Anda di halaman 1dari 9

+62 858 – 4146 - 4337

Surat Terbuka Untuk Presiden RI


Nomor : 005/C/Pmb/BEMSI/IV/2020

Yth. Bapak Presiden RI Joko Widodo

di tempat

Kepada Bapak Presiden RI Joko Widodo yang kami hormati. Izinkanlah kami Aliansi
Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyampaikan masukan dan
pandangan tentang kebijakan dan langkah yang harus dilakukan dalam penanganan
Pandemic COVID-19 di negeri ini. Harapan kami, masukan dan pandangan ini menjadi
salah satu hal yang memberikan kebermanfaatan bagi bangsa dan rakyat Indonesia dalam
menghadapi kondisi yang sedang tidak stabil saat ini.

1. Pemerintah pusat harus menilik setiap kebijakan dengan sebaik-baiknya


tentang kesehatan dan keselamatan seluruh rakyat Indonesia tanpa
terkecuali.

Terhitung sejak tanggal 13 April 2020 pukul 17.00 WIB terdapat 4.557 kasus COVID-
19 yang terkonfirmasi positif di negara kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan beberapa penelitian dan perhitungan yang dilakukan oleh berbagai pihak salah
satunya. Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi Institut Teknologi Bandung,
menyebutkan bahwa kasus COVID-19 di Indonesia diperkirakan akan melampaui angka
8.000 hingga pertengahan April mendatang. Kondisi di lapangan saat ini dengan melihat
kebijakan pemerintah, fasilitas kesehatan, tenaga medis, serta kesadaran masyarakat yang
masih minim terhadap dampak dari COVID-19.

Kemudian, Pusat Pemodelan Matematika untuk Penyakit Menular yang berbasis di


London, Britania Raya memperkirakan bahwa hanya ada 2% (dua persen) informasi yang
disebarkan dari kasus COVID-19 di Indonesia. Dalam hal ini kami meminta agar
pemerintah memberikan informasi yang sebenarnya dengan terbuka kepada masyarakat
agar memahami secara penuh bahwasannya kondisi bangsa kita sedang tidak baik-baik
+62 858 – 4146 - 4337

saja, sehingga akan muncul semangat dan kesadaran dari masyarakat untuk membantu
semua pihak melawan penjajah bangsa kita yang tak terlihat wujudnya ini.

Para pakar kesehatan dunia menyebutkan bahwa Indonesia sedang mengalami lonjakan
kasus COVID-19 yang sangat signifikan karena lambatnya respon dari pemerintah, bahkan
Indonesia menduduki posisi tertinggi di Asia Tenggara. Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia atau WHO, Indonesia hanya memiliki satu tempat tidur rumah sakit untuk setiap
1.000 orang yang dalam hal ini negara kita pada posisi terendah di Asia Tenggara. Padahal
bangsa kita bangsa yang besar, sangat tidak patut ketika dalam hal fasilitas kesehatan kita
jauh tertinggal dengan negara-negara tetangga.

Kami meminta pemerintah pusat khususnya Bapak Presiden Joko Widodo yang
terhormat untuk bisa memprioritaskan dan mempersiapkan segala kebutuhan yang
diperlukan tenaga medis dengan sebaik-baiknya yang saat ini sedang berperang melawan
virus corona dan berjuang menyelamatkan hidup rakyat Indonesia. Fasilitas kesehatan itu
merupakan peralatan perang yang diperlukan garda terdepan bangsa kita saat ini yaitu
tenaga medis untuk masuk ke medan juang melawan pandemic COVID-19. Rumah sakit
yang memadai bagaikan markas besar bagi mereka, alat pelindung diri (APD) bagaikan
rompi anti peluru bagi mereka, dan persenjataan lain yang menjadi instrumen pendukung
bagi mereka dalam melawan penjajah bangsa kita saat ini yaitu COVID-19. Maka bekalilah
para pahlawan bangsa kita dengan sebaik-baiknya bekal.

Kemudian, kami meminta pemerintah untuk bisa memberikan kebijakan yang tegas
kepada seluruh masyarakat agar tidak menjadi mediator penyebaran COVID-19 ini ke
tempat-tempat atau daerah-daerah yang mereka tuju. Contoh dengan adanya proses mudik
dari wilayah yang terdampak ke tempat tujuannya masing-masing di seluruh penjuru
wilayah Indonesia dengan skala yang sangat besar tanpa ada kebijakan tegas dari
pemerintah pusat, menjadikan angka penyebaran serta perluasan dampak COVID-19 ini
akan terus bertambah dengan pesat. Sementara pemerintah pusat melalui Jubir
pemerintahan dirasa seperti tidak serius dalam memberikan informasi kepada masyarakat
luas, dengan beredarnya berita di media massa, saling bantah pejabat tinggi antara juru
+62 858 – 4146 - 4337

bicara dan sekretaris negara. Ini mengindikasikan ‘gagap’-nya pemerintah pusat dalam
menangani kasus Covid-19, khususnya dalam bidang komunikasi. Pada pernyataan
pemerintah pusat tersebut menyebutkan yang pada intinya, pemerintah menghimbau untuk
tidak mudik kepada masyarakat luas tetapi lain sisi, pemerintah juga tidak melarang mudik.

Pemerintah seperti hanya bermain himbauan disaat seharusnya pemerintah memahami


secara penuh, jika budaya masyarakat Indonesia saja masih banyak yang melanggar
peraturan ketika peraturan hukum telah ditetapkan. Tandanya, himbauan yang disampaikan
pemerintah kepada masyarakat tidak ada payung hukum yang jelas dan tidak bersifat
mengikat. Jadi, suatu hal yang wajar jika masyarakat Indonesia pada saat ini lebih memilih
hati nuraninya untuk menyambung silaturrahim di tanah kelahiran atau bertemu dengan
sanak keluarga di kampung halaman. Ditambah lagi situasi ekonomi di kota-kota besar
yang mengalami guncangan, seperti PHK massal serta tidak adanya jaminan sosial
menambah, ketidak pastian pekerja, buruh dan pelaku ekonomi dikalangan bawah untuk
bertahan hidup di kota-kota besar, dan ini sama saja memberikan satu-satunya pilihan
kepada masyarakat untuk melakukan mudik ke kampung halamannya masing-masing,
dimana hal tersebut merupakan salah satu cara terbaik bagi COVID-19 untuk
menyebarluaskan dampaknya di negara ini.

Dengan ini, kami meminta pemerintah pusat khususnya presiden segera mengeluarkan
kebijakan tentang larangan mudik bagi seluruh masyarakat Indonesia, karena salah satu
angka arus mudik paling besar adalah dari DKI Jakarta ke seluruh penjuru wilayah di
Indonesia. Kita ketahui bersama bahwa DKI Jakarta saat ini menjadi episentrum kasus
COVID-19 yang terkonfirmasi di Indonesia, itu artinya tidak ada jaminan kepada
masyarakat yang melakukan mudik tidak membawa virus ke keluarga, rumah, lingkungan,
dan daerahnya masing-masing.

Mohon ini menjadi perhatian pemerintah pusat dengan baik dan bijak. Secara
perhitungan, negara kita bisa jadi memang lambat dalam menghadapi kondisi ini. Tapi
tidak ada kata terlambat demi menyelamatkan seluruh rakyat Indonesia.
+62 858 – 4146 - 4337

2. Pemerintah pusat harus menetapkan kebijakan yang tidak berkedok


kepentingan politik

Dengan banyaknya isu yang berkembang dan kondisi bangsa kita yang sedang
mengalami tekanan di berbagai aspek misalnya kesehatan, ekonomi, pendidikan,
pertahanan, dan bidang lain yang juga merasakan dampak dari COVID-19 ini akan banyak
pihak yang memanfaatkan kondisi ini untuk melancarkan kepentingannya diatas
kepentingan keselamatan rakyat Indonesia. Salah satu permasalahan, mengenai Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI No.10 tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan
Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan
Penyebaran Covid-19. Serta keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No.M.HH-19
PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak
melalui Asimilasi dan Integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran
covid-19. Peraturan ini akan membebaskan napi dari penjara dengan alasan mencegah
penyebaran COVID-19 di dalam lembaga pemasyarakatan, yang kami rasa kurang tepat,
justru dengan tidak membebaskan napi dari dalam penjara, maka kesehatan serta
kebersihan di dalamnya tetap terjaga tidak akan ada penyebaran COVID-19 di dalamnya.

Jikalaupun ada napi baru dari luar yang masuk kedalamnya sudah pasti diharuskan
menjadi orang dalam pantauan (ODP) dengan memberikan ruangan khusus dan
mengisolasi dirinya selama waktu yang ditentukan untuk menghindari penyebaran ke
tahanan lain. Berbanding terbalik jika para napi dikeluarkan dengan interaksi dan
kehidupan sosial yang mereka lakukan akan menambah potensi penyebaran COVID-19 ini
di lingkungannya. Dirasa keputusan Kemenkumham mengenai pembebasan Napi ini juga
harusnya dipantau dengan penjagaan dan kontrol yang ketat dan tepat disaat efek jera Napi
selama masa tahanan belum menjadi jaminan mereka tidak akan berbuat ulah kembali
ketika bergabung di lingkungan masyarakat secara bebas. Terbukti, salah satu kasus di
Makassar dari eks Napi asimilasi ditangkap karena mencuri uang di warung warga,
selanjutnya dua Napi menjambret lagi di Surabaya. Ini baru beberapa kasus yang terungkap
akibat dari keputusan Kemenkumham untuk memberikan asimilasi kepada napi tanpa
+62 858 – 4146 - 4337

adanya pengawasan yang jelas. Kami meminta kepada Bapak Presiden Joko Widodo, untuk
bisa memperhatikan dan memberikan kebijakan serta proses pengawasan yang baik
terhadap kebijakan yang telah diputuskan agar tidak menambah permasalahan baru.

Selanjutnya kami mengkritisi mengenai peraturan yang telah diterbitkan oleh


Pemerintah Pusat terkait Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Kawasan
Ekonomi Khusus. Dulu, rakyat ramai-ramai meminta Bapak selaku Policy Maker untuk
memberikan sebuah kebijakan yang mendukung diterbitkannya Perppu KPK yang dirasa
saat itu telah dilemahkan fungsinya. Serta Perppu yang tidak diharapkan rakyat banyak ini
pun, diduga lebih mementingkan oligarki politik karena terindikasi ada buah pikir dari isu
Omnibus Law itu sendiri. Sekarang, rakyat meminta kepada pemerintah pusat untuk cepat
menerapkan Karantina Wilayah yang dirasa menjadi solusi daerah yang sudah terinfeksi
virus corona.

Tetapi, pemerintah dengan segala pertimbangannya malah membuat kebijakan


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) dalam rangka penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
ke seluruh wilayah. Kami rasa, Pemerintah membuat kebijakan ini didasari pemerintah
tidak mempunyai biaya yang mencukupi untuk membiayai bahan pokok yang dibutuhkan
masyarakat secara luas. Tidak dipungkiri, narasi setelah dari pemberlakuan PSBB jika
dirasa tak efektif dan efisien, untuk opsi terakhir ialah menerapkan Sistem Darurat Sipil.
Pertanyaan yang mendasar, “Apa yang bapak pikirkan? Kita sedang melawan virus atau
melawan rakyat Indonesia itu sendiri, Pak?”

Kemudian, kami meminta pemerintah pusat terkhusus Presiden beserta para menteri
dan jajarannya, selanjutnya Ketua DPR RI berserta jajarannya untuk fokus pada
penanganan kasus COVID-19 di negara ini. Jangan memanfaatkan kondisi ini untuk
melancarkan kepentingan pribadi ataupun sebagian kelompok, mulai dari RUU yang
kontroversi di periode sebelumnya untuk cepat-cepat disahkan dalam masa pandemi,
khususnya RUU yang dirancang untuk memangkas regulasi pada periode ini, yaitu
Omnibus Law RUU Cipta Kerja, dalam perjalanan menuju pembahasan di badan
+62 858 – 4146 - 4337

legislatif DPR RI, dan hal atau kebijakan lainnya. Padahal di lain sisi banyak sekali
masyarakat yang mempertanyakan keberpihakan pemerintah untuk mensejahterahkan
rakyatnya atau tidak, bahkan ada yang menolak terhadap rencana kebijakan yang akan
dibuat pemerintah karena berlandaskan dengan berbagai macam kajian yang dibuat oleh
banyak elemen masyarakat dengan satu narasi dan tujuan, yaitu mensejahterahkan seluruh
rakyat Indonesia.

Baleg akan mempertanyakan sikap pemerintah untuk terus melanjutkan pembahasan


RUU Cipta kerja di masa pandemi seperti ini atau tidak. Dengan rasa hormat kami tuturkan
kepada Bapak Presiden Joko Widodo yang terhormat, mewakili pemerintah, mewakili
masyarakat Indonesia. Kami rasa bapak sudah cukup dewasa dalam menimbang kebijakan
dengan mempertimbangkan hati nurani yang bersih disaat masyarakat sedang berjibaku
melawan musuh yang tak terlihat, yaitu Virus Corona. Akan tetapi, dilain sisi, kita harus
mengorbankan perasaan yang menyakitkan karena tidak bisa memberikan aspirasi secara
luas untuk memberikan gagasan kepada RUU yang dirasa bermasalah tersebut. Kami kira,
bapak selaku Presiden tidak ada lagi kepentingan politik untuk masa periode selanjutnya.
Oleh karena itu, jika bapak tidak ingin disebut sebagai pemimpin “boneka” oleh rakyat
Indonesia, sampaikan sikap dan ketegasan yang nyata kepada kita semua untuk
membatalkan segala narasi pembahasan terhadap RUU yang bermasalah di kalangan
masyarakat dan fokus pada pembahasan dan penanggulangan Covid-19 itu sendiri.

3. Utamakan Keselamatan Rakyat dibanding kepentingan Koorporasi dan


Oligarki

Kita semua mengerti bahwa keselamatan warga adalah hal yang utama dan pertama di
atas segalanya termasuk di atas kepentingan ekonomi. Maka seharusnya pemerintah
merealokasikan sistem pendanaan seperti pembiayaan ibu kota baru ataupun proyek-
proyek lain yang dirasa tidak diperlukan untuk penanganan covid-19 bukan malah
melebarkan batas defisit anggaran 3% menjadi 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB),
karena akan menimbulkan permasalahan lain misalnya resiko dominasi kepemilikan asing
pada surat utang pemerintah, pelemahan nilai tukar rupiah, hingga yang paling berbahaya
+62 858 – 4146 - 4337

adalah meningkatnya utang luar negeri Indonesia. Pemerintah jangan sesekali


memanfaatkan momentum ini untuk kepentingan oligarki. Pasal-pasal sakti menambah
keangkuhan Perppu No.1 Tahun 2020. Dalam Pasal 27 Ayat 1 disebutkan bahwa kebijakan
penyelamatan terkait krisis bukan merupakan kerugian Negara. Bagaimana mungkin
anggaran dari APBN dan SUN kemudian ketika terjadi permasalahan kemudian
pemerintah bilang bukan kerugian negara. BPK artinya tidak bisa melakukan audit?.

Oleh karena itu keberpihakan Pemerintah semakin jelas terhadap kepentingan oligarki
yang menggedor-gedor pintu kekuasaan agar kepentingannya cepat diakomodir. Perppu
lebih berbahaya bagi perekonomian, bagi demokrasi jika dibandingkan dengan isi Omnibus
Law Perpajakan dan Omnibus Law Cipta Kerja. Karena pada hakikatnya terikat dalam satu
paket antara Perppu dan Omnibus Law. Bangsa ini harus memiliki pandangan yang sama
bahwa ekonomi nasional dan global cepat atau lambat akan pulih kembali (rebound),
sedangkan korban warga dan tenaga medis yang meninggal tidak akan bisa kembali lagi.
Setiap warga yang meninggal dan diumumkan oleh pemerintah bukanlah angka statistik
saja. Mereka adalah saudara-saudara kita, sama seperti kita memiliki keluarga yang
sangat mencintai mereka. Bayangkan jika itu terjadi kepada diri kita, keluarga kita, kerabat
kita dan sahabat kita.

Jangan pernah beranggapan bahwa korban warga yang meninggal dan yang terinfeksi
sebagai biaya dari krisis (cost of crisis). Apalagi jika itu dianggap sebagai biaya dari
pemulihan ekonomi (cost of economic recovery). Pemulihan ekonomi memang penting
tetapi jauh lebih penting adalah keselamatan nyawa manusia.

4. Menjamin Mutu Pendidikan ke seluruh wilayah yang ada di Indonesia

Hari ini mahasiswa seluruh kampus sedang melakukan upaya pencegahan virus corona
dengan heroik untuk tetap #DiRumahAja. Akan tetapi, banyak mahasiswa yang
menginginkan agar uang kuliah yang telah mereka atau orang tua mereka bayarkan dapat
kembali. Logikanya sangat sederhana, banyak diantara mereka mengatakan bahwa bayaran
+62 858 – 4146 - 4337

kuliah mereka itu tidak mereka rasakan secara langsung, sebab mahasiswa yang telah
membayar uang kuliah tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan dari
Perguruan Tinggi; kelas, kursi, bangku, papan tulis, alat lab, ruang lab, dsb. Mereka tidak
merasakan itu semua yang sudah tercantum dalam Biaya Langsung di biaya UKT yang
telah mereka bayarkan. Hal itu menjadi penting karena uang yang telah dikembalikan
tersebut berguna untuk bertahan hidup dari ancaman wabah virus corona yang sudah
meluluhlantahkan perekonomian yang menyebabkan harga bahan kebutuhan pokok
menjadi naik dan semakin sulit terjangkau bagi kelas masyarakat bawah.

Begitupun juga banyak dari mahasiswa maupun siswa mengeluhkan tentang sistem
pembelajaran daring, salah satu penyebabnya adalah kurangnya fasilitas elektronik,
jaringan yang bermasalah, banyaknya kuota yang dibutuhkan. Pemberlakuan sistem
pembelajaran daring banyak membuat mahasiswa atau siswa kesulitan dalam memahami
pelajaran, hal ini disebabkan karena beberapa dari dosen atau guru hanya sekedar
memberikan tugas saja tanpa adanya penjelasan terkait pembelajaran. Hal ini tentunya
menjadi suatu hal yang merugikan bagi mahasiswa atau siswa dalam memperoleh
pendidikan khususnya dalam menjamin mutu pendidikan itu sendiri. Terlebih lagi, dosen
atau guru yang memberikan berbagai macam tugas yang dirasa tidak seimbang dengan
input pembelajaran yang siswa atau mahasiswa dapatkan dari penjelasan yang disampaikan
dosen atau guru, hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan beban bagi mahasiswa atau
siswa sehingga akan mengganggu kesehatan mental dan fisik turun. Sedangkan apabila hal
tersebut terjadi, maka imun tubuh akan menjadi lemah dan dapat menyebabkan mudahnya
masuk virus corona.

Keresahan dirasakan oleh para tenaga pengajar yang berstatus non PNS atau honorer.
Berdasarkan instruksi yang telah diberikan oleh pemerintah terkait kebijakan Work From
Home di tengah pandemi corona, tidak dapat ditemukan instruksi yang mengatur mengenai
gaji tenaga pengajar non PNS. Terdapat kejanggalan terhadap kebijakan ini, pasalnya 50
persen pemanfaatan dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (Dana BOS) sendiri
merupakan untuk pemberian upah guru honorer. Sedangkan, tidak ada satu pun
+62 858 – 4146 - 4337

pembahasan mengenai pemberian upah untuk guru honorer. Oleh karenanya, hal tersebut
menimbulkan keresahan bagi guru honorer akan kelanjutan keberjalanan kebijakan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadiem Makarim terkait kesejahteraan guru
honorer.
5. Jika keselamatan nyawa rakyat tidak diutamakan kami siap bergerak
bersama rakyat dan membersamai rakyat.

Jakarta, 13 April 2020


Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh
Indonesia,

Remy Hastian Putra Muhammad Puhi

Anda mungkin juga menyukai