terlampau eksklusif.
Sebaliknya hukum itu mesti didaratkan di dunia nyata yaitu dunia sosial yang
penuh sesak dengan kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang saling
bersaing.4
Menghadapi realitas yang demikian itu, hukum yang bersifat logis-analitis
dan serba abstrak (hukum murni) ataupun yang berisi gambaran realitas apa
adanya (sosiologis), tidak mungkin diandalkan. Hukum dengan tipe demikian
paling-paling hanya mengukuhkan dengan apa yang ada. Ia tidak mengubah
keadaan. Karena itu, perlu langkah progresif yaitu memfungsikan hukum untuk
menata perubahan. Ujung tombak perubahan ada ditangan pembuat UU (civil law)
dan ditangan hakim (common law). Dari sinilah muncul teori Pound tentang law
as a tool of social engineering.5
Roscoe Pound dalam sebuah pernyataannya menyatakan bahwa fungsi
hukum adalah social engineering atau rekayasa sosial. Dalam pemikirannya ia
menyatakan bahwa putusan hukum yang dijatuhkan oleh hakim diharapkan
mampu merubah perilaku manusia. Pendapat Roscoe Pound tersebut benar ketika
ia memandang hukum sebagai sebuah putusan-putusan hakim dalam sistem
hukum anglo saxon atau common law.6
Roscoe Pound sendiri memberikan gambaran tentang apa yang sebenernya
diinginkan dan apa yang tidak diinginkan oleh penggunaan hukum sebagai “alat
rekayasa sosial sebagai berikut:7
1. Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-
ajaran hukum.
2. Melakukan studi sosiologis dalam rangka mempersiapkan perundang-
undangan. Membuat undang-undang dengan cara membanding-bandingkan
selama ini dianggap sebagai cara yang bijaksana. Namun demikian adalah
tidak cukup jika kita hanya mebanding-bandingkan satu peraturan dengan
yang lain. Hal yang lebih penting lagi adalah untuk mempelajari bagaimana
4
Indah Sri Utari, Pengantar Filsafat Hukum, (Purwodadi: CV. Sarnu Untung, 2017), h.55
5
Ibid.
6
“Hukum sebagai Rekayasa Sosial, Kesalahan Pemahaman atas Pemikiran Roscoe Pound,” dalam
https://krisnaptik.com/polri-4/teori/hukum-sbg-rekayasa-sosial/, (akses: 24/11/2017).
7
Yahyanto, Op. Cit., 88
3

ia beroperasi di masyarakat serta efek yang ditimbulkannya, apabila ada,


untuk kemudian dijalankan.
3. Melakukan studi tentang bagaiman membuat peraturan-peraturan hukum
menjadi efektif. Selama ini tampaknya orang menganggap bahwa, apabila
peraturan sudah dibuat, maka ia akan bekerja dengan sendirinya. Suatu studi
yang serius tentang bagaimana membuat peraturan-peraturan perundang-
undangan serta keputusan-keputusan pengadilan yang demikian banyak itu
menjadi efektif, merupakan suatu keharusan.
4. Memperhatikan sejarah hukum, yaitu bahwa studi itu tidak hanya mengenai
bagaimana ajaran-ajaran itu terbentuk dan mengenai bagaimana ajaran-
ajaran itu berkembang yang kesemuanya dipandang sekedar sebagai bahan
kajian hukum, melainkan tentang efek sosial apa yang ditimbulkan oleh
ajaran-ajaran hukum itu pada masa lalu dan bagaimana hukum pada masa
lalu itu tumbuh dari kondisi sosial, ekonomi dan psikologis, bagaimana ia
menyesuaikan diri kepada semuanya itu, dan seberapa jauh kita dapat
mendasarkan atau mengabaikan hukum ia guna mencapai hasil yang kita
inginkan.

Yang harus digarap oleh hukum dalam konteks Social Engineering yaitu
menata kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat. Kepentingan-
kepentingan tersebut harus ditata sedemikian rupa agar tercapai keseimbangan
yang proporsional. Manfaatnya adalah, terbangunnya suatu struktur masyarakat
sedemikian rupa agar tercapai keseimbangan yang proporsional. Manfaatnya
adalah, terbangunnya suatu struktur masyarakat sedemikian rupa hingga secara
maksimum mencapai kepuasan akan kebutuhan dengan seminimum mungkin
menghindari benturan dan pemborosan.8
Pound mengajukan tiga kategori kelompok kepentingan yaitu:9
1. Kepentingan umum yakni terdiri dari kepentingan-kepentingan negara
sebagai badan hukum badan hukum dalam mempertahankan kepribadian dan
hakikatnya serta sebagai penjaga kepentingan-kepentingan sosial.
2. Kepentingan pribadi terdiri dari pribadi dan kepentingan-kepentingan
dalam hubungan rumah tangga serta kepentingan substansi yang meliputi
perlindungan hak milik, kebebasan menyelesaikan warisan dan lain-lain.
3. Kepentingan sosial meliputi enam jenis kepentingan:
a) Kepentingan sosial dalam soal kepentingan umum meliputi
kepentingan dalam melindungi ketenangan, kesehatan, keamanan atas
transaksi dan pendapatan.
b) Kepentingan sosial dalam hal keamanan intuisi sosial. Misalnya
perlindungan hubungan rumah tangga dan lembaga-lembaga politik
serta ekonomi yang sudah lama diakui daalam ketentuan-ketentuan
8
Indah Sri Utari, Op. Cit., 56
9
Indah Sri Utari, Op. Cit, 56-59
4

hukum yang menjamin lembaga perkawinan atau melindungi keluarga


sebagai lembaga sosial.
c) Kepentingan sosial menyangkut moral umum. Ini meliputi
perlindungan mayarakat terhadap merosotnya moral seperti korupsi,
judi, fitnah dan yang lainnya.
d) Kepentingan sosial menyangkut pengamanan sumber daya sosial.
e) Kepentingan sosial menyangkut kemajuan sosial.
f) Kepentingan sosial menyangkut kehidupan individual (pernyataan diri,
kesempatan, kondisi kehidupan)
Seluruh daftar kepentingan yang dipaparkan Pound, tentu saja tidak
absolut karena sangat tergantung pada system-sistem politik dan sosial suatu
masyarakat atau negara. Kita boleh tidak sependapat mengenai detail kepentingan
yang diurai Pound, beserta kepentingan-kepentingan yang diprioritaskannya.
Fokus utama Pound dengan konsep Social Engineering adalah interest
balancing, dan karenanya yang terpenting adalah tujuan akhir dari hukum yang
diaplikasikan dan mengarahkan masyarakat kearah yang lebih maju. Bagi Pound,
antara hukum dan masyarakat terdapat hubungan yang fungsional. Dan karena
kehidupan hukum terletak pada karya yang dihasilkannya bagi dunia sosial, maka
tujuan utama dalam Social Engineering adalah mengarahkan kehidupan sosial itu
kearah yang lebih maju. Menurutnya, hukum tidaklah menciptakan kepuasan,
tetapi hanya memberi legitimasi atas kepentingan manusia untuk mencapai
kepuasan tersebut dalam keseimbangan. Hukum sebagai sarana social
engineering, bermakna penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai tertib
atau keadaan masyarakat sebagaimana dicita-citakan, atau untuk melakukan
perubahan yang diinginkan.10
Secara sistematis Pound mengemukakan enam langkah yang harus
dilakukan dalam mewujudkan hukum sebagai sarana perubahan sosial yaitu:11
1. Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-
ajaran hukum.
2. Melakukan studi sosiologis dalam rangka mempersiapkan perundang-
undangan untuk mempelajari pelaksanaannya dalam masyarakat serta efek
yang ditimbulkan, untuk kemudian dijalankan.
3. Melakukan sudi tentang bagaimana peraturan hukum menjadi efektif.
4. Memperhatikan sejarah hukum, artinya mempelajari efek sosial yang
ditimbulkan oleh ajaran-ajaran hukum pada masa yang lalu dan bagaimana
cara menimbulkannya.studi itu dimaksudkan untuk menunjukkan
bagaimana hukum pada masa yang lalu itu tumbuh dari kondisi sosial,
ekonomi, dan psikologis, dan bagaimana ia menyesuaikan diri pada
kesemuanya itu, dan seberapa jauh kita dapat mendasarkan atau
mengabaikan hukum itu guna mencapai hasil yang kita inginkan.
10
Indah Sri Utari, Op. Cit., 65
11
Indah Sri Utari, Op. Cit., 67-68
5

5. Pentingnya melakukan penyelesaian individual berdasarkan nalar, bukan


berdasarkan peraturan hukum semata. Artinya, hakim diberi keleluasaan
untuk memutuskan perkara berdasarkan nalar yang umum untuk
memenuhi tuntutan keadilan dari pihak-pihak yang bersengketa.
6. Mengusahakan secara lebih efektif agar tujuan-tujuan hukum dapat
tercapai.

2. Konsep Hukum Roscoe Pound Tentang Law As A Tool Of Social


Engineering
Law as a tool of social engineering merupakan teori yang dikemukakan
oleh Roscoe Pound, yang berarti hukum sebagai alat pembaharuan dalam
masyarakat, dalam istilah ini hukum diharapkan dapat berperan merubah nilai-
nilai sosial dalam masyarakat. Dengan disesuaikan situasi da kondisi di Indonesia,
konsepsi “law as a tool of social engineering” yang merupakan inti pemikiran
dari aliran pragmatic legal realism itu, oleh Mochtar Kusumaatmadja kemudian
dikembangkan di Indonesia. Menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja,
konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas
jangkauan dan ruang lingkupnya daripada di Amerika Serikat tempat
kelahirannya, alasannya lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses
pembaharuan hukum di Indonesia (walau yurisprudensi memegang peranan pula)
dan ditolaknya aplikasi mekanisme daripada konsepsi tersebut yang digambarkan
akan mengakibatkan hasil yang sama daripada penerapan faham legisme yang
banyak ditentang di Indonesia. Sifat mekanisme itu Nampak dengan
digunakannya istilah “tool” oleh Roscoe Pound. itulah sebabnya mengapa
Mochtar Kusumaatmadja cenderung menggunakan istilah “sarana” daripada alat.
Disamping disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia konsepsi tersebut
dikaitkan pula dengan filsafat budaya dari Northrop dan policy oriented dari
Laswell dan Mc Dougal.
Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan itu dapat berupa
undang-undang atau yurisprudensi atau kombinasi keduanya, seperti telah
dikemukakan dimuka, di Indonesia yang paling menonjol adalah perundang-
undangan, yurisprudensi juga berperan namun tidak seberapa. Beberapa contoh
perundang-undangan yang berfungsi sebagai sarana pembaharuan dalam arti
merubah sikap mental masyarakat tradisional kearah modern, misalnya larangan
penggunaan koteka di Irian Jaya, keharusan pembuatan sertifikat tanah dan
sebagainya.
Law as a tool of social engineering dapat pula diartikan sebagai sarana
yang ditujukan untuk mengubah perilaku warga masyarakat, sesuai dengan
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu masalah yang
dihadapi di dalam bidang ini adalah apabila terjadi apa yang dinamakan oleh
Gunnar Myrdal sebagai softdevelopment yaitu dimana hukum-hukum tertentu
yang dibentuk dan diterapkan ternyata tidak efektif. Gejala-gejala semacam itu
6

akan timbul, apabila ada factor-faktor tertentu yang menjadi halangan. Factor
tesebut dapat berasal dari pembentuk hukum, penegak hukum, para pencari
keadilan, maupun golongan-golongan lain dalam masyarakat. Factor-faktor itulah
yang harus diidentifikasikan, karena suatu kelemahan yang terjadi kalua hanya
tujuan-tujuan yang dirumuskan tanpa mempertimbangkan sarana-sarana untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Kalau hukum merupakan sarana yang dipilih
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut maka prosesnya tidak hanya berhenti pada
pemilihan hukum sebagai sarana saja tetapi pengetahuan yang mantap tentang
sifat-sifat hukum juga perlu diketahui untuk agar tahu batas-batas didalam
penggunaan hukum sebagai sarana untuk mengubah ataupun mengatur perilaku
warga masyarakat. Sebab sarana yang ada, membatasi pencapaian tujuan,
sedangkan tujuan menentukan sarana-sarana mana yang tepat untuk
dipergunakan.12
Langkah yang diambil dalam Social Engineering itu bersifat sistematis,
dimulai dari identifikasi problem sampai kepada jalan pemecahannya, yaitu:13
1. Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya. Termasuk didalamnya
mengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari
penggarapan tersebut.
2. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini penting dalam
hal soc ial engineering itu hendak diterapkan pada masyarakat dengan
sector-sektor kehidupan majemuk, seperti: tradisional, modern dan
perencanaan. Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sector mana yang
dipilih.
3. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk
dilaksanakan.
4. Menikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.

12
“Roscoe Pound : Law A Tool Of Social Engineering & Sociological Jurisprudence,” dalam
https://www.google.co.id/amp/s/blowrian.wordperess.com/2015/03/26/roscoe-pound-law-a-tool-
of-social-engineering-sociological-jurisprudence/amp/, (akses: 24/11/2017).
13
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014), h.218
7

BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bagi Pound hukum tidak boleh dibiarkan mengawang dalam konsep-
konsep logis analitis ataupun tenggelam dalam ungkapan-ungkapan teknis yuridis
yang terlampau eksklusif. Sebaliknya hukum itu mesti didaratkan di dunia nyata
yaitu dunia sosial yang penuh sesak dengan kebutuhan dan kepentingan-
kepentingan yang saling bersaing. Bagi Pound, antara hukum dan masyarakat
terdapat hubungan yang fungsional. Dan karena kehidupan hukum terletak pada
karya yang dihasilkannya bagi dunia sosial, maka tujuan utama dalam Social
Engineering adalah mengarahkan kehidupan sosial itu kearah yang lebih maju.
Law as a tool of social engineering dapat pula diartikan sebagai sarana yang
ditujukan untuk mengubah perilaku warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

B. SARAN
Semoga setelah kita mempelajari hukum sebagai rekayasa sosial kita dapat
memahami lebih jauh lagi dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-
hari.
8

DAFTAR PUSTAKA
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014), h.218
Santoso Lukman Az & Yahyanto. 2016. Pengantar Ilmu Hukum. Malang: Setara
Press.
Utari, Indah Sri. 2017. Pengantar Filsafat Hukum. Purwodadi: CV Sarnu Untung.
Hukum Sebagai Rekayasa Sosial, Kesalahan Pemahaman atas Pemikiran Roscoe
Pound. 11.24.2017, dari https://krisnaptik.com/polri-4/teori/hukum-sbg-
rekayasa-sosial/
Roscoe Pound : Law A Tool Of Social Engineering & Sociological Jurisprudence.
11.24.2017, dari
https://www.google.co.id/amp/s/blowrian.wordperess.com/2015/03/26/ros
coe-pound-law-a-tool-of-social-engineering-sociological-
jurisprudence/amp/
Rahardjo, Satjipto. 2014. Ilmu Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Anda mungkin juga menyukai